Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH MANAJEMEN KGD PADA ASKEP

TRAUMA KEPALA

Disusun Oleh :

NAMA : Ardiana Imroatul Afiya (4)

NIM : 920173052

KELAS : 3B

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

2019/2020
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-
Nya. Hanya dengan karunia-Nya penulisan makalah ini yang berjudul Trauma Kepala dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Ada beberapa kendala yang menghambat terselesainya
makalah ini diantaranya keterbatasan pengetahuan serta sumber yang penulis miliki.

Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya
bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ns.Sri Karyati M.kep.Sp.Kep.Mat Selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar
ber-sedia membimbing dan memberikan saran-saran, motivasi, serta nasihatnya yang
sangat berguna bagi penulis.

2. Orang tua penulis tercinta yang selalu mendukung hingga saat ini dengan penuh
pengorbanan.

3. Teman-teman PSIK IV A yang telah mendukung pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga tugas makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Jepara , 27 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Trauma kepala/Cedera Kepala
B. Klasifikasi Trauma kepala/Cedera Kepala
C. Etiologi Trauma kepala /Cedera Kepala
D. Patofisiologi Trauma kepala /Cedera Kepala
E. Manifestasi Klinis Trauma kepala /Cedera Kepala
F. Pemeriksaan penunjang Trauma kepala /Cedera Kepala
G. Penatalaksanaan Trauma kepala /Cedera Kepala
H. Komplikasi Trauma kepala /Cedera Kepala
I. Pencegahan Trauma kepala /Cedera Kepala
BAB III Asuhan Keperawatan Trauma kepala /Cedera Kepala
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Implementasi Keperawatan
D. Intervensi Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma kepala /Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecatatan utama pada kelompok produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000
mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatn di rumah sakit, dua pertiga
berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah
wanita, lebih dari setengah pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera
bagian tubuh lainnya.
Trauma kepala /Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian
pada pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya
kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya. Di samping penerangan di lokasi
kejadian dan selama transportasi ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang
gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.Lebih dari
50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap
tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal
dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat
kekerasan.Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif-non konginetal
yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan kepala mengalami
gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau permanen. Trauma kepala
dapat menyebabkan kematian/ kelumpuhan pada usia dini.
 Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian kegawatdaruratan menunjukkan
bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma pada anak-anak adalah karena
jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda keras.Penyebab cedera kepala
pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur,
selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian menurun pada
usia dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan yang sebelumnya merupakan
etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari Trauma kepala /cedera kepala?
b. Berapa klasifikasi dari Trauma kepala /cedera kepala?
c. Bagaimana etiologi dari Trauma kepala /cedera kepala?
d. Bagaimana patofisiologi Trauma kepala /cedera kepala?
e. Bagaimana manifestasi klinis dari Trauma kepala /cedera kepala?
f. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan Trauma kepala /cedera kepala?
g. Bagaimana penatalaksanaan Trauma kepala /cedera kepala?
h. Bagaimana komplikasi Trauma kepala /cedera kepala?
i. Bagaimana pencegahan Trauma kepala/ cedera kepala?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian Trauma kepala /cedera kepala.
b. Untuk mengetahui klasifikasi Trauma kepala /cedera kepala.
c. Untuk mengetahui etiologi Trauma kepala /cedera kepala.
d. Untuk mengetahui patofisiologi Trauma kepala /cedera kepala.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis Trauma kepala /cedera kepala.
f. Untuk mengetahui pemeriksaaan penunjang Trauma kepala /cedera kepala.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan Trauma kepala /cedera kepala.
h. Untuk mengetahui komplikasi Trauma kepala /cedera kepala.
i. Untuk mengetahui pencegahan Trauma kepala /cedera kepala.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Trauma kepala /Cedera Kepala


