Anda di halaman 1dari 69

PENELITIAN KEPERAWATAN

STUDI FENOMENOLOGI : PENGALAMAN PASIEN DENGAN TB


YANG TERINFEKSI COVID-19 SELAMA PANDEMI
DI RSUP DR. M.DJAMIL PADANG

OLEH :
1. Ns. Titis Anggleni, S.Kep
2. Ns. Rhadiatul Aulia Sari Junaidi, S.Kep
3. Ns.Wesnawati, M.Kep
4. Ns. Yulia Permata Sari, S.Kep

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG


2021

1
2

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan

rahmat Nya yang selalu dicurahkan kepada seluruh makhluk Nya. Salawat

serta salam dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah

dengan nikmat dan hidayah Nya, peneliti telah dapat menyelesaikan

proposal penelitian ini dengan judul Studi Fenomenologi : pengalaman

pasien dengan TB yang terinfeksi Coivd 19 selama pandemi di RSUP

DR. M.DJAMIL Padang. Terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti

ucapkan kepada pembimbing peneliti yang telah dengan telaten dan penuh

kesabaran membimbing peneliti dalam menyusun penelitian ini. Terima

kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada Direktur RSUP DR.

M.DJAMIL yang telah banyak memberi ruang dan kesempatan selama

peneliti bekerja di RSUP DR. M.DJAMIL.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak

sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya.

Padang, Maret 2022

Peneliti
3

DAFTAR ISI

Cover............................................................................................................................I

Kata Pengantar ..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang........................................................................................................1

B.Rumusan Masalah.....................................................................................................4

C.Tujuan .....................................................................................................................4

D.Manfaat Penelitian ..................................................................................................5

1. Bagi Profesi Keperawatan ................................................................................5

2. Bagi Institusi Rumah Sakit ...............................................................................5

3. Bagi Institusi Pendidikan .................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Landasan Teoritis Tuberkulosis...............................................................................6

1. Definisi .............................................................................................................6

2. Etiologi .............................................................................................................7

3. Cara Penularan .................................................................................................7

4. Patofisiologi ......................................................................................................8

5. Pengobatan .......................................................................................................9

6. Penanggulangan ................................................................................................9

B.Landasan Teoritis Covid-19...................................................................................12

1. Definisi ...........................................................................................................12

2. Patofisiologi ....................................................................................................13

3. Etiologi dan Patogenesis .................................................................................13


4

4. Klasifikasi.................... ...................................................................................14

..........................................

5. Tatalaksana......................................................................................................15

..........................................

6. Pencegahan......................................................................................................18

BAB III METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian......................................................................................................20

B.Partisipan...............................................................................................................21

C.Tempat dan Waktu.................................................................................................22

D.Alat Pengumpul Data............................................................................................23

E.Prosedur Pengumpul Data 24

F.Etika Penelitian .....................................................................................................25

G.Metode Pengumpulan Data ...................................................................................26

H.Pengolahan dan Analisis Data...............................................................................30

I.Keabsahan Data .....................................................................................................31

BAB III HASIL PENELITIAN..............................................................................45

BAB V PEMBAHASAN..........................................................................................50

KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................55

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................60

LAMPIRAN .............................................................................................................69
5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang

berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau

pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya

hingga kematian. Sehingga pengobatan TB harus diselesaikan hingga

tuntas ( Kemenkes RI, 2018 ).

Penyakit Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di

Indonesia hingga saat ini. Di saat yang bersamaan indonesia juga

menghadapi wabah corona virus ( Covid-19) dan harus lebih diwaspadai

oleh pasien TB. Togun (2020) menyebut TB menjadi salah satu faktor

resiko seseorang rentan terinfeksi covid 19 dan menyebabkan kematian

lebih tinggi dibandingkan pasien yang hanya menderita salah satu penyakit

TB paru atau covid 19 saja.

Dampak covid 19 lebih berbahaya terhadap pasien TB


6

dibandingkan pada pasien yang sehat sebelumnya (Togun, 2020).

Intervensi yang diberikan berfokus untuk mengatasi masalah fisik,

psikososial dan kepatuhan pengobatan. Pemberian intervensi masalah

fisik diberikan berdasarkan keluhan dari hasil pengkajian, seperti

mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas, kelelahan, nutrisi

kurang dari kebutuhan. Sedangkan masalah psikososial ditujukan

untuk mengatasi seperti mengatasi cemas, stigma yang buruk

ataupun yang lainnya. Selain mengatasi masalah fisik dan

psikososial, intervensi yang diberikan juga bertujuan meningkatkan

kepatuhan minum obat (Fatarona, 2018).

Menurut Global Tuberculosis Report (2020 ), indonesia termasuk

delapan negara yang menyumbang 2/3 kasus TBC di seluruh dunia,

menempati posisi kedua setelah india dengan kasus sebanyak 845.000

dengan kematian sebanyak 98.000 atau setara dengan 11 kematian/ per

jam (Sistem Informasi Tuberkulosis terpadu, 2020).

Insiden TB di Sumatera Barat pada tahun 2015 yaitu 131.65/

100.000 penduduk untuk semua tipe kasus TB dan 102.35/ 100.000

penduduk untuk TB Paru BTA positif. Sedangkan angka kematian TB

pada tahun 2015 sebanyak 3.56/ 100.000 penduduk atau 0,48 orang per

hari. Sedangkan pada tahun 2017 Dinas Kesehatan Provinsi melaporkan

bahwa angka insiden semua tipe TB sebesar 131.65/100.000 penduduk,

sedangkan insiden kasus baru TB BTA Positif sebesar 4.597/100.000

penduduk (Dinkes Sumbar, 2017)


7

Jumlah kejadian TBC terus bertambah, salah satunya disebabkan

oleh pandemi Covid-19. Meningkatnya kasus disebabkan karena penderita

TBC tidak bisa mendapatkan obat dari rumah sakit karena adanya

lockdown (Rai et-al, 2020). Secara global pandemi Covid-19 telah

memperburuk keadaan ekonomi dan nutrisi bagi jutaan orang. Keadaan

lockdown dan isolasi di rumah menimbulkan resiko penulurasan

tuberculosis (TBC) (Wingfield, 2021).

Pandemi Covid-19 telah mengubah kehidupan banyak orang

terutama mereka yang hidup dengan penyakit kronis salah satunya adalah

Tuberkulosis (TB). Tuberkulosis (TB) dan infeksi COVID-19 mempunyai

tanda gejala yang hampir sama, seperti batuk, demam, sesak nafas, nyeri

kepala dan nyeri dada (Huang, dkk, 2020).

Stigma pada Tuberkulosis (TB) menyebabkan trauma mental,

penderitaan, keterlambatan diagnosis dan ketidakpatuhan terhadap terapi.

Lockdown yang diberlakukan karena Covid -19 memperburuk ketakutan

masing-masing pasien (Marwah, et-al, 2021). Ketakutan lain dirasakan

ketika penderita Covid-19 harus melakukan isolasi karena beresiko tinggi

menulari, ketakutan akan kematian dan deskriminasi dari lingkungan

sekitar, sehingga mengakibatkan pasien melalui tekanan mental, stress,

dan perasaan bersalah jika menginfeksi orang lain (Sahoo, et-al, 2020).

Begitu juga dengan penderita TB yang terinfeksi Covid-19 menunjukkan

tingkat ketakutan yang tinggi dan kecemasan akan kemungkinan

menularkannya pada orang lain (Santos, et-al, 2021).


8

Studi pendahuluan dilakukan pada salah satu pasien TB yang

terkonfirmasi positif Covid-19 yang dirawat di ruangan Pinere RSUP DR

M Djamil Padang. Dari bulan Maret 2020 sampai bulan Oktober 2021

terdapat 33 orang pasien TB yang terkonfirmasi positif. Pasien tersebut

mengatakan sudah cukup terbebani terhadap penyakit TBC yang

dideritanya, karena dia harus menghadapi pandangan orang-orang

terhadap penyakit TBC. Pasien tersebut mengatakan bahwa dia akan

dijauhi ketika orang tau penyakitnya, dan juga ada ketakutan jika keluarga

terdekatnya tertular penyakit yang dideritanya. Kondisi ini diperburuk oleh

stigma masyarakat terhadap penyakit Covid-19. Pasien tersebut

mengatakan bahwa menjalani pengobatan TB dengan covid 19 juga

membuat pasien merasa takut, putus asa dan ada perasaan menolak.

Stigma yang buruk dari masyarakat juga membuat pasien merasa cemas

menjalani hari. Penelitian menunjukkan bahwa Covid-19 menyebabkkan

stigma dan deskriminasi di berbagai kehidupan bermasyarakat (Chopra &

Arora, 2020).

Dari beberapa penelitian sebelumnya peneliti menyimpulkan

bahwa penderita TB yang terinfeksi Covid-19 menghadapi dua kali

ketakutan. Penelitian sebelumnya kebanyakan dilakukan secara kuantitatif

sehingga tidak dapat digali pengalaman dari penderita TB yang terinfeksi

Covid-19. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengeksplorasi

bagaimana pengalaman pasien dengan TB yang terinfeksi Coivd 19 selama

pandemi.

B. Rumusan Masalah
9

Mengeksplorasi bagaimana pengalaman pasien dengan TB yang

terinfeksi Coivd 19 selama pandemi merupakan hal yang penting. Karena

dengan penyakit TB saja pasien sudah merasa terbebani. Kondisi ini

diperburuk oleh stigma masyarakat terhadap penyakit Covid-19. Oleh

sebab itu peneliti tertarik untuk mengeksplorasi bagaimana pengalaman

pasien dengan TB yang terinfeksi Coivd 19 selama pandemi.

C. Tujuan Penelitian

untuk mengeksplorasi bagaimana pengalaman pasien dengan TB

yang terinfeksi Coivd 19 selama pandemi di bangsal paru RSUP Dr.

