Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH SEMINAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Asuhan Keperawatan Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)


di Ruangan Dahlia
Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad Tabib Tanjung Pinang
Tahun 2022

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK II
1. Ila Karmila (202013017)
2. Andrie Setiawan (202013018)
3. Ardesta Ramadhana (202013019)
4. Maisatun Anisa (202013020)
5. Depi Ratnasari (202013021)
6. Mesin Angriyani ( 202013022)
7. Rachmad Hidayat (202013023)
8. Isna (202013024)
9. Putri Sertianingsih (202013026)
10. Haslina (202013027)
11. Andry Indrawan (202013028)
12. Farida (202013029)
13. Reza Umami (202013030)
14. Andi Yanto (191913001)
15. Surya Rianto Kusuma (191913017)

PROGRAM STUDI D-3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

TANJUNGPINANG

T.A 2022/2023

i
i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul "Penyakit Paru Obstriktif Paru" ini dengan
lancar. Atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini, Juga kepada
rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya
makalah ini.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas keperawatan medikal bedah,
kelompok juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang asuhan keperawatan penyakit paru obstruktif paru. Kelompok
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Kelompok menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kelompok
terima demi kesempurnaan makalah ini.

Tanjungpinang, 16 Januari 2023

Penyusun
Kelompok II

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang........................................................................................................1
2. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI
1. Pengertian................................................................................................................3
2. Anatomi dan Fisiologi.............................................................................................3
3. Etiologi....................................................................................................................7
4. Manifestasi Klinis....................................................................................................8
5. Klasifikasi................................................................................................................8
6. Patofisiologi.............................................................................................................9
7. Pathway...................................................................................................................13
8. Komplikasi...............................................................................................................13
9. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................14
10. Penatalaksaan Medis................................................................................................15
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian...............................................................................................................17
2. Diagnosa..................................................................................................................19
3. Intervensi.................................................................................................................19
4. Implementasi...........................................................................................................20
5. Evaluasi...................................................................................................................21
BAB IV TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian...............................................................................................................22
2. Analisa Data............................................................................................................37
3. Diagnosa..................................................................................................................39
4. Intervensi.................................................................................................................40
5. Implementasi...........................................................................................................44
6. Evaluasi...................................................................................................................46
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan..............................................................................................................52
2. Saran .......................................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK) merupakan istilah lain dari beberapa jenis
penyakit paru-paru yang berlangsung lama atau menahun, ditandai dengan meningkatnya
resistensi terhadap aliran udara (Maisaroh, 2018). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
merupakan salah satu kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah di bidang
kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia. PPOK adalah penyakit inflamasi kronik pada
saluran napas dan paru yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara yang bersifat
persisten dan progresif sebagai respon terhadap partikel atau gas berbahaya.

Karakteristik hambatan aliran udara PPOK biasanya disebabkan oleh obstruksi saluran
nafas kecil (bronkiolitis) dan kerusakan saluran parenkim (emfisema) yang bervariasi antara
setiap individu (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam Agustin, 2017). Pada umumnya
penyakit ini dapat dicegah dan diobati (Suyanto dalam Agustin, 2017). PPOK dianggap
sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Adapun
faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan pemajanan di tempat kerja (terhadap
hatu bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-faktor resiko penting yang menunjang pada
terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20 tahunan.
(Smeltzer dan Bare dalam Rahmadi, 2015. Penyakit ini juga mengancam jiwa seseorang jika
tidak segera ditangani (Smeltzer dan Bare dalam Rajmadi, 2015).

Angka kejadian PPOK di Indonesia cukup tinggi dengan menggambil beberapa sempel di
daerah DKI Jakarta 2.7%, Jawa Barat 4,0%, Jawa Tengah 3,4%, DI Yogyakarta 3,1%, Jawa
Timur 3,6% dan Bali 3,6%. Hasil wawancara pada peserta umur kurang lebih 30 tahun
berdasarkan gejala. Dalam kasus PPOK laki-laki cenderung lebih tinggi di banding
perempuan dan lebih tinggi pedesaan di banding perkotaan (Kemenkes dalam Agustin, 2017).
World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 yang akan datang angka
kejadian PPOK akan mengalami peningkatan dan menduduki dari peringkat 6 menjadi
peringkat 3 sebagai penyebab kematian tersering (Ikawati dalam Agustin, 2017).

1
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini yaitu untuk memahami tenang asuhan keperawatan
penyakit paru obstruktif kronis
b. Tujuan Khusus
a) Untuk memahami konsep dasar medis penyakit paru obstruktif paru
b) Untuk memahami konsep dasar asuhan keperawatan penyakit paru obstruktif paru

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau disebut juga dengan COPD (Cronic
Obstruktif Pulmonary Disease) adalah suatu penyakit yang bisa di cegah dan diatasi yang
ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, biasanya bersifat progresif dan
terkait dengan adanya proses inflamasi kronis saluran nafas dan paru-paru terhadap gas atau
partikel berbahaya (Nilu, 2019).
PPOK adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan retensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya. (Brasher, 2019).

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi
Sistem pernafasan dibagi dalam 2 bagian yaitu saluran pernafasan atas (traktus respiratorius
superior) dan saluran pernafasan bawah (traktus respiratorius inferior). Saluran pernafasan
atas terdapat diluar rongga dada yaotu rongga hidung, faring, laring dan trachea bagian atas.
Jadi organ yang termasuk dalam sistem pernafasan yaitu hidung, rongga hidung, faring,
laring, trachea, bronkus, bronkiolus dan paru (alveoli). Udara masuk kedalam sistem
pernafasan melalui mulut atau hidung, selanjutnya ke rongga hidung (yang mengandung
banyak arteri, vena dan kapiler).

Saluran nafas
(Sarpini, 2018)
Dari sini udara masuk ke faring, selanjutnya dari faring udara bergerak kelaring,
trakea, kemudia trakea bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus dan akhirnya ke alveolus
(yang terdapat dalam parenkim paru). Selama udara masuk ke saluran pernafasan udara
disaring dari debu, asap, bakteri dan zat-zat bahaya lainnya yang terbawa oleh udara.
1) Hidung

3
Hidung terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar (hidung bagian luar/nasal eksternal)
terletak di bagian tengah wajah dan bagian dalam (rongga hidung/cavum nasi) yang dibagi
oleh sebuah sekat (septum nasi) menjadi rongga hidung kanan dan kiri.
Hidung luar/ nasal eksternal berbentuk pyramid. Dimana sudut atas atau atapnya
berhubungan langsung dengan dahi (pada bagian apex). Bagian dasarnya terdapat 2 buah
lubang hidung (nares) yang dipisahkan oleh sebuah sekat yang berjalan dari depan sampai
kebelakang rongga hidung (septum antero-posterior). Pada pinggir lubang hidung terdapat
sejumlah rambut (vibrissae) yang gunanya untuk menahan kotoran atau debu yang masuk
bersama udara pernafasan.
Permukaan lateral hidung pada bagian bawah agak membulat yang disebut “ala nasi”,
bagian atas permukaan lateral ini bersatu pada garis tengah hidung yang disebut “dorsum
nasi”. Pada bagian atas dorsum nasi ditopang ole hos nasal (nasal bone). Rangak hidung
bagian luar terdiri dari tulang dan tulag rawan, ditutupi kulit dan dibagian rongga hidung
dilapisi oleh membrane mukosa. Rangak tulang menempati bagia atas dari hidung, terdiri dari
os nasal dan processus frontalis maxillae. Rangka tulang rawan terdapat pada septum dan ala
nasi. Pada bagian ini terdapat otot yang dapat menggerakkan atau mengembang-kempiskan
hidung bagian luar.
2) Faring
Faring terbagi menjadi dua bagian, bagian yang terletak dibelakang rongga hidung
disebut nasofaring, dibelakang rongga mulut disebut orofaring. Saluran ini (orofaring)
merupakan tempat lewat baik udara maupun makanan atau minuman yang ditelan. Saat
makanan ditelan, katub tulang rawan yang disebut epiglottis menekan ke bawah untuk
menutup saluran nafas

Faring
(Sarpini, 2018)
3) Laring

4
Laring terletak antara faring dan trakea. Pada laring terdapat kotak suara (Adam’s
apple) yang didalamnya terdapat jaringan elastis yang melintang dan membelah dua dalam
laring yang disebut pita suara. Udara melintas kuat melalui kotak suara menyebabkan getaran
pada pita suara yang menimbulkan gelombang suara.
4) Trakea
Trakea terdapat dalam rongga dada dan bercangan dua kir dan kanan. Dinding trakea
terbuat dari tulang rawan berbentuk cincin yng lentur. Cincin tulang rawan ini melindungi
trakea membuat dia lentur (fleksibel) dan mencegah kolaps atau melebar berlebihan.

