Anda di halaman 1dari 97

LAPORAN TUGAS AKHIR

ANALISIS ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.S G2P0A1 DENGAN


KEHAMILAN POSTTERM DAN DISTOSIA BAHU
DI RB MUTIARA KASIH PURWAKARTA
2017

DISUSUN OLEH :
SITI ROSMALASARI
NIM. P17324414013

KEMENKES REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN BANDUNG PROGRAM STUDI
KEBIDANANKARAWANG
TAHUN 2017

i
LAPORAN TUGAS AKHIR
ANALISIS ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.S G2P0A1 DENGAN
KEHAMILAN POSTTERM DAN DISTOSIA BAHU
DI RB MUTIARA KASIH PURWAKARTA
2017

Karya tulis ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Ujian


Akhir Pada Program Studi Kebidanan Karawang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

DISUSUN OLEH :
SITI ROSMALASARI
NIM. P17324414013

KEMENKES REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK

KESEHATAN BANDUNG PROGRAM


STUDI KEBIDANAN KARAWANG
2017

ii
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG

PERNYATAAN ORISINALITAS

LTA ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : SITI ROSMALASARI

NPM : P17324414013

Tanda Tangan :

Materai

Tanggal :

iii
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Laporan Tugas Akhir dengan judul

ANALISIS ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.S G2P0A1 DENGAN


KEHAMILAN POSTTERM DAN DISTOSIA BAHU
DI RB MUTIARA KASIH PURWAKARTA
2017
Disusun oleh :
SITI ROSMALASARI
NIM. P17324414013

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada sidang akhir


Pembimbing

Mardianti S.SiT, M.Kes


NIP. 179803012005012002

Mengetahui
Ketua Program Kebidanan Karawang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Dr. Jundra darwanty, SST., M.Pd


NIP. 19690605199101200

iv
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG

LEMBAR PENGESAHAN LTA

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Laporan Tugas Akhir dengan judul
ANALISIS ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.S G2P0A1 DENGAN
KEHAMILAN POSTTERM DAN DISTOSIA BAHU
DI RB MUTIARA KASIH PURWAKARTA
2017

Disusun oleh :
SITI ROSMALASARI
NIM. P17324414013
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji
Karawang,Juli 2017
Susunan Dewan Penguji
Ketua penguji Anggota Penguji I Anggota Penguji II

Ani Mardianti , SST Mardianti S.SiT , M.Kes Ida Farida H, SST,M.Keb


NIP. 197408172002122001 NIP. 179803012005012002 NIP. 197903302002122002

Mengetahui
Ketua Program Kebidanan Karawang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

DR. Jundra Darwanty, SST., M.Pd


NIP. 196906051991012001

v
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan judul “ Analisis

Asuhan Kebidanan Pada Ny.S G2P0A1 Dengan Kehamilan lewat Waktu dan

Distosia Bahu Di RB Mutiara Kasih Purwakarta Tahun 2017” sebagai salah satu

syarat dalam menempuh ujian akhir Program D3 Kebidanan Politeknik Kesehatan

Bandung Prodi Kebidanan Karawang.

Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak untuk itu perkenankan penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. H. R. Osman Syarif, SKM. M.Kes sebagai Direktur Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung

2. Dr. Jundra Darwanty, S.ST, M.Pd selaku Ketua Program Studi

Kebidanan Karawang Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan

Bandung.

3. Mardiyanti, M.keb selaku pembimbing Laporan Tugas Akhir yang telah

memberikan masukan, bimbingan dan motivasi dalam penyusunan

Laporan Tugas Akhir ini hinggadapat terselesaikan.

4. Ani Mardianti, SST selaku Ketua Penguji

5. Ida Farida H, selaku Pembimbing II


6. Segenap dosen dan seluruh staff karyawan Program D3 Kebidanan

Politeknik Kesehatan Bandung Prodi Kebidanan Karawang, yang telah

mendukung dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

vi
7. Bapak Daman Huri dan Ibu Aisyah , kalianlah adalah sosok orangtua

yang paling sempurna bagiku, terimakasih atas do’a, dukungan, materi,

cinta dan kasih sayang yang diberikan sehingga Laporan Tugas Akhir ini

dapat terselesaikan.

8. Siti Rosidah , selaku kakak perempuan satu-satunya yang memberikan

dukungan dan motivasi dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.

9. Keluarga bapak usman selaku informan pada penelitian ini.

10. Desi, Ralita, Mae, Mei, iis, sarah,sunarti dan opi selaku teman sekamar

dan adik tingkat tercinta yang selalu memberikan semangat dan

dukungan sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.

11. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswi Politeknik Kesehatan Bandung

Prodi Kebidanan Karawang, khusunya Desi Komalasari, Siti

Maemunatulula, Nilam poespita, Ralita indah, Meirina Putri dan Dita

Sinntia yang senantiasa saling memberikan semangat satu sama lain, dan

semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang terlibat

dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini tidak luput dari

kesalahan dan jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang bersifat

membangun penulis harapkan. Bagaimanapun Laporan Tugas Akhir ini,

penulis berharap apa yang ada di laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat

bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Kebidanan

Karawang, Juli 2017

Penulis
vii
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
LAPORAN TUGAS AKHIR, JULI 2017

Siti Rosmalasari
NIM. P17324414013

“ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.S DENGAN KEHAMILAN


POSTTERM DAN DISTOSIA BAHU”
ABSTRAK

Latar Belakang: Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294
hari atau 42 minggu. Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%,
bervariasi antara 3,5-14%. Data statistik menunjukkan, angka kematian dalam
kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam kehamilan cukup bulan,
dimana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5 -7 %. Variasi insiden
postterm berkisar antara 2-31,37%. Kehamilan postterm mempunyai hubungan
erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, atau makrosomia. Sementara itu,
risiko bagi ibu dengan kehamilan postterm dapat berupa perdarahan
pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat Tujuan: untuk dapat
menganalisis asuhan kebidanan pada Ny.S G2P0A1 dengan Postterm, Distosia
Bahu dan Makrosomia. Metode penelitian: penelitian ini menggunakan metode
penelitian deskriftif, pengambilan data melalui observasi dan wawancara.
Simpulan : penatalaksanaan asuhan kehamilan di RB Mutiara Kasih belum sesuai
dengan standar asuhan kebidanan dan terdapat beberapa perbedaan atau
kesenjangan antara teori dengan keadaan secara nyata. Saran: diharapkan
pemberi asuhan lebih menigkatkan mutu pelayanan sesuai dengan
kewenangannya.

Kata kunci: Posttem, Distosia bahu, Makrosomia

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN LTA .................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ........ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................. .......... x
DAFTAR BAGAN ................................................................................. ........ xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
1.3 Manfaat Penelitian .......................................................................... 3

BAB 2. LANDASAN TEORI


2.1. Kehamilan Lewat waktu ................................................................ 4
2.2. Persalinan ...................................................................................... 19
2.3. Distosia bahu .................................................................................. 21
2.4. Makrosomia ................................................................................... 34
2.5. Standar Pelayanan Kebidanan ........................................................ 39
2.6. Asuhan Kehamilan ......................................................................... 44
2.7. Standar pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal ........ 57
2.8. Kewenangan Bidan dalam Menjalankan Asuhan Kebidanan ........ 60

BAB 3. KASUS DAN PEMBAHASAN


3.1 Intranatal Care (INC) ...................................................................... 63
3.2 POstnatal Care (PNC) ..................................................................... 68
3.3 Bayi Baru Lahir (BBL) ................................................................... 69
3.4 Antenatal Care (ANC) .................................................................... 70

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan ..................................................................................... 81
4.2 Saran ............................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 84


LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1: Manuver Mc Robert ......................................................... 30

2. Gambar 2: Manuver Schwartz ........................................................... 32

3. Gambar 3: Posisi Merangkak ............................................................. 32

4. Gambar 3: Kleidotomi ....................................................................... 33

5. Gambar 5: Manuver Zavaneli ............................................................ 34

x
DAFTAR TABEL

1. Tabel 1: Faktor Predisposisi ...................................................................... 24

2. Tabel 2: Program dan Kebijakan Teknis .................................................. 42

3. Tabel 3: Standar Pertambahab Berat Badan Ibu hamil............................. 46

4. Tabel 4: Tinggi Fundus Uteri ................................................................... 48

5. Tabel 5: Jadwal Pemberian Imunisasi TT ............................................... 52

xi
DAFTAR BAGAN

1. Bagan 1: Penatalaksanaan Kehamilan Postterm .......................................18

2. Bagan 2: Penatalaksanaan .........................................................................29

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294 hari

atau 42 minggu lengkap dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut

rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari dan belum terjadi

persalinan. Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu kehamilan yang

beresiko tinggi, di mana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin.

Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi

antara 3,5-14%. Data statistik menunjukkan, angka kematian dalam

kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam kehamilan cukup bulan,

dimana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5 -7 %. Variasi

insiden postterm berkisar antara 2-31,37%.

Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada

kehamilan aterm, terutama terhadap kematian perinatal (antepartum,

intrapartum, dan postpartum) berkaitan dengan aspirasi mekonium dan

asfiksia.

Dalam kenyataannya kehamilan postterm mempunyai pengaruh

terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang dalam

masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada

yang tidak bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari

1
semestinya, atau meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat

makanan dan oksigen.

Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat dengan mortalitas,

morbiditas perinatal, atau makrosomia. Sementara itu, risiko bagi ibu dengan

kehamilan postterm dapat berupa perdarahan pascapersalinan ataupun

tindakan obstetrik yang meningkat. Berbeda dengan angka kematian ibu yang

cenderung menurun, kematian perinatal tampaknya masih menunjukkan

angka yang cukup tinggi, sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang

tepat terhadap kehamilan postterm akan memberikan sumbangan besar dalam

upaya menurunkan angka kematian, terutama kematian perinatal.

Pada laporan peralinan normal di Rb Mutiara Kasih tahun 2017 dari

bulan Januari-April sebanyak 102 persalinan, 26 Persalinan dengan penyulit

yaitu, 7 persalinan lewat waktu (26,9%), 4 persalinan dengan insiden distosia

bahu (15,3%), 7 persalinan dengan hipertensi (26,9%), 6 persalinan dengan

ketuban pecah dini (23,1) , 2 persalinan dengan perdarahan (7,6%) dan 76

lainnya adalah persalinan tanpa penyulit. Berdasarkan hasil di atas maka

penulis tertarik untuk mengangkat kasus mengenai kehamilan lewat waktu

untuk Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Asuhan pada Ny.S

G2P0A1 dengan kehamilan Postterm dan Distosia Bahu di RB Mutiara Kasih

Purwakarta “.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis Asuhan Kebidanan pada Ny.S G2P0A1 dengan

kehamilan postterm dan distosia bahu di RB Mutiara Kasih.

2
1.2.2. Tujuan Khusus

1.2.2.1.Untuk menganalisis Faktor Penyebab pada Ny. S G2P0A1

dengan kehamilan postterm dan Distosia Bahu.

1.2.2.1.1. Untuk menganalisis Penatalaksanaan asuhan persalinan yang

di lakukan bidan pada Ny. S G2P0A1 dengan Kehamilan

Postterm dan Distosia Bahu.

1.2.2.1.2. Untuk menganalisis Kewenangan Bidan dalam melakukan

Tindakan pada kehamilan dan persalinan Ny. S G2P0A1

dengan Kehamilan Postterm dan Distosia Bahu.

1.3. Manfaat

1.3.1. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai sumber bacaan, tambahan kepustakaan dan

sebagai bahan acuan dalam Laporan Tugas Akhir berikutnya,

kewenangan mengenai asuhan kebidanan dengan kehamilan Postterm

dan Distosia Bahu.

1.3.2. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai masukan kepada tenaga kesehatan dalam upaya deteksi dini,

dalam masalah kehamilan Postterm dan Distosia Bahu sehingga akan

menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka kematian Bayi

(AKB).

1.3.3. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai bahan acuan dalam mempertahankan dan meningkatkan mutu

pelayanan kebidanan pada asuhan komprehensif selanjutnya

3
khususnya deteksi dini kehamilan Postterm dan Penanganan Distosia

Bahu.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kehamilan Postterm (kehamilan lewat waktu)

2.1.1. Definisi

Masa kehamilan di mulai dari konsepsi sampai lahirnya

janin. lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9

bulan 7 hari) Di hitung dari haid terakhir (Prawirohardjo, 2009).

Definisi international dari kehamilan memanjang, yang

diresmikan oleh Amerikan College of Obstetricians and

Gynecologists (2004), adalah 42 minggu lengkap (294 hari) atau

lebih terhitung mulai dari hari pertama haid terakhir.

Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung

42 minggu atau lebih. Istilah yang sering dipakai adalah

postmaturitas, postdatism, atau postdates. Kira- kira 10%

kehamilan berlangsung terus sampai 42 minggu, 4% berlanjut

sampai 43 minggu.

Kehamilan serotinus lebih sering terjadi pada primigravida

muda dan primigravida tua atau grandemultiparitas. Sebagai

kehamilan serotinus akan menghasilkan keadaan neonates dengan

dysmaturitas. Kematian perinatalnya 2-3 kali lebih besar dari bayi

yang cukup bulan (Sastrawinata,2004).

WHO mendefinisikan kehamilan lewat waktu sebagai

kehamilan usia ≥ 42 minggu penuh (294 hari) terhitung sejak hari

5
pertama haid terakhir. Namun penelitian terkini menganjurkan

tatalaksana lebih awal.

Persalina lewat waktu (postterm) adalah persalinan pada

umur kehamilan > 40 minggu. Kehamilan postterm di sebut juga

kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat

bulan, prolongued pregnany, extended pregnancy, postdate/ pos

datisme atau pasca maturitas. Kehamilan lewat waktu adalah

kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (249 hari) atau

lebih, di hitung dari haid pertama hari terakhir menurut rumus

Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Prawirohardjo, 2009)

2.1.2. Patofisiologi

Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin

sehingga tidak menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan

persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta

tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2

sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam

rahim (Manuaba,2014).

Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak

tangan terkelupas, tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa

menghilang, wajah seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat

selaput ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai

puncaknya pada kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus

mengalami penurunan. Pada kehamilan postterm dapat

6
terjadi penurunan fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan

gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak mengalami insufisiensi

maka janin postterm dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan

menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia

bahu.

2.1.3. Faktor Predisposisi

Menurut Cuningham 2010 Faktor predisposisi kehamilan postterm

yaitu :

1. Primiparitas muda, primigravida tua atau pada grandemultiparitas

2. Riwayat kehamilan postterm sebelumnya

3. Anensephali janin

4. Jenis kelain bayi adalah laki-laki.

5. Predisposisi genetik

2.1.4. Etiologi

a. Pengaruh progesterone

Penurunan hormone progesterone dalam kehamilan

merupakan perubahan endrokrin yang penting dalam memacu

proses biomolekular pada persalinan dan meningkatkan

sensitivitas uterus terhadap oksitisin, sehingga beberapa penulis

menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena

masih berlangsungnya pengaruh progesterone.

b. Teori oksitosin

Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada

kehamilan postterm memberi kesan atau di percaya bahwa

7
oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam

menimbulkan persalinan dan pelepasan ari neurohipofisis ibu

hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai

salah satu faktor penyebab kehamilan postterem.

c. Teory kortisol / ACTH Janin

Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi

tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat

peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. kortisol janin

akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron

berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya

berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.

Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal

janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan

menyebabkan kortisol janin tidak di produksi dengan baik

sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.

d. Saraf Uterus

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus

frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada

keadaan dimana tidak ada tekana pada pleksus ini, seperti pada

kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi

kesemuanya diduga sebagai penyeba terjadinya kehamilan

postterm.

8
e. Herediter

Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang

mengalami kehamilan postterm mempunyai kecendrungan

untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya.

Morgen (1999) seperti dikutip cunningham, menyatakan bahwa

bila mana seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat

melahirkan anak permpuan, maka besar kemungkinan anak

perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.

2.1.5. Prognosis

Kematian janin pada kehamilan serotinus menigkat bila

pada kehamilan normal (37-41 minggu) angka kematiannya 1,1%.

Oleh karena itu, pada 43 minggu angka kematian bayi menjadi 3,3

% dan pada kehamilan 44 minggu menjadi 6,6%.

2.1.6. Diagnosis

Penentuan usia kehamilan berdasarkan rumus Naegele,

dihitung dari hari pertama haid terakhir dan berdasarkan siklus

haid (taksiran persaalinan adalah 280 hari atau 40 minggu dari hari

pertama haid terakhir pada siklus 28 hari atau 266 hari setelah

ovulasi). Jadi, untuk menentukan kehamilan serotinus harus

diketahui umur kehamilan dengan tepat.

Selain dari haid, penentuan umur kehamilan dapat di bantu

scara klinis dengan megevaluasi kembali umur kehamilan dari saat

pertama kali ibu datang. Makin awal pemeriksaan kehamilan

dilakukan, umur kehamilan makin mendekati kebenaran,

9
menanyakan kapan terasa pergerakan anak, atau pengukuran

fundus uteri secara serial.

Pemeriksaan USG di trimester pertama (usia kehamilan

antara 11-14 minggu) sebaiknya ditawarkan kepada semua ibu

hamil untuk menentukan usia kehamilan degan tepat.

Bila terdapat perbedaan usia kehamilan lebih dari 5 hari

berdasarkan perhitugan hari pertama haid terakhir dan USG,

trimester pertama, waktu taksiran kelahiran harus disesuaikan

berdasarkan hasil USG Bila terdapat perbedaan usia kehamilan

lebih dari 10 hari berdasarkan perhitungan hari pertama haid

terakhir dan USG, trimester kedua, waktu taksiran kelahiran harus

disesuaikan berdasarkan hasil USG Ketika terdapat hasil USG

trimester pertama dan kedua, usia kehamilan

ditentukan berdasarkan hasil USG yang paling awal.

Jika tidak ada USG, lakukan anamnesis yang baik untuk

menentukan hari pertama haid terakhir, waktu DJJ pertama

terdeteksi, dan waktu gerakan janin pertama dirasakan Tidak

jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan

diagnosis kehamilan postterm karena diagnosis ini ditegakkan

berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi kehamilan.

Beberapa kasus yang dinyataan sebagai kehamilan postterm

merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan.

10
Kasus kehamilan postterm yang tidak dapat ditegakkan

secara pasti di perkirakan 22%. Dalam menentukan diagnosis

kehamilan postterm disamping dari riayat haid, sebaliknya dilihat

pula hasil pemeriksaan antenatal.

a. Riwayat haid

Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit untuk di tegakkan

bila mana hari pertama haid terakhir (HPHT) diketahui dengan

pasti. Untuk riwayat haid yang dapat di pecaya, diperlukan

beberapa criteria antara lain:

a. Penderita harus yakin betul dengan HPHT

b. Siklus 28 hari dan teratur

c. Tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir.

Selanjutnya diagnosis di tentukan dengan menghitung menurut

rumus Naegale berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang

ditetapkan sebagai kehamilan postterm kemungkinan adalah

sebagai berikut.

a. Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir

atau akibat menstruasi abnormal.

b. Tanggal haid terakhir di ketahui jelas, tetapi terjadi

keterlambatan ovulasi.

c. Tidak ada kesalahan dalam menentukan haid terakhir dan

kehamilan memang berlangsung lewat bulan (keadaan ini

11
sekitar 20-30 % dari seluruh penderita yang diduga

kehamilan postterm.

b. Riwayat Pemerikaan Antenatal

1. tes kehamilan : bila pasien melakukan pemeriksaan tes

imunologik sudah terlambat 2 minggu, maka dapat

diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6

minggu.

2. Gerakan janin : gerakan janin atau Quickeening pada

umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20

minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur

kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida 16

minggu. Petunjuk umum untuk menentukan quickening

ditambah 22 minggu pada primigravid atau ditambah 24

minggu pada multiparitas.

3. Denyut jantung janin (DJJ). Dengan stetoskop Lennec

DJJ dapat didengar mulai umur 18-20 minggu

sedangkan dengan Doppler dapat didenga paa usia

kehamilan 10-12 minggu.

Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan

postterm bila terdapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil

pemerikaan sebagai berikut.

a. Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif

b. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama didengar

dengan dopper

12
c. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerakan

janin pertama kali

d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ

pertama kali dengan stetoskop Lennec.

c. Tinggi fundus Uteri

Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus

uteri serial dalam semester dapat bermanfaat bila dilakukan

pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu

tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara

kasar.

d. Pemeriksan Ultrasonografi

Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil

pemeriksaan ultrasonografi pada trimester pertama . kesalahan

perhitungan rumus Naegele dapat mencapai 20%. Bila telah

dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak

trimester pertama, hampir dapat dipastikan usia kehamilan.

Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala-tungging

(crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih

4 hari dari taksiran pesalinan.

Pada umur kehamilan sekitar 16-26 minggu, ukuran

diameter bipaietal dan panjang femur memberikan ketepatan

sekitar 7 hari dari taksiran prsalinan. Selain CRL, dismeter

biparietal dan panjang femur, beberapa parameter dalam

pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti lingkar perut,

13
lingkar kepala dan beberapa rumus yang merupakan

perhitungan dari beberapa hasil pemriksaan parameter tersebut

di atas. Sebaiknya, pemeriksaan sesaat setelah trimester III

dapat di pakai untuk menentukan berat janin, keadaan air

ketuban, atau pun keadaan plasenta yang sering berkaitan

dengan kehamilan postterm, tetapi sukar untuk dipastikan usia

kehamilan.

2.1.7. Pengaruh terhadap ibu dan janin

a. Terhadap ibu

1. Dapat menyebabkan distosis karena

 Aksi uterus tidak terkoordinir.

 Janin besar

 Moulding kepala kurang

2. Maka akan sering dijumpai: partus lama, kesalahan letak,

inersia uteri, distorsia bahu, dan perdarahan post partum.

Hal ini akan menaikan angka morbilitas an mortalitas.

b. Terhadap janin

1. Jumlah kematian janin / bayi pada kehamilan 43 minggu

tiga kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu karena

postmaturitas akan menambah bahaya pada janin.

2. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariyasi : berat badan

janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang,

sesudah kehamilan 42 minggu.

3. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan

14
2.1.8. Komplikasi

1. Untuk ibu

 Rasa takut akibat terlambat lahir

 Rasa takut menjalani oprasi dengan akibatnya: Trias

komplikasi ibu

2. Untuk Janin

 Oligohidramnion

 Makrosomia

 Dismaturitas bayi

2.1.9. Gambaran Klinis

Serotinus atau postdatism adalah istilah yang

menggambarkan sindrom dismaturitas yang dapat terjadi pada

kehamilan serotinus. Keadaan ini terjadi pada 30% kehamilan

serotinus dan 3% kehamilan aterm.

Tanda-tanda serotinus

1. menghilangya lemak subkutan

2. kulit kering, keriput atau retak-retak

3. pewarnaan meconium pada kulit, umbilical, dan selaput

ketuban

4. kuku dan rambut panjang.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah kematian janin dalam

Rahim, akibat insufisiensi plasenta karena menuanya plasenta dan


15
kematian neonatal yang tinggi. Asfiksia adalah penyebab utama

kematian dan morbiditas neonatus. Pada otopsi neonatus dengan

serotinitas didapatkan tanda-tanda hipoksia termasuk adanya

patekie pada pleura dan pericardium serta didapatkan adanya

partikel-partikel meconium pada paru.

Secara histopatologis, kelainan plasenta yang ditemukan

adalah kalsifikasi, edema vili, pseudohiperplasi pada sinsitium,

degnrasi fibroid pada vili, dan mikroinfrak plasenta.

2.1.10. Penilaian Risiko Antepartum

Mengingat morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada

kehamilan serotinus, penilian terhadap risiko terjadinya

dismaturitas harus dilakukan antepartum untuk memutuskan

apakah fetus masih boleh tinggal dalam Rahim (menunggu

persalinan spontan) atau harus dilahirkan.

Penilaian kesejahtraan janin dapat dilakukan dengan cara:

1. Evaluasi cairan amnion dengan cara amniosentesis atau USG

untuk melihat adanya oligohidramnion,

2. Pantau perubahan denyut jantung janin tanpa beban (nonstress

test) atau dengan beban (contraction stress test).

3. Tentukan skoring profil biofisik yang didapat dari pemeriksaan

NST, USG untuk melihat pernapasan janin, tonus fetus,

pergerakan fetus, dan jumlah cairan amnion.

16
2.1.11. Pengelolaan

1. Ekspektatif- oleh karena induksi persalinan berkaitan dengan

kejadian insersia uteri, partus lama, trauma serviks, persalinan

buatan, dan operasi sesar, pada beberapa kasus terutama

dengan serviks yang belum matang ; perlu dilakukan perawatan

eksfektaif ; asalkan keadaan janin baik.

Hal ini berdasarkan :

a. Enam puluh persen kehamilan akan berakhir dengan

persalinan spontan pada usia kehamilan 40-41 minggu dan

80% pada kehamilan 43 minggu.

b. Dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran untuk

pemantauan kesejahtraan janin, janin masih dapat

dipertahankan dalam Rahim selama keadaannya masih

baik.