M.Djamil Padang.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi profesi kesehatan/institusi pelayanan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memotivasi dan menjadi

alternatif strategi untuk meningkatkan keberhasilan pengobatan pasien

TB.

2. Bagi institusi keperawatan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

berarti terhadap ilmu keperawatan tentang bagaimana pasien TB mampu

menjalani pengobatannya.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

acuan untuk penelitian sejenis atau lebih spesifik tentang pengalaman


10

pasien dengan TB yang terinfeksi Coivd 19 selama pandemi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tuberkulosis

1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies

Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M.

Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).

Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang

bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT

(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu

penegakan diagnosis dan pengobatan TBC (Marlina Indah, 2018).

Tuberkulosis paru yang sering dikenal dengan TBC paru disebabkan

bakteri Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) dan termasuk penyakit

menular. TBC paru mudah menginfeksi pengidap HIV AIDS, orang dengan
11

status gizi buruk dan dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang (Tri Dewi,

2020).

2. Gejala Tuberkulosis

Menurut Marlina Indah (2018), tanda dan gejala Tuberkulosis

meliputi:

a. Batukberdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti

dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah

b. Batuk darah

c. Sesak nafas

d. Badan lemas

e. Nafsu makan menurun

f. Berat badan menurun

g. Malaise

h. Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik

i. Demam meriang lebih dari satu bulan.

3. Cara Penularan Tuberkulosis

Kuman TBC paru menyebar kepada orang lain melalui transmisi atau

aliran udara (droplet dahak pasien TBC paru BTA positif) ketika penderita

batuk atau bersin. TBC paru dapat menyebabkan kematian apabila tidak

mengkonsumsi obat secara teratur hingga 6 bulan. Selain berdampak pada

individu juga berdampak pada keluarga penderita, yaitu dampak psikologis

berupa kecemasan, penurunan dukungan dan kepercayaan diri yang rendah

(Tri Dewi, 2020).


12

4. Penyebab Tuberkulosis

Penyakit TBC paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan tubuh

menurun. Dalam perspektif epidemiologi yang melihat kejadian penyakit

sebagai hasil interaksi antar tiga komponen pejamu (host), penyebab (agent),

dan lingkungan (environment) dapat ditelaah faktor risiko dari simpul-simpul

tersebut. Pada sisi pejamu, kerentanan terhadap infeksi Mycobacterium

tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang pada saat

itu. Pengidap HIV AIDS atau orang dengan status gizi yang buruk lebih

mudah untuk terinfeksi dan terjangkit TBC (Tri Dewi, 2020).

5. Pengobatan Tuberkulosis

Pencegahan dan pengendalian faktor risiko TBC dilakukan dengan cara:

a. Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat

b. Membudayakan perilaku etika berbatuk

c. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan

lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat

d. Peningkatan daya tahan tubuh

e. Penanganan penyakit penyerta TBC

f. Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TBC di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan dan di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan

6. Penanggulangan Tuberkulosis

a. Integrasi layanan TBC berpusat pada pasien dan upaya pencegahan TBC:
13

 Diagnosis TBC sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi

semua dan penapisan TBC secara sistematis bagi kontak dan

kelompok populasi berisiko tinggi.

 Pengobatan untuk semua pasien TBC, termasuk untuk penderita

resistan obat dengandisertai dukungan yang berpusat pada kebutuhan

pasien (patient-centred support).

 Kegiatan kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TBC yang

lain.

 Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok rentan dan

berisiko tinggi serta pemberian vaksinasi untuk mencegah TBC.

b. Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas.

 Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan

layanan dan pencegahan TBC.

 Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan dan

pemberi layanan

 kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

 Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage) dan

kerangka

 kebijakan lain yang mendukung pengendalian TBC seperti wajib

lapor, registrasi vital,

 tata kelola dan penggunaan obat rasional serta pengendalian infeksi.

 Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk

mengurangi dampak

 determinan sosial terhadap TBC.


14

c. Intensifikasi riset dan inovasi

 Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat alat, metode

intervensi danstrategi baru pengendalian TB.

 Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan dan

merangsang inovasiinovasi baru untuk mempercepat pengembangan

program pengendalian TB.

d. Peningkatan Akses Layanan Tuberkulosis yang Bermutu dan Berpihak

pada Pasien.

Menurut peraturan presiden 67/2021 tentang penanggulangan

tuberkulosis dalam

1. Pasal 8 Ayat 1 huruf e

Peningkatan akses layanan TBC yang bermutu dan berpihak pada

pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b dilakukan

melalui:

 Penyediaan layanan yang bermutu dalam penatalaksanaan TBC yang

diselenggarakan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan di wilayahnya

 Optimalisasi jejaring layanan TBC di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

milik pemerintah dan swasta

 Pelaksanaan sistem rujukan pasien TBC mengikuti alur layanan TBC

yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah

 Pemenuhan dan penjaminan mutu obat yang digunakan untuk

pengobatan TBC
15

 Pembinaan teknis dan supervisi layanan TBC untuk Fasilitas

Pelayanan Kesehatan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah secara

berjenjang

 Penyediaan sanatorium untuk pasien TBC.

2. Pasal 8 Ayat 2

Pembinaan teknis dan supervisi layanan TBC sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan dengan melibatkan

organisasi profesi dan asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan.

e. Upaya Akselerasi Cakupan Penemuan Dan Pengobatan Tuberkulosis

1. Melakukan penemuan kasus secara aktif (Active Case Finding)

terutama pada kelompok berisiko seperti pada orang dengan HIV-

ADIS (ODHA), pasien DM dan pasien malnutrisi

2. Memaksimalkan kegiatan investigasi kontak bersama komunitas

3. Perluasan pemberian TPT kepada anak, ODHA, kontak serumah


16

4. Melaksanakan wajib lapor penemuan kasus tuberkulosis dan

penguatan sistem surveilans TB di semua fasyankes

5. Memperkuat jejaring fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan

swasta dalam penemuan, tatalaksana, dan pengobatan

6. Mempeluas dan memperkuat layanandiagnostik dan pengobatan

tuberkulosis

7. Memperkuat pemantauan dan pendampingan pengobatan untuk TBC

SO dan RO sesuai standar dengan melibatkan komunitas

8. Mengoptimalkan komunikasi, informasi, danedukasi tentang

tuberkulosis kepada masyarakat.

B. Covid - 19

1. Defenisi Covid -19

Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul

dan tidak bersegmen. Corona virus tergolong ordo Nidovirales, keluarga

Corona viridae. Struktu rcorona virus membentuk struktur seperti kubus

dengan protein S berlokasi dipermukaan virus. Protein S atau spike protein

merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan struktur

utama untuk penulis angen. Protein Sini berperan dalam penempelan dan

masuknya virus kedalam sel host (interaksi protein S dengan reseptornya

diselinang) (Wang, 2020).

2. Patofisiologi Covid -19

Corona virus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya.

Virus tidak bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Corona virus setelah
17

menemukan sel host sesuai tropismenya. Pertama, penempelan dan masuk

virus kesel host diperantarai oleh Protein S yang ada dipermukaan virus. 5

Protein S penentu utama dalam menginfeksi spesies host-nya serta penentu

tropisnya (Wang,2020). Pada studi SARS-CoV protein S berikatan dengan

reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2 (angiotensin-

convertingenzyme).ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal,

nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, sumsum

tulang,limpa,hati,ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus

halus,sel endotel arteri vena,dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk

selanjutnya translasi repikasi gen dari RNA genomvirus.Selanjutnya

replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan

perakitan dari kompleks replikasi virus.Tahap selanjutnya adalah perakitan

dan rilis virus (Fehr,2015).

3. Etiologi dan Patogenesis Covid -19

Patogenesis infeksi COVID-19 belum diketahui seutuhnya. Pada

awalnya diketahui virus ini mungkin memiliki kesamaan dengan SARS dan

MERS CoV, tetapi dari hasil evaluasi genomik isolasi dari 10 pasien,

didapatkan kesamaan mencapai 99% yang menunjukkan suatu virus baru,

dan menunjukkan kesamaan (identik 88%) dengan batderived severe acute

respiratory syndrome (SARS)- like coronaviruses, bat-SL-CoVZC45 dan

bat-SLCoVZXC21, yang diambil pada tahun 2018 di Zhoushan, Cina bagian

Timur, kedekatan dengan SARS-CoV adalah 79% dan lebih jauh lagi dengan

MERS-CoV (50%) (J. Respir Indo, 2020).


18

COVID-19 juga merupakan zoonosis. Perkembangan data selanjutnya

menunjukkan penularan antar manusia (human to human), yaitu diprediksi

melalui droplet dan kontak dengan virus yang dikeluarkan dalam droplet. Hal

ini sesuai dengan kejadian penularan kepada petugas kesehatan yang

merawat pasien COVID-19, disertai bukti lain penularan di luar Cina dari

seorang yang datang dari Kota Shanghai, Cina ke Jerman dan diiringi

penemuan hasil positif pada orang yang ditemui dalam kantor. Pada laporan

kasus ini bahkan dikatakan penularan terjadi pada saat kasus indeks belum

mengalami gejala (asimtomatik) atau masih dalam masa inkubasi. Laporan

lain mendukung penularan antar manusia adalah laporan 9 kasus penularan

langsung antar manusia di luar Cina dari kasus index ke orang kontak erat

yang tidak memiliki riwayat perjalanan manapun.

Penularan ini terjadi umumnya melalui droplet dan kontak dengan

virus kemudian virus dapat masuk ke dalam mukosa yang terbuka. Suatu

analisis mencoba mengukur laju penularan berdasarkan masa inkubasi, gejala

dan durasi antara gejala dengan pasien yang diisolasi. Analisis tersebut

mendapatkan hasil penularan dari 1 pasien ke sekitar 3 orang di sekitarnya,

tetapi kemungkinan penularan di masa inkubasi menyebabkan masa kontak

pasien ke orang sekitar lebih lama sehingga risiko jumlah kontak tertular dari

1 pasien mungkin dapat lebih besar.