Trakea
(Sarpini, 2018)
5) Bronkus
Cabang trakea kiri dan kanan disebut bronkus. Cabang ini diameternya lebih kecil dari
trakea dan tiap bronkus masuk ke dalam paru-paru.
6) Bronkiolus
Bronkiolus akan bercabang-cabang lebih banyak dan lebih kecil lagi. Khususnya pada
paru kanan yang mempunyai 3 lobus. Karena banyaknya cabang-cabang ini disebut “pohon
bronkhiolus”. Bronkus dan bronkiolus mengandung jaringan otot polos. Jaringan otot ini
mengontrol besar atau diameter saluran nafas.

7) Alveoli
Ujung saluran nafas sesudah bronkhiolus berbentuk kantong udara yang disebut alveoli.
Kelompok-kelompok alveoli yang sangat banyak ini berbentuk seperti anggur dan disinilaag
terjadi pertukaran gas O2 dan CO2. Dinding alveoli berupa selaput membran titpis dan elastis
serta diliputi oleh banyak kapiler. Membran ini memisahkan gas dari cairan. Gas yaitu udara
yang kita sedot saa menarik nafas dan cairan adalag darah dari kapiler. Jadi, seluruh
pertukaran dalam paru terjadi pada alveoli.

5
Alveoli
(Sarpini, 2018)
8) Paru-paru
Paru merupakan organ paling besar dari organ pernafasan dan nada dua buah kiri dan
kanan. Kanan mempunyai 3 lobus dan sedikit lebih besar dari paru kiri yang mempunyai 2
lobus. Kedua paru dipisahkan oleh ruang disebut mediastinum yang berisi jantung, trakea,
esophagus dan beberapa limfe-nodus.

Gambar 2.6
Paru-paru
(Sarpini, 2018)
Paru dilapisi oleh selaput pelindung yang disebut pleura dan dipisahkan dari rongga abdomen
oleh diafragma. Selaput pleura yang meliputi paru terdiri dari dua lapis, berisi cairan yang
diproduksi pleura. Fungsi cairan ini agar paru dapat bergerak lebih leluasa dalam rongga dada
selama bernafas.
b. Fisiologi

6
Fungsi sistem pernafasan yaitu untuk transport gas ke dan dari sistem sirkulasi. Sistem
respirasi ini termasuk :
1) Respirasi eksternal pertukaran gas antara atsmosfer (udara bebas) dan darah
2) Respirasi internal pertukaran gas antara darah sel-sel tubuh
3) Respirasi seluler atau respirasi aerobic oksigen untuk memecah glukosa dalam sel.
Fungsi utama dari pernafasan yaitu memasukan oksigen kedalam tubuh dan membawa
gas-gas sisa metabolisme keluar tubuh. Udara yang masuk ke dalam saluran pernafasn akan
disaring. Saringan pertama terjadi pada hidung, dimana hidung akan melakukan tiga hal
1) Menyaring udara oleh bulu-bulu hidung
2) Menghangatkan udara yang masuk oleh pembuluh darah yang banyak pada lapisan mukosa di
rongga hidung
3) Melembapkan udara oleh lapisan mukosa hidung (selaput lendir) yang selalu basah dalam
rongga hidung

3. Etiologi
Menurut etiologi PPOK Sugeny (2018), sebagai berikut :
a. Kebiasaan merokok
Merokok merupakan faktor risiko paling umum pada PPOK. Prevalensi tertinggi gejala
gangguan pernafasan dan penurunan fungsi paru terjadi pada perokok. Angka penurunan
FEV1, dan angka mortalitas lebih tinggi didapat pada perokok dibanding non perokok.
Paparan asap rokok pada perokok pasif juga merupakan faktor risiko terjadinya gangguan
pernafasan dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru
b. Polusi oleh zat-zat produksi
Polusi udara di daerah kota dengan level tinggi sangat menyakitkan bagi pasien PPOK.
Penelitian cohort longitudinal menunjukan bukti kuat tentang hubungan polusi udara dan
penurunan pertumbuhan fungsi paru di usia anak-anak dan remaja. Hubungan tersebut di
observasi dengan ditemukannya karbon hitam di makrofag pada saluran pernafasan dan
penurunan fungsi paru yang progresif. Hal ini menunjukkan yang masuk akal secara biologi
bagaimana peran polusi udara terhadap penurunan perkembangan fungsi paru
c. Faktor genetik
Genetik sebagai faktor risiko yang pernah di ditemukan adalah defisiensi berat antitripsin
alfa-1 yang merupakan inhibitor dari sirkulasi serin protease, walaupun defisiensi antitripsin
alfa-1 relevan hanya pada sedikit populasi di dunia, itu cukup menggambarkan interaksi
antara genetik dan paparan lingkungan dapat menyebabkan PPOK. Risiko genetik terhadap

7
keterbatasan bernafas telah di observasi pada saudara atau orang terdekat penderita PPOK
berat yang juga merokok, dengan sugesti dimana genetik dan faktor lingkungan secara
bersamaan dapat mempengaruhi terjadinya PPOK gen tunggal seperti gen yang memberi
kode matriks metalloproteinase 12 (MMP12) berhubungan dengan menurunnya fungsi paru
(Gold, 2014)

4. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala klinik PPOK adalah sebagai berikut :
a. “Smoker Cough” biasanya hanya diawali sepanjang pagi yang dingin kemudian berkembang
menjadi sepanjang tahun.
b. Sputum, biasanya banyak dan lengket berwarna kuning, hijau atau kekuningan bila terjadi
infeksi.
c. Dyspnea, terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernafasan
Gejala ini mungkin terjadi beberapa tahun sebelum kemudian sesak nafas menjadi
semakin nyata yang membuat pasien mencari bantuan medic. Sedangkan gejala pada
eksaserbasi akut adalah :
a. Peningkatan volume sputum.
b. Perburukan pernafasan secara akut.
c. Dada terasa berat.
d. Peningkatan purulensi sputum
e. Peningkatan kebutuhan bronkodilator
f. Lelah dan lesu
g. Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik , cepat lelah dan terengah – engah.
Pada gejala berat dapat terjadi :
a. Sianosis, terjadi kegagalan respirasi.
b. Gagal jantung dan oedema perifer.
Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukkan gejala wajah yang memerah yang
disebabkan (polycythemia (erythrocytosis, jumlah erythrosit yang meningkat, hal ini
merupakan respon fisiologis normal karena kapasitas pengangkutan O2 yang berlebih
( Ikawati, 2016).

5. Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2014, PPOK
diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut :

8
a. Derajat 0 (berisiko) Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko. Spirometri : Normal
b. Derajat I (PPOK ringan) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum. Sesak napas derajat sesak 0 (tidak terganggu oleh sesak saat berjalan cepat atau
sedikit mendaki) sampai derajat sesak 1 (terganggu oleh sesak saat berjalan cepat atau sedikit
mendaki) . Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%.
c. Derajat II (PPOK sedang) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa
produksi sputum, sesak napas derajat sesak 2 (jalan lebih lambat di banding orang seumuran
karna sesak saat berjalan biasa). Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%.
d. Derajat III (PPOK berat) Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 (berhenti untuk bernafas
setelah berjalan 100 meter/setelah berjalan beberapa menit pada ketinggian tetap) dan 4
(sesak saat aktifitas ringan seperti berjalan keluar rumah dan berpakaian) Eksaserbasi lebih
sering terjadi. Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%.
e. Derajat IV (PPOK sangat berat) Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik
disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri FEV1/FVC < 70%;
FEV1 < 30% atau < 50% (GOLD 2014).