Harus diingat bahwa tidak ad acara pemantauan kesejahtraan

janin yang paling ideal sehingga harus dilakukan kombinasi

dari berbagai cara.

2. Aktif- tanpa melihat keadaan serviks induksi harus dilakukan

pada fetus yang mempunyai resiko untuk mengalami

dismaturitas, atau bila kehamilan mencapai umur 44 minggu.

Kejadian partus lama, insersia uteri hipotonik dan gawat janin

selama persalinan akan menngkat sehingga pada induksi

kehamilan serotinus, pengawas intrapartum karus lebih ketat.

Induksi dapat dilakukan dengan tetesan oksitosin per imfus

17
atau dengan pemakaian preparat prostaglandin.

2.1.12. Penatalaksanaan

a) Bila sudah di pastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan

tergantung dari kematangan serviks.

b) Bila serviks matang (skor bishop > 5)

- Dilakukan induksi persalinan asal tidak janin besar, jika

janin > 4000 gram, lakukan seksio sesarea.

- Pemantauan intrapartum dengan menggunakan KTG dan

kehadiran dokter spesialis anak apalagi ditemukan

mekonium mutlak diperlukan

c) Pada serviks belum matang (skor bishp < 5) kita perlu menilai

keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak diakhiri

- NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya

normal, kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin

dilanjutkan seminggu dua kali.

- Bila di temukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong

yang vertical atau indeks cairan amnion < 5) atau di jumpai

deselerasi variable pada NST, maka dilakuka induksi

persalinan.

- Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif,

tes dengan kontraksi ( CST ) harus dilaukan. Hasil CST

positif, janin perlu dilahirkan, sedangkan bila CST negative

kehamilan dibiarkan berlangsung dan penilaian janin

dilakukan lagi 3 hari kemudian.

18
- Keadaan serviks (skor bishop) harus di nilai ulang setiap

kunjungan pasien, dan kehamilan harus diakhiri bila serviks

matang.

d) Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri

- Pasien dengan kehamilan lewat waktu dengan komplikasi

seperti diabetes mellitus, preeklamsi, kehamilannya harus

diakhiri tanpa memandang keadaan serviks. Tentu saja

kehamilan dengan resiko ini tidak boleh dibiarkan

melewati kehamilan lewat waktu (Prawirohardjo, 2010).

Bagan 1 : Penatalaksanaan Kehamilan Postterm

41 minggu tanpa komplikasi

Pemantauan Kesejahteraan Janin

42 minggu lengkap

Tanpa komplikasi Komplikasi


Oligohidramnion dan
gangguan janin

Pemantauan Induksi Induksi


kesejahteraan persalinan persalinan
janin dan AFI (terutama dengan 19
pematangan)
2.2. Persalinan

2.2.1. Definisi

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang

terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan

dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam

tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Saifuddin, 2013).

Persalinan kala II adalah proses pengeluaran buah

kehamilan sebagai hasil pengenalan proses dan penatalaksanaan

kala pembukaan yang dimulai dengan pembukaan lengkap dari

serviks dan berakhir dengan lahirnya bayi.

2.2.2. Tahap Persalinan

1. Kala I

Kala satu persalinan adalah permulaan kontraksi

persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan serviks yang

progresif yang diakhiri dengan pembukaan lengkap (10 cm)

pada primipara kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan

pada multipara kira-kira 7 jam (Varney, 2007).

Terdapat 2 fase pada kala satu, yaitu :

a. Fase laten

Merupakan periode waktu dari awal persalinan hingga

ketitik ketika pembukaan mulai berjalan secara progresif, yang

umumnya dimulai sejak kontraksi mulai muncul hingga

pembukaan tiga sampai empat sentimeter atau permulaan fase

20
aktif berlangsung dalam 7-8 jam. Selama fase ini presentasi

mengalami penurunan sedikit hingga tidak sama sekali.

b. Fase aktif

Merupakan periode waktu dari awal kemajuan aktif

pembukaan menjadi komplit dan mencakup fase transisi,

pembukaan pada umumnya dimulai dari 3 – 4 cm hingga 10 cm

dan berlangsung selama 6 jam. Penurunan bagian presentasi

janin yang progresif terjadi selama akhir fase dan selama kala

II persalinan.

Fase aktif dibagi dalam 3 fase, antara lain :

 Fase akselerasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm

menjadi 4 cm.

 Fase dilatasi, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan sangat

cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

 Fase deselerasi, yaitu pembukaan menjadi lamban kembali

dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.

2. Kala II

Pada kala II his terkoordinir, kuat, cepat dan lama, kira-kira

2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul

sehingga terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara

reflektoris timbul rasa mengedan, karena tekanan pada rectum, ibu

seperti ingin buang air besar dengan tanda anus terbuka. Pada

waktu his kepala janin mulai terlihat, vulva membuka dan

21
perenium meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin akan

lahirlah kepala dengan diikuti seluruh badan janin. Kala II pada

primi : 1½ - 2 jam, pada multi ½ - 1 jam.

3. Kala III (pengeluaran plasenta)

Setelah bayi lahir kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus

teraba keras dengan fundus uterus setinggi pusat, dan berisi

plasenta yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya. Beberapa saat

kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu

5-10 menit plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina akan lahir

spontan atau sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri.

Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir.

Pengeluaran plasenta disertai pengeluaran darah kira-kira 100-200

cc (saefudin, 2009)

4. Kala IV

Kala pengawasan selama 2 jam setelah plasenta lahir untuk

mengamati keadaan ibu terutama bahaya perdarahan postpartum.

2.3. Distosia Bahu

Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala

dilahirkan, bahu anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis pubis.

Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan obstertri karena bayi dapat

meninggal jika tidak segera dilahirkan.

Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan

manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada

kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. Pada persalinan dengan

22
presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan

cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan

tersebut.

Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka

bahu memasuki panggul dalam kondisi oblik. Bahu posterior memasuki

panggul lebih dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan

putaran paksi luar, bahu posterior berada di cekungan tulang sakrum atau

sekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu

anterior untuk memasuki panggul melalui belakang tulang pubis atau

berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam posisi antero-

posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior

dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis.

Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat

melakukan putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi

antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign).

2.3.1. Epidemiologi

Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa

yang digunakan. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh

persalinan vaginal presentasi kepala. Apabila distosia bahu didefinisikan

sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi

lebih dari 60 detik, maka insidensinya menjadi 11%. Salah satu kriteria

diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk

melahirkan bahu harus dilakukan manuver khusus seperti traksi curam

23
bawah dan episiotomi. Gross, dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria

diatas menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian distosia bahu yang

tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa

diatas. Presentase kejadian distosia bahu diperkirakan 0,2% - 0,6% dari

semua persalinan pervaginam. Insidensi dapat meningkat dengan adanya

peningkatan ukuran badan bayi dan hampir mendekati 1 : 100

kelahiran di masyarakat eropa yang akan berbeda di masyarakat

lain. Insiden 2% akan meningkat pada persalinan bayi besar, 3% jika berat

lahir >4000gr (I Iansmann dan I Iincker). Selain itu wanita yang pernah

melahirkan bayi distosia bahu yang mengakibatkan cedera pada janin,

memiliki resiko yang lebih besar untuk sekuele distosia bahu pada

kehamilan berikutnya.

2.3.2. Diagnosis

Tanda distosia bahu yang harus diamati penolong persalinan adalah:

 Kesulitan melahirkan wajah dan dagu

 Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik

kembali (turtle sign)

 Kegagalan paksi luar kepala bayi Kegagalan turunnya bahu.

24
2.3.3. Faktor Predisposisi

1. Waspadai terjadinya distosia bahu pada persalinan beresiko:

Tabel 1 : Faktor predisposisi

Antepartum Intrapartum
 Multiparitas  Kala I persalinan memanjang
 Riwayat distosia bahu  Secondary arrest
sebelumnya  Kala II persalinan memanjang
 Makrosomia > 4500 g  Kala II pendek
 Diabetess mellitus  Partus Presipitatus
 IMT >30 kg/m2  Augmentasi oksitosin
 Induksi persalinan  Persalinan pervaginam yang
ditolong

( Kemenkes,2013)

a. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu. Tawarkan persalinan dengan

induksi maupun seksio sesarea pad aibu dengan diabetes yang usia

kehamilannya mencapai 38 minggu dan bayinya tumbuh normal.

b. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu

c. Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan

suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko

cedera pada janin.

2.3.4. Etiologi

Secara umum, keadaan berikut yang dapat menyebabkan

distosia adalah:

25
a. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau

akibat upaya mengedan ibu (kekuatan atau powers ).

b. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir atau passage ). Walaupun

kekuatan gaya ekspulsifnya mungkin normal, memiliki kelainan

struktur atau karakter jalan lahir yang menimbulkan hambatan

mekanis terhadap turunnya bagian terbawah janin yang tidak teratasi

c. Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan

posisi, bayi besar, dan jumlah bayi (penumpang atau passengers )

d. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan

e. Respon psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan

pengalaman, persiapan, budaya dan warisannya, serta sistem

pendukung.

Penyebab dari distosia bahu disebabkan oleh deformitas panggul,

kegagalan bahu untuk melipat ke dalam panggul (misalnya pada

makrosomia) yang disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang

pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat

menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala

telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala

II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

2.3.5. Patofisiologi

Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar

yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan

26
tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu

miring (oblique) di bawah rambut pubis. Dorongan pada saat ibu

meneran akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah

pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan

sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi

yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis

sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.

2.3.6. Komplikasi

Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fraktur tulang

(klavikula dan humerus) cedera pleksus brakhialis, dan hipoksia

yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Dislokasi

tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan

tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada

umumnya dapat sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila

didiagnosis dan diterapi dengan memadai. Cedera fleksus

brakhialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele

dapat terjadi pada 50 % kasus. Pada ibu, komplikasi yang dapat

terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi,

ataupun atonia uteri.

2.3.7. Faktor Resiko dan Pencegahannya

Belum ada cara untuk memastikan akan terjadinya distosia

bahu pada suatu persalinan. Meskipun sebagian besar distosia bahu

dapat ditolong tanpa morbiditas, tetapi apabila terjadi komplikasi

27
dapat menimbulkan kekecewaan dan adanya potensi tuntutan

terhadap penolong persalinan. Untuk mengurangi resiko morbiditas

pada bayi dan mencegah terjadinya tuntutan, penolong perlu

mengidentifikasi faktor resiko terjadinya distosia bahu dan

mengomunikasikan akibat yang dapat terjadi pada ibu serta

keluarganya.

Bayi cukup bulan pada umumnya memiliki ukuran bahu

yang lebih lebar dari kepalanya, sehingga mempunyai resiko

terjadinya distosia bahu. Resiko akan meningkat dengan

bertambahnya perbedaan antara ukuran badan dan bahu dengan

ukuran kepalanya. Pada bayi makrosomia, perbedaan ukuran

tersebut lebih besar dibanding bayi tanpa makrosomia, sehingga bayi

makrosomia lebih beresiko. Dengan demikian, kewaspadaan

terjadinya distosia bahu diperlukan pada setiap pertolongan

persalinan dan semakin penting bila terdapat faktor-faktor yang

meningkatkan resiko makrosomia. Adanya DOPE (diabetes, obesity,

prolonged pregnancy, excessive fetal size or maternal weight gain)

akan meningkatkan resiko kejadian distosia bahu adalah kala I lama,

partus macet, kala II lama, stimulasi oksitosin, dan persalinan

vaginal dengan tindakan. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa

sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diprediksi dengan

tepat sebelumnya. Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang

dapat ditimbulkannya dapat dilakukan dengan cara:

28
a. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal

beresiko tinggi: janin luar biasa besar (>5 kg), janin sangat besar

(> 4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (> 4 kg) dengan

riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang

memanjang dengan janin besar.

b. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.

c. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi.

d. Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan,

menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi

meningkatkan resiko cedera pada janin.

e. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia

diketahui. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts,

pertolongan persalinan, resusitasi bayi dan tindakan anastesi (bila

perlu)

29
2.3.8. Penatalaksanaan

Bagan 2 : Algoritma Penanganan Distosia Bahu

Persalinan macet dengan distosia bahu

Minta tolong dan posisikan ibu

Lakukan tindakan episiotomi

Lakukan manuver Mcroberts dan penekanan suprasimfisis

Bayi berhasil lahir


pervaginam
Ya Tidak

Lakukan manuver untuk rotasi internal* atau


Lakukan manuver melahirkan lengan posterior

Bayi berhasil lahir


pervaginam
Tidak
Ya

RUJUK

*) hanya bila ada penolong terlatih, jika tidak ada segera rujuk

( Kemenkes,2013)

30
2.3.9. Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum

Gambar 1 Manuver Mc Robert

(Kemenkes,2013)

1. Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong persalinan

dan resusitasi neonatus bila diperlukan. Bersiaplah juga untuk

kemungkinan perdarahan pascasalin atau robekan perineum

setelah tatalaksana.