Trauma kepala /Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kapala merupakan cedera yang meliputi
trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak.
Trauma kepala /Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit
kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.
Trauma kepala /Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama
transpotasi korban kerumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruan gawat darurat
sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi,
anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara
serentak.Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya
evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedara kepala menjadi ringan segera di
tentukan saat pasien tiba di rumah sakit.
Trauma atau cedera kepala juga di kenal sebagai cedera otak adalah gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit
neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh massa
karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak.
Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan fungsi otak
normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Defisit neurologis terjadi
karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi, serta
edema serebral disekitar jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak meliputi komosio,
kontusio serebri, kontusio batang otak, hematoma epidural, hematoma subdural, dan
fraktur tengkorak.
B. Klasifikasi Trauma kepala / Cedera Kepala
Klasifikasi Trauma kepala /cedera kepala yang terjadi melalui dua cara yaitu efek
langsung trauma pada fungsi otak (cedera primer) dan efek lanjutan dari sel-sel otak yang
bereaksi terhadap trauma (cedera sekunder).
1. Cedera primer
Cedera primer, terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, lasetasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
2. Cedera sekunder
Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi
atau tidak ada pada area cedera.Konsekuensinya meliputi hyperemia (peningkatan
volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial,
semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale (GCS)
nya, yaitu:
a. Ringan
1. GCS = 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1. GCS = 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1. GCS = 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. Etiologi Trauma kepala /Cedera Kepala
Penyebab trauma kepala/cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan
yaitu jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda tumpul biasanya berkaitan
dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, pukulan benda
tumpul, Sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.
Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala terbanyak
adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10% kecelakaan dalam
pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat diserang atau di pukul.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda
motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor tidak
menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh helm
sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung
kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.
D. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera
otak primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat
atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena
mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan
kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan
pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari
proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala
terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan
adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh
darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan
dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain,
2009).
E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih
lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2. Angiografi cerebral
Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan intrakranial
hematoma.
3. CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema kontosio
dan pergeseran tulang tengkorak.
4. Pemeriksaan darah dan urine.
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
G. Penatalaksaanan
Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu :
1. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airways-Brething-
Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia, akan cenderung memper-
hebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada kesempatan
pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-
gangguan di bagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motorik, verbal, pemeriksaan
pupil, refleks okulor sefalik dan reflel okuloves tubuler. Penilaian neurologis
kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok).
5. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang dan natrium
bikarbonat.
6. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi, komputer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu:
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer dan survei
sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain
airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala
beratsurvei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan
mencegah homeostasis otak.
H. Komplikasi
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma
intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala
adalah;
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal
dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema
paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan
tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan
darah sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah keotak, bila
keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi
respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk
keadaan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang
membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg pada penderita kepala. Peningkatan
vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke
paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya
cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan
menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.Perawat
harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel
lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga
peralatan penghisap.Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut.Salah satunya
tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan
obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara
intavena.Hati-hati terhadap efek pada sistem pernafasan, pantau selama pemberian
diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
3. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges,
sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau
dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga.Instruksikan klien
untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
4. Hipoksia
5. Gangguan mobilitas
6. Hidrosefalus
7. Oedem otak
8. Dipnea
I. Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya
kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang
terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan
memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang
dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi.
Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh
tercepat pada kasus cedera.Untuk menghindari gangguan tersebut penanganan
masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya.Beberapa
kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali
masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun
kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita
sendiri.Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan
jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang
sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru.Selain itu aspirasi isi lambung juga
menjadi bahaya yang mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatanadalah
membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan
membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang
berdarah sehingga pembuluh darah tertutup.Kepala dapat dibalut dengan ikatan
yang kuat.Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infus dan bila
perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah.Syok biasanya disebabkan
karena penderita kehilangan banyak darah.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih
berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu
lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup.Pencegahan
tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan
pengobatan serta memberikan dukungan psikologis bagi penderita.Upaya rehabilitasi
terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui
rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan
atas dan bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan caliper.
c. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya dan
memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya.Ancaman kerusakan
atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial
serta seksual yang semuanya memerlukan semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan
paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita tidak
ketergantungan terhadap bantuan orang lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan masyarakat).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA/CEDERA KEPALA
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi:
Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi,ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi
positif(kemungkinan karena aspirasi).
b. Kardiovaskuler:
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Kemampuan komunikasi:
Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf
hipoglosus dan saraf fasialis.
d. Aktivitas/istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah
dalamberjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.

e. Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi),perubahan
frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.
f. Neurosensori
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengar-
an, perubahan penglihatan, diplopia, gangguanpengecapan/pembauan.
O : Perubahan kesadaran, koma. Perubahan status mental (orientasi,kewas-
padaan, atensi dan konsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap
cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan pembauan serta
pendengaran.Postur (dekortisasi, desebrasi), kejang.Sensitive terhadap
sentuhan / gerakan.
g. Nyeri/Keyamanan
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.
O : Wajah menyeringai, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri yang
hebat, gelisah.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
b. MRI
Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.
c. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan, trauma.
d. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur
dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
e. GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas.
b. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan pengeluaran urine dan
elektrolit meningkat.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi sensori dan
kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan.
e. Penuruna kapasitas adaptif intakranial.
f. Hambatan interaksi sosial.
g. Kelebihan volume cairan.
h. Gangguan rasa nyaman.
i. Gangguan pertukaran gas.
j. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.
C. Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Risiko  Mendemonstrasikan - Monitor adanya daerah
ketidakefektifan status sirkulasi yang tertentu yang peka terhadap
perfusi jaringan ditandai dengan: panas/ dingin/ tajam/ tumpul.
otak  tekanan systole dan - Monitor adanya paretese.
diastole dalam rentang - Instruksikan keluarga untuk
yang diharapkan. mengobservasi kulit jika ada
 Tidak ada ortostatik isi atau laserasi.
hipertensi. - Gunakan sarung tangan untuk
 Tidak ada tanda-tanda proteksi.
peningkatan tekanan - Batasi gerakan pada kepala,
intrakranial (tidak leher dan punggung.
boleh dari 15 mmHg), - Monitor kemampuan BAB.
 Mendemonstrasikan - Kolabrasi pemberian
kemampuan kognitif analgetik.
yang ditandai dengan: - Diskusikan mengenai
- Berkomunikasi penyebab perubahan sensasi.
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan.
- Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi.
2. Hambatan  Klien meningkat - Monitoring vital sign
mobilitas fisik dalam aktivitas fisik. sebelum/ sesudah latihan.
 Mengerti tujuan dari - Konsultasikan dengan terapi
peningkatan dari fisik tentang rencana
peningkatan mobilitas. ambulasi sesuai dengan
 Memverbalisasikan kebutuhan.
perasaan dalam - Kaji pasien dalam mobilisasi.
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah.
3. Gangguan  Mendemonstrasikan - Buka jalan nafas, gunakan
pertukaran gas peningkatan ventilasi teknik chin lift atau jaw thrust
dan oksigenasi yang bila perlu.
adekuat. - Posisikan pasien untuk
 Memelihara memaksimalkan ventilasi.
kebersihan paru-paru - Identikasi pasien perlunya
dan bebas dari tanda pemasangan alat jalan nafas
distress pernafasan. buatan.
 Mendemonstrasikan - Pasang mayo bila perlu.
batuk efektif dan suara - Lakukan fisioterapi dad bila
nafas yang bersih, perlu.
tidak ada sianosis dan - Keluarkan secret dengan
dyspneu (mampu batuk atau saction.
mengeluarkan sputum, - Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas adanya suara tambahan.
dengan mudah, tidak - Lakukan suction pada mayo.
ada pursed lips). - Berikan bronkodilator bila
 Tanda-tanda vital perlu.
dalam rentang normal. - Berikan pelembab udara.
4. Ketidakefektifan  Mendemonstrasikan Airway Management
pola nafas batuk efektif dengan - Buka jalan nafas dengan
berhubungan suara nafas yang besih, teknik chin lift atau jaw thrust
dengan tidak ada sianosis dan bila perlu
penurunan dyspneu (mamou - Posisikan pasien untuk
ekspansi paru mengeluarkan septum, memaksimalkan ventilasi
Definisi : mampu bernafas - Identifikasi pasien perlunya
Inspirasi atau dengan mudah, tidak pemasangan alat jalan nafas
ekspirasi yang ada pursed lips) buatan
tidak memberi  Menunjukkan jalan - Pasang mayo bila perlu
ventilasi nafas yang paten - Auskultassi suara nafas, catat
Batasan (klien tidak merasa adanya suara tambahan
Karakteristik: tercekik, irama nafas,
Oxygen Therapy
 Perubahan frekuensi pernafasan
- Bersihkan mulut, hidung dan
kedalaman dalam rentang normal,
sekret trakea
bernafas tidak ada suara
- Pertahankan jalan nafas yang
 Penurunan abnormal)
paten
tekanan  Tanda- tanda vital
- Atur peralatan oksigen
ekspirasi dalam rentang normal
- Monitor aliran oksigen
 Penurunan (tekanan darah, nadi,
- Pertahankan posisi pasien
ventilasi se pernafasan)
- Observasi adanya tanda –
menit
tanda hiperventilasi
 Penurunan
- Monitor adanya kecemasan
kapsitas vital
pasien terhadan oksigenasi

Vital Sign Monitoring


- Monitor TD,nadi,suhu,dan
RR
- Monitor pola pernafasan
abnormal
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

