Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NDENGAN CEDERA KEPALA RINGAN KEBUTUHAN RASA AMAN


DAN NYAMAN

Oleh :
YESSI
NIM: 2019.C.11A.1071

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan keperawatan ini disusun oleh :

Nama : Yessi
Nim : 2019.C.11a.1071
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada
Ny.N
Dengan Diagnosa Medis Kebutuhan rasa aman dan
nyaman
: Cedera Kepala Ringan

Telah Melaksanakan Asuhan Keperawatan Sebagai Persyaratan Untuk Menempuh


Praktik Keperawatan 1 ( PPK1 ) Pada Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Kristinawati,S.Kep.,Ners

2
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
hikmah kesehatan dan kebijaksanaan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan dengan
Judul Laporan Pendahuluan Keperawatan Pada Dengan Diagnosa Medis “
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan disusun dalam rangka
untuk memenuhi ataupun melengkapi tugas mata Kuliah Parktik Praklinik
Keperawata I.
Pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes. selaku Ketua STIKes
Yayasan Eka Harap Palangka Raya
2. Ibu Melitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku Ketua Prodi S1
Keperawatan Ners STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep.,Ners selaku penanggung jawab mata
Kuliah Praktik Praklinik Keperawatan I
4. Kristinawati,S.Kep.,Ners Selaku dosen pembimbing Akademik
5. Secara Khusus Kepada Pihak Dari Rumah Sakit Doris Sylvanus yang
telah memberi izin tempat
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan dan juga asuhan
keperawatan ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan dan juga asuhan
keperawatan ini dapat mencapai sasaran yang diharapakan sehingga dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya,3 juli 2021

Yessi

4
5
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................................
BAB I TINJAUAN TEORITIS...............................................................................
1.1 Konsep Penyakit Cedera Kepala Ringan.........................................................
1.1.1 Definisi..............................................................................................................
1.1.2 Etiologi Cedera Kepala Ringan ........................................................................
1.1.3 Klasifikasi Cedera Kepala Ringan....................................................................
1.1.4 Patofosiologi (WOC ).......................................................................................
1.1.5 Manifestasi Klinis.............................................................................................
1.1.6 Komplikasi........................................................................................................
1.1.7 Penatalaksanaan Penunjang .............................................................................
1.1.8 Pemeriksaan medis............................................................................................
1.2 Konsep Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman.................................................
1.2.1 Definisi..............................................................................................................
1.2.2 Anatomi Fisiologi..............................................................................................
1.2.3 Etiologi Cedera Kepala Ringan ........................................................................
1.2.4 Klasifikasi Cedera Kepala Ringan....................................................................
1.2.5 Patofosiologi (WOC ).......................................................................................
1.2.6 Manifestasi Klinis.............................................................................................
1.2.7 Komplikasi........................................................................................................
1.2.8 Penatalaksanaan Penunjang .............................................................................
1.2.9 Pemeriksaan medis...........................................................................................
1.3 Pengkajian Keperawatan..................................................................................
1.3.1 Diagnosa Keperawatan......................................................................................
1.3.2 Rencana Tindakan Keperawatan.......................................................................
1.3.3 Pelaksanaan.......................................................................................................
1.3.4 Evaluasi............................................................................................................

6
BAB II TINJAUAN KASUS...................................................................................
2.1 Pengkajian Keperawatan......................................................................................
2.2 Daftar Diagnosa Keperawatan.............................................................................
2.3 Rencana Tindakan Keperawatan.........................................................................
2.4 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.....................................................
2.5 Implementasi dan Evaluasi................................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................
3.2 Saran...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

7
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Dasar Penyakit Cedera Kepala Ringan

1.1.1 Definisi

Cedera kepala merupakan gangguan fungsi otak ataupun


patologi pada otak yang disebabkan oleh kekuatan (force) eksternal
yang dapat terjadi di mana saja termasuk lalu lintas, rumah, tempat
kerja, selama berolahraga, ataupun di medan perang. Cedera kepala
merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak dengan/tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Hurst, 2016). Kerusakan
neurologis pada pasien ini dapat diakibatkan oleh rusaknya jaringan
otak oleh suatu pengaruh kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak
dan akhirnya oleh efek percepatan perlambatan pada otak yang terbatas
pada kompartemen yang kaku (Brunner & Suddarth, 2015).

Cedera kepala terdiri atas kerusakan primer dan sekunder.


Kerusakan primer terjadi akibat benturan yang menyebabkan laserasi
permukaan dan kontusio pada jaringan dan pembuluh darah otak.
Sedangkan kerusakan sekunder terlihat setelah edema muncul yang
meningkatkan tekanan intracranial dan menyebabkan hipoksia. Infeksi
terjadi sebagai akibat dari kontaminasi organisme yang masuk dari
cedera tembus atau cedera intracranial akibat naiknya organism dari
rongga hidung atau mulut (Hurst, 2016). Cedera kepala traumatic
sendiri termasuk dalam kerusakan primer. Cedera kepala traumatik
adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik
secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran (Black & Hawks,
2014).

1.1.2 Etiologi

8
Berdasarkan Hurst (2016) penyebab umum cedera otak traumatic adalah :

1. Kecelakaan kendaraan bermotor (termasuk mobil, sepeda motor,


dan kendaraan off-road)
2. Gaya akselerasi/deselerasi pada kepala, seperti cedera olahraga
(sepak bola) atau sindrom bayi terguncang (shaken baby
syndrome).
3. Setiap benturan langsung ke kepala, yang akibat berupa
cedera tak sengaja dalam olahrga atau akibat tindakan
kekerasan.
4. Cedera akibat ledakan atau luka tembak, seperti yang dialami
oleh tentara selama perang.
1.1.3 Klasifikasi

Terdapat tiga mekanisme yang menyebabkan terjadinya trauma kepala


menurut Black & Hawks (2014), yaitu diantaranya :

a. Cedera primer terjadi pada benturan dan merupakan akibat


langsung dari benturan yang menyebabkan cedera pada
daerah otak di bawah sisi kontak. Biasanya terjadi pada
fraktur tengkorak
b. Cedera menyebar terjadi jika benturan yang diterima tidak
menyebabkan fraktur tetapi menyebabkan otak bergerak
hingga menggeser atau merobek beberapa pembuluh darah
yang berasal dari korteks otak menuju

tengkorak. Pada saat otak bergerak, goresan dan tonjolan


bagian dalam tengkorak yang tidak teratur akan
menyebabkan memar dan laserasi pada jaringan otak.
c. Cedera dapat menyebabkan otak bergerak cukup keras
hingga dapat merobek beberapa vena yang melintas dari
permukaan kortikal ke dural. Sehingga, subdural hematoma
dapat terjadi. Pantulan isi tengkorak dapat menyebabkan
cedera pada sisi yang berlawanan dengan titik benturan

9
(cedera contrecoup)

1.1.4 Patofosiologi ( WOC )


1. (B1) Breathing
Pada tinjauan pustaka didapatkan data klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan
frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi klavikula/dada, pengembangan
paru tidak simetris. Ekspansi dada : di nilai penuh dan kesimetrisannya.
Pola nafas ini dapat terjadi jika otot-otot intercostal tidak mampu
menggerakan dinding dada, fremitus menurun di banding dengan sisi yang
lain akan di dapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga
thoraks,adanya suara redup sampaipekak pada keadaan melibatkan trauma
pada thoraks/hematothoraks, bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi,
stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun sering di dapatkan pada klien cedera
kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma (Brunner & Suddart,
2013).
2. (B2) Blood
Pada tinjauan pustaka didapatkan data pengkajian pada sistem
karidiovaskuler di dapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering
terjadi pada klien cedera kepala sedang dan berat.Hasil pemeriksaan
kardiovaskuler klien cedera kepala pada beberapa keadaan dapat di
temukan tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardia
dan aritmia, kulit kelihatan pucat, hipotensi menandakan adanya
perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok (Brunner
& Suddart, 2013).

