Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUA

DI RSUP Dr. M. Djamil Padang

CIDERA KEPALA

TRAUMA CENTER

Disususn Oleh:

Cindy Novrita Malkam, S.Kep

2114901007

Profesi Ners

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING AKADEMIK

(Ns.Revi Neini Ikbal, M.Kep) (Ns, WilladyRasyid, M.Kep,Sp.Kep.M.B)

PEMBIMBING KLINIK

(Ns. Yola Febrianti, S.Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NER

STIKES ALIFAH TAHUN 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah  SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga,
tugas ini dapat diselesaikan tanpa suatu halangan yang amat berarti. Tanpa pertolongannya mungkin
dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini.
Laporan pendahuluan ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “CEDERA
KEPALA Penyusun menyadari bahwa laporan pendahulusn ini kurang dari sempurna, untuk itu
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen pembimbing maupun teman-teman
atau pembaca agar pendahuluan ini ini dapat lebih sempurna..
Semoga  laporan pendahuluan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca, dan semoga dengan adanya tugas ini Allah SWT senantiasa meridhoinya dan akhirnya
membawa hikmah untuk semuanya.

Padang, Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................

A. Latar Belakang...................................................................................
B. Tujuan................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS.................................................................
A. Pengertian.........................................................................................2

B. Patofisiologi.....................................................................................4

C. Manifestasi klinis ............................................................................8

D. Klasifikasi cidera kepala..................................................................8

E. Pemeriksaan penunjang..................................................................10

F. Komplikasi cidera kepala...............................................................10

G. Pencegahan cidera kepala...............................................................11

H. Penatalaksaan ................................................................................12

I. Woc ...............................................................................................13

BAB III ASKEP TEORITIS...................................................................15

A. Pengkajian......................................................................................15

B. Diagnosa keperawatan...................................................................19

C. Intervensi........................................................................................19

BAB IV PENUTUP......................................................................................

A. Kesimpulan....................................................................................26
B. Saran ..............................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala (trauma kepala) adalah masalah pada struktur kepala akibat

mengalami benturan yang berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak.

Masalah ini dapat berupa luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan,

patah tulang tengkorak, atau gegar otak (Dash, H. 2018).

Menurut lokasi trauma, cedera kepala dapat dibagi menjadi trauma kulit

kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala yang paling sering terjadi dan

menyebabkan penyakit neurologhik yag cukup serius diakibatkan oleh kecelakaan

di jalan raya. Risiko utama pasien dengan cedera kepala adalah kerusakan otak

akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan

memnyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Smeltzer dan Bare, 2015).

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian cedera kepala.

2. Untuk mengetahui patafisiologi cedera kepala

3. Untuk mengetahui manifestasi klnis cedera kepala.

4. Untuk mengetahui klasifikasi cedera kepala.

5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang cedera kepala.

6. Untuk mengetahui komplikasi cedera kepala.

7. Untuk mengetahui penanganan cedera kepala.

8. Untuk mengetahui penatalaksanaan cedera kepal

9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis Cedera kepala.

1
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Cedera kepala (trauma kepala) adalah masalah pada struktur kepala akibat

mengalami benturan yang berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak.

Masalah ini dapat berupa luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak, perdarahan,

patah tulang tengkorak, atau gegar otak (Dash, H. 2018).

Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang

disebabkan oleh trauma. Hal ini dapat terjadi disertai atau tanpa kerusakan otak.

Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat.

Fraktur tengkorak diklasifikasikan menjadi terbuka dan tertutup. Jika terjadi fraktur

tengkorak terbuka dipastikan lapisan duramater otak rusak, namun jika fraktur

tengkorak tertutup, duramater kemungkinan tidak rusak (Smeltzer dan Bare, 2015).

Menurut tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga (Smeltzer

dan Bare, 2015) antara lain :

1. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)

a. Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, orientatif, atentif)

b. Tidak kehilangan kesadaran

c. Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang

d. Pasien dapat mengeluh pusing dan nyeri kepala

e. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, dan hematoma kulit kepala

f. Tidak ada kriteria cedera sedang atau berat

2
2. Cedera kepala sedang (kelompok risiko sedang)

a. Skor skala koma Glasgow 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

b. Konkusi

c. Amnesia pasca trauma

d. Muntah

e. Tanda kemungkinan fraktur kranium

f. Kejang

3. Cedera kepala berat (kelompok risiko berat)

a. Skor skala koma Glasgow 3-8 (koma)

b. Penurunan derajat kesadaran secara progresif

c. Tanda neurologis fokal

d. Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium

1. Trauma tajam

Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah yang menyebabkan robeknya

otak. Misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

2. Trauma tumpul

Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya

3. Cedera akselerasi

Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan

maupun yang bukan pukulan.