4. Klasifiksi COVID-19 menurut WHO

Berdasarkan Panduan Surveilans Global WHO untuk novel Corona-

virus 2019 (COVID-19) per 20 Maret 2020, definisi infeksi COVID-19 ini

diklasifikasikan sebagai berikut:


19

a. Kasus Terduga (suspect case)

 Pasien dengan gangguan napas akut (demam dan setidaknya satu

tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas),

DAN riwayat perjalanan atau tinggal di daerah yang melaporkan

penularan di komunitas dari penyakit COVID-19 selama 14 hari.

 Pasien dengan gangguan napas akut DAN mempunyai kontak

dengan kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19 dalam 14

hari terakhir.

 Pasien dengan gejala pernapasan berat (demam dan setidaknya

satu tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas

DAN memerlukan rawat inap) DAN tidak adanya alternatif

diagnosis lain yang secara lengkap dapat menjelaskan presentasi

klinis tersebut.

b. Kasus probable (probable case)

 Kasus terduga yang hasil tes dari COVID-19 inkonklusif; atau b.

Kasus terduga yang hasil tesnya tidak dapat dikerjakan karena

alasan apapun.

c. Kasus terkonfirmasi yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan

laboratorium infeksi COVID-19 positif, terlepas dari ada atau

tidaknya gejala dan tanda klinis.

5. Klasifikasi infeksi COVID-19 di Indonesia

Klasifikasi infeksi COVID-19 di Indonesia saat ini didasarkan pada

buku panduan tata laksana pneumonia COVID-19 Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia (Kemenkes RI). Terdapat sedikit perbedaan dengan


20

klasifikasi WHO, yaitu kasus suspek disebut dengan Pasien dalam

Pengawasan (PdP) dan ada penambahan Orang dalam Pemantauan (OdP).

Istilah kasus probable yangsebelumnya ada di panduan Kemenkes RI dan ada

pada panduan WHO saat ini sudah tidak ada.

Berikut klasifikasi menurut buku Pedoman Pencegahan dan

Pengendalian Coronavirus Disesase (COVID-19) per 27 Maret 2020.

1. Pasien dalam Pengawasan (PdP)

 Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu

demam (≥38ºC) atau riwayat demam; disertai salah satu

gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit

tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat dan tidak ada

penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan

pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat

perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan

transmisi lokal

 Orang dengan demam (≥38ºC) atau riwayat demam atau ISPA

dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat

kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19

 Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan

perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan

gambaran klinis yang meyakinkan.

2. Orang dalam Pemantauan (OdP)

 Orang yang mengalami demam (≥38ºC) atau riwayat demam; atau

gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit


21

tenggorokan/batuk dan tidak ada penyebab lain berdasarkan

gambaran klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari terakhir

sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di

negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.

 Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan

seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir

sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus

konfirmasi COVID-19

 Orang Tanpa Gejala (OTG) Seseorang yang tidak bergejala dan

memiliki risiko tertular dari orang konfirmasi COVID-19. Orang

tanpa gejalamerupakanseseorang dengan riwayat kontak erat

dengan kasus konfirmasi COVID-19.

3. Kasus Konfirmasi

Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes

positif melalui pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR).

6. Gejala COVID-19

Menurut Diah, 2019 gejala klinis Covid-19 bervariasi tergantung derajat

penyakit tetapi gejala yang utama adalah:

a. Demam

b. Batuk

c. Mialgia

d. Sesak

e. Sakit kepala

f. Diare
22

g. Mual

h. Nyeri abdomen

Gejala yang paling sering ditemui hinggasaat ini adalah demam

(98%), batuk dan mialgia

7. Tatalaksana COVID-19

Hingga saat ini tidak ada terapi spesifik anti virus nCoV 2019 dan anti

virus corona lainnya. Beberapa peneliti membuat hipotesis penggunaan

baricitinib, suatu inhibitor janus kinase dan regulator endositosis sehingga

masuknya virus ke dalam sel terutama sel epitel alveolar. Pengembangan lain

adalah penggunaan rendesivir yang diketahui memiliki efek antivirus RNA

dan kombinasi klorokuin, tetapi keduanya belum mendapatkan hasil.

Vaksinasi juga belum ada sehingga tata laksana utama pada pasien adalah

terapi suportif disesuaikan kondisi pasien, terapi cairan adekuat sesuai

kebutuhan, terapi oksigen yang sesuai derajat penyakit mulai dari penggunaan

kanul oksigen, masker oksigen. Bila dicurigai terjadi infeksi ganda diberikan

antibiotika spektrum luas. Bila terdapat perburukkan klinis atau penurunan

kesadaran pasien akan dirawat di ruang isolasi intensif (ICU) di rumah sakit

rujukan (Diah, 2019).

8. Pencegahan COVID-19

Pencegahan utama adalah membatasi mobilisasi orang yang berisiko

hingga masa inkubasi. Pencegahan lain adalah meningkatkan daya tahan

tubuh melalui asupan makanan sehat, meperbanyak cuci tangan,


23

menggunakan masker bila berada di daerah berisiko atau padat, melakukan

olah raga, istirahat cukup serta makan makanan yang dimasak hingga matang

dan bila sakit segera berobat ke RS rujukan untuk dievaluasi.

Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk pencegahan primer.

Pencegahan sekunder adalah segera menghentikan proses pertumbuhan virus,

sehingga pasien tidak lagi menjadi sumber infeksi. Upaya pencegahan yang

penting termasuk berhenti merokok untuk mencegah kelainan parenkim paru.

Pencegahan pada petugas kesehatan juga harus dilakukan dengan cara

memperhatikan penempatan pasien di ruang rawat atau ruang intensif isolasi.

Pengendalian infeksi di tempat layanan kesehatan pasien terduga di ruang

instalasi gawat darurat (IGD) isolasi serta mengatur alur pasien masuk dan

keluar. Pencegahan terhadap petugas kesehatan dimulai dari pintu pertama

pasien termasuk triase. Pada pasien yang mungkin mengalami infeksi

COVID-19 petugas kesehatan perlu menggunakan APD standar untuk

penyakit menular. Kewaspadaan standar dilakukan rutin, menggunakan APD

termasuk masker untuk tenaga medis (N95), proteksi mata, sarung tangan dan

gaun panjang (gown).


24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi. Menurut Afiyanti & Rachmawati (2014) penelitian kualitatif

adalah penelitian yang pada umumnya menjelaskan dan memberi pemahaman

dan interpretasi tentang berbagai perilaku dan pengalaman manusia (individu)

dalam berbagai bentuk. Sedangkan menurut Supardi dan Rustika (2013),

penelitian kualitiatif disebut juga dengan penelitian naturalistik yaitu sejenis

penelitian formatif yang secara khusus memberikan teknik untuk memperoleh

informasi mendalam tentang pendapat, perasaan, sikap, pengetahuan,

motivasi, dan perilaku masyarakat.

Tujuan dari penelitian fenomenologi dalam penelitian ini ialah untuk

mencari atau menemukan makna dari hal-hal yang esensial atau mendasar

dari pengalaman pasien dengan TB yang terinfeksi Coivd 19 selama pandemi

(Susilo, 2015).

B. Partisipan
25

Afiyanti & Rachmawati (2014) mengemukakan bahwa responden pada

penelitian kualitatif umumnya menggunakan istilah partisipan, atau informan

yang menggambarkan kolaborasi peneliti dan yang diteliti.

Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tapi

narasumber, atau partisipan. Karena mereka tidak hanya menjawab

pertanyaan-pertanyaan secara pasif tetapi secara aktif berinteraksi secara

interaktif dengan peneliti seperti yang peneliti ciptakan (Satori & Komarian,

2013).

Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling, dimana partisipan dipilih secara sengaja yang berorientasi pada

tujuan penelitian atau berdasarkan kriteria yang dikehendaki dan

dipertimbangkan dengan fenomena yang diteliti, yaitu pengalaman pasien

dengan TB yang terinfeksi Coivd 19 selama pandemi. Partisipan yang

dimaksud disini adalah pasien TB yang terinfeksi Covid 19. Saat menyusun

usuluan penelitian, menyatakan jumlah pasti dari sampel yang diperlukan

tidak dianjurkan.hal ini disebabkan karena ukuran sampel yang diperlukan

pada studi kualitatif disesuaikan dengan ketercapaian kelnegkapan informasi

atau data yang diperlukan peneliti ( Santoso&Royanto, 2009)

Partisipan dalam penelitian ini adalah partisipan yang memiliki kriteria

sebagai berikut:

1. Pasien TB yang terinfeksi covid 19 di RSUP DR. M.DJAMIL Padang

2. Bersedia menjadi partisipan dengan member lembar persetujuan

C. Tempat dan Waktu


26

Penelitian dilakukan di RSUP DR.M.DJAMIL Padang. Proses

pengambilan partisipan dilakukan di tempat yang telah disepakati dengan

partisipan dimana tempat yang ditentukan benar-benar menggambarkan

kondisi partisipan. Waktu penelitian dimulai dari penyiapan proposal dimulai

dari bulan Maret tahun 2021 sampai dengan bulan april 2023. Pengambilan

data dimulai pada akhir Mei 2022 sampai dengan pertengahan awal

september 2022. Sedangkan analisa data dan penyusunan hasil dimulai dari

pertengahan maret 2023 sampai dengan bulan april 2023

D. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data pada penelitian ini adalah peneliti sendiri (human

instrument) yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,

analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuan.

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu dengan alat

perekam suara, dan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan kepada

partisipan yang berpedoman pada pedoman wawancara yang telah disiapkan

sebelumnya (Afiyanti & Rachmawati, 2014).

E. Prosedur Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan surat izin penelitian dari bagian diklat

RSUP.DR.M.DJAMIL Padang tentang pengalaman pasien dengan TB yang

terinfeksi Coivd 19 selama pandemi, peneliti mengajukan izin penelitian ke

RSUP.DR.M.DJAMIL. Setelah mendapat izin dari pihak terkait, Kemudian

peneliti menghubungi calon partisipan untuk berkenalan serta membina

hubungan saling percaya dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik.