5. Ketidakseimban  Adanya peningkatan Nutrition Management


gan nutrisi berat bedan sesuai - Kaji adanya alergi makanan
kurang dari dengan tujuan - Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan  Berat badan ideal untuk menentukan jumlah
tubuh sesuai dengan tinggi kalori dan nutrisi yang di
Definisi : asupan badan butuhkan pasien
nutrisi tidak  Mampu - Anjurkan pasien untuk
cukup untuk mengidentifikasi meningkatkan intake Fe
memenuhi kebutuhan nutrisi - Anjurkan pasien untuk
kebutuhan  Tidak ada tanda-tanda meningkatkan protein dan
metabolik malnutrisi vitamin C
Batasan  Menunjukkan - Kaji kemampuan pasien
karakteristik : peningkatan fungsi untuk mendapatkan nutrisi
 kram abdomen pengecapan dari yang dibutuhkan
 nyeri abdomen menelan Nutrition monitoring
 menghindari  Tidak terjadi - BB pasien dalam batas
makanan penurunan berat badan normal
- Monitot adanya penurunan
berat badan
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
6. Gangguan rasa  Mampu mengontrol Anxiety reduction
nyaman kecemasan - Nyatakan dengan jelas
Definisi : merasa  Status lingkungan harapan terhadap pelaku
kurang senang, yang nyaman pasien
lega dan  Mengontrol nyeri - Jelaskan semua prosedur dan
sempurna dalam  Kualitas tidur dan apa yang dirasakan selama
dimensi fisik, istirahat adekuat prosedur
psikospiritual,  Agresi pengendalian - Berikan obat untuk
lingkungan dan diri mengurangi kecemasan
sosial  Respon terhadap
Batasan pengobatan
karakteristik  Control gejala
 Ansietas  Status kenyamanan
 Menangis meningkat
 Gangguan  Dapat mengontrol
pola tidur ketakutan
 Takut  Support social
 Ketidakmamp  Keinginan untuk hidup
uan untuk
rileks
7. Hambatan  Menggunakan Socialization Enhancement
interkasi social aktivitas yang - Buat interaksi terjadwal
Definisi : menenangkan, - Dorong pasien ke kelompok
Insufisiensi atau menarik dan atau program keterampilan
kelebihan menyenangkan untuk interpersonal yang
kuantitas atau meningkatkan membantu meningkatkan
ketidakefektifan kesejahteraan interaksi pemahaman tentang
kualitas sosial dengan orang, pertukaran informasi atau
perukuran social kelompok,atau sosialisasi, jika perlu
organisasi - Identifikasi perubahan
 Memahami dari perilaku tertentu
dampak diri perilaku - Berikan umpan balik positif
diri pada interaksi jika pasien berinteraksi
sosial dengan orang lain
 Mendapatkan / - Fasilitas pasien dalam
meningkatkan member masukkan dan
keterampilan interaksi membuat perencanaan
sosial,kerja - Anjurkan bersikap jujur dan
sama,ketulusandan apa adanya dalam
saling memahami berinteraksi dengan orang
 Perkembangan lain
fisik,kognitif,dan - Anjurkan menghargai orang
psikososial anak sesuai lain
dengan usianya - Minta dan harapkan
informasi verbal
8. Kelebihan  Terbebas dari edema, Fluid management
volume cairan efusi, anaskara - Timbang popok/pembalut
Definisi :  Memelihara fena jika diperlukan
Peningkatan sentral, tekanan - Pertahankan catatan intake
retensi cairan kapiler paru, output dan output yang akurat
isotonik jantung dan vital sign - Pasang urine kateter jika
dalam batas normal diperlukan
 Terbatas dari - Monitor status nutrisi
kelelahan kecemasan - Kolaborasi pemberian
atau kebingungan diuretik sesuai intruksi
 Menjelaskan - Batasi masukan cairan pada
endikator kelebihan keadaan hiponatrermi dilusi
cairan dengan serum Na < 130
mEq/l
- Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebihan muncul
memburuk
9. Resiko  Mempertahankan Fluid management
ketidakseimbang urine output sesuai - Timbang popok/pembalut
an elektrolit dengan usia dan BB, jika diperlukan
Definisi : BJ urine normal, HT - Pertahankan catatan intake
Berisiko normal dan output yang akurat
mengalami  Tekanan darah, nadi, - Monitor vital sign monitor
perubahan kadar suhu tubuh dalam status nutrisi
dan elektrolit batas normal - Berikan cairan IV pada suhu
serum yang dapat  Tidak ada tanda-tanda ruangan
mengganggu dehidrasi, elastisitas - Dorong masukan oral
kesehatn turgor kulit baik, - Pelihara IV line
membran mukosa - Monitor tingkat HB dan
lembab, tidak ada hematokrit
rasa haus yang - Monitor tanda vital
berlebihan - Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
10. Penurunan  Mendemonstrasikan Intrakranial Pressure (ICP)
kapasitas adaptif status sirkulasi yang Monitoring (monitor tekanan
intrakranial ditandai dengan: intracranial)
Definisi : - Tekanan systole - Berikan informasi kepada
Mekanisme dan diastole keluarga
dinamika cairan dalam rentang - Monitor tekanan perfusi
intracranial yang yang diharapkan serebral
normalnya 120/80 mmHg - Catatan respon pasien
melakukan - Tidak ada terhadap stimulasi
kompensasi untuk ortostatik - Monitor tekanan intracranial
meningkatkan hipertensi dan respon neurology
volume - Tidak ada terhadap aktifitas
intrakranial tanda-tanda - Monitor intake dan out put
mengalami peningkatan cairan
gangguan, yang - Monitor suhu dan angka
tekanan
menyebabkan WBC
intrakranial
peningkatan - Kolaborasi pemberian anti
(tidak lebih dari
tekanan biotik
15 mmH)
intracranial (TIK)
 Mendemonstrasikan
secara tidak
kemampuan kognitif
merata dan
yang ditandai dengan:
berespon terhadap
- Berkomunikasi
berbagai stimuli
dengan jelas yang
ynag berbahaya
sesuai dengan
dan tidak
kemampuan
berbahaya
- Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
- Memproses
informasi
- Membuka
keputusan dengan
benar
 Menunjukkan sensori
motorik cranial yang
utuh:
- Tingkat kesadaran
membaik
- Tidak ada gerakan
infolunter