2. Lakukan manuver McRobert. Dalam posisi ibu berbaring

terlentang, mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan

mendekatka lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya. Mintalah

bantuan 2 orang asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke

arah dada.

31
3. Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara

simultan ke arah lateral bawah pada daerah sumprafisis untuk

membantu persalinan bahu.

4. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat

tinggi, lakukan tarikan yang mantap dan terus menerus ke arah

aksial (searah tulang punggung janin) pada kepala janin untuk

menggerakkan bahu depan diawah simfisis pubis.

b. Tatalaksana Khusus

1. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :

a) Buatlah episiotomi untuk memberi ruangan yang cukup untuk

memudahkan manuver internal

b) Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi,

masukkan tangan ke dalam vagina pada sisi punggung bayi

c) Lakukan penekanan di sisi posterior pada bahu posterior untuk

mengadduksikan bahu dan mengecilkan diameter bahu

d) Rotasikan bahu ke diameter oblik untuk membebaskan

distosia bahu

e) Jika diperlukan, lakukan juga penekanan pada sisi posterior

bahu anterior danrotasikan bahu ke diameter oblik

2. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan

tindakan di atas:

a) Masukkan tangan ke dalam vagina

b) Raih humerus dari lengan posterior, kemudian sembari

menjaga lengan tetap fleksi pada siku, pindahkan lengan ke

32
arah dada. Raih pergelangan tangan bayi dan tarik lurus ke

arah vagina. Manuver ini akan memberikan ruangan untuk

bahu anterior agar dapat melewati bawah simfisis pubis.

Gambar 2 Manuver Schwartz

(Bambang,2009).

3. Melahirkan dengan posisi merangkak, pasien menopang

tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada manuver

ini bahu posterior dilahirkan terlebih dahulu dengan melakukan

tarikan kepala.

Gambar 3 Posisi Merangkak

(Bambang,2009)

33
4. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu,

terdapat manuver-manuver lain yang dapat dilakukan, misalnya

kleidotomi, simfisiotomi, metode sling atau manuver Zavanelli.

Namun manuver-manuver ini hanya boleh dikerjakan oleh tenaga

terlatih.

5. Kleidotomi

Dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.

Gambar 4 : Kleidotomi

(Bambang,2009)

6. Simfisiotomi

Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan

serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu:

a. Minta bantuan asisten, ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi

b. Kosongkan vesika urinaria bila penuh

c. Lakukan episiotomi mediolateral luas

d. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam

bawah untuk melahirkan kepala

e. Lakukan manuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten

34
7. Manuver Zavanelli

Mengembalikan kepala ke dalam jalan lahir dan anak

dilahirkan melalui SC. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior

atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi. Membuat kepala

anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala ke dalam

vagina.

Gambar 5 : Manuver Zavaneli

(Bambang,2009)

2.4. MAKROSOMIA

2.4.1. Definisi

Makrosomia adalah Bayi baru lahir dengan berat badan >

4000g. Semua neontatus dwngan berat badan 4000 gram atau

lebih tanpa memndang umur kehamilan dianggap sebagai

makrosomi.

35
2.4.2. Etiologi

Penyebab bayi mengalami makrosomia adalah

1. Diabetes

Kehamilan merupakan sesuatu keadaan diabetogenik

dengan resistnsi insulin yang meningkat dan ambilan glukosa

perifer yang menurun akibat Hormon plasenta yang memiliki

aktivitas anti-insulin. Dengan cara ini janin dapat menerima

pasokan glukosa secara kontinu. Insiden 3-5% dari seluruh

kehamilan.

2. Keturunan (orang tua besar-besar)

Seorang ibu hamil gemuk beresiko 4 samapi 12 kali

untuk melahirkan bayi besar. Bayi besar dapat disebabkan berat

badan ibu yang berlebihan baik sebelum hamil maupun selama

hamil lebih dari 15kg.

3. Multiparitas dengan riwayat makrosomia sebelumnya

Bila bumil punya riwayat melahirkan bayi makrosomia

sebelumnya, maka ia beresiko 5-10 kali lebih tinggi

untukkembali melahirkan bayi makrosomia dibandingkan

wanita yang belumpernahmelahirkan bayi makrosomia karena

umumnya berat badan seorang bayi akan lahir berikutnya

bertambah sekitar 80-120 gram. Bayi besar (berat badan lebih

dari 4000 gram) dan serimng terjadi pada ibu yang telah sering

melahirkan (multipara) dibandingkan dengan kehamilan

pertama.

36
4. Pengaruh kecukupan gizi

Porsi makanan yang dikonsumsi ibu hamil akan

berpengaruh terhadap bobot janin. Asupan gizi yang berlebih

bisa mengakibatkan bayi lahir dengan berat diatas rata-rata.

Pola makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan juga

mempengaruhi kelahiran bayi besar.

2.4.3. Manifestasi Klinik

1. Pada usia kehamilan

a) Uterus lebih besar dari biasanya

b) Tinggi fundus pada kehamilan aterm lebih dari 40cm.

c) Taksiran berat badan janin dari 4000 gram.

2. Pada bayi baru lahir

a) Berat badan lebih dari 4000 gram

b) Badan montok kulit kemerahan

c) Organ internal membesar

d) Lemak tubuh banyak

2.4.4. Diagnosis

Diagnosis makrosomia tidak dapat ditegakkan hingga bayi

dilahirkan dan ditimbang berat badannya. Namun demikian, dapat

dilakukan perkiraan sebelum bayi dilahirkan,untuk mengantisipasi

risiko distosia bahu, fraktur klavikula, atau cedera pleksus brakialis

Berat janin dapat diperkirakan dengan penilaian faktor risiko ibu,

pemeriksaan klinis, atau pemeriksaan USG. Metode-metode

tersebut dapat dikombinasi agar perkiraan lebih akurat.

37
2.4.5. Faktor Predisposisi

 Riwayat melahirkan bayi besar (>4000 gram) sebelumnya

 Orang tua bertubuh besar, terutama obesitas pada ibu

 Multiparitas

 Kehamilan lewat waktu

 Usia ibu yang sudah tua

 Janin laki-laki

 Ras dan suku

2.4.6. Komplikasi

Bayi besar yang sedang berkembang merupakan suatu

idikator dari efek ibu yang walaupun dikontrol dengan baik dapat

timbul dengan janin, maka sering disarankan persalinan yang lebih

dini sebelum aterm. Situasi ini biasanya dinilai pada sekitar

kehamilan 38 minggu. Penilaian seksama pada pelvis ibu. Tingkat

penurunan kepala janin dan diatas serviks. Bersama dengan

pertimbangan tehadap riwayat sebelumnya. Seringkali akan

menimbulkan apakah induksi perslinan kemungkinan dan

menimbulkan persalinan pervaginam.(bobak,dkk 2005).

Bayi besar juga kerap menjadi penyulit pada saat persalinan

normal. Karena dapat menyebabkan cedera pada ibu maupun

bayinya. Kesulitan yang dapat terjdi adalah:

1. Kesulitan pada ibu

1. Robekan berat pada jalan lahir

2. Perdarahan

38
3. Terjadi peningkatan persalinan dengan sectio caecaria

4. Ibusering mengalami gangguan berjalan pasca melahirkan

akibat pereganganmaksimal stuktur tulang panggul.

Keluhan tersebut bisa sembuh dengan perawatan yang baik

2. Pada bayi

1. Terjadi distosia bahu yaitu kepalabayi telah lahir tetapi

bahu tersangkut dijalan lahir

2. Asfiksia pada bayi sebagai akibat dari tindakan yang

dilakukan untuk melahirkan bahu

3. Brachial basly (kelumpukan syaraf di leher) tang di tandai

dengan adanya gangguan motorik pada lengan.

4. Patah tulang selangka (calvikula) yang sengaja untuk dapat

melahirkan bahu.

5. Kematian bayi bila bayi tidak dapat dilahirkan

2.4.7. Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum

Untuk persalinan, rujuk ibu ke fasilitas yang dapat melakukan

seksio sesarea.

b. Tatalaksana Khusus

1. Persalinan pervaginam dapat dicoba untuk taksiran berat

janin hingga 5000 gram pada ibu tanpa diabetes.

2. Seksio sesarea dipertimbangkan untuk taksiran berat janin

>5000 gram pada ibu tanpa diabetes, dan >4500 gram pada

ibu dengan diabetes.

39
3. Seksio sesarea menjadi indikasi bila taksiran berat janin

>4500 gram dan terjadi perpanjangan kala II persalinan

atau terhentinya penurunan janin di kala II persalinan.

2.5. Standar Pelayanan Kebidanan

Dalam pelayanan kebidanan terdapat beberapa standar dalam ruang

lingkup layanan kebidanan yang dikelompokkan dalam 24 standar,

diantaranya standar pelayanan dalam kasus kehamilan Serotinus

2.5.1. Standar Pelayanan Antenatal

Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal

Bidan hendaknya paling sedikit memberikan 4 kali

pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan

pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah

perkembangan berlangsung normal, bidan juga harus mengenali

kehamilan dengan risti/kelainan , khususnya anemia, kurang gizi ,

hipertensi , PMS/infeksi HIV; memberikan pelayanan imunisasi,

nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang

diberikan oleh puskesmas.

Tujuan yang diharapkan dari standar ini adalah bidan

mampu memberikan pelayanan antenatal berkualitas dan deteksi

dini komplikasi kehamilan. Adapun hasil yang diharapkan yaitu

ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama

kehamilan. Meningkatnya pemanfaatan jasa bidan oleh

masyarakat. Deteksi dini dan penanganan komplikasi kehamilan.

Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengenali tanda

40
bahaya kehamilan dan tahu apa yang harus dilakukan. Mengurus

transportasi rujukan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

Standar 5 : Palpasi abdominal

Bidan harus melakukan pemeriksaan abdomen

secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia

kehamilan. Bila umur kehamilan bertambah , memeriksa

posisi, bagian terendah, masuknya kepala janin kedalam rongga

panggul, untuk mencari kelainan dan untuk merujuk tepat waktu.

Tujuan dari dilakukannya standar ini adalah

memperkirakan usia kehamilan, pemantauan pertumbuhan janin,

penentuan letak, posisi di bagian bawah janin. Hasil yang

diharapkan yaitu bidan dapat memperkirakan usia kehamilan,

diagnosis dini kelainan letak, dan merujuk sesuai kebutuhan.

Mendiagnosis dini kehamilan ganda dan kelainan, serta merujuk

sesuai dengan kebutuhan.

2.5.2. Standar Pelayanan Nifas

Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir

Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk

memastikan pernafasan spontan, mencegah asfiksia, menemukan

kelainan , dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai kebutuhan.

Bidan juga harus mencegah atau menangani hipotermi dan

mencegah hipoglikemia dan infeksi.

41
Tujuannya adalah menilai kondisi bayi baru lahir dan

membantu dimulainya pernafasan serta mencegah hipotermi,

hipoglikemi dan infeksi.

Dan hasil yang diharapkan adalah bayi baru lahir

menemukan perawatan dengan segera dan tepat.Bayi baru lahir

mendapatkan perawatan yang tepat untuk dapat memulai

pernafasan dengan baik.

Standar14 : Penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan

Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap

terjadinya komplikasi paling sedikit selama 2 jam setelah

persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping

itu, bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang

mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk

memulai pemberian ASI.

Tujuannya adalah mempromosikan perawatan ibu dan bayi

yang bersih dan aman selama persalinan kala empat untuk

memulihkan kesehatan ibu dan bayi.Meningkatan asuhan sayang

ibu dan sayang bayi. Memulai pemberian ASI dalam waktu 1 jam

pertama setelah persalinan dan mendukung terjadinya ikatan batin

antara ibu dan bayinya.

Standar15 : Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi Pada Masa Nifas

42
Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas di

puskesmas dan rumah sakit atau melakukan kunjungan ke rumah

pada hari ke-tiga, minggu ke dua dan minggu ke enam setelah

persalinan, untuk membantu proses penatalaksanaan tali pusat yang

benar, penemuan dini, penatalaksanaan atau rujukan komplikasi

yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan

penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan,

makanan bergizi, asuhan bayi baru lahir , pemberian ASI ,

imunisasi dan KB.