27

Peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan mendatangi

rumah pasien sesuai dengan jadwal kesepakatan yang telah dibuat, dan juga

meminta bantuan kepada perawat poli paru untuk dicarikan partisipan dengan

kriteria yang diinginkan. Peneliti memberikan penjelasan kepada partisipan

tentang maksud, prosedur, manfaat dan resiko yang mungkin timbul selama

penelitian dan meminta kesediaan menjadi partisipan, kemudian peneliti

memberi Informed consent kepada partisipan, dan setelah partisipan

menandatangani serta menyetujui menjadi partisipan, kemudian peneliti

menanyakan kepada partisipan kesediaan waktu untuk wawancara. Jika

partisipan setuju dan kondisi memungkinkan untuk dilakukan wawancara

maka wawancara akan dilakukan di tempat yang telah disepakati

Pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara mendalam

(in-depth-interview). Wawancara dalam penelitian kualitatif merupakan

wawancara yang sifatnya mendalam. Mc Millan & Schumacher dalam Satori

& Komariah (2013) menjelaskan bahwa wawancara mendalam adalah tanya

jawab yang terbuka untuk memperoleh data data tentang maksud partisipan,

bagaimana menggambarkan dunia mereka dan bagaimana mereka

menjelaskan atau menyatakan perasaannya tentang kejadian-kejadian penting

di hidupnya, dalam hal ini yang dimaksud adalah pengalaman pasien dengan

TB yang terinfeksi Coivd 19 selama pandemi.

F. Etika Penelitan

Pertimbangan etik dalam studi kualitatif berkenaan dengan pemenuhan

hak-hak partisipan Mauthner, Birch, Jessop, dan Miller (2005 dalam Afiyanti

& Rachmawati, 2014) menyatakan bahwa pemenuhan hak-hak tersebut


28

minimal memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Menghargai harkat dan

martabat para partisipan; 2) Memerhatikan kesejahteraan partisipan; dan 3)

Keadilan (justice) untuk semua partisipan.

1. Prinsip Menghargai Harkat dan Martabat Partisipan

Prinsip ini dapat dilakukan untuk memenuhi hak-hak partisipan dengan

cara menjaga kerahasian identitas partisipan (anonymity), kerahasiaan

data (confidentiality), menghargai privacy dan dignity, dan menghormati

otonomi (respect for autonomy). Partisipan memiliki hak otonomi untuk

menentukan keputusannya secara sadar dan sukarela atau tanpa paksaan

setelah diberikan penjelasan oleh peneliti dan memahami bentuk

partisipasinya dalam penelitian yang dilakukan.

Menghormati otonomi partisipan adalah pernyataan bahwa setiap

partisipan penelitian memiliki hak menentukan dengan bebas, secara

sukarela, atau tanpa paksaan (autonomous agents) untuk berpartisipasi

dalam penelitian yang dilakukan.

Menjamin kerahasiaan (confidentiality) data, dokumen hasil

pengumpulan data berupa lembar persetujuan mengikuti penelitian

disimpan secara menyeluruh, biodata, hasil rekaman dan transkrip

wawancara dalam tempat khusus yang hanya bisa diakses oleh

peneliti.Hasil rekaman diberi kode partisipan tanpa nama (hak

anonymity), untuk selanjutnya disimpan di dala file khusus dengan kode

partisipan yang sama. Semua bentuk data hanya digunakan untuk

keperluan proses analisis data sampai penyusunan laporan penelitian.

2. Prinsip Memerhatikan Kesejahteraan Partisipan


29

Prinsip ini dilakukan dengan memenuhi hak-hak partisipan dengan cara

memerhatikan kemanfaatan (benefience) dan meminimalkan resiko

(nonmaleficience) dari kegiatan penelitian yang dilakukan dengan

memerhatikan kebebasan dari bahaya (free from harm), eksploitasi (free

from exploitation), dan ketidaknyamanan (free from discomfort).

Prinsip memerhatikan kesejahteraan partisipan menyatakan bahwa setiap

penelitian haruss memberikan kemanfaatan yang lebih besar daripada

bahaya yang dapat ditimbulkan dari kegatan penelitian yang dilakukan.

Setiap peneliti harus meyakinkan dan memastikan bahwa kegiatan riset

yang dilakukan tidak hanya untuk kepentingan peneliti sendiri tetapi juga

memastikan bahwa tidak ada risiko bahaya apa pun terhadap partisipan

penelitian. Penerapan prinsip ini dilakukan dengan cara memberikan

penjelasan secara lengkap tentang kegiatan penelitian yang akan

dilakukan, tujuan penelitian, manfaat yang diperoleh, dan memastikan

tidak adanya bahaya yang dapat dialami partisipan akibat penelitian ini.

Partisipan penelitian juga diberi informasi bahwa jika dalam kegiatan

penelitian yang dilakukan menyebabkan ketidaknyamanannya, maka

partisipan memiliki hak untuk tidak melanjutkan partisipasinya dalam

kegiatan penelitian yang dilakukan.Selanjutnya, pertisipan harus

dipastikan bahwa informasi yang telah mereka berikan tidak digunakan

untuk balik menentangnya.

3. Prinsip Keadilan (Justice)

Hak ini memberikan semua partisipan hak yang sama untuk dipilih atau

berkontribusi dalam penelitian tanpa diskriminasi. Semua partisipan


30

memperoleh perlakuan dan kesempatan yang sama dengan menghormati

seluruh persetujuan yang disepakati. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap

partisipan penelitian memiliki hak untuk diperlakukan adil dan tidak

dibeda-bedakan diantara mereka selama kegiatan riset dilakukan. Setiap

partisipan diberikan perlakuan dan penghargaan yang sama dalam hal apa

pun selama kegiatan riset dilakukan tanpa memandang suku, agama, etnis

dan kelas sosial.

4. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Persetujuan partisipan merupakan wujud dari penghargaan atas harkat

dan martabat dirinya sebagia manusia. Persetujuan Setelah Penjelasan

merupakan proses memperoleh persetujuan dari subjek atau partisipan

untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian yang dilakukan.

Terdapat dua tahapan pada proses PSP, yaitu memberi penjelasan

berkenaan dengan proses penelitian dan memperoleh penyataan

persetujuan dari partisipan untuk mengikuti proses penelitian. Prinsip

utama yang harus dijelaskan dalam proses PSP yaitu setiap partisipan

wajib memperoleh informasi yang sejelas-jelasnya mengenai tujuan,

manfaat, metode, sumber pembiayaan, kemungkinan konflik

kepentingan, afiliasi riset dengan institusi lain, keuntungan dan upaya

meminimalkannya termasuk hak untuk tidak berpartisipasi dalam

penelitian atau mengundurkan diri tanpa adanya tekanan dari pihak mana

pun (Mauthner, Birch, Jessop, & Miller, 2005 dalam Afiyanti, 2014).

G. Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara mendalam (in-depth-interview)


31

Pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah),

sumber data primer, observasi secara langsung, dan wawancara mendalam

(in-depth-interview) (Sugiyono, 2014). Metode pengumpulan data pada

penelitian ini adalah teknik wawancara mendalam (in-depth-interview).

Wawancara dalam penelitian kualitatif merupakan wawancara yang sifatnya

mendalam. Mc Millan & Schumacher dalam Satori & Komariah (2013)

menjelaskan bahwa wawancara mendalam adalah tanya jawab yang terbuka

untuk memperoleh data data tentang maksud partisipan, bagaimana

menggambarkan dunia mereka dan bagaimana mereka menjelaskan atau

menyatakan perasaannya tentang kejadian-kejadian penting di hidupnya,

dalam hal ini yang dimaksud adalah pengalaman pasien dengan TB yang

terinfeksi Coivd 19 selama pandemi.

Jenis wawancara yang dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara

semi terstruktur.Jenis wawancara ini sudah termasuk ke dalam kategori

wawancara mendalam (in-depth-interview) dimana pelaksanaannya lebih

besar dari wawancara terstruktur (Sugiyono, 2014). Wawancara ini dimulai

dari isu yang dicakup dalam pedoman wawancara.Pedoman wawancara

bukan jadwal seperti dalam penelitian kuantitatif. Urutan pertanyaan tidak

sama pada tiap partisipan. Namun pedoman wawancara menjamin bahwa

peneliti mengumpulkan jenis data yang sama dari para partisipan. Jenis

wawancara ini menggunakan pertanyaan terbuka (Afiyanti & Rachmawati,

2014).