3
4. Kontak benturan. Biasanya terjadi karena suatu benturan atau tertabrak suatu

obyek.

5. Kecelakaan lalu lintas

6. Jatuh

7. Kecelakaan kerja

8. Serangan yang disebabkan karena olahraga

9. Perkelahian

(Smeltzer dan Bare, 2015).

B. Patofisiologi

Cedera kepala yang terjadi waktu benturan, memungkinkan terjadinya

memar pada permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan

terjadi kemampuan autoregulasi cerebral yang menyebabkan hiperemia.

Peningkatan salah satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat

membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi dalam otak, sehingga

lesi akan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus meningkat akibatnya

tekanan dalam ruang kranium juga akan meningkat. Maka terjadilah penurunan

aliran darah dalam otak dan perfusi jaringan yang tidak adekuat, sehingga terjadi

masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat dapat

menimbulkan vasodilatasi dan edema otak. Edema akan menekan jaringan saraf

sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial (Smeltzer dan Bare, 2015).

Dampak edema jaringan otak terhadap sistem tubuh lain (Smeltzer dan

Bare, 2015), antara lain :

1. Sistem Kardiovaskuler

Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung

4
mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan

edema paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan

gelombang T, P dan disritmia, vibrilisi atrium serta ventrikel takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, di

mana penurunan tekanan vaskuler pembuluh darah arteriol berkontraksi.

Aktivitas miokardium berubah termasuk peningkatan frekuensi jantung dan

menurunnya stroke work di mana pembacaan pembacaan CVP abnormal.

Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan

kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan curah

jantung dan meningkatkan atrium kiri, sehingga tubuh akan berkompensasi

dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan

tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

2. Sistem Respirasi

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau

hipertensi paru menyebabkan hiperapneu dan bronkho kontriksi. Terjadinya

pernafasan chynestoke dihubungkan dengan adanya sensitivitas yang

meningkat pada mekanisme terhadap karbondioksida dan episode pasca

hiperventilasi apneu. Konsenterasi oksigen dan karbondioksida dalam darah

arteri mempengaruhi aliran darah. Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah

bertambah karena terjadi vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan

karbondioksida akan menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi

dan penurunan CBF (Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida

bertambah akibat gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan asidosis

dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan penambahan CBF yang

kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK.

5
Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio

otak terjadi robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang

mengandung protein yang berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial

otak normal tidak didapatkan. Edema otak terjadi karena penekanan

pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak ini dapat menyebabkan

kematian otak (iskemia) dan tingginya TIK yang dapat menyebabkan

terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula oblongata. Akibat

penekanan pada medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia dimana

ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak efektif.

3. Sistem Genito-Urinaria

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu

kecenderungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen.

Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap

hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.

Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi

retensi cairan dan natrium.

4. Sistem Pencernaan

Setelah trauma kepala terdapat respon tubuh yang merangsang

aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung

untuk terjadi hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk

mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk

menangani edema serebral, namun pengaruhnya terhadap lambung adalah

terjadinya peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan

hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya peningkatan

pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi

6
produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan

menyebabkan perdarahan lambung.

5. Sistem Muskuloskeletal

Akibat utama dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan

tubuh. Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan

pada area motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control volunter

terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan kehidupan

sehari–hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur.

Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2

kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada

bagian posterior lobus frontalis yang disebut girus presentral atau “strip

motorik“. Di sini kedua bagian saraf itu bersinaps dengan kelompok neuron-

neuron motorik bawah yang berjalan dari batang otak atau medulla spinalis

atau otot-otot tertentu. Masing-masing dari kelompok neuron ini

mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan. Sehingga pasien akan

menunjukan gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini cedera.

Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang

otak, terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter.

Terdapat gangguan tonus otot dan penamilan postur abnormal, yang pada

saatnya dapat membuat komplikasi seperti peningkatan saptisitas dan

kontraktur.