6. Patofisologi
Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat airbone dan agar dapat
menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk
periode waktu tertentu. Antagonist β-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas
pada klien asma, sama dengan klien lain dapat menyebabkan peningkatan reaktifitas jalan
nafas dan hal tersebut harus dihindarkan. Pencetus asma mengakibatkan timbulnya reaksi
antigen dan antibody.
Reaksi antigen antibodi ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya
merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan dapat
berupa histamine, bradikinin dan anafilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut adalah timbulnya
tiga gejala yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan
peningatan sekret mukus timbul akibat dari adanya paparan terhadap agen infeksi maupun
non infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan memicu timbulnya respon inflamasi yang
akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema dan bronkospasme.
Oleh karena mucocilliary defence dari paru mengalami kerusakan, maka meningkatkan
kecenderungan untuk terserang infeksi, ketika infeksi timbul kelenjer mukus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia, sehingga produksi mukus akan meningkat. Dinding bronkial

9
meradang dan menebal (sampai dua kali ketebalan normal ) dan mengganggu aliran udara.
Mucus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat
beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-
mula mempengaruhi hanya pada bronkus besar dan pada khirnya saluran-saluran nafas akan
terkena. Mukus yang kental dan pembesaran bronkus akan menyebabkan obstruksi jalan
nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kolaps dan udara terperangkap pada
bagian distal paru-paru.
Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hipoksia dan asidosis. Klien
akan mengalami kekurangan oksigen jaringan dan timbul rasio ventilasi perfusi abnormal,
dimana terjadi penurunan PaCO2, klien terlihat sianosis ketika mengalami kondisi ini. Pada
emfisema penyebab utama penyakit ini adalah merokok dan juga infeksi, beberapa faktor
penyebab obstruksi jalan napas pada emfisema yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki,
produksi lendir yang berlebihan, kehilangan recoil elastik jalan nafas dan kolaps bronkiolus
serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak
langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang
rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan difusi
oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Ada tahap akhir penyakit,
eliminasi karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis
respiratorius. Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler
pulmona berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk
mempertahanakan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal.
Dengan demikian gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu
komplikasi emfisema karena cor pulmonal menyebabkan vaskuler bed / luasnya permukaan
pembuluh darah akibat semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang/
kerusakan paru, darah menjadi asam dan kandungan CO2 dalam darah meningkat dan
oksigen di alveoli menurun lalu terjadilah penyempitan pembuluh darah dan jumlah sel darah
merah meningkat dan menyebabkan pengentalan darah, lama kelamaan hal ini dapat
mengakibatkan hipertensi yang berakhir dengan gagal jantung. Sekresi yang meningkat dan
tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk
mengeluarkan sekresi.
Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema
memperberat masalah. Individu dengan emfisema mengalami obstuksi kronik ke aliran
amsuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan hiperekspansi kronik.

10
Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-apru dibutuhkan tekanan negative selama
inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan diprtahankan
selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi.
Dari pada menjalankan aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan
upaya otot-otot . sesak nafas pasien terus meningkat , dada menjadi kaku, dan iga-iga
terfiksasi pada persendiannya. Dada seperti tong ( barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi
akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada
dinding dada untuk mengembang.
Iritan terus menerus dari ketiga penyakit akan menyebabkan iritasi muksa bronkus
sehingga membentuk lendir yang akan menumpuk akibat kurangnya fungsi gerak silia, hal ini
menyebabkan timbulnya infeksi yang akan menarik leukosit. Leukosit akan mengeluarkan
enzim yang merusak jaringan elastisitas paru, akibatnya hilangnya elastisitas paru yang
sangat besar. Pada orang sehat bronkus akan tetap terbuka oleh tarikan jaringan elastisitas
paru.
Pada waktu inspirasi rongga dada mengembang dan diafragma turun, bronkus melebar
dan udara mengalir dengan cepat. Pada bronkoskopi akan tampak bronkus melebar waktu
inspirasi. Waktu ekspirasi pipa bronkus akan lebih sempit tetapi masih terbuka. Pada
bronchitis kronik jaringan paru dan jaringan elastisitas menghilang (bila dinding di antara
alveolus menghilang disebut emfisema), selama inspirasi udara akan mengalir kedalam
bronkus yang melebar. Pada inspirasi banyak bronkus- bronkus kecil yang tidak dapat
membuka akibat melemahnya jaringan elastik dan akan terjadi kolaps, udara tidak dapat
keluar dari alveoli (udara terperangkap = air trapping). Akibatnya sebagian alveolus paru-
paru tidak lagi turut dalam proses pernafasan (ventilasi).
Darah akan tetap mengalir melalui bagian tersebut tetapi tidak lagi mengambil oksigen.
Timbul hipoksia dan sianosis. Terdapat juga penumpukan CO2 dalam darah serta asidosis
respiratorik. Pendrita akan tetap mencoba membuka pipa bronkus selama inspirasi selama
ekspirasi dengan membusungkan dada sewaktu bernafas (dada bentuk tong = barrel chest).
Penderita akan senantiasa menggunakan otot-otot pernafasan pembantu. Mereka hanya
mempunyai cadangan ventilasi pernafasan yang rendah dan bila terjadi serangan bronchitis
bacterial akan timbul kegagalan pernafasan dengan PO2 yang rendah ( dibawah 55 mmHg)
dan PCO2 sangat tinggi (lebih dari 50 mmHg). Asidosis respiratorik yang sangat berat dapat
menyebabkan koma.
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari berkurangnya
permukaan alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini

11
menyebabkan hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah lalu diikuti dengan
terjadinya hipoksi dan berakhir dengan terjadi nya gagal nafas. Keseimbangan normal antara
ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Dalam kondisi
seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama. Saluran pernafasan yang terhalang
mukus kental atau bronkospasma menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi akan
tetap sama atau berkurang sedikit.
Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan perubahan pada
pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan nafas yang diakibatkan oleh semua
perubahan patologis yang meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-
paru untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida. Akibatnya kadar oksigen
menurun dan kadar karbondioksida meningkat. Metabolisme menjadi terhambat karena
kurangnya pasokan oksigen jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang
mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit energi. Akibatnya pasien
lemah dan energi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi juga menjadi
berkurang yang dapat menyebabkan anoreksi.

12
7. Pathway

8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
a. Gagal napas
1) Gagal napas kronik : Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH
normal, penatalaksanaan :
a) Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2.
b) Bronkodilator adekuat.

13
c) Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur.
d) Antioksidan
e) Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing.
2) Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
a) Sesak napas dengan atau tanpa sianosis.
b) Sputum bertambah dan purulen.
c) Demam
d) Kesadaran menurun.
b. Infeksi berulang Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini
imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
c. Kor pulmonal Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan.

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisetimia sekunder.
b. Jumlah darah merah meningkat.
c. Eosinofil dan total IgE serum meningkat.
d. Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun.
e. Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik.
f. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran. Kuman patogen yang biasa
ditemukan adalah streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae, dan moraxella
catarrhalis 5. Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan lateral) Menunjukan adanya
hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area paru.
g. Pemeriksaan Bronkhogram
Menunjukan di latasi bronkus kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
h. EKG
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat
kor pulmonal, terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.
Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebi dari 1 dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1.
Sering terdapat RBBB inkomplet

14
10. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penatalaksanaan PPOK diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Berhenti Merokok
b. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator (Aminophilin dan adrenalin)
c. Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul
d. Penanganan terhadap komplikasi – komplikasi yang timbul
e. Pengobatan oksigen bagi yang memerlukan O2 harus diberikan dengan aliran lambat : 1-3
liter / menit
f. Mengatur posisi dan pola pernafasan untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap
g. Memberi pengajaran tentang teknik-tekni relaksasi dan cara-cara untuk menyimpan energy
h. Tindakan rehabilitasi
1) Fisioterapi terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronkus
2) Latihan pernafasan untuk melatih penderita agar bias melakukan pernafasan yang paling
efektif baginya
3) Latihan dengan beban olahraga tertentu dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmaninya
4) Vocational suidance : usaha yang dilakukan terhadap penderita agar kembali dapat
mengerjakan pekerjaan seperti semula.
5) Pengelolaan psikososial , terutama ditujuakn untuk penyesuaian diri penderita dengan
penyakit yang diseritanya
Penatalaksanaan keperawatan sebagai berikut :
a. Mencapai bersihan jalan nafas
1) Pantau adanya dyspnea dan hipoksemia pada pasien.
2) Jika bronkodilator atau kortikosteroid diprogramkan berikan obat secara tepat dan waspadai
kemungkinan efek sampingnya.
3) Pastikan bronkospasme telah berkurang dengan mengukur peningkatan kecepatan aliran
ekspansi dan volume (kekuatan ekspirasi, lamanya waktu untuk ekhalasi dan jumlah udara
yang diekhalasi) serta dengan mengkaji adanya dyspnea dan memastikan bahwa dyspnea
telah berkurang.
4) Dorong pasien untuk menghilangkan atau mengurangi semua iritan paru, terutama merokok
sigaret.
5) Fisioterapi dada dengan drainase postural, pernapasan bertekanan positif intermiten,
peningkatan asupan cairan.
b. Meningkatkan pola nafas