Menurut Satori & Komariah (2013) pada wawancara semi terstruktur,

pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara yang merupakan


32

kombinasi wawancara terpimpin dan tak terpimpin yang menggunakan

beberapa inti pokok pertanyaan yang diajukan, yaitu interviewer membuat

garis besar pokok-pokok pembicaraan, namun pada pelaksanaannya

interviewer mengajukan pertanyaan secara bebas, pokok-pokok pertanyaan

yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan dan pemilihan kata-

katanya juga tidak baku tetapi dimodifikasi pada saat wawancara berdasarkan

situasinya.Untuk lebih jelasnya prosedur pengumpulan data dilakukan dengan

tiga tahap sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a) Persiapan pertama yang dilakukan peneliti yaitu mengajukan surat

perizinan untuk melakukan penelitian di RSUP DR.M.DJAMIL

Padang.

b) Setelah surat izin diperoleh selanjutnya peneliti memilih partisipan

yang sesuai dengan kriteria inklusi dan kemudian peneliti

menghubungi calon partisipan untuk berkenalan serta membina

hubungan saling percaya dengan menggunakan teknik komunikasi

terapeutik.

c) Peneliti memberikan penjelasan kepada partisipan tentang maksud,

prosedur, manfaat dan resiko yang mungkin timbul selama penelitian

dan meminta kesediaan menjadi partisipan, kemudian peneliti

memberi Informed consent kepada partisipan, dan setelah partisipan

menandatangani serta menyetujui menjadi partisipan, kemudian

peneliti menanyakan kepada partisipan kesediaan waktu untuk

wawancara.
33

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini dilakukan melalui tiga fase :

a) Fase Orientasi

Fase orientasi dilakukan setelah partisipan menandatangani

Informed consentsebagai bukti persetujuan menjadi partisipan.Wawancara

dilakukan ditempat yang telah disepakati sebelumnya bersama

partisipan.Pelaksanaan wawancara dilakukan dengan membuat suasana

senyaman mungkin, peneliti dan partisipan duduk berhadapan dan jarak

kedekatan hubungan terapeutik kurang lebih 1 meter, peneliti menyiapkan

alat tulis dan alat perekam. Kemudian peneliti kembali mengenalkan diri

dan setelah terjalin hubungan saling percaya, peneliti mengumpulkan data

demografi dari partisipan.Selanjutnya dilakukan wawancara tentang

pengalaman pasien dengan TB yang terinfeksi Coivd 19 selama pandemi.

b) Fase Kerja

Wawancara dilakukan sesuai dengan pedoman wawancara dan

menggunakan komunikasi terapeutik.Pedoman wawancara digunakan

sebagai panduan wawancara yang berisi pertanyaan.Wawancara

dilakukan kurang lebih 30 menit. Diakhiri apabila informasi telah

diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian.

c) Fase Terminasi

Proses wawancara diterminasi saat partisipan telah menjawab

semua pertanyaan yang diajukan peneliti. Peneliti menutup

wawancara dengan mengucapkan terima kasih kepada partisipan atas

kesedian partisipan menjadi narasumber.Peneliti membuat kontrak


34

kembali untuk pertemuan selanjutnya dengan partisipan yaitu untuk

melakukan validasi data dan klarifikasi kembali kepada partisipan jika

ada hal yang tidak ingin partisipan sebar luaskan.

3. Tahap Akhir

Tahap akhir dilakukan peneliti setelah semua partisipan memvalidasi

transkrip verbatim dan rekaman wawancara serta hasil wawancara telah

mencapai saturasi.Peneliti memastikan bahwa hasil transkrip verbatim

maupun wawancara sudah sesuai dengan fakta. Peneliti melakukan tahap

akhir dengan partisipan dan mengucapkan terima kasih atas partisipasi

telah ikut serta dalam proses penelitian dan menyampaikan bahwa proses

penelitian telah selesai.

2. Catatan Lapangan

Selain wawancara mendalam, digunakan juga catatan lapangan. Menulis

catatan lapangan bertujuan untuk mencatat segala sesuatu dengan rinci.

Catatan lapangan bukan laporan atau rangkuman, atau sekedar selaksi dari

hal-hal menarik. Catatan lapangan adalah bahan mentah lengkap riset peneliti

yang dituliskan semuanya. Catatan lapangan digunakan untuk

mendokumentasikan respon non verbal yang berisi tentang tanggal, waktu,

dan tempat wawancara. Catatan lapangan dibuat selama proses wawancara

berlangsung (Satori & Komariah, 2013).

H. Pengolahan dan Analisa Data


35

Analisis data yang digunakan peneliti pada pendekatan fenomenologi ini

menggunakan pendekatan Collaizi (1978) dalam Speziale & Carpenter

(2007). Berikut tahapan proses analisa data pada pendekatan fenomenologi :

1. Setelah melakukan tahapan wawancara peneliti membaca seluruh

deskripsi fenomena yang telah disampaikan oleh semua partisipan.

2. Peneliti membaca berulang kali transkrip hasil wawancara dan

mengutip pernyataan yang bermakna dari semua partisipan. Setelah

mampu memahami pengalaman partisipan, peneliti memilih kata

kunci pada pernyataan yang telah dipilih dengan cara memberi garis

penanda.

3. Peneliti menguraikan arti yang ada dalam pernyataan-pernyataan

signifikan. Peneliti membaca kembali kata kunci yang telah

diidentifikasi dan mencoba menemukan esensi atau makna dari kata

kunci untuk membentuk kategori.

4. Peneliti mengorganisir kumpulan-kumpulan makna yang terumuskan

ke dalam kelompok tema. Peneliti membaca seluruh kategori yang

ada, membandingkan dan mencari persamaan diantara ketegori

tersebut, dan mengelompokkan kategori-kategori yang serupa ke

dalam sub tema dan tema.

5. Peneliti menuliskan deskripsi yang lengkap dan merangkai tema yang

ditemukan selama proses analisis data dan menuliskannya menjadi

sebuah deskripsi dalam bentuk hasil penelitian.

6. Peneliti menemui partisipan untuk melakukan validasi deskripsi hasil

analisis tema. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah gambaran


36

tema yang diperoleh sebagai hasil penelitian sesuai dengan keadaan

yang dialami partispan.

Setelah itu peneliti menggabungkan data hasil validasi ke dalam

deskripsi hasil analisis. Peneliti menganalisis kembali data yang telah

diperoleh selama melakukan validasi kepada partisipan, untuk

ditambahkan ke dalam deskripsi akhir yang mendalam pada laporan

penelitian sehingga pembaca mampu memahami pengalaman pasien

dengan TB yang terinfeksi Coivd 19 selama pandemi.

I. Keabsahan Data

Afiyanti & Rachmawati (2014) menjelaskan 4 istilah yang umumnya

digunakan untuk menyatakan keabsahan data hasil temuan penelitian

kualitatif yaitu kreadibilitas, tranferabilitas, dependebilitas, dan

konfirmabilitas.

1. Kredibilitas (Keterpercayaan) Data

Kredibilitas data atau ketepatan data dan keakurasian atau suatu data

yang dihasilkan dari studi kualitatif menjelaskan derajat atau nilai

kebenaran dari data yang dihasilkan termasuk proses analisis data

tersebut dari penelitian yang dilakukan.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan kredibilitas dengan cara merekan

hasil wawancara, mendengarkan secara berulang-ulang hasil wawancara

tersebut. Peneliti melakukan pengecekan kembali transkrip berupa

verbatim yang telah dibuat guna melihat kesesuaian antara hasil rekaman

dengan verbatim. Informasi partisipan dilengkapi aspek verbal dan non

verbal dengan mempertahankan kealamiahan data sehingga temua


37

penelitian semakin akurat. Peneliti kemudian membawa transkrip

wawancara pada setiap partisipan menyetujui yang dikenal dengan

member check atau proses pengecekan data yang diperoleh. Peneliti akan

membawa data dalam bentuk transkrip wawancara kepada partisipan

untuk mengetahui kesesuaian antara data transkrip dengan apa yang

dimaksud oleh partisipan.Selanjutnya peneliti akan bertanya kepada

partisipan apakah sudah sepakat atau ada data yang harus ditambah,

dikurangi, atau diubah bila data telah disepakati bersama, maka

partisipan diminta untuk menendatangani. Hal ini dijelaskan oleh olit &

Beck (2012) dalam Susilo (2014)

2. Transferabilitas atau Keteralihan Data (Applicability, Fittingness)

Robson (2011) dalam Afriani & Rachmawati (2014) menyatakan bahwa

generalisasi pada penelitian kualitatif merupakan tipe generalisasi

analitik dan teoritis.Penelitian kualitatif memiliki keterbatasan pada

aspek generalisasi disebabkan karena tujuan utama dari penelitian

kualitatif adalah untuk memahami suatu fenomena atau situasi kehidupan

secara mendalam, bukan untuk menggeneralisasikan hasil temuan riset

tersebut.

Peneliti menuliskan deskripsi padat (thick description) yang ditulis

peneliti memungkinkan pembaca untuk menilai tingkat kedalaman

temuan yang dapat diaplikasikan pada setting atau konteks penelitian itu

sendiri. Kemudian hasil penelitian yang berasal dari transkrip verbatim

akan dimunculkan pada laporan penelitian sehingga pembaca dapat

menilai ketepatan cara peneliti mentransfer hasil penelitian kepada


38

pembaca dan para peneliti lainnya. Generalisasi data memperlihatkan

bagaimana suatu hasil penelitian dapat diaplikasikan pada setting atau

konteks atau kelompok partisipan lainnya. Peneliti meminta kesedian

patrisipan untuk membaca transkrip data observasi dan transkrip

verbatim hasil wawancara sambil memutar kembali hasil wawancara.

3. Dependabilitas (Ketergantungan)

Pertanyaan dasar untuk memperoleh nilai dependabilitas atau reliabilitas

dari sudut kualitatif adalah bagaimana studi yang sama dapat diulang

atau direplikasi pada saat yang berbeda dengan menggunakan metode

yang sama, partisipan yang sama, dalam konteks yang sama. Dengan kata

lain, dependabilitas mempertanyakan tentang konsistensi dan reliabilitas

suatu instrumen yang digunakan lebih dari sekali penggunaan.

Peneliti membuat analisa data yang terstruktur dan mengupayakan untul

menginterpretasikan datanya dengan benar sehingga pembaca dapat

membuat kesimpulan yang sama.

4. Konfirmabilitas

Konfirmabilitas (comfirmability) menggantikan aspek objektivitas pada

penelitian kualitatif, namun tidak persis sama arti dari keduanya yaitu

kesediaan peneliti untuk mengungkap secara terbuka proses dan elemen-

elemen penelitiannya. Bagaimana hasil temuan merefleksikan fokus dari

pertanyaan penelitian (Lincoln & Guba, 1985 dalam Afriani &

Rachmawati (2014)

Pemenuhan uji konfirmabilitas pada penelitian ini adalah dengan adanya

validasi atau pengecekan dari pihak lain yang memiliki kemampuan


39

dalam analisis penelitian.Pada penelitian ini peneliti melibatkan

pembimbing sebagai ahli.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dari mei 2022 sampai dengan April 2023.