3. (B3) Brain
Pada tinjauan pustaka didapatkan data tingkat kesadaran klien menurun
dan responterhadap lingkungan adalah indicator paling sensitif untuk
menilai disfungsi sistem persarafan.Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran
klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor,
semikomatosa, sampai koma (Brunner & Suddart, 2013).

10
4. (B4) Bladder
Pada tinjauan pustaka didapatkan data kaji keadaan urine meliputi warna,
jumlah, dan karakeristik urine, termasuk berat jenis urine. Setelah cedera
kepala, klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
(Brunner & Suddart, 2013).

5. (B5) Bowel
Pada tinjauan pustaka didapatkan data Didapatkan adanya keluhan
kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, dan muntah pada fase
akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan tekanan
intrakranial sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas (Brunner & Suddart, 2013).

6. (B6) Bone
Pada tinjauan pustaka didapatkan data adanya perubahan warna kulit,
warna kebiruan menunjukakan adanya sianosis ( ujung kuku,
ekstermitas,telinga, hidung, bibir dan membram mukosa).Pucat pada
wajah dan membram mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar
haemoglobin atau syok,pucat dan sianosis pada klien yang menggunakan
ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Warna kemerahan pada
kulit dapat menunjukkan adanya demam, dan infeksi. Integritas kulit untuk
menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,mudah
lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat (Brunner &
Suddart, 2013).

1.1.5 Manifestasi Klinisnya


Salah satu indikator klinis yang paling umum digunakan untuk
menilai cedera kepala adalah Glasgow Coma Scale (GCS) yang
mencerminkan kedalaman koma. Pada pasien pediatric sendiri juga

11
terdapat Pediatric Coma Scale sebagai instrument pengukuran tingkat
kesadaran yang dimodifikasi dari GCS (ICNA, 2020). Skor GCS
tersebut meliputi: cedera kepala ringan (GCS 13–15), cedera kepala
sedang (GCS 9–12), dan cedera berat (GCS <8) (Allen et al., 2013).

1. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)


Cedera kepala ringan (GCS 13-15). Biasanya terjadi penurunan
kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya terjadi
beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan
kelaianan pada pemeriksaan CT-scan, LCS normal, dapat terjadi
amnesia retrograde.
2. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga
beberapa jam. Sering tanda neurologis abnormal, biasanya disertai
edema dan kontusio serebri. Terjadi juga drowsiness dan confusion
yang dapat bertahan hingga beberapa minggu. Fungsi kognitif
maupun perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan
bahkan permanen
3. Cedera kepala berat (GCS 3-8)
Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang
disebut koma. Penurunan kesadaran dapat hingga beberapa bulan.
Pasien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena
gangguan penurunan kesadaran.

Berikut adalah jenis-jenis cedera kepala dan hal-hal yang


menjadi penyebab terjadinya menurut Black & Hawks (2014), yakni
sebagai berikut:
1. Cedera coup-countercoup
Berasal dari bahasa Prancis, yakni kata coup yang berarti
―pukulan‖ dan countercoup yang diartikan sebagai ―pukulan
balasan‖. Dimana cedera kepala ini menunjukkan bahwa pasien
mengalami cedera gabungan pada titik benturan dan cedera di sisi
otak yang berlawanan akibat bergeraknya otak di dalam tengkorak.

12
2. Trauma tembus
Trauma tembus adalah bentuk cedera yang meliputi luka
pada kepala akibat benda asing (misalnya pisau atau peluru) atau
akibat dari fragmen tulang dan fraktur tengkorak. Kerusakan yang
disebabkan oleh cedera tembus sering kali berkaitan dengan
kecepatan objek tersebut menembus tengkorak dan otak. Fragmen
tulang dari fraktur tengkorak dapat menyebabkan cedera otak local
akibat laserasi jaringan otak dan merusak struktur lainnya
(misalnya saraf dan pembuluh darah). Jika pembuluh darah utama
mengalami kerusakan atau rupture, gumpalan besar (hematoma)
dapat terbentuk dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan otak
yang luas.
3. Cedera kulit kepala
Cedera kulit kepala dapat menyebabkan laserasi,
hematoma, dan kontusi atau abrasi pada kulit. Cedera kulit kepala
yang paling ringan adalah abrasi/kontusio, yang pada umumnya
membaik dengan terapi lokal (yaitu, membersihkan luka dan
penggunaan antibiotic topikal dan kompres dingin). Pukulan yang
lebih kuat dapat menyebabkan perdarahan pada rongga subgaleal
(perdarahan diantara aponeurosis dan periosteum) atau
subperiosteal (perdarahan diantara periosteum dan tulang
tengkorak), dengan pembentukan sefal hematoma.
4. Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak sering disebabkan oleh kekuatan yang
cukup keras menimbulkan fraktur pada tengkorak dan
menyebabkan cedera otak. Fraktur tengkorak depresi mencederai
otak dengan menimbulkan memar (mengakibatkan kontusi) atau
dengan mengarahkan fragment tulang ke dalamnya (menyebabkan
laserasi).
5. Cedera otak
Cedera otak sering menggunakan istilah terbuka, tertutup, konkusi
dan kontusi. Cedera kepala terbuka adalah cedera yang menembus

13
tengkorak, sedangkan cedera tertutup berasal dari trauma tumpul.
a. Konkusi
Konkusi diklasifikasikan berdasarkan hebatnya derajat cedera
primer dan hasil disfungsi neurologis. Lesi grade I
menyebabkan kebingungan (confusion) sementara, lalu segera
kembali ke kesadaran normal dan tanpa amnesia; grade II,
kebingungan yang sedikit lebih berat dan sedikit amnesia
(hanya postraumatik), grade III, kebingungan yang sangat
berat pada awalnya, dengan amnesia postraumatik dan
retrograde; grade IV (konkusi klasik), kehilangan kesadaran
singkat, periode kebingungan yang bervariasi, dan amnesia
postraumatik dan retrograde.
b. Kontusi
Kontusi berhubungan dengan kerusakan yang lebih luas
daripada konkusi. Pada kontusi, otak itu sendiri mengalami
kerusakan, sering kali disertai dengan beberapa area
perdarahan kecil dan area memar di jaringan otak.
c. Cedera aksonal yang menyebar
Cedera aksonal yang menyebar adalah bentuk cedera kepala
yang palig parah karena tidak ada lesi fokal yang dihilangkan.
Cedera ini melibatkan seluruh jaringan otak. Cedera aksonal
yang menyebar diklasifikasikan menjadi ringan, sedang, atau
berat. Cedera aksonal yang menyebar dimulai dengan
hilangnya kesadaran dengan cepat, koma berkepanjangan,
postur fleksi atau ekstensi yang abnormal, hipertensi, dan
demam.
6. Cedera fokal
a. Epidural hematoma (hematoma ekstradural)
Hematoma ini terjadi pada sekitar 10% dari cedera
kepala yang parah dan biasanya berhubungan dengan fraktur
tengkorak. Hematoma epidural terjadi akibat cedera pada
pembuluh darah serebral (arteri