15
1) Latihan otot inspirasi dan latihan ulang pernapasan dapat membantu meningkatkan pola
pernafasan
2) Latihan pernafasan diafragma dapat mengurangi kecepatan respirasi
c. Memantau dan menangani komplikasi
1) Kaji pasien untuk mengetahui adanya komplikasi
2) Pantau perubahan kognitif, peningkatan dyspnea, takipnea dan takikardia
3) Pantau nilai oksimetri nadi dan berikan oksigen sesuai kebutuhan
4) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi atau komplikasi lain dan
laporkan perubahan pada status fisik atau kognitif

16
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT
PARU OBSTRUKTIF PARU (PPOK)
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan, tahap pengkajian diperlukan
kecermatan dan ketelitian untuk mengenal masalah. Keberhasilan proses keperawatan
berikutnya sangat tergantungnya pada tahap ini :
a) Biodata klien : Nama, umur, jenis kelamin, no.med.rec, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
ruangan dan diagnosa medis.
b) Biodata penanggung jawab Nama ayah dan ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, suku I bangsa,
agama, alamat, hubungan dengan anak (kandung atau adopsi).
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan yang sering dikeluhkan pada orang yang mengalami Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah sesak, batuk, nyeri dada, kesulitanbernafas, demam, terjadinya
kelemahan
b) Riwayat kesehatan sekarang
Di kembangkan dari keluhan utama melalui PQRST
P : Palliative/provokatif yaitu faktor-faktor apa saja yang memperberat atau memperingan
keluhan utama. Pad apasien PPOK tanyakan tentang keluhan sesak napas, hal yang
memperberat sesak, hal yang memperingan sesak.
Q : Qualitatif/Quantitatif, yaitu berupa gangguan atau keluhan yang dirasakan seberapa besar.
Tanyakan tentang akibat sesak, dapat mempengaruhi aktivitas klien, pola tidur klien dan
seberapa berat sesak yang terjadi.
R : Region/radiasi, yaitu dimana terjadi gangguan atau apakah keluhan mengalami
penyebaran.
S : Skala, yaitu berupa tingkat atau keadaan sakit yang dirasakan. Tanyakan tingkat sesak
yang dialami klien.
T : Timing, yaitu waktu gangguan dirasakan apakah terus menerus atau tidak. Sesak yang
dialami klien sering atau tidak
3) Riwayat kesehatan masa lalu

17
Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau
penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau memengaruhi penyakit yang diderita klien
saat ini
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit
keturunan,kecenderungan alergi dalam satu keluarga,penyakit yang menular akibat kontak
langsung antara anggota keluarga
5) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya pada penderita PPOK terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang PPOK. Biasanya terdapat riwayat merokok karena
merokok meningkatkan risiko terjadinya PPOK 30 kali lebih besar
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya pada pasien PPOK terjadi penurunan nafsu makan.
c) Pola eliminasi Pada pola eliminasi biasanya tidak ada keluhan atau gangguan
d) Pola istirahat dan tidur
Pola tidur dan istirahat biasanya terganggu karena karena sesak.
e) Pola aktifitas dan latihan
Pasien dengan PPOK biasanya mengalami penurunan toleransi terhadap aktifitas. Aktifitas
yang membutuhkan mengangkat lengan keatas setinggi toraks dapat menyebabkan keletihan
atau distress pernafasan.
f) Pola persepsi dan konsep diri
Biasa nya pasien merasa cemas dan ketakutan dengan kondisinya.
g) Pola sensori kognitif
Biasa nya tidak ditemukan gangguan pada sensori kognitif
h) Pola hubungan peran
Biasanya terjadi perubahan dalam hubungan intrapersonal maupun interpersonal .
i) Pola penanggulangan stress
Biasanya proses penyakit membuat klien merasa tidak berdaya sehingga menyebabkan pasien
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang adaptif.
j) Pola reproduksi seksual
Biasanya pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan mengalami
perubahan
k) Pola tata nilai dan kepercayaan

18
Biasanya adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi pola
ibadah pasien.

2. Diagnosa
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme bronkus (D.0001
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi (D.0003)
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot
pernapasan) (D.0005)

3. Intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

a. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji napas klien 1. Menentukan


bersihan jalan keperawatan selama 2. Beri terapi oksigen intervensi yang
nafas 3x24 jam bersihan 3. Beri kolaborasi tepat
berhubungan jalan napas efektif obat inhalasi 2. Mempertahankan
dengan spasme dengan kriteria hasil: 4. Lakukan Latihan oksigenasi jaringan
jalan napas a. RR normal (16- batuk efektif yang adekuat
(D.0001) 20x/menit) 5. Lakukan fisioterapi 3. Keadaan sputum
b. Irama nafas dada yang kental
normal 6. Monitor respirasi menjadi cair
(Vesikuler) sehingga mudah
c. Pergerakan dikeluarkan
sputum keluar 4. Menurunkan
dari jalan nafas frekuensi sesak
d. Bebas dari suara napas
nafas tambahan 5. Pemulihan fungsi
(Ronchi ,weezing saluran pernapasan
6. Menentukan
perencanaan
selanjutnya
b. Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji respirasi 1. Mengetahui
pertukaran gas keperawatan selama 2. Beri terapi oksigen keadaan napas
berhubungan 3x24 jam gangguan 3. Beri dukungan klien dan
dengan pertukaran gas berkurang ventilasi mengetahui
ventilasi-perfusi jam dengan kriteria hasil: 4. Beri kolaborasi keadaan paru-paru
(D.0003) a. Bernapas dengan obat klien
mudah 2. Mempertahankan
b. Tidak ada oksigenasi jaringan
sianosis yang adekuat
c. PaO2 dalam batas 3. Memfasilitasi
normal (60- dalam
100mmHg) mempertahankan
d. Saturasi O2 pernapasan spontan
dalam rentang untuk

19
normal (94- memaksimalkan
100%) pertukaran gas di
paru-paru
4. Proses pengobatan
c. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Mengetahui
pola nafas tindakan keperawatan Pemantauan keadaan napas
berhubungan diharapkan status respirasi klien dan
dengan pernafasan : ventilasi 2. Beri terapi oksigen mengetahui
hambatan upaya dengan kriteria hasil : 3. Beri dukungan keadaan paru-paru
napas a. Pola pernafasan ventilasi klien
(kelemahan otot efektif dan 4. Lakukan stabilitasi 2. Memfasilitasi
pernapasan) normal jalan napas dalam
(D.0005) (16-20x/menit) 5. Lakukan mempertahankan
b. Irama pernafasan manajemen jalan pernapasan spontan
normal napas untuk
(vesikuler) memaksimalkan
c. Kesadaran baik pertukaran gas di
(composmentis) paru-paru
d. Kapasitas vital 3. Mengetahui
normal kepatenan jalan
(TD=120/80mmH napas klien
g 4. Membantu pola
Nadi=60-100x/ napas klien
menit) 5. Adanya perubahan
fungsi respirasi dan
penggunaan otot
tambahan
menandakan
kondisi penyakit
yang masih harus
mendapatkan
penanganan penuh

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana


keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. Pada tahap ini
perawat menggunakan semua kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan
keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post
appendictomy pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen.
Interdependen dan dependen.

20
5. Evaluasi

Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan

memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. (Tarwoto &

Wartonah, 2011). Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau

muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan,

kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format evaluasi menggunakan :

S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diperbaiki

O : objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran,
yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan

A : analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan
kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi,
masalah teratasi sebagian, atau muncul masalah baru.