7
C. Manifestasi Klinis

1. Cedera kepala ringan

a. Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian

besar pasien mengalami penyembuhan total dalam jam atau hari

b. Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau perasaannya

berkurang dan cemas,kesulitan belajar dan kesulitan bekerja.

2. Cedera kepala sedang

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan

bahkan koma

b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit

neurologik, perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan

pendengaran, disfungdi sensorik, kejang oto, sakit kepala, vertigo dan

gangguan pergerakan

(Smeltzer & Bare, 2015).

3. Cedera kepala berat

c. Amnesia dan tidak dapat lagi mengingat peristiwa sesaat sebelum dan

sesudah terjadinya penurunan kesehatan.

d. Pupil tidak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya cedera terbuka,

fraktur tengkorak dan penurunan neurologik

(Smeltzer & Bare, 2015).

8
D. Klasifikasi Cedera Kepala

Ada banyak istilah yang digunakan untuk menggunakan atau mengklasifikasikan pasien

dengan cidera kepala antara lain:  

1. Terbuka 

Cidera kepala terbuka berarti pasien mengalami lasersi kulit kepala seperti halnya

peluru menembus otak.

2. Tertutup 

Dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan dengan edema serebral yang

luas  bisa diakibatkan karena adanya benturan. Cedera kepala tertutup terdiri dari:

1. Kontusio  serebral : Merupakan gambaran area otak yang mengalami memar,

umumnya pada permukaan dan terdiri dari area hemoragi kecil-kecil yang tersebar

melalui substansi otak pada daerah tersebut, tanda gejalanya seperti defisit neurologis

vokal, edema serebral. Hal ini menimbulkan efek peningkatan TIK.

2. Hematoma Epidural : Merupakan suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang

tengkorak bagian dalam dan lapisan meningen paling luar (durameter). Hematom ini

terjadi karena robekan arteri meningeal tengah dan arteri meningeal frontal. Kasus ini

biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak.

3. Hematoma Subdural : Merupakan akumulasi darah dibawah lapisan meningeal

durameter dan diatas lapisan araknoid yang menutupi otak. Hal ini disebabkan karena

adanya robekan permukaan vena atau pengeluaran kumpulan darah vena (sinus).

4. Hematoma intrakranial : Merupakan pengumpulan darah 25ml atau lebih dalam

parenkim otak. Dari hasil radiologi sulit dibedakan antara kontusio otak dengan

perdarahan dalam substansi otak. Biasanya terjadi pada fraktur depresi tulang

tengkorak atau cedera penetrasi peluru.

Cedera kepala menurut Gaslow Coma Skala

9
1. Cedera kepala ringan : CGS : 13-15, Tidak ada konklusi, pasien dapat mengeluh nyeri

kepala dan pusing, pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala.

2. Cedera kepala sedang : CGS : 9-12, konkusi, amnesia pasca trauma, muntah, tanda

fraktur tengkorak, kejang.

3. Cedera kepala berat : GCS : kurang atau samadengan 8, penurunan derajat kesadaran

secara progresif, Tanda neurologist fokal.

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut (Smeltzer & Bare, 2015) adalah :

1. CT-Scan

Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.

2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Menggunakan medan magnetik kuat dan frekuensi radio. Bila bercampur

gelombang yang dipancarkan tubuh, akan menghasilkan citra MRI yang dapat

digunakan unutk mendiagnosis tumor, infark atau kelainan lain di pembuluh

darah.

3. Angiografi serebral

Untuk menunjukkan kelainan lain sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan

otak akibat edema, pendarahan trauma. Digunakan untuk mengidentifikasi dan

menentukan kelainan serebral vaskuler.

F. Komplikasi Cedera Kepala

Jika tidak ditangani dengan baik, penderita cedera kepala sedang hingga berat

sangat rentan mengalami komplikasi, baik sesaat setelah trauma atau beberapa

minggu setelahnya. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi menurut (Dash, H.

2018) :

1. Penurunan kesadaran

10
2. Vertigo

3. Kejang berulang atau epilepsi setelah trauma

4. Kerusakan saraf dan pembuluh darah

5. Stroke

6. Infeksi, seperti meningitis

7. Penyakit degenerasi otak, seperti demensia, penyakit Alzheimer, dan penyakit

Parkinson.

G. Pencegahan Cedera Kepala

Pencegahan cedera kepala dapat dilakukan dengan langkah-langkah menurut (Dash, H.