14
meningeal). Perdarahan biasanya kontinu dan
membentuk bekuan besar yang memisahkan dura dari
tengkorak. Hematoma epidural tercatat sebanyak 1% sampai
3% dari semua kasus cedera kepala mayor. Kecelakaan
berkendara menjadi penyebab utama, tetapi kejadian kecil,
seperti terpeleset dan cedera olahraga, bisa menjadi pencetus
yang fatal. Sumber permasalahan umumnya berasal dari
arterial (85%), tetapi epidural hematoma juga dapat
melibatkan vena meningeal atau sinus dural. Lokasi-lokasi
epidural hematoma paling umum termasuk fosa temporal,
regio subfrontal dan area oksipital-suboksipital.
1) Epidural hematoma fosa temporal
Hematoma epidural fosa temporal, yang menyebabkan
cedera arteri meningeal media, adalah epidural hematoma
yang paling sering dijumpai. Fraktur tulang temporal
menjadi penyebab pada setidaknya 80% kasus. Tanda-
tanda klinis klasik dan rangkaian kejadian yang panjang
pada hematoma tipe ini hanya ditemukan pada sebagian
kecil pasien saja. Pada dasarnya, konkusi menyebabkan
periode awal penurunan kesadaran, kemudian, karena
dura cukup erat dengan tulang tengkorak, akumulasi
darah terhambat dan interval lucid menyusul, pada saat
fungsi neurologis pasien relatif normal. Akhirnya, ketika
lesi semakin membesar, kesadaran menurun secara
drastis. Kejadian ini menggambarkan karakteristik yang
disebut "talk and die patient" (pasien berbicara lalu
meninggal).
2) Epidural hematoma region subfrontal
Hematoma epidrual frontal atau subfrontal paling sering
terjadi pada anak-anak atau orang tua, dan dikaitkan
dengan pukulan langsung pada bagian frontal. Cedera ini
dapat melibatkan cabang anterior arteri

15
meningeal media, arteri meningeal anterior, atau sinus
venosus. Gejala dan tanda yang umum termasuk sakit
kepala, perubahan kepribadian dan anisokoria.
3) Epidural hematoma oksipital-suboksipital
Hematoma epidural fosa posterior biasanya disebabkan
oleh pukulan pada bagianvoksipital, dan dikaitkan dengan
fraktur yang melewati sinus transversus. Presentasi klinis
bisa akut atau kronis. Gejala dan tanda yang umum
termasuk sakit kepala, meningismus, dysmetria, ataxia
dan defisit nervus kranialis. Herniasi fosa posterior
melalui foramen magnum dapat menyebabkan trias
Cushing─depresi pernafasan, tekanan darah yang tinggi,
dan denyut nadi yang rendah.
b. Subdural hematoma
Subdural hematoma adalah kumpulan darah di ruang subdural
(antara duramater dan arachnoid). Hematoma subdural pada
umumnya merupakan hasil dari hemorrhagik vena akut yang
diakibatkan oleh ruptur bridging veins. Robeknya pembuluh
darah penghubung pada otak adalah penyebab utama
hematoma subdural. Subdural hematoma diklasifikasikan
sebagai akut, subakut, dan kronis (Black & Hawks, 2014)

1) Subdural hematoma akut dan subakut


Subdural hematoma akut biasanya terjadi akibat laserasi
otak atau pembuluh darah. subdural hematoma akut
merupakan komplikasi serius yang memerlukan
penatalaksanaan segera karena hematoma ini
mengompresi otak yang sudah mengalami kerusakan dan
edema. Subdural hematoma akut bersifat simtomatik
dalam waktu 24 sampai 48 jam setelah cedera dan terjadi
pada sekitar 24% pasien yang mengalami cedera kepala
berat.
Hematoma subdural akut terjadi didalam 1 minggu

16
setelah cedera (biasanya dalam jam). Separuh kasus
berkaitan dengan fraktur tulang tengkorak; kecelakaan
bermotor merupakan penyebab utama. Sering disertai
oleh kontusi serebral atau batang otak yang sangat berat,
atau keduanya, menghasilkan mortalitas yang tinggi
(50%). Tanda-tanda umum termasuk penurunan
kesadaran, dilatasi pupil ipsilateral, dan hemiparesis
kontralateral. Seperti hematoma epidural, hemiparesis
pada kasus ini jarang ipsilateral. Tanda-tanda lain yang
disebut sebagai lokalisasi palsu termasuk homonimus
hemianopia akibat dari trombosis arteri serebral posterior
pada herniasi unkal, tatapan/pandangan abnormal yang
disebabkan oleh cedera batang otak, dan, kadang-kadang,
dilatasi pupil kontralateral karena kompresi nervus
okulomotor terhadap tentorium. Hematoma subdural akut
hampir selalu terletak pada konveksitas serebral dan
ditemukan bilateral pada 15% sampai 20% pasien.
Hematoma subdural subakut biasanya terjadi di
dalam 7 sampai 10 hari setelah cedera. Gejala dan
tandanya mirip dengan hematoma subdural akut, tetapi
perjalanannya lebih lambat dan mortalitasnya lebih
rendah.
2) Subdural hematoma kronis
Subdural hematoma kronis paling banyak terjadi
pada orang tua dan pasien alkoholik. Pasien mengalami
atrofi otak, yang mengakibatkan peregangan pembuluh
darah dan peningkatan ukuran ruang subdural. Vena-vena
yang meregang ini mudah rupture pada insiden jatuh,
sekalipun insiden jatuh tersebut tidak menyebabkan
cedera lainnya. Secara bertahap bekuan darah yang
membesar menimbulkan tekanan pada otak.pada pasien
yang telah menjalani evakuasi subdural hematoma kronis

17
biasanya dipasang saluran di

dalam ronggga tengkorak untuk mencegah akumulasi


ulang cairan dan darah.
c. Intraserebral hematoma
Intraserebral hematoma disebabkan oleh perdarahan langsung
ke jaringan otak dan dapat terjadi di area cedera. Hematoma
menyebabkan masalah dengan peningkatan tekanan intra
kranial (TIK).

1.1.6 Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan
TIK pada pasien yang mendapat cedera kepala, puncak
pembengkakan yang terjadi kira-kira 72 jam setelah cedera.
TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk
membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan
otak diakibatkan trauma.
b. Defisit neurologic dan psikologic
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal
seperti anosmia(tidak dapat mencium bau-bauan) atau
abnormalitas gerakan mata, dan deficit neurologic seperti
afasia,efek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy

c. Komplikasi lain secara traumatic


Infeksi iskemik (pneumonia, SK, sepsis)
a. Infeksi bedah neurologi (infeksi, luka, meningitis, ventikulit

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien cedera kepala
yaitu (Bendinelli, Bivard, Nebauer, & Parsons, 2013, Hurst, 2016)

18
1. Computed Tomography (CT-Scan)
Peran CT scan kepala pada pasien cedera kepala merupakan salah satu
informasi tambahan yang bisa digunakan untuk menentukan kondisi
pasien menggunakan teknologi imaging. CT scan memperlihatkan
perbedaan densitas antara struktur-struktur intrakranial. Densitas
serebrum pada CT adalah isodens. Hematoma epidural dan subdural
keduanya hiperdens tetapi seringkali memiliki bentuk yang berbeda.
Hematoma epidural berbentuk lentikular karena kerekatan dura mater
dengan tabula dalam tulang tengkorak pada kedua tepi/ujung lesi.
Hematoma epidural dapat menggeser sistem ventrikuler dan kelenjar
pineal.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan pemeriksaan structural yang paling
sensitive. MRI, sesuai yang diindikasikan oleh namanya,
penggunaan bidang magnet untuk menggambarkan jaringan otak,
yang bertentangan dengan radiasi sinar-X dari pemindaian CT.
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang
menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan
duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang
terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih
untuk menegakkan diagnosis.