Tujuannya adalah memberikan pelayanan kepada ibu dan

bayi sampai 42 hari setelah persalinan dan memberikan

penyuluhan ASI eksklusif.

Program dan kebijakan teknis

Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk

menilai status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah,

mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi.

Tabel 2 : Program dan Kebijakan Teknis

Kunjungan Waktu Tujuan


1 6-8 jam setelah - Mencegah perdarahan masa nifas
persalinan karena atonia uteri
- Mendeteksi dan merawat penyebab
lain perdarahan : rujuk apabila
perdarahan berlanjut
- Memberikan konseling pada ibu atau
salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri

43
- Pemberian ASI awal
- Melakukan hubungan antara ibu dan
bayi baru lahir
- Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermia
2 6 hari setelah persalinan - Memastikan involus uterus berjalan
normal: uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilikus, tidak ada
pendarahan abnormal, tidak ada bau
- Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal
- Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit
- Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan
merawat bayi seharu-hari.
3 2 minggu setelah - Memastikan involus uterus berjalan
persalinan normal: uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilikus, tidak ada
pendarahan abnormal, tidak ada bau
- Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal
- Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit
- Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan
merawat bayi seharu-hari.
4 6 minggu setelah - Menanyakan pada ibu tentang
persalinan penyulit-penyulit yang ia atau bayi
alami.
- Memberikan konseling untuk KB
secara dini.
- Menganjurkan ibu membawa bayinya
ke posyandu atau puskesmas untuk
penimbangan dan imunisasi.

44
2.6. ASUHAN KEBIDANAN

2.6.1. ANC (Antenatal Care)

ANC adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan

obstetric untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui

serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan.

(Prawirohardjo, 2014).

Antenatal care adalah pengawasan sebelum persalinan

terutama ditunjukan pada perkembangan dan pertumbuhan pada

janin dalam rahim. Setiap wanita hamil mengahadapi resiko yang

bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap kehamilan

memerlukan sedikitnya 4 kali selama periode antenatal yaitu:

(Prawirohardjo, 2014).

1. Satu kali kunjungan selama trimester pertama (0- 12 minggu)

2. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (13-28 minggu)

3. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (29 minggu dan

sesudah 36 minggu)

Dalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh

standar pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga

kesehatan yang dikenal dengan 10 T. Pelayanan atau asuhan standar

minimal 10 T adalah sebagai berikut (Kutipan Sihombing, 2012 dari

Depkes RI, 2009):

45
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

Pengukuran tinggi badan cukup satu kali. Bila tinggi badan

< 145cm maka faktor risiko panggul sempit, kemungkinan sulit

melahirkan secara normal. (Buku Kesehatan Ibu dan Anak,

Kemenkes, 2016)

Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan

antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan

pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang dari 9

kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap

bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.

(Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu, Kemenkes RI, 2010).

Menurut Arisman (2003) : Rekomendasi pertambahan berat

badan kehamilan berdasarkan IMT sebelum hamil. Jika IMT

sebelum hamil <19.8 kg/m2 , direkomendasikan mencapai

pertambahan berat badan 12.5-18.0 kg; jika IMT antara 19.8-

26.0kg/m2, pertambahan berat badan 11.5-16.0 kg, IMT antara

26.1-29 kg/m2 pertambahan berat badan 7.0-11.5 kg dan ≥ 6.0 kg

bagi wanita hamil dengan IMT awal 29.0 kg/m2.

Pengukuran IMT ini dilakukan dengan menggunakan rumus :

( )
( )

46
Tabel 3 : Standar Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil Tiap
Trimester

IMT sebelum hamil Total Pertambahan berat


pertambahan badan pada trimester
berat badan pada ke II dan III per
trimester I minggu
Kurang (<18,5 kg/ 1-3 kg 0,44 – 0,58 kg
m2 )
Normal (18,5 – 24, 9 1-3 kg 0,35 kg – 0,5 kg
kg/ m2)
Overweight (25-29,9 1-3 kg 0,23 – 0,33 kg
kg/ m2)
Obesitas (>30 kg/ m2) 0,2 – 2 kg 0,17 kg – 0,29 kg
(WHO,2009)

2. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)

Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama

untuk skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK).

Kurang energy kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami

kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa

bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan

KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

(Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu, Kemenkes RI, 2010)

3. Ukur tekanan darah

Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap kali ibu

datang atau kunjungan ANC (Antenatal Care). Pemeriksaan

tekanan darah sangat penting untuk mengetahui standar normal,

tinggi atau rendah. Deteksi tekanan darah yang cenderung naik

diwaspadai adanya gejala kearah hipertensi dan pre eklampsia.

Apabila turun dibawah normal kita pikirkan kearah anemia.

47
Tekanan darah normal berkisar systole / diastole : 110/80 sampai

120/80 mmHg. (Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu,

Kemenkes RI, 2010)

4. Ukur Tinggi Fundus Uteri

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan

antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai

atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai

dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan

pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita

pengukur setelah kehamilan 24 minggu. (Pedoman Pelayana

Antenatal Terpadu, Kemenkes, 2010).

Menurut Mufdlilah (2009) pengukuran Tinggi Fundus Uteri

(TFU) dilakukan secara rutin dengan tujuan mendeteksi secara

dini terhadap berat badan janin. Indikator pertumbuhan berat janin

intra uterine, tinggi fundus uteri dapat juga mendeteksi secara dini

terhadap terjadinya molahidatidosa (kehamilan mola/kehamilan

anggur), janin ganda atau hidramnion dimana ketiganya dapat

mempengaruhi terjadinya kematian maternal.

Menurut Miratu (2015) teraba ballotement (pengapungan)

pada kehamilan 20 minggu secara abdominal dengan satu ketukan

tiba-tiba pada uterus menyebabkan janin tenggelam dalam cairan

amnion dan memball kembali membentur secara perlahan

terhadap jari pemeriksa. Ballotement terjadi karena perbandingan

48
ukuran janin yang masih kecil dengan volume air ketuban yang

banyak.

5. Pemeriksaan palpasi leopold

Pemeriksaan leopold adalah suatu teknik pemeriksaan pada

ibu hamil dengan cara perabaan yaitu merasakan bagian yang

terdapat pada perut ibu hamil menggunakan tangan pemeriksa

dalam posisi tertentu, atau memindahkan bagian-bagian tersebut

dengan cara-cara tertentu menggunakan tingkat tekanan tertentu.

Teori ini dikembangkan oleh Christian Gerhard Leopold.

Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelah usia kehamilan 24

minggu, ketika semua bagian janin sudah dapat diraba. Teknik

pemeriksaan ini utamanya bertujuan untuk menentukan posisi dan

letak janin pada uterus, dapat juga berguna untuk memastikan usia

kehamilan ibu dan memperkirakan berat janin.

Tabel 4 : Tinggi Fundus Berdasarkan Usia Kehamilan

Usia Dalam cm Tinggi Fundus Uteri


Kehamilan
12 minggu - 3 jari di atas simfisis
16 minggu - Pertengahan antara
simfisis dan pusat
20 minggu 20 cm (± 2cm) 3 jari di bawah pusat
22 minggu Usia kehamilan dalam Sepusat
minggu = cm (± 2cm)
28 minggu Usia kehamilan dalam 3 jari di atas pusat
minggu = cm (± 2cm)
34 minggu Usia kehamilan dalam Pertengahan pusat-
minggu = cm (± 2cm) simfisis
36 minggu Usia kehamilan dalam Setinggi PX
minggu = cm (± 2cm)
40 minggu Usia kehamilan dalam 3 jari di bawah PX
minggu = cm (± 2cm)
(Saifudin, 2010)

49
Menurut Hanifa (2005) pada kehamilan muda (kira-kira 20

minggu) air ketuban jauh lebih banyak sehingga dengan

menggoyang uterus atau sekonyong-konyong uterus ditekan maka

janin akan melenting dalam uterus, keadaan inilah yang disebut

dengan ballottement.

Pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin

kurang dari 10% dari berat harus dicapai pada usia kehamilan

tertentu. Biasanya perkembangan yang terhambat diketahui

setelah 2 minggu tidak ada pertumbuhan. Dahulu PJT disebut

sebagai intrauterine growth retardation (IUGR), tetapi istilah

retardation kiranya tidak tepat. Secara klinik awal pertumbuhan

janin yang terhambat dikenal setelah 28 minggu. Namun, secara

ultrasonografi mungkin sudah dapat diduga lebih awal dengan

adanya biometri dan taksiran berat janin yang tidak sesuai dengan

usia gestasi. Secara klinik pemeriksaan tinggi fundus umumnya

dalam sentimeter akan sesuai dengan usia kehamilan.

6. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester

II dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan

ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada

trimester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin

belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul

sempit atau ada masalah lain. (Pedoman Pelayanan Antenatal

Terpadu, Kemenkes, 2010)

50
Dalam Buku KIA presentasi janin memiliki kolom

tersendiri dengan pedoman pengisian menurut Petunjuk Teknis

Pengisian Buku KIA (2015) adalah sebagai berikut :

 Letak Janin: dituliskan simbol sesuai presentasi (ditulis simbol

sesuai dengan presentasi):

 Kep : Presentasi kepala

 Su : Presentasi Sungsang

 Li : Presentasi Lintang

Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan

selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari

120/menit atau DJJ cepat lebih dari 160/menit menunjukkan

adanya gawat janin. (Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu,

Kemenkes, 2010)

Menurut Kusmiati (2010) Denyut jantung janin harus selalu

dinilai setiap kali pasien melakukan pemeriksaan kehamilan

(umumnya setelah trimester pertama). DJJ bisa dipantau dengan,

sthetoscope leanec atau Doppler. Dengan Doppler, dapat

didengarkan lebih awal sekitar minggu ke-12. Frekuensi normal

DJJ adalaj 120-160 x / menit. Adanya irregularitas aritma atau

frekuensi dasar yang abnormal, takikardi bila frekuensi DJJ 160-

180 x / menit dan bradikadi bila 100-120 x / menit Bila <100

x/menitgyo6tt atau >180 x / menit maka harus segera dilakukan

rujukan. DJJ dihitung dalam 1 menit penuh dengan

memperhatikan keteraturan dan frekuensinya. DJJ menjadi lambat

51
pada puncak kontraksi dan kembali normal bila his menurun. DJJ

diluar batas tersebut pada saat tidak ada his menunjukan fetal

distress. Irama DJJ teratur bila janin dalam kondisi baik/normal.

Dalam Petunjuk Teknis Buku KIA (2015) mengenai cara

pencatatan dalam buku KIA, terdapat kolom khusus untuk mengisi

hasil penghitungan DJJ, yaitu “Denyut Jantung Janin: Hasil

perhitungan denyut jantung janin dalam 1 menit”

7. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil

harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil

diskrining status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada

ibu hamil, disesuai dengan status imunisasi ibu saat ini. (Pedoman

Pelayanan Antenatal Terpadu, Kemenkes, 2010)

Menurut Cahyono (2010) untuk mencegah tetanus

neonatorum, wanita hamil dengan persalinan berisiko tinggi paling

tidak mendapatkan 2 kali dosis vaksin TT. Dosis TT kedua

sebaiknya diberikan 4 minggu setelah pemberian dosis pertama,

dan dosis kedua sebaiknya diberikan paling tidak dua minggu

sebelum persalinan. Untuk ibu hamil yang sebelumnya pernah

menerima TT dua kali pada waktu calon pengantin atau pada

kehamilan sebelumnya, maka diberikan booster TT satu kali saja.

Tabel 5: Jadwal Pemberian Imunisasi TT

Interval (selang waktu Perlindungan


Antigen Lama Perlindungan
minimal) %

52
Pada kunjungan
TT1 - -
antenal pertama

TT2 4 minggu setelah TT 1 3 Tahun 80%


TT3 6 bulan setelah TT2 5 Tahun 95%
TT4 1 tahun setelah TT3 10 Tahun 99%
25tahun/ seumur
TT5 1 tahun setelah TT4 99%
hidup
(Depkes,2010)

8. Pemberian Fe minimal 90 tablet selama kehamilan

Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus

mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

diberikan sejak kontak pertama. (Pedoman Pelayanan Antenatal

Terpadu, Kemenkes RI, 2010).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI NO 88 tentang

Standar Tablet Tambah Darah Bagi Wanita Usia Subur Dan Ibu

Hamil, Spesifikasi Teknis Tablet Tambah Darah yaitu :

a. Deskripsi Tablet Tambah Darah Bagi Wanita Usia Subur

dan Ibu Hamil. Tablet tambah darah berbentuk bulat/lonjong

warna merah tua.

b. Komposisi Setiap tablet tambah darah bagi wanita usia subur

dan ibu hamil sekurangnya mengandung : Zat besi setara

dengan 60 mg besi elemental (dalam bentuk sediaan Ferro

Sulfat, Ferro Fumarat atau Ferro Gluconat); dan Asam Folat

0,400 mg.

c. Spesifikasi Produk

1. Warna : Merah tua

53
2. Bentuk : Bulat atau lonjong

3. Tablet salut gula

Zat besi ini penting untuk mengkompensasi

peningkatan volume darah yang terjadi selama kehamilan

dan untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan

janin yang adekuat. Cara pemberiannya adalah satu tablet

Fe (tablet tambah darah) per hari, sesudah makan, selama

masa kehamilan dan nifas. Perlu diberitahukan kepada ibu

bahwa normal bila warna tinja mungkin menjadi hitam

setelah makan obat ini. Dosis tersebut tidak mencukupi

pada ibu hamil yang mengalami anemia, terutama pada

anemia berat (8 gr % atau kurang).