D. Implementasi Keperawatan
Untuk tindakan keperawatan dilakukan tindakan ganti balut setiap hari, namun ada
beberapa kebiasaan yang perlu diperbaiki, misalnya minimnya peralatan, seringnya
tindakan dilakukan oleh beberapa perawat/ praktikan secara bergantian, sehingga resiko
infeksi semakin besar. Kemudian ada juga perawat/ praktikan yang melakukan ganti balut
tanpa komunikasi terapeutik dengan keluarga atau klien dan tanpa prosedur yang benar.

Seharusnya tindakan ganti balut dilakukan sesuai prosedur yang benar yaitu meliputi
persiapan alat, prosedur tindakan, komunikasi terapeutik dan menggunakan prinsip steril.

E. Evaluasi
Pada dasarnya evaluasi bisa didokumentasikan meskipun tanpa data subyektif, namun
akan lebih baik dan akurat bila muncul data subyektif langsung dari respon klien.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara hasil CT Scan
dengan nilai GCS pada pasien cedera kepala. Dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh efek
buruk cedera kepala karena melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Pengaruh
secara langsung terjadi beberapa saat setelah trauma terjadi sedangkan trauma secara
tidak langsung merupakan cedera otak sekunder yang bisa terjadi beberapa jam setelah
kejadian bahkan beberapa hari setelah penderita terpapar trauma. Cedera otak sekunder
terjadi karena perubahan aliran darah ke otak dan juga terjadi peningkatan tekanan
intrakranial karena meningkatnya volume isi kepala. Kedua mekanisme tersebut
memperberat cedera otak yang sudah ada.Cedera otak bisa menimbulkan dampak fisik,
kognitif, emosi dan sosial. Prognosis cedera otak bisa sangat bervariasi dari mulai sembuh
total sampai cacat menetap bahkan kematian.
B. Saran

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis
dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

 http://eprints.ums.ac.id/22036/2/04._BAB_I.pdf. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016


pukul 11.47 WIB

 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/4/Chapter%20I.pdf. Diakses pada


tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.48 WIB

 http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama-5391-2-babii.pdf.
Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.50 WIB

https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/05/cedera_kepala_files_of_drsmed_fkur.p
df. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 11.54 WIB

Kozier, Berman dan Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.
Jakarta: EGC
Sylvia, Price dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, dan Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Alih
bahasa: Kuncara. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnosa
Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing
 Tugas mengomentari video Kegawat daruratan yang telah di
share linknya
1. Link video 1 dan 2 sama : Ibu pasiennya terlalu cerewet, jadi bingung apa yang
sedang dibicarakan perawatnya. Seharusnya ibu pasien ada yang menenangkan dan
memberi tahu agar tidak terlalu panik.
2. Link video 3 : Penjelasannya sudah baik, namun tempat igd nya kurang pas.
3. Link video 4 : Videonya bagus sekali, karena ada penjelasan berupa teks, jadi jelas.
Semoga bermanfaat 🙏

Anda mungkin juga menyukai