3. EEG (elektroensafa-logram)

Memantau gelombang otak yang dihasilkan oleh aktivitas listrik, area


kerusakan diotak akan menghasilkan penurunan aktivitas listrik.
4. Angiografi selebral
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sinar X pada sirkulasi serebral.
a. Sebuah kateter dimasukkan melalui arteri femoralis dan naik ke akrteri
di leher
b. Pewarna (berbahan iodin) diinjeksikan kedalam arteri untuk
menggambarkan pembuluh darah serebral.

19
1.1.8 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan awal penderita cedera kepala pada dasarnya


memiliki tujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera
kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin
sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.
Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya,
berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat. Terapi medikamentosa
pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana
yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi
ini dapat berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian
manitol, steroid, furosemid, barbiturat dan antikonvulsan. Pada
penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan
operatif. Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis
pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi (Nasution,
2014).
Penatalaksanaan medis pada pasien dengan traumatic brain
injury menurut Dash & Chavali (2018), dijelaskan sebagai berikut:
a. Manajemen cairan
Saline adalah kristaloid yang paling umum digunakan pada pasien
cedera kepala, dan yang paling sering menjadi alternatif adalah
Ringer Laktat. Solusi kristaloid seimbang mungkin merupakan
alternatif yang baik. Namun, pemberian cairan ini perlu
diperhatikan, karena pemberian dalam normal salin dalam jumlah
volume besar dapat menyebabkan asidosis metabolik
hiperkloremik yang merugikan pasien.
b. Osmoterapi
Osmoterapi dengan manitol telah digunakan sejak tahun
1960-an sebagai pengobatan utama untuk peningkatan ICP dan
tetap menjadi komponen pedoman manajemen TBI. Manitol
meningkatkan CBF (cerebral blood

flow/aliran darah otak) oleh ekspansi plasma, mengurangi


viskositas darah melalui eritrosit yang terdeformasi, dan

20
meningkatkan diuresis osmotik.
c. Terapi antikonvulsan
Setelah mengalami cedera kepala, aktivitas kejang menghasilkan
peningkatan ICP dan pasokan oksigen yang berubah ke otak yang
terluka. Untuk mencegah cedera otak sekunder, profilaksis kejang
perlu diketahui. Pengobatan dengan phenytoin efektif dalam
menurunkan tingkat kejang pasca trauma dalam 7 hari pertama
cedera, tetapi tidak peran penting dalam pencegahan kejang pasca
trauma setelah.
1.2 Konsep Dasar Rasa Aman Dan Nyaman

Kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah


terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan
ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-
hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan
tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan harus
dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:

1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.

2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal,


keluarga, dan sosial.

3. Psikososial, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam


diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna
kehidupan.

4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman


eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna,
dan unsur alamiah lainnya (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

Dalam meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat


lebih memberikan kekuatan, harapan, dorongan, hiburan, dukungan
dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan
rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan
hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan

21
hipo/hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan
tidak nyaman pasien yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala dan
tanda pada pasien (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

1.2.1 Pengertian Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan pengalaman emosional


yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial yang dirasakan dalam kejadian dimana terjadi
kerusakan jaringan tubuh (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
Nyeri adalah pengalaman sensori atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI PPNI, 2016).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat ditarik
kesimpulan nyeri merupakan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan, presepsi nyeri seseorang sangat ditentukan oleh
pengalaman dan status emosionalnya. Presepsi nyeri bersifat sangat
pribadi dan subjektif. Oleh karena itu, suatu rangsang yang sama dapat
dirasakan berbeda oleh dua orang yang berbeda bahkan suatu rangsang
yang sama dapat dirasakan berbeda oleh satu orang karena keadaan
emosionalnya yang berbeda.

1.1.3 Fisiologi nyeri


Terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri yaitu resepsi,
presepsi, dan relaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula
spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya
sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat
pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah
stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa
hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas
nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan

22
yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan
nyeri (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

1.2.4 Klasifikasi nyeri


Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.
Tabel 2.1 Klasifikasi Nyeri

Nyeri Akut Nyeri


Kronis
Nyeri akut adalah Nyeri kronis adalah
pengalaman sensorik pengalaman sensorik
atau emosional yang atau emosional yang
berkaitan dengan berkaitan dengan
kerusakan jaringan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional, aktual atau fungsional,
dengan onset mendadak dengan onset mendadak
atau lambat dan atau lambat dan
berintensitas ringan berintensitas ringan
hingga berat yang hingga berat dan
berlangsung kurang konstan, yang
dari berlangsung
kurang 3 bulan. lebih dari 3 bulan.
Penyebab nyeri akut Penyebab nyeri kronis
antara lain: antara lain:
1) Agen pencedera 1) Kondisi
fisiologis (mis: muskuloskeletal
inflamasi, iskemia, kronis
meoplasma) 2) Kerusakan sistem
2) Agen pencedera saraf
kimiawi (mis: 3) Penekanan saraf
terbakar, bahan 4) Infiltrasi tumor
kimia iritan) 5) Ketidakseimbanga
3) Agen pencedera n neuromedulator,
fisik (mis: abses, dan reseptor
amputasi, terbakar, 6) Gangguan imunitas
terpotong, (mis: neuropati
mengangkat berat, terkait HIV, virus
prosedur operasi, vericella-zoster)
trauma, latihan 7) Gangguan fungsi
metabolik
fisik berlebihan) 8) Riwayat posisi
kerja statis
9) Peningkatan indeks
massa tubuh
10) Kondisi pasca
trauma

23
11) Tekanan emosional
12) Riwayat
penganiayaan
(mis: fisik,
psikologis, seksual)
13) Riwayat
penyalahgunaan
obat/zat.

1.2.5 Patofosiologi terhadap nyeri


Reaksi terhadap nyeri terdiri atas respons fisiologis, psikologis,
dan perilaku yang terjadi setelah mempresepsikan nyeri.
1. Reaksi fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke
batang otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi
terstimulasi sebagai bagian dari respons stres. Nyeri
dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang
superfisial menimbulkan reaksi “flight-atau- fight”, yang
merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang
simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respons
fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus secara
tipikal akan melibatkan organ-organ viseral, sistem saraf
parasimpatis. menghasilkan suatu aksi. Respons fisiologis
terhadap nyeri sangat membahayakan individu. Kecuali
pada kasus-kasus nyeri berat yang menyebabkan individu
mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat
adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan
demikian klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu
memperlihatkan tanda-tanda fisik (Wahyudi & Abd.Wahid,
2016).
2. Reaksi psikologis
Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman

24
klien tentang nyeri. Klien yang mengartikan nyeri sebagai
sesuatu yang “negatif” cenderung memiliki suasana hati
sedih, berduka, ketidakberdayaan, dan dapat berbalik
menjadi rasa marah atau frustasi. Sebaliknya, bagi klien
yang memiliki presepsi yang “positif” cenderung
menerima nyeri yang dialaminya (Zakiyah, 2015).
3. Respons perilaku
Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan
tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan
nyeri dapat ditunjukkan oleh pasien sebagai respons
perilaku terhadap nyeri. Respons tersebut seperti:
menkerutkan dahi, gelisah, memalingkan wajah ketika
diajak bicara (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).