Partisipan yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 3

(tiga) orang. Pemilihan partisipan dilakukan terlebih dahulu dengan

memilih pasien TB yang pernah terkonfirmasi covid-19 di rsup

dr.m.djamil padang , meminta kesediaan partisipan, kemudian melakukan

wawancara di tempat yang telah disepakati bersama partisipan. Hasil

wawancara ditranskip dihari yang sama. Pada pengolahan data dilakukan

melalui tahapan analisa data menurut Colaizzi ( Speziale & Carpenter,

2007 ) yaitu pertama dengan membuat transkip wawancara setelah

melakukan wawancara, kemudian membaca transkip secara berulang-

ulang sampai peneliti memahami isi transkip, kemudian peneliti memilih

kat kunci pada pernyataan partispan, setelah itu mengelompokkan kata

kunci tersebut kedalam kategori, setelah itu mengelompokkan kategori

yang serupa ke dalam tema.

A. Karakteristik Partisipan

Tabel 4.1 Kriteria Partisipan


40

Inisial Umur Status Pendidikan Pekerjaan

Perkawinan terakhir

Tn. V 23 Tahun Belum S1 Mahasiswa

menikah

Ny. T 30 Tahun Belum S1 Swasta

menikah

Ny. R 42 Tahun Menikah SMA IRT

1. Tn. V

Tn. V adalah seorang mahasiwa yang tinggal di tunggul hitam kota

padang. Tn. V berumur 23 tahun dan sudah menjalani pengobatan TB

selama 3 minggu dan dalam waktu bersamaan juga terkonfirmasi covid-19.

Setelah menyepakati waktu dan tempat akan dilakukan wawancara,

peneliti dan Tn. V langsung melakukan wawancara.

2. Ny. T

Ny. T adalah seorang wanita berumur 30 tahun dengan pekerjaan

swasta. Ny. T sudah menjalani pengobatan TB selama 3 bulan dan

bersamaan waktu itu juga terkonfirmasi covid-19. Awal wawancara Ny. T

tampak grogi karena mengetahui pembicaraannya akan direkan namun

kemudian berangsur – angsur santai.

3. Ny. R

Ny. R merupakan seorang ibu rumah tangga berumur 42 tahun. Ia

memiliki dua orang anak perempuan dan masih memiliki seorang suami.
41

Partisipan adalah pasien dengan TB yang baru terdeteksi, dengan

bersamaan juga terkonfirmasi covid-19.

B. Analisa Tema

Data penelitian, berupa transkrip dan catatan lapangan dari setiap

wawancara mendalam, dianalisis dengan menggunakan metode

fenomenologi yang dikembangkan oleh Collaizi dikutip dalam Saryono

dan Anggreani (2011). Kemudian peneliti melakukan analisa data dengan

berpatokan pada tujuh langkah yang dikemukakan oleh Collaizi, peneliti

mengidentifikasi tema sebagai hasil penelitian ini. Tema yang muncul

dalam penelitian ini saling terkait antara satu dengan lainnya yang timbul

berdasarkan pengalaman pasien TB menjalani pengobatan dengan

terkonfirmasi covid-19, dimana tema-tema tersebut akan diuraikan di

bawah ini. Proses pemunculan tema tersebut dapat dilihat pada matriks

analisis data pada lampiran. Dari hasil analisa tersebut peneliti

menemukan 3 tema sebagai hasil dari penelitian ini. Masing-masing tema

dibuat berdasarkan apa yang dialami, dirasakan dan diungkapkan informan

yang merupakan pengalaman seperti yang diuraikan dibawah ini.

1. Tema 1 : “kecemasan pasien TB dengan terkonfirmasi covid-19

menjalani pengobatan”

Kata kunci Kategori Tema

 Gugup  Afektif kecemasan pasien

TB dengan
 Gelisah  Periaku
terkonfirmasi
 Susah Tidur
covid-19 menjalani
42

 Menghindar  Kognitif pengobatan

 Khawatir

Adapun tema pertama yang berhasil peneliti identifikasi

berdasarkan hasil wawancara yaitu kecemasan pasien TB dengan

terkonfirmasi covid-19 menjalani pengobatan. Kategori dari tema tersebut

adalah afektif, perilaku, dan kognitif.

1) Afektif

Dari hasi wawancara diidentifikasi dua kata kunci yaitu

gugup dan gelisah seperti yang terungkap dalam pernyataan

informan di bawah ini :

“ jujur V takut dan cemas kak karna takut nularin ke keluarga

kak. ….(dengan nada rendah).”(P1)

“ cemas sekali (dengan nada rendah), saya bingung.”(P2)

“ Saya gemetar dan tidak tahu harus berbuat apa, karna ada dua

penyakit sekaligus.” (P3)

2) Perilaku

Hasil penelitian mengidentifikasi kata kunci yaitu susah

tidur dan menghindar. Hal tersebut terungkap dalam pernyataan-

pernyataan informan berikut :

“V takut kalo covid nya berat nantik kak, sementara juga harus

minum obat TB. V juga susah tidur jadinya kak karna kepikiran.”

(P1)
43

“ Awal tahu saya terkonfirmasi covid-19 semnetara saya juga juga

sedang berobat TB, membuat pikiran saya kemana-mana, saya ga

bisa tidur.”(P2)

“Saya ga ada kasih tau kalau terkonfirmasi covid -19 dan TB juga.

Takut dijauhin nanti saya..” (P3)

3) Kognitif

Hasil penelitian teridentifikasi satu kata kunci yaitu

khawatir yang berlebihan seperti yang terungkap dalam pernyataan

dibawah ini :

“Saya ga ada kasih tau kalau terkonfirmasi covid -19 dan TB juga.

Takut dijauhin nanti saya..” (P3)

“saya sangat takut ketika mengetahuinya, karena saya tidak ada

melihat tanda-tanda penyakit tersebut pada diri saya”(P2)

2. Tema 2 : “Hambatan pengobatan yang dijalani”

Kata kunci Kategori Tema

 Fisik  Kesulitan dalam Hambatan

menjalani pengobatan yang


 Psikososial
pengobatan dijalani
 Financial

 Pelayanan

Kesehatan
44

Dari hasi wawancara diidentifikasi satu kata kunci yaitu

kesulitan dalam menjalani pengobatan seperti yang terungkap

dalam pernyataan informan di bawah ini :

1) Dampak fisik

Kesulitan yang dialami pasien selama menjalani

pengobatan adalah masalah fisik, karena aktifitas menjadi terbatas,

Hal tersebut terungkap dalam pernyataan-pernyataan informan

berikut :

“Misalnya pagi ada kelas online , tapi V nya mual gitu kak. Atau

pas mau kelas lagi demam tinggi karna covid nya gitu. “(P1)

“ Sedikit aktifitas aja capek.”(P2)

“ Obatnya banyak banget kak, ditambah lagi dengan obat covid “

Bau obat bikin mual.”(P3)

2) Dampak Psikologis

Kesulitan yang dialami pasien selama menjalani pengobatan

adalah masalah psikologis yaitu stressor sosial, pernyataan partisipan

yang mendukung adalah sebagai berikut:

“ yang pasti bosen sih kak, tiap hari minum obat.”(P1)

“ Kadang mikir, udah sakit TB gini, covid pula lagi.”(P3)

“ Kadang ngerasa putus asa kak, satu penyakit belum smebuh,

udah sakit yang lain lagi.”(P3)

3) Dampak social
45

Kesulitan yang dialami pasien selama menjalani

pengobatan adalah masalah social , Hal tersebut terungkap dalam

pernyataan-pernyataan informan berikut :

“ Saya menjadi sering menyendiri kak.”(P1)

“ Untuk sekarang ini saya jaga jarak dulu dengan orang

lain.”(P2)

“ saya cenderung tidak berbaur dengan yang lain.”(P3)

4) Dampak fiinansial

Kesulitan yang dialami pasien selama menjalani

pengobatan adalah masalah keuangan, Hal tersebut terungkap

dalam pernyataan-pernyataan informan berikut :

“ keuangan sih, itu hambatan nomer satu.”(P2)

“ Semenjak sakit, saya tidak bekerja lagi.” (P3)

3. Tema 3 : “Peran lingkungan dalam mendukung pasien”

Kata kunci Kategori Tema

 Menjadi PMO  Penambahan tugas Peran

lingkungan
 Bertanggung
dalam
jawab keluarga
mendukung

pasien
46

Adapun tema yang berhasil peneliti identifikasi berdasarkan hasil

wawancara yaitu Peran lingkungan dalam mendukung pasien, Hal tersebut

terungkap dalam pernyataan-pernyataan informan berikut :

“Pastinya keluarga selalu mendukung kak. Kakak V selalu

menyiapkan makanan selama isolasi kak, dan diantar langsung kedepan

pintu kamar.”(P1)

“ Obat – obat TB saya juga sudah disiapkan terus kak.”(P2)

“ iya rutin kak, sebelum obat saya habis, dia sudah ke puskesmas

untuk mengambil obat lagi”(P3)

BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Penelitian ini memunculkan 3 tema, dan setiap tema memiliki subtema

tentang pengalaman pasien dengan TB yang terinfeksi coid-19 selama

pandemic dirsup dr. m.djamil padang.