Menurut Saifuddin (2008) Pemberian zat besi

dimulai setelah rasa mual dan muntah hilang yaitu

memasuki usia kehamilan 16 minggu, dikonsumsi satu

tablet sehari minimal 90 hari.

Dalam Buku KIA pemberian Fe di isi dalam kolom

tindakan, dengan pedoman pengisian menurut Petunjuk Teknis

Pengisian Buku KIA (2015) adalah sebagai berikut :

 Tindakan:

 Terapi : Tindakan atau obat-obatan yang diberikan

 TT : Imunisasi TT1,TT2,TT3,TT4,TT5 yang diberikan.

Kalau tidak diberikan tidak perlu ditulis.

54
 Fe : Jumlah dan dosis tablet tambah darah yang

diberikan

 Rujukan : Tulis rujuk dan nama tempat rujukan yang

dituju

 Umpan balik : Tulis umpan balik yang disampaikan dari

hasil rujukan

9. Tes laboratorium rutin dan khusus

Menurut pedoman pelayanan antenatal terpadu (kemenkes

2010) Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal

meliputi:

a. Pemeriksaan golongan darah,

Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya

untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga

untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-

waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.

b. Pemeriksaan kadar Haemoglobin darah (Hb)

Pemeriksaan kadar Haemoglobin darah ibu hamil

dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada

trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui

ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama

kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi

proses tumbuh kembang janin dalam kandungan.

c. Pemeriksaan protein dalam urin

55
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil

dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi.

Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria

pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator

terjadinya pre-eklampsia pada ibu hamil.

d. Pemeriksaan kadar gula darah.

Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus

harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya

minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester

kedua, dan sekali pada trimester ketiga (terutama pada akhir

trimester ketiga).

e. Pemeriksaan darah Malaria

Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan

pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak

pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria dilakukan

pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.

f. Pemeriksaan tes Sifilis

Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan risiko

tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan Sifilis

sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.

g. Pemeriksaan HIV

Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko

tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV.

Ibu hamil setelah menjalani konseling kemudian diberi

56
kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk

menjalani tes HIV.

h. Pemeriksaan BTA

Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang

dicurigai menderita. Tuberkulosis sebagai pencegahan agar

infeksi. Tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin.

Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat

dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan.

Menurut PMK No 59 Tahun 2013 tentang Laboratorium

Ibu Hamil, Bersalin, dan Nifas, pemeriksaan laboratorium pada

ibu hamil, bersalin dan nifas terbagi atas tiga kelompok yaitu

pemeriksaan rutin, pemeriksaan Laboratorium rutin pada

daerah/situasi tertentu, dan pemeriksaan.

Pemeriksaan laboratorium rutin terdiri dari Pemeriksaan

golongan darah pada trimester I dan pemeriksaan Haemoglobin

pada trimester I dan III.

10. Tata Laksana Kasus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil

pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada

ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan

tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk

sesuai dengan sistem rujukan.

11. Temu wicara (konseling)

57
Konseling antenatal meliputi kesehatan ibu, perilaku hidup

bersih dan sehat, peran suami/keluarga dalam kehamilan dan

perencanaan persalinan, tanda bahaya pada kehamilan,persalinan

dan nifas serta kesiapan komplikasi, asupan gizi seimbang, gejala

penyakit menular dan tidak menular, inisiasi menyusu dini (IMD),

KB pasca persalinan, imunisasi.

2.7. Standar Penanganan Kegawatan Obstetri dan Neonatal

Standar 18

Penanganan kegawatan pada partus lama/ macet

Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama/

macet serta melakukan penganan yang memadai dan tepat waktu

atau merujuknya.

Syarat :

1. Bidan mampu:

a) Menggunakan partograf dan catatan persalinan.

b) Periksa dalam secara baik.

c) Mengenali hal-hal yang menyebabkan partus lama.

2. Adanya alat atau bahan yang diperlukan untuk persalinan,

misalnya sabun, air bersih dan handuk bersih untuk mencuci

tangan.

58
3. Adanya antibiotika, cairan infuse dan peralatan untuk pemberian

cairan IV , kateter karet steril, gunting steril untuk episiotomi

yang berfungsi dengan baik.

4. Adanya partograf dan catatan persalinan/ kartu ibu.

Proses :

1. Memantau dan mencatat secara berkala keadaan ibu dan janin,

his dan kemajuan persalinan pada partograf dan catatan

persalinan.

2. Jika terdapat penyimpangan dalam kemajuan persalinan

(misalnya garis waspada pada partograf tercapai, his terlalu kuat/

cepat/ lemah sekali, nadi melemah dan cepat, ata DJJ menjadi

cepat/ tidak teratur/ lambat),maka lakukan palpasi uterus dengan

teliti untuk mendeteksi gejala-gejala dan tanda lingkaran retraksi

patologis/ lingkaran Bandl.

3. Mintalah ibu BAK apabila kandung kencingnya penuh. Pakaialh

kateter bila ibu tidak bisa kencing.

4. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih serta keringkan dengan

handuk bersih. Lakukan pemeriksaan dalam. Ingat selalu

tindakan aseptik. Periksa dengan teliti vagina dan kondisinya.

Periksa juga letak janin, pembukaan serviks dan apakah serviks

tipis, sedang atau mengalami edema. Coba untuk menentukan

posisi dan derajat penurunan kepala. Jika ada kelainan atau bila

pembukaan seviks tetap/ lambat maka rencanakan rujukan.

59
5. Jika ada tanda dan gejala persalinan macet atau tanda bahaya

pada bayi atau ibu maka ibu dibaringkan miring diberikan cairan

IV sessuai dengan pedoman. Rujuk segera ke RS. Dampingi ibu

untuk menjaga agar keadaan ibu, suami/ keluarganya mengenai

apa yang terjadi dan mengapa ibu dibawa ke RS.

6. Jika dicurigai adanya rupture uteri (his tiba-tiba berhenti atau

syok berat) maka rujuk segera. Berikan antibiotika dan cairan IV

biasanya diberikan ampicilin 1 gr IM, diikuti pemberian 500 mg

setiap 6 jam IM lalu pemberian per oral sampai bayi lahir.

7. Bila kondisi ibu/ bayi buruk dan pembukaan serviks sudah/

hampir lengkap maka bantu kelahiran kepala dengan ekstraksi

vakum.

8. Bila keterlambatan terjadi sesudah kepala lahir (distosia bahu),

raba perut ibu dan periksa pakah bahu sudah berada di bawah

PAP. Jika belum, maka tekan perut ibu dengan 1 tangan dan lihat

apakah bahu bayi masuk. Jika tindakan tersebut tidak menolong

maka lakukan episiotomi dan baringkan ibu miring ke kiri

sebelum mencoba membantu pemutaran bahu ke posisi yang

benar yaitu ke arah anterior-posterior.

9. Buat pencatatan yang benar.

2.8. Kewenangan Bidan dalam Menjalankan Asuhan Kebidanan

Kewenangan bidan dalam memberikan asuhan kebidan di atur dalam:

60
PERMENKES RI NO 1464/ MENKES/ PER/ 2010 Tentang Izin dan

Penyelenggaraan Praktik Bidan di dalam BAB III yaitu :

Pasal 9

Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan

pelayanan yang meliputi :

a. Pelayanan kesehatan Ibu;

b. Pelayanan kesehatan anak; dan

c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pasal 10

(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a

diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa

nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.

(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil;

b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal;

c. Pelayanan persalinan normal;

d. Pelayanan ibu nifas normal;

e. Pelayanan ibu menyusui; dan

f. Pelayanan konseling pada masa antar dua kehamilan.

(3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (2)

berwenang untuk:

a. Episiotomi;

b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;

61
c. Penanganan kegawat-daruratan, dianjurkan dengan rujukan;

d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil;

e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;

f. Fasilitas/bimbingan Inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu

ekslusif;

g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;

h. Penyuluhan dan konseling;

i. Bimbinga pada kelompok ibu hamil;

j. Pemberian surat keterangan kematian; dan

k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Pasal 11

(1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf

b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra

sekolah.

(2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:

a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,

pencegahan hipotermi, inisiasi menyusui dini, injeksi vitamin K 1,

perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan

perawatan tali pusat;

b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;

c. Penanganan kegawat-daruratan, dianjurkan dengan perujukan;

d. Pemberian imunisasi rutinsesuai program pemerintah;

62
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra

sekolah;

f. Pemberian konseling dan penyuluhan;

g. Pemberian surat keterangan kelahiran; dan

h. Pemberian surat keterangan kematian.

63
BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1.Kronologis kasus

3.1.1. Persalinan

Pada tanggal 12 maret 2017 pukul 07.00 WIB Ny. S usia

22 tahun datang ke RB, Mutiara kasih bersama keluarga , bidan I

melakukan asuhan kebidanan yaitu bidan melakukan pengkajian

data subjektif Keluhan : Ny.S mengeluh mulas-mulas sejak pukul

04.00 WIB dan sudah keluar darah sedikit dari jalan lahir pukul

06.00 WIB dan belum keluar air. Riwayat kehamilan: hamil 2

bersalin belum pernah dan pernah ke guguran 1 kali, HPHT : 25-

05-2016, bidan mendiagnosa Ny.S menurut hasil USG yang

dilakukan ibu pada tanggal 22 januari 2017 dengan hasil 35

minggu 1 hari TBJ 2930 gram . Lalu bidan melakukan pengkajian

Data Objektif yaitu Memeriksa tanda-tanda vital ibu : TD:120/80

mmhg, N: 84x/m, Berat badan ibu : 63 kg. Ny.S masuk keruang

pemeriksaan Bidan melakukan pemeriksaan data focus :

pemeriksaan mata :sclera puth , konjungtiva merah fmuda,

Pemeriksaan abdomen: TFU 35 cm Leopold I: teraba bokong,

leopold II sebelah kiri teraba ekstermitas, sebelah kanan teraba

punggung, leopold III teraba kepala, leopold IV convergen,

Perlimaan 3/5 TBJ : 3,565 gram. Frekuensi DJJ 140 kali/menit.

Pemeriksaan dalam portio tebal, pembukaan 1 cm , keadaan

ketuban (+), presentasi kepala, penurunan bagian terendah H I.

64
Bidan melakukan pemerikaan penunjang yaitu Hb: 11 gr%, urine :

negative, glukosa : negative.

Bidan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu yaitu

Memberitahu kepada ibu hasil pemeriksaan bahwa saat ini usia

kehamilan ibu 42 minggu 4 hari dan ibu harus dirujuk ke rumah

sakit karena dikhawatirkan akan terjadi masalah pada saat nanti

persalinana, setelah di jelaskan Ny.S menolak untuk di lakukan

rujukan dan bidan melakukan informd consent tentang hal ini,

setelah itu bidan memberitahu hasil bahwa ibu memasuki proses

persalinan dengan pembukaan 1 cm. Bidan Menganjurkan ibu

untuk berjalan-jalan agar penurunan kepala cepat turun ke bawah.

Menganjurkan ibu untuk tiak menahan buang air kecil dan buang

air besar. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum . Meminta

keluarga untuk mempersiapkan perlengkapan ibu dan bayi.

Memberitahu ibu untuk tidak mengedan terlebih dahulu karena

pembukaan belum lengkap

Pukul 11.00 WIB dilakukan pemeriksaan dalam kembali

oleh bidan di dapatkan hasil Djj 144x/m, portio tebal lunak ,

pembukaan 3 cm , keadaan ketuban (+), presentasi kepala,

penurunan bagian terendah H I. bidan melakukan penilaian His :

Frekuensi 2x/10 menit, durasi 20 detik, intensitas kuat

Pada pukul 14.00 WIB bidan melakukan pemeriksaan

dalam kembali didapatkan djj: 144x/m, portio tipis, pembukaan 4

cm , keadaan ketuban (+), presentasi kepala, penurunan bagian

65
terendah H II, His: Frekuensi 4x/10 menit, durasi 35 detik,

intensitas kuat. Dilakukan pemasangan infuse RL 20 ttp/m karena

ibunya lemas tidak mau makan , sebelum dilakukan pemasangan

infus bidan melakukan infrom consent kepada pasien dan pasien

menyetujui dilakukan pemasangan infus.