1.2.6 Manisfestasi Klinis

Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang,


lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan dan emosional (SDKI PPNI, 2016).
a. Penyebab gangguan rasa nyaman:
1) Gejala penyakit
2) Kurang pengendalian situasional/lingkungan
3) Ketidakadekuatan sumber daya
4) Kurangnya privasi
5) Gangguan stimulus lingkungan
6) Efek samping terapi (misal medikasi, radiasi dan
kemoterapi)
b. Gejala dan tanda mayor
Subjektif: Mengeluh tidak nyaman Objektif: Gelisah
c. Gejala dan tanda minor Subjektif:
1) Mengeluh sulit tidur dan mengeluh lelah
2) Tidak mampu rileks
3) Mengeluh kedinginan/kepanasan

25
4) Merasa gatal
5) Mengeluh mual Objektif:
1) Menunjukkan gejala distres
2) Tampak merintih/menangis
3) Pola eleminasi berubah
4) Postur tubuh berubah
5) Iritabilitas
d. Kondisi klinis terkait:
1) Penyakit kronis dan Keganasan
2) Distres psikologis, Kehamilan (SDKI PPNI, 2016).
1.2.7 Komplikasi
1. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,


khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai
kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat
yang menyebabkan nyeri. Anak-anak juga mengalami kesulitan
secara verbal dalam mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri.
Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki risiko tinggi
mengalami situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat
adanya komplikasi penyakit dan degeneratif.

2. Jenis kelamin

Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya


menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak
boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam
situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak
berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri.
3. Kebudayaan
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah
suatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih
perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya menentukan
perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian hal ini dapat
mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial endogen sehingga

26
terjadilah presepsi nyeri.
4. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi presepsi nyeri. Perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya
pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang
menurun.
5. Makna nyeri
Individu akan mempresepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan
tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara
seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
6. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan presepsi nyeri tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas
tidak mendapat perhatian dapat menimbulkan suatu masalah
penatalaksanaan nyeri yang serius.

7. Gaya koping

Individu yang memiliki lokus kendali internal mempresepsikan diri


mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan
mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya,
individu yang memiliki lokus kendali eksternal mempresepsikan
faktor lain di dalam lingkungan mereka seperti perawat sebagai
individu yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir suatu
peristiwa.
8. Keletihan
Rasa keletihan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan
menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan prespsi
nyeri.
9. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun
tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri

27
dengan lebih mudah di masa datang.
10. Dukungan keluarga dan social
Kehadiran orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka
terhadap klien dapat memengaruhi respons nyeri. Pasien dengan
nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun
nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan (Wahyudi & Abd.Wahid,
2016).

1.2.8 Pemeriksan Penunjang


Nyeri merupakan kejadian ketidaknyamanan yang dalam
perkembangannya akan mempengaruhi berbagai komponen dalam
tubuh. Efek nyeri dapat berpengaruh terhadap fisik, perilaku, dan
pengaruhnya pada aktivitas sehari-hari (Andarmoyo, 2017).

1. Tanda dan gejala

Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang


berupaya untuk tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan.
Sangat penting untuk mengobservasi keterlibatan saraf otonom.
Saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan
frekuensi pernapasan meningkat (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
2. Efek fisik

b. Nyeri akut

Pada nyeri akut, nyeri yang tidak diatasi secara adekuat


mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan
yang disebabkannya. Selain merasakan ketidaknyamanan dan
mengganggu, nyeri akut yang tidak kunjung mereda dapat
memengaruhi sistem pulmonary,
kardiovaskuler,gastrointestinal, endokrin, dan imunologik
(Andarmoyo, 2017).

c. Nyeri kronis

Seperti halnya nyeri akut, nyeri kronis juga mempunyai efek

28
negatif dan merugikan. Supresi atau penekanan yang terlalu
lama pada fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri kronis
dapat meningkatkan pertumbuhan tumor (Andarmoyo, 2017).
3. Efek perilaku
Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah
dan gerakan tubuh yang khas dan berespons secara vokal serta
mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien seringkali
meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah,
imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan
melindungi bagian tubuh sampai dengan menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas
menghilangkan nyeri (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
4. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Pasien mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi
dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam
melakukan tindakan higiene normal dan dapat mengganggu
aktivitas sosial dan hubungan seksual (Wahyudi & Abd.Wahid,
2016).
1.2.9 Penatalaksanaan Medis
1. Penanganan nyeri farmakologis

a. Analgesik narkotik

Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium


seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek
penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini mengaktifkan
penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat. Namun
penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernapasan
di medulla batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur
terhadap perubahan dalam status pernapasan jika menggunakan
analgesik jenis ini (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
b. Analgesik non narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan
ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti

29
inflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan
penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin dari
jaringan yang mengalami atau inflamasi. Efek samping yang
paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti adanya
ulkus gaster dan perdarahan gaster (Wahyudi & Abd.Wahid,
2016).

1. Penanganan nyeri non farmakologis

a. Distraksi

Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada


sesuatu selain nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi
adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di
luar nyeri. Dengan demikian, diharapkan pasien tidak terfokus
pada nyeri lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien
terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.

Distraksi diduga dapat menurunkan presepsi nyeri dengan


menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih
sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan
distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima
dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Berikut jenis-
jenis teknik distraksi:
b. Distraksi visual/penglihatan
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam
tindakan-tindakan visual atau melalui pengamatan.
c. Distraksi audio/pendengaran
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke
dalam tindakan melalui organ pendengaran.
d. Distraksi intelektual
Yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang dialihkan ke dalam
tindakan-tindakan dengan menggunakan daya intelektual yang
pasien miliki (Andarmoyo, 2017).

30
e. Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental
dan fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat
meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang
sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat,
berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas
dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat

1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.3.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien.
Pengkajian keperawatan ditunjukkan pada respon pasien terhadap
masalah kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia
(Rohmah&Walid,2012)
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat

b. Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran/GCS (<15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di
kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya
liquor dari hidung dan telinga dan kejang.
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit
sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit
keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau
keluarga sebagai data subjektif. Data-data ini sangat berarti
karena dapat mempengaruhi prognosa pasien.

31
c. Pengkajian persistem Keadaan umum
Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, sopor,
koma TTV
1) Sistem pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun
frekuensi, nafas bunyi ronchi.
2) Sistem kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat,
denyut nadi bradikardi kemuadian takikardi
3) Sistem perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih

4) Sistem gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan
mengalami perubahan selera
5) Sistem muskuloskletal Kelemahan otot, deformasi
6) Sistem persyarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope,
tinnitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,
gangguan pengecapan
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan
status mental, perubahan pupil, kehilangan pengindraan,
kejang, kehilangan sensasi sebagai tubuh

d. Pengkajian pola aktivitas sehari-hari


1) Pola makan / cairan
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan
(batuk, air liur keluar, disfagia)
2) Aktivitas / istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan
keseimbangan Tanda : perubahan kesadaran, letargie,

32
hemiparese, kuadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap,
masalah keseimbangan, kehilangan tonus otot dan tonus
sptik

3) Sirkulasi
Gejala : normal atau perubahan tekanan darah
Tanda : perubahan frekuensi jantung ( bradikardia,
takikardia yang diselingi disritmia )
4) Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku kepribadian ( terang atau
dramatis ) Tanda : cemas mudah tersinggung , delirium,
agitasi, bingung, depresi dan impulsive
5) Eliminasi
Gejala : inkontinensia kandung kemih / usus atau
mengalami gangguan fungsi
6) Nyeri dan kenyamanan
1.3.2 intervensi keperawatan
Berdasarkan perencanaan keperawatan merupakan tahap ketiga dalam proses
keperawatan. Diharapkan perawat mampu memprioritaskan masalah,
merumuskan tujuan/hasil yang diharapkan, memilih intervensi yang paling
tepat, menulis dan mendokumentasikan rencana keperawatan. Prioritas
pertama di artikan bahwa masalah ini perlu mendapat perhatian, karena dapat
mempengaruhi status kesehatan pasien secara umum dan memperlambat
penyelesaian masalah yang lain. dengan cedera kelapa ringan (CKR), tiga (3)
masalah keperawatan yang berurutan sesuai dengan prioritas masalah
keperawatan yaitu ketidakefektifanperfusi jaringan serebral, nyeri akut dan
hambatan mobilitas fisik. (Rohmah&Walid,2012)