2018) adalah :

1. Menggunakan alat pengaman saat berolahraga.

2. Selalu menggunakan alat keselamatan, seperti helm atau pelindung kepala, jika

bekerja di lingkungan yang berisiko menimbulkan cedera kepala.

3. Memasang pegangan besi di kamar mandi dan di samping tangga untuk mengurangi

risiko terpeleset.

4. Memastikan lantai selalu kering dan tidak licin.

5. Memasang penerangan yang baik di seluruh bagian rumah.

6. Memeriksa kondisi mata secara rutin, terutama jika mengalami gejala gangguan

penglihatan, seperti buram atau penglihatan berbayang

Anak-anak juga rentan mengalami cedera kepala saat bermain. Berikut adalah langkah-

langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk mencegahnya:

1. Mengunci pintu rumah saat tidak ada pengawas.

2. Memasang tralis jendela, khususnya jika Anda tinggal di rumah tingkat.

3. Meletakkan keset kering di depan pintu kamar mandi agar tidak terpeleset.

4. Mengawasi anak dan memastikan mereka bermain dengan aman

11
H. Penatalaksanaan

1. secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan stress berat kepala ialah

sebagai berikut: observasi 24 jam .

2. jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. makanan atau cairan,

pada stress berat ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus dextrosa 5 %,

amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian

diberikan makanan lunak.

3. berikan terapi intravena bila ada indikasi. 

4. pada anak diistirahatkan atau tirah baring.

5. terapi obat-obatan. 

 dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, takaran sesuai

dengan berat ringanya trauma. 

 terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi. 

 pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40

% atau gliserol 10 %. .

 antibiotika yang mengandung barrier darah otak (p3enisillin) atau untuk infeksi

anaerob diberikan metronidasol. .

 pada stress berat berat. lantaran hari-hari pertama didapat penderita mengalami

penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-

hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer

dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. pada hari selanjutnya bila

kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 tktp). 

6. pembedahan bila ada indikasi.

12
(Smeltzer & Bare, 2015)

13
Gambar Cidera Kepala

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN

I. Identitas Klien

Nama klien, tempat/tanggal lahir, Dx medik, jenis kelamin, Status Kawin, agama,
pendidikan, alamat, tanggal masuk RS, dan Sumber Informasi
Identitas Keluarga Klien
Keluarga terdekat yang bisa dihubungi, nama pendidikan, pekerjaan dan alamat.
II. Keluhan utama

Biasanya pasien mengeluh nyeri pada luka infeksi dan biasanya bengkak.
III. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini di alami pasien dan sejak kapan
merasakan keluhan.
b. Riwayat kesehatan dahulu

Menggambarkan apakah pasien dulunya pernah mengalami penyakir penyakit yang


sama atau penyakit lainnya. Penting dikaji untuk menetukan apakah pasien
mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan untuk melawan infeksi
(misalnya diabetes mellitus
c. Riwayat kesehatan keluarga

Menggambarkan apakah ada salah satu dari anggota keluarga klien yang mengalami
riwayat penyakit sama atau penyakit lainnya seperti: DM, Hipertensi, Asma, TBC
dan lain-lain.

15
IV. Pemeriksaan fisik

1. Tanda-tanda vital

TD, N, S, RR
2. Pemeriksaan kepala

Inspeksi (I): biasanya bentuk kepala pasien simetris


Palpasi (P): biasanya tidak ada benjolan
3. Pemeriksaan mata

Inspeksi (I): biasanya konjunctiva anemis, sklera bewarna putih


4. Telinga

Inspeksi (I): biasanya bersih, sekret tidak ada


Tes bising (pendengaran) masih dalam keadaan normal
5. Hidung

Inspeksi (I): mulut bersih, keadaan gigi lengkap, tidak ada karies gigi
Palpasi (P): tidak ada masalah
6. Mulut dan tenggorokan

Inspeksi (I): mulut bersih, keadaan gigi lengkap, tidak ada karies gigi
Palpasi (P): tidak ada masalah
7. Leher

Inspeksi (I): simetris kiri dan kanan


Palpasi (P): tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
8. Thorak

Inspeksi (I): Biasanya dada berbentuk simetris


Pola nafas : Tidak ada masa
Perkusi : biasanya tidak ada edema
Auskultasi : tidak ada masalah
9. Paru