1. kecemasan pasien TB dengan terkonfirmasi covid-19 menjalani

pengobatan

Hasil penelitian menunjukkan adanya kecemasan pasien TB dengan

terkonfirmasi covid-19 menjalani pengobatan. Hal ini sejalan dengan teori

yang dijelaskan oleh Hawari (2001) menyatakan bahwa seseorang yang

mengalami kecemasan ditandai dengan keluhan-keluhan yang sering

diungkapkan seperti cemas, khawatir, merasa tegang, tidak tenang, gelisah

dan lain sebagainya. Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak


47

menyenangkan yang ditandai dengan perasaan-perasaan subyektif seperti

ketegangan, ketakutan, kekhawatiran serta ditandai dengan aktifnya sistem

syaraf pusat, seseorang yang mengalami kecemasan akan mengalami respon

fisiologis dan respon psikologis, hal ini dijelaskan dalam penelitian Mu’arifah

(2005). Kecemasan yang dialami oleh pasien TB tergambar dari adanya

respon yang ditimbulkan dari kecemasan tersebut yaitu afektif, perilaku dan

kognitif seperti yang diungkapkan oleh informan dalam penelitian.

a. Afektif

Hasil penelitian terungkap bahwa informan mengalami perilaku

afektif dalam bentuk gugup dan gelisah. Dari pernyataaan yang

diungkapkan oleh informan, tiga dari empat informan merasa gugup dan

gelisah dengan sakit yang dialaminya.. Hasil penelitian ini sejalan dengan

yang diungkapkan oleh Stuart dan Laraia (2005) bahwa seseorang yang

mengalami kecemasan akan mengalami respon psikologis terhadap

kecemasan yaitu ditandai dengan perilaku seperti gugup dan gelisah. Hasil

penelitian ini mengungkapkan bahwa dalam menjalani pengobatan pasien

TB dengan terkonfirmasi covid-19 juga informan mengalami respon

kecemasan yaitu afektif yang ditunjukkan dengan gugup dan gelisah

sehingga dalam menjalani pengobatan informan selalu merasa gugup

karena tidak tahu harus berbuat apa setelah mengetahui bahwa selain

didiagnosis TB paru juga terkonfirmas covid -19.

b. Perilaku

Hasil penelitian mengungkapkan adanya respon kecemasan berupa

perilaku pasien TB dengan covid-19. Menurut tiga dari empat informan


48

dalam penelitian, mereka mengalami susah tidur dan menghindar. Hal ini

sejalan dengan yang dijelaskan oleh stuart dan Laraia (2005) bahwa ketika

seseorang mengalami kecemasan maka ia akan mengalami respon

psikologis yaitu perilaku, afektif dan kognitif. Respon perilaku tersebut

terungkap dari pernyataan informan yang menyatakan bahwa mereka

susah tidur dan menghindar dari lingkungan sekitar. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa informan mengalami respon berupa susah tidur

dikarenakan selalu memikirkan keadaan dirinya yang menderita penyakit

TB dan juga covid-19. Selain itu informan menghindar dari lingkungan

sekitar karena tidak ingin ada yang tahu bahwa dirinya menderita penyakit

TB dan covid-19.

c. Respon kognitif

Hasil penelitian ini mengungkapkan adanya respon kognitif

seseorang dengan adanya kecemasan terhadap penularan TB dan covid-

19, respon kognitif yang ditunjukkan adalah perasaan khawatir yang

berlebihan. Hal ini sejalan dengan penjelasan Stuart dan Laraia (2005)

bahwa respon psikologis yang dirasakan seseorang terhadap kecemasan

adalah adanya perasaan khawatir yang berlebihan. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Mu’arifah (2005) menjelaskan bahwa individu yang

mengalami kecemasan akan berdampak pada gangguan terhadap fungsi

pikiran, fisiologis dan psikologis. Respon kognitif yang dirasakan oleh

pasien dengan penderita TB dengan covid-19 berdampak pada kehidupan

mereka. Mereka merasa khawatir terhadap penyakit tersebut.

2. Hambatan pasien dalam mencari perawatan


49

Hambatan yang dialami secara fisik karena pasien mengalami

keterbatasan dalam beraktifitas karena penyakitnya sehingga pasien tidak bisa

beraktifitas seperti orang lain. Pasien juga merasakan untuk beraktifitas

sedikit saja merasa sudah lelah. Ini disebabkan karena pasien mengalami

ketidakcukupan energi untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas

kehidupan sehari-hari yang harus dilakukan akibat respon pulmonal (Nanda,

2009- 2011). Masalah intoleransi aktifitas ini diatasi pasien hanya dengan

istirahat dan tidak melakukan kerja berat. Kesulitan lain yang juga dialami

pasien adalah masalah psikologis yang meliputi konflik yang terjadi karena

omongan orang yang menyakitkan, harus selalu ingat untuk minum obat,

konflik ini diatasi pasien dengan sabar dan berserah diri pada yang kuasa.

Janmeja (2005) melakukan penelitian bahwa intervensi psikologis yang

efektif dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani

pengobatannya. Keluhan psikologis yang dialami pasien dapat diatasi dengan

pemberian konseling yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Hambatan yang

juga dialami pasien adalah masalah finansial selama mengalami sakit dan

menjalani pengobatan kondisi pasien lemah sehingga tidak dapat bekerja.

Pasien mengatakan bahwa keuangan menjadi masalah nomor satu.

Erawatiningsih (2009) pendidikan, pengetahuan dan pendapatan keluarga

berpengaruh negatif terhadap ketidakpatuhan berobat pada penderita TB.

O’Boyle (2002) mengatakan kepatuhan dapat ditingkatkan dengan

peningkatan edukasi penderita, keluarga dan populasi umum, mengurangi

biaya transportasi dan lamanya perjalanan.

3. “Peran lingkungan dalam mendukung pasien”


50

Dukungan yang diterima pasien dari keluarga selama menjalani

pengobatan adalah dukungan informasional, pasien mendapatkan nasehat dari

istri atau ibu klien, dukungan penilaian pasien mendapatkan support dan

mengingatkan untuk minum obat secara rutin,pasien mendapatkan dukungan

instrumental dari istri dan adik yang mengeluarkan biaya selama pasien

berobat dan dukungan emosional pasien dapatkan dari seluruh anggota

keluarga yang memberi semangat untuk minum obat dan sembuh. Tahan

(2004) dukungan keluarga dapat meningkatkan kepatuhan minum OAT

penderita TB paru. Dukungan keluarga yang sudah diterima oleh pasien

selama menjalani pengobatan sudah sesuai dengan Friedman (1998) yang

mengatakan bahwa keluarga mempunyai fungsi dukungan antara lain

dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional. Keluarga

merupakan merupakan faktor pendukung utama dalam kesembuhan pasien.

Dukungan yang diterima oleh pasien dari teman dan atasan adalah mereka

memahami tentang penyakit yang diderita oleh pasien sehingga dalam

melakukan pekerjaan pasien tidak dibebani kerja yang berat dan banyak

mendapat toleransi dari teman-teman kerja maupun atasan. Teman-teman

juga tidak mengucilkan atau mempermasalahkan penyakit yang diderita oleh

pasien. Dukungan yang diterima pasien dari petugas kesehatan adalah petugas

memberikan informasi tentang penyakit, memberi nasehat dan saran, petugas

juga melayani pasien dengan baik dan sabar.

B. Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan dari penellitian yang dapat diidentifikasi dijelaskan

melalui penjabaran ini :


51

Hasil penelitian kualitatif sangat ditentukan oleh instrument saat

pengambilan data yang dilakukan dengan wawancara. Instrument utama dalam

penelitian kualitatif adalah penelitii itu sendiri, sehingga kualitas data hasil

penelitian sangat ditentukan oleh pengalaman dan kemampuan peneliti dalam

melakukan wawancara. Peneliti menyadari, penelitian ini merupakan pengalaman

pertama kali sehingga sangat mungkin ditemukan kelemahan saat wawancara

seperti kedalaman hasil penelitian dan tekhnik berkomunikasi yang efektif untuk

menggali persepsi pengalaman pasien dengan TB yang terinfeksi covid-19.

Setting tempat dan waktu juga penting diperhatikan saat proses

pengambilan data untuk mendapatkan hasil rekaman wawancara yang jelas.

Peneliti memiliki keterbatasan mengidentifikasi tempat dan waktu wawancara

sehingga beberapa wawancara terjadi gangguan dari orang-orang lain yang ada

dilokasi tempat penelitian seperti orang lain menanyakan sesuatu pada partisipan

dan suara gaduh dari ruangan tempat dilakukannnya wawancara. Kemudian

keterbatasan lain yang peneliti temui adalah susahnya untuk menemukan

partisipan yang mau berpartiispasi untuk berdiskusi karena banyaknya partisipan

yang malu secara terbuka untuk mengungkapkannya.


52

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini memperoleh 3 ( tiga ) tema yang menggambarkan pengalaman

pasien dengan TB yang terinfeksi covid-19

1. Kecemasan pasien TB dengan terkonfrimasi covid-19 menjalani pengobatan

memiliki kecemasan dengan adanya respon yang ditunjukkan oleh informan.

Respon tersebut seperti afektif, perilaku dan kognitif.

2. Hambatan pasien dalam mencari perawataan. Kesulitan yang dialami pasien

selama menjalani pengobatan adalah masalah fisik, karena aktifitas menjadi

terbatas. Kesulitan yang dialami pasien selama menjalani pengobatan adalah

masalah psikologis yaitu stressor sosial serta financial.

3. Peran lingkungan dalam mendukung pasien

Dukungan yang diterima pasien dari keluarga selama menjalani pengobatan

adalah dukungan informasional Keluarga merupakan merupakan faktor

pendukung utama dalam kesembuhan pasien. Dukungan yang diterima oleh


53

pasien dari teman dan atasan adalah mereka memahami tentang penyakit yang

diderita oleh pasien sehingga dalam melakukan pekerjaan pasien tidak dibebani

kerja yang berat dan banyak mendapat toleransi dari teman-teman kerja maupun

atasan

B. Saran

Melalui hasil penelitian ini, maka peneliti menyampaikan beberapa saran :

1. Bagi pelayanan kesehatan

Bagi pelayanan kesehatan diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai pertimbangan untuk lebih meningkatkan lagi dalam melakukan upaya

terhadap masalah TB dengan memperhatikan faktor lain.

2. bagi peneliti lain

Perlu adanya peningkatan kemampuan dalam melakukan wawancara mendalam

dan peningkatan ukuran sampel.