1.3.3 Implementasi

adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon pasien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta
menilai data yang baru (Rohmah&Walid, 2012)

33
Implementasi menurut teori adalah mengidentifikasi bidang bantuan
situasi yang membutuhkan tambahan beragam mengimplementasikan
intervensi keperawatan dengan praktik terdiri atas keterampilan kognitif,
interpersonal dan psikomotor (tekhnis). Dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien cedera cedera kepala, pada prinsipnya adalah
menganjurkan pasien untuk banyak minum, mengobservasi tanda-tanda vital,
mengawasi pemasukan dan pengeluaran cairan, mengajarkan Teknik relaksasi
untuk mengatasi nyeri.

Mendokumentasikan semua tindakan keperawatan yang dilakukan ke


dalam catatann keperawatan secara lengkap yaitu: jam, tanggal, jenis tindakan,
respon pasien dan nama lengkap perawat yang melakukan tindakan
keperawatan.

1.1.4 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Rohmah&Walid,2012)
Menurut teori evaluasi adalah tujuan asuhan keperawatan yang
menentukan apakah tujuan ini telah terlaksana, setelah menerapkan suatu
rencana tindakan untuk meningkatkan kualitas keperawatan, perawat harus
mengevaluasi keberhasilan rencana penilaian atau evaluasi diperoleh dari
ungkapan secara subjektif oleh klien dan objektif didapatkan langsung dari
hasil pengamatan.

34
BAB II
PENGKAJAN KEPERAWATAN

35
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Willy. 2018. Metode Penelitian Terpadu Sistem Informasi, Pemodelan


Teoretis, Pengkuran dan Pengujian Statistis. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.
Judha, M. 2011. Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Mansjoer, Arif. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapis.
Margareth, T.H. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Muttaqin, A. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Setiadi.2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi AsuhanK eperawatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sjahrir, Hasan. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo. Jojgakarta: Pustaka Cendekia
Press.
Swasanti, N. 2014. Pertolongan Pertama Pada Kedaruratan P3K. Yogyakarta:
KATAHATI.
Wijaya, A.S. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Unkwon. 2017. Laporan Pendahuluan Cedera Kepala.
http://gudangkasusku.blogspot.com/2017/05/laporan-pendahuluan-cedera-
kepala.html?m=1. Diakses tanggal 07/08/2019.

36
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

Jl. Beliang No.110 Telp/Fax (0536) 3227707

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Nama Mahasiswa : Yessi


Nim : 2019.c.11a.1071
Ruang Praktek :
Tanggal Praktek : 30 juli 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : 30juli 2021 08-00 wibe
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.A
Umur : 62 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Tanah Datar
Tgl MRS :
Diagnosa Medis : Cedera Kepala Ringan

B. RIWAYAT KESEHATAN/PERAWATAN
1. Keluhan Utama :

Pasien datang ke IGD Dr. Achmad Mocthar Bukittinggi pada tanggal 30 juni 2021 dengan
keluhan hidung berdarah, telinga berdarah, pasien sempat pingsan saat kecelakaan,
bengkak di belakang kepala bagian kanan, lecet di batang hidung.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Riwayat kesehatan sekarangPada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 30 Juni 2021,

37
pasien mengatakan sudah hari ke 6 dirawat di ruang ambun suri lantai 2, pasien
mengatakan nyeri pada bagian kepala belakang. nyeri seperti di tusuk-tusuk. Skala nyeri
4, pasien mengatakan tidak ada mandi selama dirawat di RS, rambut pasien tampak kotor
ditandai dengan adanya ketombe, mulut dan gigi pasien kotor ditandai dengan mulut
berbau dan telinga pasien tampak kotor ditandai dengan adanya serumen, pasien
mengatakan badan terasa lemas, pasien mengatakan BB sebelum sakit 57 kg dan Lingkar
lengan atas 2,35 cm, pasien mengatakan nafsu makan menurun dan menghabiskan porsi
makan sebanyak ½ saja, pasien mengatakan tidur tidak nyenyak, mata pasien tampak
cekung, Tidur siang selama 3-5 jam, sedangkan malam hari hanya 2-4 jam karena nyeri
pada kepala bagian belakang tersebut sering dirasakan pada malam hari.

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya ( Riwayat Penyakit dan Riwayat Operasi )


Keluarga pasien mengatakan pernah dirawat sebelumnya di RS.Yarsi Padang Panjang 5 bulan
yang lalu dengan diagnosa asam lambung

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan pasien, baik itu penyakit kronik seperti jantung, ginjal, DM, stroke dan lain-lain.

GENOGRAM KELUARGA

: laki laki
: Perempuan
: Klien
--------- : Tinggal serumah
: Meninggal

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : compos metis
2. Status Mental :
a. Tingkat Kesadaran : sedang

38
b. Ekspresi Wajah : meringis
c. Bentuk badan : normal
d. Cara berbaring/bergerak : bergerak aktif
e. Bicara : aktif
f. Suasana Hati : sedih
g. Penampilan : rapi
h. Fungsi kognitif : :

 Orientasi Waktu : pasien bisa mengenal pagi,siang dan malam


 Orientasi Orang : pasien bisa mengenal keluarga atau orang lain
 Orientasi Tempat : pasien bisa mengetahui diaman tempat dimana berada sekarang
i. Halusinasi : Dengan / Akustik Lihat / Visua

Lainnya...........................
j. Proses Berfikir : Blocking Cricumstansial
Flight oh ideas
Lainnya ............................
k Insight : Baik Mengingkari
Menyalahkan Orang lain
l. Mekanisme Pertahanan Diri Adaftip Mal Adaftip
m. Keluhan Lainnya :
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
3. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T :36 0 C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR :80 x/Menit
c. Pernapasan/RR : 22 x/Menit
d. Tekanan Darah/BP :120/70 mmHg

4. PERNAPASAN (BREATHING)
Bentuk Dada : …………………………
Kebiasaan merokok : ………………. Batang/hari
Batuk, sejak ………………….
Batuk darah, sejak ……………
Sputum, warna ……………….
39
Sianosis
Nyeri dada
Dyspnoe Orthopnoe Lainnya ……………………..
Sesak nafas Saat inspirasi Saat aktivitas Saat istirahat
Type Pernafasan Dada Perut Dada dan perut
Kusmaul Cheyne-stokes Biot
Lainnya ………………………………………
Irama Pernafasan Teratur Tidak teratur
Suara Nafas Vesikuler Bronchovesikuler
Bronchial Trakeal
Suara Nafas tambahan Wheezing Ronchi kering
Ronchi basah (rales) Lainnya ……………….
Keluhan lainnya : .......……………………………………................................
Masalah Keperawatan :tidak ada masalah keperawatan

5. CARDIOVASCULER ( BLEEDING )
Nyeri dada Kram kaki Pucat
Pusing/sinkop Clubing finger Sianosis
Sakit Kepala Palpitasi Pingsan
Capillary refill > 2 detik < 2 detik
Oedema : Wajah Ekstrimitas atas
Anasarka Ekstrimitas bawah
Asites, lingkar perut ………………….Cm
Ictus Cordis Terlihat Tidak Melihat
Vena Jugularis Tidak Meningkat Meningkat
Suara Jantung Normal, …………………….
Ada kelainan ………………………………………...................
Keluhan Lainnya : ……………………………………………………………..............
..........................................................................................................
Masalah : .........................................................................................................
.........................................................................................................