P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan ada masalah baru, selesai
(tujuan tercapai)

21
BAB IV
TINJAUAN KASUS

FORMAT DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Nama Mahasiswa yang Mengkaji : NIM :

Unit / Ruangan : Dahlia Tanggal Pengkajian : 12 Desember 2022

Kamar / No. TT : 8/2 Waktu Pengkajian : 15.00 WIB

Tgl. Masuk RS : 10 Desember 2022 Auto Anamnesa :



Allo Anamnesa : √
___________________
I. IDENTIFIKASI
A. KLIEN
Nama (Initial) : Ny. M
Tempat /Tgl. Lahir (Umur) : Tembeling, 01 Juli 1953 ( 69 ) Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki √ Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Jumlah Anak : tiga (3)
Agama / Suku : Isalm/Melayu
Warga Negara : √ Indonesia
Bahasa yang digunakan : √ Indonesia
Pendidikan : SLTA/SEDERAJAT
Pekerjaan : Tidak Berkerja
Alamat Rumah : Siantan

B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : miswadi
Alamat : Siantan
Hubungan dengan Klien : Anak

C. DATA MEDIK
1. Dikirim Oleh : UGD √ Dokter Praktik Rujukan RS lain.
2. Diagnosa Medik :
Saat Masuk : Ppok, Hipertensi Berat, Diabetes Meletus
Saat Pengkajian : Ppok

22
D. KEADAAN UMUM
1. Keadaan Sakit : Klien tampak sakit : Ringan / Sedang / Berat / Tampak Tidak Sakit.
Alasan : Tidak bereaksi / berbaring lemah / duduk / aktif / gelisah / posisi

tubuh : _____________________ / pucat / sianosis / sesak nafas /

Penggunaan alat medik : Ipus Nacl 0,9% oksigen nasa kanul 5


liter

Lain – lain :

2. Kesadaran :
Kualitatif : Compos mentis Somnolens
Coma Apatis Sporocomatous
Kuantitatif :
Coma Glasgow Scale : Respon Motorik : 6
Respon Bicara : 5 Total : 15
Respon Membuka Mata : 4
Kesimpulan : kesadaran baik
Flaping Tremor / Asterixis : Tidak ada

3. Tanda-tanda Vital
a. Tekanan Darah : 142/77 mmHg.
MAP : 98 mmHg.
Kesimpulan : Batas Normal
b. Denyut Nadi : 95 x/menit
c. Pernafasan : Frekuensi : 25 x / menit.
Irama : Teratur Kusmaull Cheyene-
Stokes
Jenis : Dada Perut
d. Suhu : 36,2 C Oral Axillar Rectal

E. PENGUKURAN
1. Lingkar Lengan Atas : 24,0 Cm
2. Lingkar Kulit Triceps : 10,5 Cm
3. Tinggi Badan : 146 Cm Berat Badan : 37 Kg.
IMT : 17,6 Kg/m 2

Catatan : Kurang dari batas normal

23
F. GENOGRAM

Keterangan

=Laki-laki

=Perempuan

= Pasien

=Meniggal

------ = Serumah

G. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN (11 Pola Gordon)


A. Pola Persepsi Kesehatan – Pemeliharaan Kesehatan.
Riwayat penyakit yang pernah dialami :
(Sakit berat, dirawat, kecelakaan, operasi, gangguan kehamilan / persalinan, abortus,
transfusi, reaksi alergi)
Kapan : Catatan :
Klien mengatakan gula darah tertinggi 400 mg/dl, saat ini
`Diabetes Melitus 10 tahun yang lalu klien tidak patuh pada diet yang ditentunkan, saat ini klien
sering kontrol dan mendapat suntik insulien.

24
a. Data Subyektif
1. Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakn sebelum sakit ia jarang melakukan pemeriksaan kesehatan, klien juga
mengatakan sebelum sakit ia tidak melakukan pola hidup sehat
2. Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan sejak sakit ia melakukan pengobatan yang dianjurkan oleh keluarga
dan klien juga mengatakan akan menerapkan pola hidup sehat

b. Data Obyektif
1) Observasi :
Kebersihan rambut : rambut tampak bersih
Kulit kepala : tampak sedikit kotor
Kebersihan kulit : Tampak bersih
Hygiene rongga mulut : tampak bersih
Kebersihan genitalia : tampak bersih
Kebersihan anus : tampak bersih
Tanda / Scar vaksinasi : BCG Campak

B. Pola Nutrisi – Metabolik.


a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakn sebelum sakit , klien menghabis makanan yg di hidangkan 3x 1 sehari
jenis makan, nasi bubur, sayur dan ikan dan cemilan lainnya, klien minum sehari 5
sampai 7 x/perhari
2) Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan sejak sakit klien tidak napsu makan, dan klien mengatakan jika
makan klien hanya mampu menghabiskan ½ dari porsi yang dihidangkan

b. Data Obyektif
1) Observasi :
Klien tampak tidak menghabiskan makannan yang di berikan oleh rumah sakit
2) Pemeriksaan Fisik :
a) Keadaan rambut : rambut berwarna putih kehitaman
b) Hidrasi kulit : Tampak sedikit kering
c) Palpebrae : Tampak menghitam
d) Conjungtiva : Tampak anemis
e) Sclera : Tampak ingklotorik
f) Hidung : Tampak berish tidak ada benjolan

M3 M2 M1 P2 P1 C I2 I1 I1 I2 C P1 P2 M1 M2 M3
g) Gigi geligi :
M3 M2 M1 P2 P1 C I2 I1 I1 I2 C P1 P2 M1 M2 M3

h) Gigi palsu : Tidak ada

25
i) Kemampuan mengunyah keras : Tidak dalam batas Normal
j) Lidah : Tampak bersih
k) Tonsil : T1 normal
l) Faring : Dalam batas normal
m) Kelenjar getah bening leher : Tidak ada
n) Kelenjar Parotis : Tidak
o) Kelenjar Thyroid : Tidak
p) Abdomen :
 Inspeksi :
 Bentuk : Simetris
 Bayangan vena : dalam batas normal
 Benjolan vena : Tidak ada
 Auskultasi : Peristaltik : 25x/ menit
 Palpasi :
 Tanda nyeri umum : Tidak ada
 Massa : Tidak ada
 Hidrasi Kulit : Elestisites kulit baik
 Nyeri Tekan : R. Epigastrica Titik Mc Burney
R. Suprapubica R. Iliaca.
 Hepar : herper tidak ada pembesaran
 Lien : dalam bentuk normal
 Perkusi : Ascites : √ Negatif.
Positif . Lingkar Perut : 75 cm /______ /
______
q) Kelenjar limfe inguinal : Tidak ada
r) Kulit :
 Spider naevi : √ Negatif Positif
 Uremic frost :√ Negatif Positif
 Edema :√ Negatif Positif
 Icteric :√ Negatif Positif
 Tanda-tanda radang :√ Negatif Positif
 Lesi : Tidak ada

3) Pemeriksaan Diagnostik :
a) Pemeriksaan Laboratorium :
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

1 Hemoglobin laukosit 14,40 g/l 7,27 x 10 11,00-14,70 g/l


g/l 3,17- 8.40x10 g/l

2 Eritrusit hemotorik 4,77 juta 41,9 % 4,29-5,70 juta


35,2-46-7%

26
3 Trombosit RDW-CV 220.0 ribu 11,9% 150.0-450.0 ribu
12,2-15,0 %

4 MCV,MCH 87,8 fi 30,2 pg 87,1-102,4fi 26,8-


32,4 pg

5 MCHC 34,4PG 29,6-32,5 PG

b) Lain-lain :
____________________________________________________________________
_____

4) Terapi :
NO TERAPI / OBAT DOSIS CARA INDIKASI
PEMBERIAN

1 Ranitidin 2x500 mg iv Untuk mengobati penyakit


yang disebabkanoleh
kelebihan produksi asam
lambung

2 levoxacin 1x10 mg iv Antibiotic untuk penyakit


akibat infeksi bakteri

3 Levoploxocn 500mg iv

4 Injeksi omeprazon 2x40 iv

5 horboses 1x1 iv

C. Pola Eliminasi
a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit
Klien mengatakan sebelum sakit BAB Dengan frekuensi 1 kali \hari, konsisitansi
feses normal / tidak lembek bau feses .klien juga mengatakaan BAK Dengan
frekuensi 3-4 x\ hari .urine bewrna putih bening

2) Keadaan sejak sakit :

27
Klien mengtakan sejak sakit BAB dengan frekuensi 1x perhari,konsistensi feses
normal atau tidak lembek bau feses, klien juga mengtakan bak dengan frekuensi
3 sampai 4x perhari, urinr berwarna putih bening

b. Data Obyektif
1) Observasi :
- jumlah ouput urine klien berkisar 500 sampai 600 ml /hari
- klien tidak mengalami

2) Pemeriksaan Fisik :
a. Peristaltik usus : ____25___ x/menit.
b. Palpasi suprapubik : Kandung kemih : Penuh
Kosong
c. Nyeri ketuk ginjal : Kiri : Negatif.
Positif.
Kanan : Negatif
Positif

d. Mulut Urethra : dalam batas normal Anus :