Pukul 17.00 WIB dilakukan pemeriksaan dalam kembali

karena pasien mengeluh mulasmya semakin sering dan ada rasa

ingin BAB. Bidan melakukan pemeriksaan didapatkan hasil portio

tidak teraba, pembukaan lengkap, ketuban pecah spontan,

presentasi kepala denominator ubun-ubun kecil kanan depan,

penurunan di Hodge III, Djj : 150x/m, His : Frekuensi 5 x/10

menit, durasi 50 detik, intensitas kuat, perlimaan 0/5. Setelah itu

bidan Mengajarkan posisi pada saat meneran yaitu kedua kaki di

tekuk dan kedua tangan memegang tungkai kaki, kepala diangkat

melihat perut, meneran tidak di tahan ditenggorokan Melakukan

pimpinan meneran pada saat ada his. Bidan menyiapkan alat partus

set, perlengkapan ibu dan bayi dan meja resusitasi. Bidan

melakukan pemeriksaan Djj setiap 5 menit sekali ketika his

menurun dan Djj dalam batas normal.

Ketika kepala berada 5-6 Cm didepan vulva terlihat

perineum kaku bidan melakukan episiotomi dengan anastesi

terlebih dahulu , Pada saat kepala bayi lahir, bahu bayi tidak dapat

lahir, bidan C menegakkan diagnosa distosia bahu karena bahu

bayi tidak dapat lahir setelah kepala lahir dan tertahan akibat

66
adanya tarikan bahu atas dengan kepala (turtel sign). Meminta

bantuan mahasiswa dan asisten bidan untuk melakukan manuver

mc.robert dengan mengatur posisi ibu berbaring terlentang

meminta ibu untuk menekuk kedua tungkai dan mendekatkan

lututnya sejauh mungkin ke arah dada. Dan asisten menekan pada

daerah supra sympisis untuk membantu persalinan bahu bidan

menarik kepala bayi secara biparietal curam ke bawah, kemudian

ke atas, dan melakukan sanggah susur hingga tungkai kaki. Bayi

lahir pukul 18.07 WIB jenis kelamin laki-laki.

Bayi diletakkan di tempat persalinan sambil dilakukan

penilaian sepintas bayi menangis kuat, kulit kemerahan, tonus otot

kuat. Bidan melakukan pengecekan bayi ke dua, lalu bidan

melakukan infromd consent bawha akan dilakukan penyuntikan

ocytosin, bidan melakukan penyuntikan ocytosin, bidan melakukan

penjepitan tali pusat dengan klem lalu dengan umbilikal klem, lalu

bidan melakukan pemotongan tali pusat diantara kedua klem

sambil melindungi perut bayi, bidan melakukan pemotongan tali

pusat. Bayi di bawa oleh asisten bidan untuk dilakukan

pengecekan, bidan C mengecek apakah ada kontraksi dan

memindahkan klem 5-10 cm di depan vulva lalu, bidan menunggu

hingga ada tanda” pelepasan plasenta , setelah ada tanda pelepasan

plasenta bidan melakukan peregangan tali pusat , ketika plasenta

berada di introitus vagina bidan melakukan menyangga plasenta

lalu bidan memutar plasenta searah jarum jam secara perlahan-

67
lahan hingga plasenta lahir, plasenta lahir pukul 18.20 WIB. Bidan

melakukan massase fundus selama 15 detik hingga uteris

berkontraksi setelah itu Setelah itu bidan melakukan pengecekkan

apakah ada laserasi atau tidak, setelah itu bidan mengecek plasenta

lalu menyimpan di wadah plasenta, lalu bidan melakukan

penjahitan pada robekan. Dan bidan menyuruh asisten untuk

mengecek tanda” vital dan ibu, setelah itu bidan membersihkan ibu

dari darah dan air ketuban dan memakaikan pembalut dan

mengganti pakaian ibu. Setelah itu bidan menganjurkan kepada

keluarga untuk memberikan ibu makan dan minum agar kondisi

ibu kembali pulih dan bidan mengamjurkan ibu untuk tidak

menahan BAK , bidan memberi tahu ibu tentang tanda bahaya

masa nifas dan menganjurkan ibu untuk tidak diam saja jika terjadi

salah satu tanda bahaya , ibu harus segera memberitahukan kepada

bidan yang sedang jaga.

Melakukan pemantauan kala IV selama 2 jam, pada jam

pertama dalam batas normal , pada jam kedua dalam batas normal.

Setelah dilakukan pemantauan selama 2 jam bidan menjelaskan

hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam keadaan baik dan bayi ibu

juga dalam keadaan baik untuk saat ini, setelah itu bidan

menganjurkan ibu untuk istirahat.

68
3.1.2. Post natal care

Pada tanggal 12-03-2017 pukul 19.30 Ny.S dilakukan

pemeriksaan TTV dan mengecek kontraksi dan pendarahan. Ny.S

dianjurkan untuk meminum obat yaitu paracetamol, amoxcillin, fe dan

vit A. Pada pukul 20.00 WIB dilakukan dilakukan pemeriksaan TTV

dan memberikan penkes tentang mobilisasi, perawatan tali pusat pada

bayi, luka jahitan, dan ASI.

Pada 13-03-2017 pukul 06.30 WIB bidan melakukan KF 1

bidan melakukan pengkajian data subjektif yaitu keluhan ibu : ibu

mengatakan tidak ada keluhan lalu bidan melakukan pengkajian data

objektif yaitu pemeriksaan TTV. TD: 110/70 mmHg, N: 78x/m, R:

20x/m dan melakukan pemeriksaan fisik yaitu TFU : 2 jari di bawah

pusat, perdarahan normal didapatkan hasil ibu dalam keaadaan baik

dan bidan memberikan penkes tanda bahaya masa nifas.

Pada Tanggal 18-03-2017 pukul 16.00 WIB bidan melakukan

KF 2 hari ke 7 dan bidan melakukan pemeriksaan TTV : TD:120/80

mmHg, N:82x/m, R:20x/m dan pemeriksaan fisik TFU : tidak teraba

diastasis rekti 2/3, tidak ada tanda homan , luka jahitan kering dan

hasilnya ibu dalam keadaan baik dan bidan memberikan pendidikan

kesehatan tentang senam hamil.

Pada Tanggal 25-03-2017puku; 09.00 WIB bidan melakukan

kunjungan KF 3 hari ke 14 di rumah Ny. S, yaitu melakukan

pemeriksaan didapatkan hasil TTV: TD:120/70 mmHg N: 87x/m,

69
R:20x/m, TFU: tidak teraba, luka jahitan kering dan hasilnya ibu

dalam keadaan baik dan bidan memberikn pendidikan kesehatan

tentang kontrasepsi.

Pada tanggal 22-04-2017 pukul 09.00 WIB bidan melakukan

KF 4 hari ke 40 hari pada Ny.S. yaitu melakukan pemeriksaan TTV:

TD:120/80 mmHg, N:80x/m, R:20x/m dan hasilnya ibu dalam keadaan

baik.

3.1.3. Bayi Baru Lahir

Tanggal 12-03-2017 pukul 18.30 WIB bayi Ny. S, dilakukan

pemeriksaan berat badan, panjang badan, pemberian salep mata dan

dilakukan penyuntikan Neo K. Dengan hasil berat badan bayi 4100

gram dan panjang badan 51 cm, jenis kelamin laki-laki dan bayi dalam

keadaan baik.

Tanggal 13-03-2017 pukul 06.30 WIB bidan melakukan KN 1

bidan melakukan asuhan kebidanan bayi baru lahir yaitu pemeriksaan

TTV: R:56x/m, N:128x/m dan S:36,7 C dan pemeriksaan fisik bayi tali

pusat : tidak ada perdarahan. Bidan memberikan penkes kepada ibu

untuk menjemur bayinya, menyusui bayinya setiap 2 jam sekali, dan

perawatan tali pusat.

Pada Tanggal 18-03-2017 pukul 16.00 WIB bidan melakukan

KN 2 bidan melakukan penimbangan berat badan bayi : 4400 gram,

pemeriksaan TTV: R:56x/m, N:128x/m dan S:36,7 C, konjungtiva:

merah muda, sclera putih, tali pusat sudah terlepas, tidak ada tanda

infeksi. Dan hasilnya By.Ny.S dalam keadaan baik

70
Pada tanggal 25-03-2017 pukul 09.00 WIB bidan melakukan

KN 3 pada pukul 09.00 WIB, bidan melakukan pemeriksaan fisik yaitu

pemeriksaan TTV: R:50x/m, N:120x/m dan S:36,5 C, mata :

konjungtiva merah muda, sclera putih, tidak ada kelainan. Didapatkan

hasil bayi Ny.S dalam keadaan baik.

3.1.4. Antenatal Care

 Data sekunder

ibu pernah melakukan kunjungan kehamilan Pada trimester

II ibu melakukan kunjungan 1 kali pada usia 16 minggu. Trimester

II dilakukan pemeriksaan sebanyak 2 kali pada usia 20 dan 28

minggu serta Trimester III sebanyak 1 kali pada usia 41 minggu.

Pada bidan I pernah melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 1

kali yaitu tanggal 04 maret 2017 dan tgl 22 januari ibu melakuakn

USG di bidan I.

Ibu mengaku hamil anak ke 1 bersalin 0 kali, pernah

keguguran 1 kali . HPHT : 25-0502017, , tinggi badan 151 cm,

berat badan sebelum hamil 45 kg, Penggunaan kontrasepsi sebelum

hamil KB pil. Tidak Mempunyai riwayat alergi, tidak memiliki

riwayat penyakit keluarga seperti diabetes, jantung, dan astma. IMT

20,17.

Ibu mengatakan telah melakukan USG pada tanggal 22

Januari 2017 dengan hasil, letak kepala, air ketuban sedikit,

berat badan 2930 gram, jenis kelamin laki laki. Diagosa yang

ditegakan yaitu G2P0A1 gravida 35 minggu 1 hari keadaan

71
baik. Bidan menganjurkan ibu untuk kembali 2 minggu yang

akan datang.

Ibu mengatakan di keluarganya ada yang mengalami

kehamilan lewat bulan yaitu ibu Ny.S.

3.2.Pembahasan kasus

3.2.1. Kehamilan

a. Kasus

Ny. S mengatakan setiap bulan rutin memeriksakan

kehamilannya ke Bidan S. Tetapi di dalam buku KIB tercatat

ibu pertama kali memeriksakan kehamilannya pada trimester II

sebanyak 3 kali usia kehamilan 16 minggu, 20 minggu, dan 28-

29 minggu. Dan pada trimester III sebanyak 1 kali usia

kehamilan 41 minggu.

 Pembahasan

Seharusnya Ny. S memeriksakan kehamilannya minimal

4 kali yaitu satu kali pada trimester I, satu kali pada trimester II,

dan dua kali pada trimester III, sesuai dengan anjuran WHO

pada standar pelayanan minimal antenatal care.

Tetapi pada Ny.S tidak melakukan kunjungan pada

Trimester I sehingga tidak sesuai dengan standar pelayanan

minimal Antenatal care

72
b. Kasus

Pada Ny.S HPHT : 25-05-2016, usia kehamilan 41 4

hari, menurut USG 42 minggu 4 hari di hitung dari hasil USG

pada tanggal 22 januari 2017 yaitu 35 minggu 1 hari

 Pembahasan

Diagnosa kehamilan postterm tidak sulit untuk di

tegakan bila mana hari pertama haid terakhir diketahui dengan

pasti. Sedangkan setelah di konfirmasi ulang kepada Ny.C

tentang haid pertama haid terakhir Ny.C ragu akan haid pertama

haid terakhir, karna haid Ny.S tidak teratur dan sebelum nya ibu

menggunakan Kb pil.

Sehingga Pada Kasus Ny.S Ditegakan Diagnosa

Menurut Hasil USG yaitu 42 minggu 4 hari sehingga ibu

termasuk kedalam Kehamilan Postterm.

c. Kasus

Pada tanggal 13 maret 2013 Ny.S melakukan

penimbangan berat badan dan hasilnya 63 kg sedangkan setelah

dilakukan penggalian data berat badan sebelum hamil Ny.S 45

kg.