40
6. PERSYARAFAN (BRAIN)
Nilai GCS : E (4) : …………………………………….
V (5) : …………………………………….
M (6) : …………………………………….
Total Nilai GCS (15) : .....................................................................
Kesadaran : Compos Menthis Somnolent Delirium
Soporus Coma Sulit dinilai
Pupil : Isokor Anisokor
Midriasis Meiosis

Refleks Cahaya : Kanan Positif Negatif


Kiri Posistif Negatif

Nyeri, lokasi …………………………….


Vertigo Gelisah Aphasia Kesemutan
Bingung Disarthria Kejang Tremor
Pelo

Uji Syaraf Kranial :


Nervus Kranial I: (olfaktorius)Penghidu
Nervus Kranial II : (Optikus) penglihatan
Nervus Kranial III: (Okulomotoris) Pergerakan mata ke dalam, ke atas, elevasi alis, mata
kontraksi pupil, reaksi bersamaan
Nervus Kranial IV: (Trokhlearis)Pergerakan mata ke bawah, keluar
Nervus Kranial V: (Trigeminus) Mengunyah, sensasi wajah, kulit, kepala, dan gigi)
Nervus Kranial VI: (Abdusen) Pergerakan mata lateral
Nervus Kranial VII: (Facialis) Ekspresi Wajah
Nervus Kranial VIII : (Akustikus) Pendengaran dan keseimbangan
Nervus Kranial IX : (Glosofaringeus) Menelan, Pengecapan
Nervus Kranial X : (Vagus) Menelan Berbicara
41
Nervus Kranial XI : (Asesoris) Pergerakan bahu, rotasi kepala
Nervus Kranial XII: (Hipoglosus) Pergerakan Lidah
Uji Koordinasi :
Ekstremitas Atas : Jari Ke Jari Positif Negatif
Jari Ke Hidung Positif Negatif
Ekstremitas Bawah : Tumit Ke Jempol Kaki Positif
Negatif
Uji Kestabilan Tubuh : Positif Negatif
Refleks :
Bisep : Kanan +/- Kiri +/- Skala............... Trisep :
Kanan +/- Kiri +/- Skala................ Brakioradialis
Kanan +/- Kiri +/- Skala................ Patella
Kanan +/- Kiri +/- Skala................ Akhiles
Kanan +/- Kiri +/- Skala................ Refleks Babinski
Kanan +/- Kiri +/-
Refleks Lainnya : ........................................................................................................
Uji Sensasi : ........................................................................................................
Keluhan Lain :
…………………………………………………………………….…………………………………
………………………………….…………………………………………………………………....
Masalah Keperawatan :
…………………………………..........................................................................................................
7. ELIMINASI URI (BLADDER) :
Produksi Urin : cc x/hr
Warna :
Bau :
Tidak ada masalah/lancar Menetes Inkotinen
Oliguri Nyeri Retensi
Poliuri Panas Hematuri
Dysuri Nocturi
Kateter Cystostomi

42
Keluhan Lainnya :
…………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………..................................................
..............................................................................................................................................................
Masalah Keperawatan :
…………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………......
8. ELIMINASI ALVI (BOWEL) :
Mulut dan Faring
Bibir : ………………………………………………………………………………..
Gigi : ………………………………………………………………………………..
Gusi : ………………………………………………………………………………..
Lidah : ………………………………………………………………………..
Mukosa : ………………………………………………………………………………..
Tonsil : ………………………………………………………………………………..
Rectum :
Haemoroid :
BAB : ………… x/hr Warna :…………. Konsistensi : …………………
Tidak ada masalah Diare Konstipasi Kembung
Feaces berdarah Melena Obat pencahar Lavement

Bising usus : ………………………….


Nyeri tekan, lokasi : …………………….........
Benjolan, lokasi : ……………………….....
Keluhan Lainnya :
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
Masalah Keperawatan :
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………

9. TULANG – OTOT – INTEGUMEN ( BONE )

43
Kemampuan pergerakan sendi Bebas Terbatas
Parese/lemah, lokasi …………………………………………
Paralise/paraplegia/lumpuh, lokasi ……………………………………….
Hemiparese, lokasi ……………………………………………………….
Nyeri, lokasi ………………………………………….
Bengkak, lokasi ………………………………………
Kekakuan,Lokasi .........................................................
Flasiditas .....................................................................
Spastisitas, Lokasi .......................................................
Ukuran Otot Simetris
Atropi
Hipertropi
Kontraktur
Malposisi
Uji Kekuatan otot : Ekstrimitas Atas………… . Ekstrimitas
Bawah…………………
Deformitas tulang, lokasi ……………………………….
Peradangan, lokasi ………………………………………
Perlukaan, lokasi ………………………………………..
Patah tulang, lokasi ……………………………………..
Tulang Belakang Normal Skoliosis
Kifosis Lordosis

10. KULIT – RAMBUT - KUKU


Riwayat Alergi Obat ………………………………………………………..
Makanan ……………………………………………………
Kosametik ………………………………………………….
Lainnya ……………………………………………………..
Suhu Kulit Hangat Panas Dingin
Warna kulit Normal Sianosis/biru Ikterik/kuning
Putih/pucat Coklat tua/hyperpigmentasi

44
Turgor Baik Cukup Kurang
Tekstur Halus Kasar
Lesi : Macula, lokasi …………………………
Pustula, lokasi …………………………
Nodula, lokasi …………………………
Vesikula, lokasi …………………………
Papula, lokasi …………………………
Ulcus, lokasi …………………………….
Jaringan Parut, lokasi ……………………………………………………….....................
Tekstur rambut : ………………………………………………………..
Distribusi rambut : ……………………………………………………..
Bentuk kuku Simetris Irreguler
Clubbing Finger Lainnya ……………….
Masalah Keperawatan :
…………………………………………….…………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………….

11. SISTEM PENGINDRAAN


a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan : Berkurang Kabur Ganda Buta/gelap
Gerakan bola mata Bergerak normal Diam Bergerakspontan/nistagmus
Visus : Mata Kanan (VOD) : …………………………….
Mata Kiri (VOS) : …………………………….
Sclera : Normal/putih Kuning/ikterus
Merah/hifema
Konjunctiva Merah muda Pucat/anemic
Kornea Bening Keruh
Alat Bantu Kacamata Lensa kontak Lainnya ………….
Nyeri : ….……………………………………………………………………...
Keluhan Lain : …………………………………………………………………………
Masalah : ………………………………………………………………………….
b. Telinga/Pendengaran :
Fungsi Pendengaran : Berkurang Berdengung Tuli
45
c. Hidung/Penciuman :
Bentuk : Simetris Asimetris
Lesi
Patensi
Obstruksi
Nyeri tekan sinus
Transluminasi
Cavum Nasal Warna ………………….. Integritas ………………..
Septum nasal Deviasi Perforasi Peradarahan
Sekresi, warna …………………
Polip Kanan Kiri Kanan dan kiri
Masalah Keperawatan :
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..