 Peradangan : √ Negatif Positif
 Fisura : √ Negatif Positif
 Hemorhoid : √ Negatif Positif
 Prolapsus Recti : √ Negatif Positif

3) Pemeriksaan Diagnostik :
a) Pemeriksaan Laboratorium :
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

1 Natrium 123 mmol 136-145 mmol

2 Kalium 3,7 mmol 3,5-5,1 mmol

3 Klorida 96 mmol 9,7 -111 mmol

b) Pemeriksaan Laboratorium :
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

1 pH 7,46 mmol/l 7,35 -7.45

28
mmol/L

2 PCO2 22,3 mmhg 35,0 -45,0 mmhg

3 Po2 114,5 mmhg 80,0 -100,0


mmhg

4 Hcop 16,1 mmhl 22,0 26,0


mmhg/L

5 Be 97,5 % 2,0 -2.0


Spo2 94.0 -100,0 %

c) Lain-lain :

D. Pola Aktivitas dan Latihan


a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum sakit ia sering melakukan aktivitas sehari – harinya,
jogging pagi jika ada waktu.
2) Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan sejak sakit ia siudah jarang beraktivitas , karena mengalami
kelemahan
b. Data Obyektif
1) Observasi :
a) Aktivitas Harian :
 Makan : 2
0 : Mandiri.
 Mandi : 2
1 : Bantuan dengan alat.
 Berpakaian : 2
2 : Bantuan orang.
 Kerapian : 2
3 : Bantuan orang dan alat.
 Buang Air Besar : 2
 Buang Air Kecil : 2 4 : Bantuan penuh

 Mobilisasi ditempat tidur : 2


 Ambulasi : 2
b) Postur tubuh : Membungkuk
c) Gaya berjalan : Lambat
d) Anggota gerak yang cacat : Tidak ada
e) Fiksasi : Dalam batas normal
f) Trakheostomi : Tidak ada

29
2) Pemeriksaan Fisik :
a) JVP : 3 CmH2O.
Kesimpulan : Dalam batas normal
b) Capillary refill : Kembali dalam 2 detik

c) Thoraks dan Pernapasan :


 Inspeksi : Bentuk Thoraks : kanan teraba kiri tidak teraba
Stridor : √ Negatif. Positif

Dyspnea d’Effort : Negatif. √ Positif

Sianosis : √ Negatif. Positif

 Palpasi : Vocal Fremitus :


_____________________________________________
 Perkusi : Sonor √ Redup Pekak
Batas Paru Hepar : Hiper sonor
Kesimpulan : Tidak dalam keadaan normal
 Auskultasi :
Suara Napas : Ronchi

Suara Ucapan : Dalam batas normal

Suara Tambahan : Ronchi

d) Jantung :
 Inspeksi : Ictus Cordis : ICS V mid clavicula kiri selebral 1 cm
Penggunaan Alat Pacu Jantung :√ Negatif Positif
 Palpasi : Ictus Cordis : Tidak ada pulsasi pada dinding thorax
 Thrill : √ Negatif Positif
 Perkusi :
Batas Atas Jantung : Ics II Mid stemalis
Batas Kanan Jantung : Ics Iv mid stemalis dextra
Batas Kiri Jantung : Ics V mid clavikula sinistra
 Auskultasi :
Bunyi Jantung II (A) : Terdengar DUB
Bunyi Jantung II (P) : Terdengar DUB
Bunyi Jantung I (T) : Terdengar LUB
Bunyi Jantung I (M) : Terdengar LUB
Bunyi Jantung III : Irama Gallop : √ Negatif
Positif
Murmur : √ Negatif
Positif
Tempat : Tidak ada
Grade : Tidak ada

30
HR : __102_ x/menit.
Bruit : Aorta : √ Negatif.
Positif
Arteri Renalis : √ Negatif.
Positif
Arteri Femoralis : √ Negatif.
Positif
e) Lengan dan Tungkai :
 Atrofi otot :√ Negatif Positif : Tempat :
_____________
 Rentang Gerak : Dalam batas normal
Mati Sendi : Tidak ada
Kaku Sendi : Tidak ada
 Uji Kekuatan otot :
Ektremitas Atas : Kiri : 1 2 3 4 √
Kanan : 1 2 3 4 √
Ekstremitas Bawah : Kiri : 1 2 3 √ 5
Kanan : 1 2 3 √ 5

 Refleks Fisiologis : Dalam batas normal


 Refleks Patologis : Babinski : Kiri : √ Negatif
Positif
Kanan : √ Negatif
Positif

 Clubing Finger : √ Negatif


 Varices Tungkai : √ Negatif
f) Columna Vertebralis
 Inspeksi : Kelainan Bentuk : Tidak ada
 Palpasi : Ntyeri Tekan : √ Negatif Positif

Nervus Cranialis: III – IV – VI : dalam batas normal


Nervus Cranialis VIII : Romberg Test : √ Negatif Positif
Nervus Cranialis XI : dalam batas normal
Kaku Kuduk : √ Negatif Positif

3) Pemeriksaan Diagnostik :
a) Pemeriksaan Laboratorium :
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

1 Coccus gram positif <1 <1

2 Loucosit (10 lpk / 100x) 1-10 1-10

31
3 Epitol (10 lpk/100x) 11-25 11-25

4 Basilus gram positif

5 Mikroorganisme (10 lpb/1000x)

b) Lain-lain :
Ditemukan pertumbuhan bakteri enterobakter aerogenes, pathogen penyebab
penyakit

E. Pola Tidur dan Istirahat.


a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien magatakan sebelum sakit tidur dengan frekuensi 7-8 jam, tidur dengan nyaman
Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan sejak tidur dengan frekuensi 5-6 jam walapun sering terbangun

b. Data Obyektif
1) Observasi :
a) Ekspresi wajah : Mengantuk : Negatif √ Positif
b) Banyak menguap : Negatif √ Positif
c) Palpebrae Inferior : Berwarna gelap : Negatif √ Positif

F. Pola Persepsi Kognitif


a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Klien magatakan sebelum sakit ia mampu melihat objek dengan jelas, mampu
mendengar dengan jelas, mampu membau dengan baik, mampu mengecap rasa
dengan baik, peka terhadap sentuhan/tidak mati rasa
2) Keadaan sejak sakit :
Klien mengatakan sejak sakit ia kurang mampu melihat objek dengan jelas, mampu
mendengar dengan jelas, mampu mebau dengan baik, mampu mengecap rasa dengan
baik, peka terhadap sentuhan / tidak mati rasa

Pengkajian Nyeri (PQRST):

Tidak ada nyeri

1. Provocative / Palliative.
a. Apa penyebabnya :
Tidak ada
______________________________________________________________________
b. Hal-hal yang memperbaiki keadaan :
Tidak ada
2. Quality.
a. Bagaimana dirasakan :
Tidak ada 32
_____________________________________________________________________
b. Bagaimana dilihat :
Tidak ada
b. Data Obyektif
1) Observasi :
Klien tampak mengunakan dengan indranya dengan baik, walaupun sedikit kurang jelas
melihat objek
2) Pemeriksaan Fisik :
a) Penglihatan :
 Cornea : tampak keruh
 Visus : 1/300 (mampu melihat dengan lambaian tangan)
 Pupil : tampak isokor
 Lensa Mata : tampak bewarna hitam
 Tekanan Intra Ocular (TIO) : 21 mm Hg

b) Pendengaran :
 Pina : simetris
 Canalis : simetris
 Membran Tympani : dalam batas normal
 Test Pendengaran : dalam batas normal
c) Pengenalan rasa posisi pada gerakan lengan dan tungkai :
____________________________________________________________________
____
d) Nervus Cranialis I : : dalam batas normal (bisa mencium bau-bauan)
e) Nervus Cranialis II : kurang dalam batas normal
f) Nervus Cranialis V (Sensorik) : dalam batas normal
g) Nervus Cranialis VII (Sensorik) : dalam batas normal
h) Nervus Cranialis VIII (Pendengaran) : dalam batas normal
i) Test Romberg : kurang dalam batas normal (tidak seimbang)