16
Inspeksi (I): biasanya pernafasan meningkat
Palpasi (P): pergerakan simetris
Perkusi (P): suara sonor, tidak ada redup
Auskultasi (A): suara nafas normal tidak ada wheezing atau suara tambahan
10. Jantung

Inspeksi (I): tidak tampak ictus jantung


Palpasi (P): nada meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi (A): Suara I dan II tunggal
11. Abdomen

Inspeksi (I): bentuk simetris dan datar


Palpasi (P): tugor baik
Perkusi (P): tidak ada nyeri tekan
Auskultasi (A): tidak ada bising usus biasanya normal ± 20kali/menit
12. Genetalia

Tidak ada pembesaran lymphe dan kesulitan BAB


13. Kulit

Biasanya pada selulitis kulit bermasalah dan bernanah


14. Ekstermitas

Inspeksi (I): adanya luka pada ekstermitas, kekuatan otot +/+


Palpasi (P): ada masalah
V. Pola nutrisi

Menggambarkan asupan nutrisi, ketidakseimbangan cairan elektrolit, kebiasaan makan,


frekuensi, nafsu makan dan pola makan.
VI. Pola eliminasi

Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, warna, konsentrasi, dan
bau.
VII. Pola tidur dan istirahat

17
Menggambarkan penggunaan waktu tidur dan waktu senggang, lama tidur, kebiasaan
tidur serta kesulitan tidur
VIII. Pola aktivitas dan latihan

Menggambarkan kegiatan dalam pekerjaan, olahraga, dan kegiatan di waktu luang


IX. Pola bekerja

Menggambarkan jenis pekerjaan, lama pekerjaan, dan jumlah jam kerja


X. Aspek psikologis

Menggambarkan pola pikir dan persepsi, persepsi dalam hubungan/komunikasi kebiasaan


seksual dan spiritual
XI. Informasi penunjang

Menggambarkan diagnosa medik, terapi pengobatan, dan pemeriksaan laboratorium,


rontgen, EKG, USG dan CT Scan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko perdarahan b.d trauma, riwayat jatuh

2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan ruangan untuk perfusi

serebral, sumbatan aliran darah serebral

3. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan persepsi/ kognitif, terapi

pembatasan/kewaspadaan keamanan, mis tirah baring , immobilisasi

4. Kerusakan memori

5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

6. Resiko kekurangan volume cairan

18
C. INTERVENSI

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

SLKI SIKI

1. Resiko perdarahan b/d Blood lose severenty Blood NIC

trauma, riwayat jatuh koagulation Bleeding Precautions

Kriteria Hasil 1. Monitor ketat tanda tanda

1. Tidak ada hematuria perdarahan

dan hematemesis 2. Catat nilai HB dan HT

2. Kehilangan darah sebelum dan sesudah

yang terlihat terjadinya perdarahan

3. Tekanan darah 3. Monitor nilai lab

dalam batas normal (koagulasi) yang meliputi

sistol dan diastole PT, PTT, trombosit

dalam batas normal 4. Monitor TTV ortostatik

5. Hindari mengukur suhu

lewat rectal

6. Hindari pemberian aspirin

dan anticoagulant

Bleeding Reduction

1. Indentifikasi penyebab

perdarahan

2. Monitor trend tekanan

darah dan parameter

19
hemodinamik (CVP,

pulmonary capillary/artery

wedge preassure

3. Monitor status cairan yang

meliputi intake dan output

4. Monitor penentu

pengiriman oksigen ke

jaringan (PaO2, SaO2 dan

level Hb dan cardiac

output)

5. Monitor nadi distal dari

area yang lukaatau

perdarahan

6. Instrusikan pasien untuk

menekan area luka pada

saat bersin atau batuk

7. Instruksikan pasien untuk

membatasi aktivitas

Bleeding reduction:

gastrointestinal

1. Observasi adanya darah

dalm sekresi cairan tubuh:

emesis, feses, urine,residu

20
lambung dan drainase luka

2. Resiko ketidakefektifan 1. Circulation status Peripheral Sensation Management

perfusi jaringan otak b.d 2. Tissue Prefusion (manajemen sensasi perifer)

penurunan ruangan untuk : celebral 1. Monitor adanya daerah

perfusi serebral, sumbatan Kriteria Hasil tertentu yang hanya peka

aliran darah serebral Mendemonstrasikan status terhadap panas/ dingin/

sirkulasi yang ditandai tajam/ tumpul

dengan 2. Monitor adanya paratese

1. Tekanan systole dan 3. Instruksikan keluarga

diastole dalam untuk mengobservasi kulit

rentang yang jika ada isi atau laserasi

diharapkan

2. Tidak ada ortostatik

hipertensi

3. Tidak ada tanda-

tanda peningkatan

tekanan intracranial

(tidak lebih dari 15

mmHg)