12. LEHER DAN KELENJAR LIMFE


Massa Ya Tidak
Jaringan Parut Ya Tidak
Kelenjar limfe Teraba Tidak teraba
Kelenjar Tyroid Teraba Tidak teraba
Mobilitas leher Bebas Terbatas

13. SISTEM REPRODUKSI


a. Reproduksi Pria
Kemerahan, Lokasi : …………………………........
Gatal-gatal, lokasi : …………………………........
Gland Penis : ……………………………….
Maetus Uretra : …………………………….....
Discharge , warna : ………………………….........
Srotum : ……………………………….
Hernia : ……………………………….
Kelainan : ……………………………………………………………………..

46
..........................................................................................................
Keluhan lain : ……………………………………………………………………..
..........................................................................................................
b. Reproduksi Wanita
Kemerahan, lokasi : ………............………….....…………
Gatal-gatal, lokasi : ............……………….....……………
Perdarahan : …………………….....………………
Flour Albus : ……………….......…………………..
Clitoris : ……………………………………….
Labia : ……………………………………….
Uretra : ………………………………………..
Kebersihan : Baik Cukup Kurang
Kehamilan : ………….............………. minggu
Taksiran Partus : ……………………...……
Lainnya : ......................................................................................................
Payudara :
Simetris Asimetris
Sear Lesi
Pembengkakan Nyeri tekan
Puting : Menonjol Datar Lecet Mastitis
Warna areola …………………………………………..
ASI Lancar Sedikit Tidak keluar
Keluhan Lainnya : ……………………………………………………………………….............
Masalah keperawatan :
………………………………........................................................................................................
……………………………………………………………………………………………………

D. POLA FUNGSI KESEHATAN

1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :


……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………

47
………………………………………………….............................................................................
.........................................................................................................................................................

2. Nutrisi dan Metabolisme


TB : Cm
BB Sekarang : Kg
BB Sebelum sakit : Kg
Diet :
Biasa Cair Saring Lunak
Diet Khusus :
Rendah Garam Rendah Kalori TKTP
Rendah Lemak Rendah Purin Lainnya ………………
Mual Muntah ……….. kali/hari
Kesukaran menelan Ya Tidak
Keluhan Lainnya : ……………………………………………………………………....................

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekeunsi/hari
Porsi
Nafsu makan
Jenis Makanan
Jenis Minuman
Jumlah minuman/cc/24 jam
Kebiasaan Makan
Keluhan/masalah
Masalah Keperawatan :
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………........................................
…………………………………

3. Pola istirahat dan tidur :


………………………………………………………………………………….
……………………..
……………………………………………………………………………………………….........
48
.........................................................................................................................................................
...................................
Masalah Keperawatan :
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………...............................
…………………………………….

4. Kognitif :
………………………………………………………………………………….………………..
…………………………………………………………………………………………………….
.........................................................................................................................................................
.........................................
Masalah Keperawatan :
………………………………………………………………………………………………………

5. Konsep Diri :
Gambaran Diri : …………………………………………………………………………………..
Ideal Diri : …………………………………………………………………………………..
Identitas Diri : …………………………………………………………………………………..
Harga Diri :
…………………………………………………………………………………..
Peran : …………………………………………………………………………………..
Masalah Keperawatan :
……………………………………………………………………………………………………….

6. Aktivitas Sehari-hari :
………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………
……………….................................................................................................................................
.............................
Masalah Keperawatan
…………………………………………………………………………………………………….

7. Koping-Toleransi terhadap Stress

49
………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………
……………….................................................................................................................................
.............................
Masalah Keperawatan:
……………………………………………………………………………….……………………

8. Nilai-Pola Keyakinan
………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………
……………….................................................................................................................................
.............................

Masalah Keperawatan:
……………………………………………………………………………….……………………

E. SOSIAL – SPIRITUAL.
1. Kemampuan berkomunikasi :
………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………
……………….................................................................................................................................
.............................
2. Bahasa sehari-hari :
………………………………………………………….................................................................
.........................................................................................................................................................

3. Hubungan dengan Keluarga :


.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
…………………………………….................................................................................................

4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :


………………………………………………………………………………………………..
..................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................

50
5. Orang berarti/terdekat :
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………

6. Kebiasaan menggunakan waktu luang :


………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….

7. Kegiatan beribadah :
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................

F. DATA PENUNJANG ( RADIOLOGIS. LABORATORIUM, PENUNJANG LAIN)

Pemeriksaan Tanggal 28-11-2016

No Parameter Hasil Nilai Normal


1 WBC

Pemeriksaan Tanggal 30-11-2016

No Parameter Hasil Nilai Normal


1 WBC

Hasil Pemeriksaan

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

51
Obat/Terapi Medis Dosis Indikasi Kontraindikasi
1. 500cc/24jam
2. 2x1 A

Palangka Raya…………………………………

Mahasiswa,

(…………………………………………..)

52
ANALISIS DATA

NO DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH

DS : pasien mengatakan nyeri pada kepala bagaian belakang

pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk -tusuk

DO : pasien tampak meringis

Skala nyeri 4

TD : 120/70 mmHg

DS : pasien mengatakan belom ada mandi selama dirawat di RS


DO : rambut pasien tampak kotor ditandai dengan adanya ketombe
Gigi dan mulut pasien tampak kotor ditandai dengan mulut berbau
Telinga pasien tampak kotor ditandai dengan adanya serumen

Nyeri akut
Agen pecendra fisik

Deficit
perwat
Kelemahan
an diri
PRIORITAS MASALAH
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien :

Ruang Rawat :

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional


Nyeri akut b.d pencedera fisiki Setelah dilakukan intervensi Observasi :
d.d tampak meringis keperawatan selama 1x24 jam, maka  Identifikasi skala nyeri
Setelah dilakukan intervensi
nyeri akut membaik dengan kriteria  Identifikasi respon nyeri non verbal
hasil:  Identifikasi faktor
yang memperberat
1. Keluhan nyeri menurun dan memperingan
2. Meringis menurun nyeri
3. Gelisah menurun
Teraupetik :
4. Kesulitan tidur  Berikan teknik
menurun nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi :
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

Setelah dilakukan intervensi


keperawatan selama 1x24 jam maka
Defisit perawatan diri b.d defisit perawatan diri membaik
dengan kriteria hasil :
kelemahan d.d tidak Observasi :
1. Kemampuan
mampu  Identifikasi
mandi meningkat
mandi/mengenakan kebiasaan aktivitas
2. Kemampuan
pakaian ke toilet/ berhias perawatan diri sesuai
mengenakan pakaian
secara mandiri usia
meningkat
 Monitor tingkat kemandirian
3. Kemampuan
makan meningkat
Teraupetik :
4. Kemampuan toilet
 Sediakan
(BAB/BAK)
lingkungan yang
meningkat
teraupetik
 Damping dalam
melakukan
perawatan diri
sampai mandiri

Edukasi :

 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/Tangga Tanda Tangan


l Implementasi Evaluasi (SOAP) Dan Nama
Jam Perawat
30/juli/2021 Observasi : S:
 Mengidentifikasikan skala nyeri  Pasien mengatakan nyeri pada kepala bagian
 Mengidentifikasikan respon nyeri non verbal belakang sebelah kanan sedikit berkurang
 Mengidentifikasikan factor yang memperberat dan  Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk- tusuk
memperingan nyeri O:
Terapeutik :  Pasien tampak meringis karena nyeri. Skala
 Memberikan Teknik non farmkologis untuk
mengurangi rasa nyeri yairu dengan cara Teknik Tarik
nyeri 4
nafas dalam A: Masalah belum teratasi
 Memfasilitaskan istirahat dan tidur P : Intervensi dilanjutkan
Edukasi :
 Menjelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
 Menjelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi :
 Mengkolaborasikan pemebrian analgetik jika perlu

Anda mungkin juga menyukai