G. Pola Persepsi dan Konsep Diri


a. Data Subyektif

33
1) Keadaan sebelum sakit :
Kline mengatakan sebelum sakit percaya diri, tidak ada gangguan pandangan terhadap
dirinya
2) Keadaan sejak sakit :
Kline mengatakan sejak sakit tetap percaya diri,tidak ada gangguan pandang terhadap
dirinya

b. Data Obyektif
1) Observasi :
a) Kontak Mata : Menatap pada lasan bicara
b) Rentang Perhatian : memperhatikan lawan bicara
c) Suara dan Cara Bicara : jelas
d) Postur Tubuh : membungkuk

2) Pemeriksaan Fisik :
a) Kelainan bawaan yang nyata : Tidak ada
b) Abdomen : Bentuk : Datar
Bayangan Vena : Dalam batas normal
Benjolan / Massa : Tidak ada
c) Kulit : Lesi pada kulit : Tidak ada
d) Penggunaan Protesa : Hidung Payudara Lengan
Tungkai

H. Pola Peran dan Hubungan Dengan Sesama.


a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Kline mengatakan sebelum sakit ia sering bersosialisasi dengan kerbatan,keluarga dan
tetangganya
2) Keadaan sejak sakit :
Kline mengatakan sejak sakit ia sudah jarang bersosialisasi dengan kerabat dan
tetanga
b. Data Obyektif
1) Observasi :
_ Kline tampak ramah
_Kline selalu mengajak bicara

I. Pola Reproduksi – Seksualitas


a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Kline mengatakan sebelum sakit tidak ada gangguan pada pola reproduksi

2) Keadaan sejak sakit :


Kline mengatakan sejak sakit tidak ada gangguan pada pola reproduksi

b. Data Obyektif

34
1) Observasi :
- Kline tampak ramah
- Kline selalu mengajak bicara
2) Pemeriksaan Fisik :
Tidak dikaji (Kline tidak bersedia)

3) Pemeriksaan Diagnostik :
a) Pemeriksaan Laboratorium :
NO PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

b) Lain-lain :
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
_________
3) Terapi :

NO TERAPI / OBAT DOSIS CARA INDIKASI


PEMBERIAN

J. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress.


a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Kline mengatakan sebelum sakit tidak mengalami gangguan emosi dan perilaku , kline
juga mengatakan jika ada masalah dihadapi dengan tenang
2) Keadaan sejak sakit :
Kline mengatakan sejak sakit sedikit khawatir dengan keadan yang dirasaakn, kline juga
mengatakan keluarganyanya sangat memberidukungan untuk bisa sembuh

35
b. Data Obyektif
1) Observasi :
_ Kline tampak banyak bertanya tentang penyakitnya
_Kline tampak sedikit cemas tentang penyakitnya
2) Pemeriksaan Fisik :
a) Tekanan Darah : Berbaring : 149 / 77 mmHg.
Duduk : 140 / 78 mmHg.
Berdiri : 130 / 70 mmHg.
d) Kesimpulan : Hipotensi Ortostatik : Negatif Positif
b) Heart Rate : 120 x/menit
c) Kulit : Keringat Dingin : Tidak ada
Basah : Tidak ada
3) Terapi :

NO TERAPI / OBAT DOSIS CARA INDIKASI


PEMBERIAN
1
2
3
4
5

K. Pola Sistem Nilai Kepercayaan


a. Data Subyektif
1) Keadaan sebelum sakit :
Kline mengatakan sebelum sakit kline melakukan solat 5 waktu serta membaca al-
quraan

2) Keadaan sejak sakit :


Kline mengatakan sejak sakit kurang maksimal dalam ibadah

b. Data Obyektif
1) Observasi :
- Kline beragama islam
- Kline tampak berdoa sebelum dan sesudah makan

36
ANALISA DATA

Nama Klien : Ny.M Ruangan / No. Bed :Dahlia / 8(2)

Umur : 69 Th Diagnosa Medis : PPOK

NO SYMPTOM ETIOLOGY PROBLEM

(DATA SUBYEKTIF & OBYEKTIF) (PENYEBAB) (MASALAH)

1. DS: Kline mengatakan sesak Hambatan upaya Ketidakefektifan pola

DO:Kline tampak sesak napas (kelemahan napas


otot menurun)
 RR 26x/menit

 Nadi 96x/menit

DS :
Spasme jalan napas Bersihan jalan napas
 Klien mengatakan sesak tidak efektif
(Akumulasi sputum)
 Klien mengatakan batuk
berdahak

DO :

 Klien tampak sesak

 RR 26x/menit

 Suara napas ronchi dan


weezing

 Tampak adanya retraksi


dada

 SPO2 96%

37
3. Kondisi fiologis
DS: Gangguan pola tidur
- klien mengatakan sering
terbangun ssat tidur

- Klien mengatakan hanya


bisa tidur sebentar-
sebentar

DO:

- Klien tampak
mengantuk

- Klien tampak
menguap

- Palpebra tampak
gelap

- Kuantitas tidur malam 3-4


jam

- Kuantitas tidur siang


kurang lebih 30 menit

38
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Klien : Ny. M Ruangan / No. Bed : Dahlia /8(2)

Umur : 69 tahun Diagnosa Medis : PPOK

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NAMA JELAS

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hambatan upaya napas


(D.0005)

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan spesme jalan


napas (D.0001)

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kondisi fisiologis (D.0055)

39
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Klien : Ny. M Ruangan / No. Bed : Dahlia / 8(2)

Umur : 69 tahun Diagnosa Medis : PPOK

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI TINDAKAN


KEPERAWATAN KEPERAWATAN
(HASIL YANG TANDATANGA
(DATA SUBYEKTIF & DIHARAPKAN & Meliputi : Tindakan Observatif, N
TGL OBYEKTIF) KRITERIA Tindakan Keperawatan Mandiri, RASIONALTINDAKAN
EVALUASI) Pendidikan Kesehatan, & NAMA JELAS
Kolaborasi, atau Pelaksanaan
Program Dokter

1. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan 1. Lakukan pemantauan 7. Menegtahui keadaan


napas berhubungan asuhan keperawatan respirasi napas klien dan
dengan hambatan diharapkan status mengetahui keadaan
2. Beri terapi oksigen
upaya napas pernapasan : ventilasi paru-paru klien
(kelemahan otot dengan kriteria hasil: 3. Beri dukungan ventilasi
8. Memfasilitasi dalam
pernapasan)
a. Pola napas 4. Lakukan stabilitasi jalan memepertahankan
DS: - klien mengatakan normal (16- napas pernapasan spontan
sesak 20x/menit untuk
5. Manajemen jalan napas memaksimalkan
DO: - klien tampak sesak b. Irama
pertukaran gas di
pernapasan
- RR 26x/menit paru-paru
normal
(vesikuler) 9. Menegtahui
40
- Nadi 96x/menit c. Kesadaran kepatenan jalan
compos mentis napas

d. Kapasitas vital 10. Membantu pola


normal napas klien

TD: 120/80 11. Adanya perubahan


mmHg fungsi respirasi dan
penggunaan otot
Nadi : 60-100
tambahan
menit
menandakan kondisi
penyakit yangbmasih
harus mendapatkan
‘penanganan penuh

Setelah dilakukan 1. Menetukan intervensi


2. Ketidakefektifan asuhan keperawatan 1. Kaji napas klien
yang tepat
bersihan jalan napas selama 3x24 jam
2. Beri terapi oksigen
berhungan dengan bersihan jalan napas 2. Mempertahankan
spsme jalan napas efektif dengan kriteria 3. Beri kolaborasi obat inhalasi oksigen jaringan
(D.0001) hasil: yang adekuat
4. Latihan batuk efektif
DS: - klien mengatakan a. RR normal 3. Keadaan sputum
sesak 5. Lakukan fisoterapi dada
(16-20x/menit) yang kental menjadi

6. Monitor respirasi cair hingga mudah di


- Klien b. irama napas normal keluarkan
mengatakan (vvesikuler)
batuk berdahak 4. Menurunkan

41
DO : c. pergerakan sputum frekuensi sesak
keluar dari jalan napas
- Klien tampak 5. Pemulihan fungsi
sesak d. bebas dari suara pernafasan
napas tambahan (ronchi,
- RR 26x/menit 6. Menentukan
weezing)
perencanna
- Sesuai napas
selanjutnya
ronchi