 Pembahasan

Porsi makan yang di konsumsi ibu hamil akan

berpengaruh terhadap bobot janin, Pertambahan Berat Badan ibu

hamil yang normal 10-12 kg sedangkan Ny.S mengalami

pertambahan Berat Badan sebanyak 18 kg sehingga ibu

73
mengalami pertambahan berat badan yang tinggi yang

mengakibatkan bayi Ny.S mengalami Makrosomi setelah lahir.

d. Kasus

Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa di

keluarga Ny.S yaitu ibunya pernah mengalami kehamilan

postterm

 Pembahasan

Menurut teori menyatakan bahwa bila mana seorang ibu

mengalami kehamilan lewat waktu saat melahirkan anak

perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan

mengalami kehamilan lewat waktu (Prawirohardjo,2009)

ada hubungan antara teori dengan kasus yang berkaitan

dengan faktor herediter yang terjadi pada kehamilan lewat

waktu sehingga Ny.S mengalami kehamilan Postterm.

e. Kasus

Pada kasus Ny.S bidan sudah mengetahui bahwa Ny.S

mengalami kehamilan lewat waktu tetapi bidan tetap melakukan

pertolongan persalinan karena bidan sudah menjelskan kepana

Ny.S bahwa Ny.S harus melahirkan di rumah sakit karena resiko

yang akan terjadi pada saat persalinan nanti.

 Pembahasan

Dalam Kewenangan bidan dalam memberikan asuhan kebidan

di atur dalam: PERMENKES RI NO 1464/ MENKES/ PER/

74
2010 bidan hanya berwenang melakukan pertololongan

kehamilan yang aterm.

Pada kasus diatas terjadi kesenjangan antara teori dengan kasus.

tetapi pada kasus ini tidak sepenuhnya kesalahan bidan karena

bidan sudah menjelaskan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan

tetapi ibu menolak untuk dilkukan rujukan, dan bidan sudah

melakukan infromd concent.

3.2.2. Persalinan

3.2.2.1.Kala I

a. Kasus

Pada kasus di atas bidan sudah melakukan pemeriksaan

tinggi fundus uteri didapatkan hasil 35 cm dan TBJ 3,410

gram, dan tidak dicurigai bahwa kemungkinan bayi besar oleh

bidan.

 Pembahasan

Pada teori penegakan bayi besar yaitu uterus lebih besar

dari biasanya, tinggi fundus yang aterm lebih dari 40 cm, dan

taksiran berat janin dari 400 gram.

Pada saat bayi lahir, bayi mengalami distosia bahu

karena bayi besar, dalam hal ini pengukuran tinggi fundus uteri

penting dilakukan karena dalam buku saku kebidanan faktor

predisposisi distosia bahu adalah makrosomia.

Pada kasus Ny.S ditemukan kesenjangan dalam

pemeriksaan karena bidan kurang teliti dalam melakukan

75
pemeriksaan tinggi fundus uteri sehingga tidak terdeteksinya

komplikasi distosia bahu dan bayi makrosomia. Seharusnya

bidan lebih teliti lagi dalam melakukan pemeriksaan agar

deteksi dini komplikasi bisa ditegakan sedini mungin.

3.2.2.2.Kala II

a. Kasus

pada kasus ditemukan bahwa Pada saat proses

persalinan berlangsung, setelah kepala berada didiameter 5-6

cm kepala tidak lahir karena perineum kaku bidan melakukan

episiotomi dan setelah itu kepala bayi sudah keluar melewati

jalan labhir tetapi bahu bayi tidak dapat melewati jalan lahir,

Bidan menegakan diagnosa terjadi Distosia bahu.

 Pembahasan

Pada kasus di atas asuhan intrapartum yang dilakukan

bidan sudah sesuai dalam penatalaksanaan persalinan pada saat

kepala bayi lahir bahu bayi tidak dapat lahir sehingga bidan

melakukan penegakkan diagnosa distosia bahu, dalam hal ini

bidan melakukan asuhan sesuai dengan teori.

Penatalaksanaan distosia bahu juga sudah sesuai yaitu

pada saat bahu bayi tidak lahir bidan lalu meminta bantuan

tenaga kesehatan lain, setelah itu mengatur posisi ibu yaitu

dengan meminta ibu untuk menekuk kedua tungkai dan

mendekatkan lututnya sejauh mungkin kearah dadanya. Dan

meminta bantuan untuk melakakukan tekanan secara simultan

76
ke arah lateral bawah pada daerah sumprafisis untuk membantu

pelahiran bahu, setelah itu lakukan tarikan searah dengan aksial

pada kepala janin untuk menggerakan bahu depan dibawah

simfisis pubis.

Kesesuaian kasus di atas dengan penerapan aturan dan

teori dapat berpengaruh pada penegakkan diagnosa dan

penatalaksanaannya dikarenakan penegakkan diagnosa yang

dibuat sudah dilakukan dengan baik sehingga dapat

berkesinambungan dengan penatalaksanaannya.

3.2.2.3.Kala IV

a. Kasus

Setelah plasenta dan selaput lahir bidan melakukan

pengecekan plasenta didapatkan hasil plasenta mengalami

infrak pada bagian maternal.

 Pembahasan

pada kehamilan lewat waktu dapat terjadi penuruna

fungsi plasenta karena fungsi plasenta mencapai funcaknya

pada kehamilan 37-40 minggu dan setelah itu terus mengalami

penurunan sehingga plasenta mengalami penuaan sehingga

plasenta mengalami infrak.

Pada kasus di atas terjadi kesesuaian antara teori dengan kasus

sehingga pada plasenta yang mengalami kehamilan waktu dapat

mengakibatkan infrak pada plasenta.

77
3.2.3. POSTNATAL CARE

a. Kasus

pada pukul 06.30 WIB bidan melakukan KF 1 yaitu

bidan menanyakan keluhan ibu, melakukan pemeriksaan tanda-

tanda vital, pemeriksaan TFU, memeriksa perdarahan dan

bidan memberikan penkes tentang tanda-tanda bahaya masa

nifas, pemberian ASI dan cara menjaga bayi agar tetap hangat.

 Pembahasan

Pada kasus di atas bidan sudah melakukan sesuai

dengan tujuan KF 1 yaitu memberikan konseling kepada ibu

tentang pencegahan perdarahan, pemberian asi dan cara

menjaga bayi agar tetap hangat.

Sehingga pada kasus dan teori tidak terdapat

kesenjangan karena sudah sesuai dengan program dan

kebijakan teknis kunjungan nifas.

b. Kasus

Pada kunjungan KF 2 bidan menanyakan keluhan dan

melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, TFU, dan Luka

jahitan dan bidan memberikan pendidikan kepada ibu agar

menjaga bayinya agar tetap hangat, perawatan tali pusat dan

menganjurkan ibu untuk menjemur bayinya pada pagi hari.

 Pembahasan

78
Pada kasus dan teori tidak terjadi kesenjangan karena

bidan sudah melakukan sesuai dengan program dan kebijakan

teknis tujuan KF 2 yaitu memberikan konseling pada ibu

mengenai asuhan pada bayi, perawatan tali pusat , dan menjaga

bayi agar tetap hangat.

c. Kasus

Pada kasus bidan melakukan kunjungan KF 3 dan KF 4

dan bidan menanyakan keluhan , melakukan pemeriksaan

Tekanan darah, Tinggi Fundus unteri, luka perineum,

pengeluaran dan bidan menjelaskan hasil pemeriksaan dan

bidan memberikan pendidikan kesehatan mengenai tanda

bahaya masa nifas, tidak ada pendarahan, luka jahitan sudah

tidak teraba dan kontrasepsi.

 Pembahasan

Pada kasus di atas asuhan postpartum yang dilakukan

oleh bidan sudah tepat yaitu dalam masa nifas bidan sudah

melakukan KF 3 dan KF 4 sesuai dengan teori: Program dan

Kebijakan Teknis kunjungan nifas dilakukan dengan tujuan

memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus

berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada pendarahan

abnormal, tidak ada bau, menilai adanya tanda-tanda demam,

infeksi atau perdarahan abnormal, memastikan ibu menyusui

dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit,

79
memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi,

tali pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-

hari.

3.2.4. BAYI BARU LAHIR

a. Kasus

Pada saat By Ny. S lahir didapatkan APGAR Score

dalam batas normal, Berat badan 4100 gram

 Pembahasan

pada kasus di dapatkan berat badan By Ny. S tidak

normal, karena berat badan bayi baru lahir normal yaitu 2500-

4000 gram, sedangkan By Ny.S 4100 gram sehingga By Ny. S

di kategorikan sebagai bayi besar atau Makrosomia.

b. Kasus

Pada kasus Ny.S ditemukan bahwa bayi Ny.S

mengalami makrosomia, setelah dilakukan pengkajian data

ditemukan bahwa kenaikan berat badan Ny.S mengalami

kenaikan sebanyak 18 kg.

 Pembahasan

Penyebab bayi mengalami makrosomia adalah ibu yang

mempunyai penyakit diabetes, keturunan (orang tua besar-

besar), multiparitas dengan riwayat makrosomia sebelumnya

dan pengaruh kecukupan gizi (

80
pada kasus Ny.S terdapat hubungan antara kenaikan

berat badan dengan terjadinya bayi mengalami makrosomia.

Sehingga bayi Ny.S mengalami Makrosomia.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN\

81
4.1.Kesimpulan

4.1.1. Faktor Penyebab terjadinya kehamilan Postterm

Pada kasus Ny.S ditemukan bahwa faktor predisposisi

terjadinya kehamilan postterm yang dialami oleh Ny.S ada

hubungannya dengan faktor keturunan atau herediter karena

setelah dilakukan penggalian data ditemukan bahwa ibu Ny.S

mengalami kehamilan postterm sehingga ada hubungan antara

terjadiya kehamilan posterm dengan faktor keturunan.

4.1.2. Penatalaksanaan asuhan kehamilan dan persalinan pada Ny.S

dengan kehamilan posterm dan Distosia Bahu

4.1.2.1.Penatalaksanaan Asuhan Kehamilan

Penatalaksanaan Asuhan Kehamilan yang dilakukan Bidan

I pada Kasus Ny.S sudah sesuai dengan standar berdasarkan

kuantitas tetapi dalam segi kualitas masih kurang seperti dalam

menuntukan Taksiran berat janin yang jauh kesenjangannya

dengan kenyataannya ini bisa dikarenakan bidan kurang kompeten

dalam melakukan pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri dan

Penurunan kepala menurut perlimaan.

4.1.2.2.Penatalaksanaan Asuhan Persalinan

Penatalaksanaan asuhan persalinan pada Ny.S yang di

lakukan bidan I pada kasus Ny.S sudah sesuai dengan standar

82
tetapi berdasarkan kewenangannya bidan yang tercantum dalam

PERMENKES RI NO 1464 2010 bidan tidak diperbolehkan

melakukan penatalaksanaan pada kasus tersebut.

4.1.3. Kewenangan Bidan

Dalam kasus Ny.S seharusnya bidan merujuk Ny.S karena bidan

tidak berwenang dalam melakukan penanganan pada kehamilan

postterm, dalam PERMENKES RI NO 1464 2010, bidan hanya

berwenang melakukan pertolongan kehamilan yang aterm

4.2.Saran

4.2.1. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan menambah dan memperbaharui buku-buku maupun

judul mengenai kehamilan postterm dan distosia bahu agar dapat

mempermudah dan menambah referensi dalam melakukan

penelitian selanjutnya.

4.2.2. Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan kepada tenaga kesehatan dapat melakukan

deteksi dini kehamilan postterm,distosia Bahu dan Makrosomia

dalam melakukan asuhan kebidanan terutama dalam pengkajian

data subjektif dan data objektif sehingga dalam

penatalaksanaannya bisa lebih baik.

4.2.3. Bagi Peneliti

83
Dapat lebih meningkatkan dalam penelitian selanjutnya

sehingga hasil yang diteliti akan lebih baik lagi dan dapat menjadi

bahan perbaikan untuk selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

84
Kristanto Herman, Mochtar Anantyo Binarso.2010. Kehamilan Postterm

dengan Ilmu Kebidanan.Saefudin.Sarwono

Maryunani, A. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada

Neonatus. Yogyakarta : In Media

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Izin dan Penyelenggaraan

Praktik Bidan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI

Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Rukmono Siswishanto.2010.Distosia Bahu dengan Ilmu Kebidanan.

Saefudin. Sarwono.

Sastrawinata, Sulaiman, 2004. Obsetri Patologi. Edisi II. EGC. Jakarta

Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Triana, Ani, dkk. 2015. Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.

Yogyakarta : Deepublish.

Varney, Helen. 2008. Buku Ajaran Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta:

EGC

WHO. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan

Dasar dan Rujuk Edisi I. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

85

Anda mungkin juga menyukai