1. kesadaran membaik,

tidak ada gerakan-

gerakan involunter

21
3. Hambatan mobilitas fisik 1. Join movement : Exercise therapy : ambulation

b.d Kerusakan persepsi/ Active 1. Monitoring vital sign

kognitif, terapi 2. Mobility Level sebelum/sesudah latihan

pembatasan/kewas padaan 3. Self care : ADLs dan lihat respon pasien

keamanan, mis tirah 4. Transfer saat latihan

baring , immobilisasi performance 2. Konsultasikan dengan

Kriteria Hasil terapi fisik tentang rencana

1. Klien meningkat ambulasi sesuai dengan

dalam aktivitas fisik kebutuhan

2. Mengerti tujuan 3. Bantu klien untuk

dari peningkatan menggunakan tongkat saat

mobilitas berjalan dan cegah

3. Memverbalisasikan terhadap cedera

perasaan dalam 4. Ajarkan pasien atau tenaga

meningkatkan kesehatan lain tentang

kekuatan dan teknik ambulasi

kemampuan 5. Kaji kemmpuan pasien

berpindah dalam mobilisasi

4. Memperagakan 6. Latih pasien dalam

penggunaan alat pemenuhan kebutuhan

bantu untuk monilitas ADLs secara mandiri

(walker) sesuai kemampuan

7. Dampingi dan bantu

22
pasien saat mobilisasi dan

bantu penuhi kebutuhan

ADLs

8. Berikan alat bantu jika

klien memerlukan

9. Ajarkan pasien bagaimana

merubah posisi dan

berikan bantuan jika

diperlukan

4. Kerusakan memori 1. Tissue Perfusio Neurologi monitoring

Cerebral 1. Memantau ukuran pupil,

2. Acute Confusion bentuk, simetri dan

Level reaktivitas

3. Environment 2. Memantau tingkat

interpretation ksadaran

syndrome impaired 3. Memantau tingkat

Kriteria Hasil orientasi

1. Mampu untuk 4. Memantau tren Gaslow

melakukan proses Coma Scale

mental yang 5. Memonitor memori baru ,

kompleks rentang perhatian, memori

2. Orientasi kognitif : masa lalu, suasana hati,

mampu untuk mempengaruhi, dan

23
mengidentifikasi perilaku

orang, tempat, dan 6. Memonitor tanda-tanda

waktu secara akurat vital : suhu, tekanan darah,

3. Konsentrasi : mampu denyut nadi, dan

focus pada stimulus pernapasan

tertentu 7. Memonitor status

4. Ingatan (memori) : pernapasan ABG tingkat,

mampu untuk oksimetri pulsa,

mendapatkan kedalaman, pola, tingkat,

kembali secara dan usaha

kognitif dan 8. Memantau ICP dan CPP

menyampaikan 9. Memantau refleks kornea

kembali informasi 10. Memantau untuk gangguan

yang disimpan visual : diplopia,

sebelumnya nystagmus, pemotongan

5. Kondisi neurologis : bidang visual, penglihatan

kemampuan system kabur, dan ketajaman

saraf perifer dan visual

system saraf untuk 11. Catatan keluhan sakit

menerima, kepala

memproses dan

memberi respon

terhadap stimuli

24
internal dan

eksternal

6. Menyatakan mampu

mengingat lebih baik

25
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa Cedera kepala (trauma capitis)

adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang

mengakibatkan Luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak,

dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.

B. Saran

Semoga para yang membaca laporan pendahuluan ini bisa menjadikan pedoman

dalam pembuatan laporan pendahuluan dan saya juga menyadari masih banyak

kekurangan dalam laporan pendauluan ini maka dari itu saya menerima saran yang

mendukung untuk pembuatan laporan pendahuluan selanjutnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzzane C. dan Brenda G. Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Volume 3 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Dash, H. H., Chavali, S. (2018). Management of Traumatic Brain Injury Patients. Korean Journal

of Anesthesiology, 71 (1), pp. 12–21.

27

Anda mungkin juga menyukai