1. Identifikasi faktor penganggu


tidur
setelah dilakukan 1. Mengetahui hal-hal
3. Gangguan pola tidur
asuhan keperawatan 2. Identifikasi makanan dan yang mempengaruhi
berhubungan dengan
selama 3x24 jam minuman keaddan
kondisi fisiologis
diharapkan gangguan
3. Modifikasi lingkungan 2. Agar kalian
pola tidur membaik
(pencahayaan, kebisingan, mengurangi faktor
dengan kriteria hasil :
dll) yang menjadi
- Keluhan sulit tidur penghambat tidur
menurun 4. Lakukan prosedur untuk
meingkatkan kenyamanan 3. Meningkatkan
- Mencapai kuantitas tidur kenyamanan
tidur normal (7-8
5. Tetapkan jadwal tidur rutin 4. Peningkatan kualitas
jam)
tidur klien

5. Peningkatan
kuantitas tidur klien

42
43
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Klien : Ny. M Ruangan / No. Bed : Dahlia /8(2)

Umur : 69 tahun Diagnosa Medis : PPOK

TGL WAKTU DIAGNOSA TINDAKAN KEPERAWATAN NAMA


JELAS
KEPERAWATAN

12.12.22 1. Ketidakefektifan pola 1. Melakukan pemantauan respirasi


napas berhubungan
2. Memberi terapi oksigen nasal kanul 5
dengan hambatan
liter
upaya napas
(kelemahan otot) 3. Memberi dukungan ventilasi

4. Melakukan stabilitasi jalan napas

2. Ketidaefektifan 5. Melakukan manajemen jalan napas


bersihan jalan nappas
berhubungan dengan
12.12.22
spasme jalan napas
(akumulasi sputum)
1. Mengkaji napas klien

2. Memberi terapi oksigen nasal kanul 5


3. Gangguan pola tidur
liter
berhubungan dengan
kondisi fisiologis 3. Memberi kolaborasi obat injeksi
(fixotide rebuls)

4. Memberi latihan batuk efektif

5. Memonitor respirasi

1. Mengidentifikasi faktor penganggu


tidur

2. Mengidentifikasi makan dan minum

44
yang menganggu tidur

3. Mengidentifikasi dukungan
(pencahayaan ruangan, kebisingan
ruang)

4. Melakukan prosedur untuk


meningkatkan kenyamanan tidur,
(melakukan rendam kaki dengan air
hangat, menggunakan wangi eangian
contohnya bedak/parfum

5. Menerapkan jadwal tidur rutin

45
EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Klien : Ny. M Ruangan / No. Bed : Dahlia/ 8(2)

Umur : 69 tahun Diagnosa Medis : PPOK

TANGGAL EVALUASI KEPERAWATAN ( S O A P ) NAMA JELAS

12-12-2022 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hambatan


upaya napas (D.0005)

S: - klien mengatakan sesak

O: - klien tampak sesak

- RR : 26x/menit

- Nadi 96x/menit

A: masalah belum teratasi

P: - Intervensi dilanjutkan

- Lakukan pemmantauan respirasi

- Beri terapi oksigen

- Beri dukungan ventilasi

- Lakukan stabilisasi jalan napas

- Lakukan manajemen jalan napas

13-12-2022

S: - klien mengatakan sesak napas

O: - klien tampak sesak

- RR 25x/menit

46
- Nadi 97x/menit

A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

- Lakukan pemantauan respirasi

- Beri terapi oksigen

- Beri dukungan ventilasi

- Lakukan stabilisasi jalan napas

- Lakukan manajemen jalan napas

14-12-2022 S: klien mengatakan masih sesak

O: klien tampak masih sesak

- RR 24X/menit

- Nadi 96x/menit

A: masalah belum teratasi

P: - intervensi dilanjutkan (penatalaksaan keperawatan dan kolaborasi


terapi dukungan)

Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan


12-12-2022
spesme jalan napas (D.0001)

S: Kllen mengatakan sesak

- Kllen mengatakan batuk berdahak

O: - Klien tampak sesak

- RR 26x/menit

47
- Suara napas rochi dan weezing

A: Intervensi dilanjutkan

P: Intervensi dilanjutkan

- Kaji napas klien

- Beri terapi oksigen

- Beri kolaborasi obat inhalasi

- Latihan batuk efektif

- Laukan fisioterapi dada

- Monitor respirasi dada

13-12-2022 S: -klien tampak masih sesak

- Klien mengatakan masih batuk berdahak

O: - klien tampak masih sesak

- RR 25x/menit

- Suara napas ronchi

- Masih adanya retreksi dada

- Spo2 95%

A: masalah belum teratasi

P: interevsi dilanjutkan

- Kaji napas klien

- Beri terapi oksigen

- Beri kolaborasi obat

- Latihan batuk efektif

48
- Lakukan fisoterapi dada

- Monitor respirasi dada

14-12-2022 S: klien mengatakan sesak sedikit berkurang

O: - klien tampak masih sesak

- Klien tampak masih batuk berdahak

- RR 24x/menit

- Bunyi napas ronchi

- Retraksi dada berkurang

- Spo2 95%

A: Masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan (penatalaksaan keperawatan dan kolaborasi


terapi dokter)

Gangguan pola tidur berhubungan dengan kondisi fisiologis


12-112-2022
(D.0055)

S: klien mengatak sering terbangun saat tidur

- Klien mengatakan hanya bisa tidur sebentar-sebentar

O: - klien tampak mengantuk

- Klien tampak menguap

- Verbal tampak gelap

- Tidur malam 3-4 jam dan tidur siang kurang lebih 30 menit

A: masalah belum teratasi

P: - intervensi dilanjutkan

49
- Indentifikasi gangguan tidur

- Identifikasi makan dan minum yang menganggu tidur

- Modifikasi lingkungan

- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan tidur

- Tetapkan jadwal tidur rutin

13-12-12022

S: klien mengatakan masih sering terbangun saat tidur

- klien mengatakan hanya bisa tdur sebentar- sebentar

O: klien tampak masih sering terbangun saat tidur

- klien tampak hanya bisa tdur sebentar- sebentar

A: masalah belum teratasi

P: - intervensi dilanjutkan

- Indentifikasi gangguan tidur

- Identifikasi makan dan minum yang menganggu tidur

- Modifikasi lingkungan

- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan tidur

14-12-2022 - Tetapkan jadwal tidur rutin

S: klien mengatakan sudah bisa tidur walaupun sebentar-sebenar


walaupun sering terbangun

O: klien tampak masih sering terbangun saat tidur

- klien tampak hanya bisa tdur sebentar- sebentar

A: Masalah teratasi

P: Intervensi dihentikan

50
51
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau disebut juga dengan COPD
(Cronic Obstruktif Pulmonary Disease) adalah suatu penyakit yang bisa di cegah
dan diatasi yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang menetap,
biasanya bersifat progresif dan terkait dengan adanya proses inflamasi kronis
saluran nafas dan paru-paru terhadap gas atau partikel berbahaya (Nilu, 2019).
PPOK adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan retensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Jika individu berhenti merokok berhenti merokok, progresif penyakit
dapat ditahan. Jika merokok dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkkhitis
ktonis dapat menurun dan pada akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok

2. Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan
baik terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh
karena itu, perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal
melakukan penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun
keluarga pasein terutama mengenai tanda-tanda, penangannya dan
pencegahannya.

52
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013
Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta :
Mocomedia

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013 Nursing
Outcome Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta :
Mocomedia

Brashers, Valentina L., 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan &


Manajemen. Edisi Kedua. Jakarta: EGC.

Francis, Caia. 2011. Perawatan Respirasi . Jakarta : Penerbit Erlangga

Herdman, T. H & Kamitsuru, S. 2015. Diagnosis Keperawatan Defenisi &


Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC

Huda, Amin. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Yogyakarta : MediAction

Ikawati, Zullies. 2016. Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan .


Yogyakarta : Bursa Ilmu

Kumar, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi.Jakarta : EGC

Manurung, Nixson. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory.


Jakarta : Trans Info Media

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan . Jakarta : Salemba Medika

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Yogyakarta : Nuha


Medika

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik . Edisi 4 volume 1. Jakarta : EGC
Rahmatika, Anita. 2009. Karakteristik penderita penyakit paru obstruktif kronis
yang di rawat inapp RSUD aceh Tamiang

Soeharto, Arto Y. 2014. Penyakit Paru Obstruktif Kronis.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Sugiyono, 2016. Metode Peneltian Kuantitatif, Kualitatif, R&D . Bandung :


Alfabeta

Susan, C. Smeltzer. 20012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 12.
Jakarta : EGC

WHO 2015. tersedia pada http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs315/en/.


diakses pada tanggal 10 januari 2017.
55

Anda mungkin juga menyukai