54

DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Y & Rachmawati, I.N. (2014). Metodologi penelitian kualitatif

dalam riset keperawatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017. Padang; 2017.

Glaziou, P. (2020). Predicted impact of the COVID-19 pandemic on global

tuberculosis deaaths in 2020

Huang, Y. Wang, X. Li, L. Ren, J. Zhou, Y.Hu. (2020). Clinical features ofp

atients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China.

Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Tuberkulosis. Pusat Data dan Informasi

Kesehat RI. 2018

K.K. Chopra., V.K. Arora. (2020). Covid-19 and social stigma : role of

scientific community.Indian Journal of Tuberculosis67, 284-285


55

Marwah, Vikas., Peter, Deepu, K., Kumar, Tentu, Ajai.,Bhat, Gaurav.,Kumar,

Arvind. (2021). Multidrug-resistant tuberculosis in Covid-19 : double

trouble. Medical Journal Armed Forces India 77, S479-S482

Rai, D, K., et-al. (2020). Problem faced by tuberculosis patients during covid-

19 pandemic. Urgent need to intervene. Indian Journal of Tuberculosis.

Sahoo. S., Mehra. A., Suri. V., Malhotra. P., Yuddanapudi.L.N., Dutt Puri.

G., Grover. S. (2020). Lived experiences of the corona survivors (patients

admitted in COVID wards) : A narrative real-life documented summaries

of internalized guilt, shame, stigma, anger. Asian J Psychiatr 53. 102187

Santos, FLD., Souza, LLL., Bruce, ATI., Crispim JDA.,Arroyo, LH., Ramos.

(2021). Patients’ perceptions regarding multidrug-resistant tuberculosis

and barriers to seeking care in priority city in brazil during ccovid-19

pandemic : a qualitative study. Plos One 16 (4) : e0240822

Satori, D. Komariah, A. (2013). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung :

Alfabeta CV

Supardi, S. Rustika. (2013). Buku ajar metodologi riset keperawatan. Jakarta :

CV. Trans Info Media.

Susilo,W,H. Kusumaningsih, C, I. Aima, H. Hutajulu, J. (2015) Riset

kualitatif dan aplikasi penelitian ilmu keperawatan : analisis data dengan

pendekatan fenomenologi, colaizzi dan perangkat lunak N Vivo. Jakarta :

CV Trans Info Media


56

Toyin Togun, B. K. (2020). Anticipating the impact of the COVID 19

pandemic on TB patients and TB control programmes. Annals of Clinical

Microbiology and Antimicrobials

Wingfield, Tom.,Karmadwala, Ftima., Macpherson, Peter., Millington, K,A.,

Walker, N, F., Cuevas, L, E., Squire, S, B,. (2021). Challenges and

opportunities to end the tuberculosis in the covid-19 era. The Lancet

Respiratory Medicine (9). Published online on March 24, 2021

https://doi.org/10.1016/S2213-2600(21)00161-2

World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2020

Lampiran 1

LEMBARAN PERSETUJUAN

( Informed Consent )

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Setelah dijelaskan maksud penelitian, saya bersedia

menjadi partisipan dalam penelitian yang dilakukan saudari Ns.

Titis Anggleni, S.Kep, perawat RSUP DR.M.DJAMIL

PADANG dengan judul Studi fenomenologi : Pengalaman


57

pasien dengan TB yang terinfeksi Covid-19 selama pandemi

Covid-19 di RSUP DR M Djamil.

Demikianlah persetujuan ini saya tanda tangani dengan

suka rela tanpa paksaan dari siapapun.

Padang, 2023

Partisipan

(…………………………………….)

Lampiran 2

PANDUAN WAWANCARA

A. Data Demografi Partisipan

Nomor Partisipan :

1. Inisial Partisispan :

2. Umur :

3. Status Perkawinan :

4. Agama :

5. Pekerjaan :

B. Pedoman Wawancara

Pertanyaan Pembuka

Saya sangat tertarik terhadap pengalaman bapak/ibu selama menjalani kondisi

penyakit Tb dengan terinfeksi covid 19 juga.


58

Maukah bapak/ibu berdiskusi dengan saya tentang pengalaman bapak/ibu

menjalani kondisi penyakit Tb dengan terinfeksi covid 19 selama pandemic

ini?

Contoh pertanyaan yang akan di ajukan untuk memfasilitasi wawancara

1. Coba Bapak/ibu ceritakan kepada saya apa yang bapak/ibu fikirkan ketika

mengetahui bahwa ketika menjalani pengobatan Tb , namun juga terinfeksi

virus covid – 19 ?

2. Coba Bapak/ibu ceritakan kepada saya apa saja hambatan dalam mencari

perawatan dan apakah ada kesulitan mengakses pelayanan kesehatan ?

3. Coba Bapak/Ibu ceritakan kepada saya bagaimana dampak social dan

ekonomi terhadap penyakit tb dan covid 19 yang dialami ?

4. Coba Bapak/ibu ceritakan kepada saya bagaimana lingkungan (support

system ) memandang hal ini ?


59

TRANSKIP WAWANCARA

Partisipan : Tn. V

Topik : Pengalaman pasien dengan TB yang terinfeksi covid-19

Umur : 23 tahun

Waktu Teks Wawancara Kata Kunci

(Menit)

Selamat sore V, sesuai dengan

kesepakatan kita, kita akan berdiskusi

tentang bagaimana pengalaman V

menjalani pengobatan TB dan juga

terinfeksi covid 19

Iyaaaa kak…

Jadi kakak ingin tahu coba V ceritakan

kepada kakak bagaimana pengalaman V

selama menjalani pengobatan Tb

dengan terkonfirmasi Covid-19 juga ?

Hmmm, apa ya kak, pas V tahu

terkonfirmasi covid -19 sementara juga

harus menjalankan pengobatan TB , jujur

V takut dan cemas kak, karna takut nularin

ke keluarga kak. Terus juga takut kalo

covid nya berat nantik kak. V juga susah


60

tidur jadinya kak karna kepikiran.

Tadi V bilang takut nularin ke

keluarga , ada gak perubahan

dilingkungan keluarga ketika

mengetahui kalau V juga terkonfirmasi

covid 19 ditengah pengobatan TB?

Pas udah isoman dirumah V merubah cara

komunikasi dengan keluarga kak. Biasanya

ngobrol diruang biasa , tp setelah covid V

Cuma telponan aja dari kamar atas, mau

minta tolong apa atau gimana gitu. Terus

juga ga ada lagi makan bersama dengan

keluarga.

Ooo seperti itu, kalau perubahan

dilingkungan di tempat V kuliah apakah

ada ?

Semenjak covid-19 V udah ga ada kuliah

offline lagi kak, semuanya sudah online.

Tapi V tidak memberitahu teman teman

kuliah kalau V terkonfirmasi covid-19 ,

karena malu kak, takut dikira penyakit apa

gitu kak

Kalau dari tetangga dan lingkungan

sekitar bagaimana V ?
61

Sama sih kak, V ga ada kasih tau kalau

terkonfirmasi covid -19 dan TB juga. Takut

dijauhin nanti keluarga V kak. Apalagi

juga lagi pandemic kan kak, jadi kegiatan

lingkungan juga tidak ada kak

Oke V, kalau efek samping selama

menjalani pengobatan TB juga

mengkonsumsi obat covid -19 apakah

ada V ?

Ga ada sih kak, paling masih sama dengan

sebelum kena covid-19. Pas makan obat

TB masi mual kak

Terus V, bagaimana bentuk dukungan

yang diberikan oleh keluarga kepada

V?

Pastinya keluarga selalu mendukung kak.

Kakak V selalu menyiapkan makanan

selama isolasi kak, dan diantar langsung

kedepan pintu kamar.apa yang V butuhkan

juga sellau dipenuhi sama kakak selama

isolasi. Obat – obat TB V juga sudah

disiapkan terus kak.

Oo iya V kalau hambatan – hambatan

yang V alami ketika menjalani


62

pengobatan TB dengan covid-19 itu apa

V?

Yang jelas mikir sih kak, kok dikasih sakit

kayak gini ya gitu. Misalnya pagi ada kelas

, tapi V nya mual gitu kak. Atau pas mau

kelas lagi demam tinggi karna covid nya

gitu.

Lalu bagaimana V mengatasinya ?

Ya sabar aja kak, berdoa, solat gitu gitu

Lalu apa harapan V selama menjalani

pengobatan ini ?

Supaya cepat sembuh aja kak, biar tenang

juga

Baiklah V , sekian wawancara kita hari

ini. Terimakasih sudah meluangkan

waktunya ya

Iya, sama – sama kak


63

Partisipan : Ny. T

Topik : Pengalaman pasien dengan TB yang terinfeksi covid-19

Umur : 30 tahun

Waktu Teks Wawancara Kata Kunci

(Menit)

Selamat pagi kak T , sesuai dengan

kesepakatan kita, kita akan berdiskusi

tentang bagaimana pengalaman kakak

T menjalani pengobatan TB dan juga

terinfeksi covid 19

Iyaaaa …

Jadi bagaimana pengalaman kakak

selama menjalani pengobatan Tb

dengan terkonfirmasi Covid-19 juga ?

Awal tahu saya terkonfirmasi covid-19

sementara saya juga sedang berobat TB,

membuat pikiran saya kemana mana. Saya

ga bisa tidur, cemas sekali,saya bingung.

Ini udah jalan pengobatan TB ,eh

terkonfirmasi covid pula

Ooo seperti itu, kalau perubahan

dilingkungan di tempat kakak apakah

ada ?
64

Waktu itu saya memutuskan untuk jaga

jarak dulu dengan yang lain. Saya juga

tidak bekerja untuk sementara waktu. Tapi

karna kebetulan waktu itu WFH juga, jd

bisa menghindar dengan sendirinya.

Kalau dari tetangga dan lingkungan

sekitar bagaimana kak ?

Ya, saya berusaha supaya mereka ga pada

tau. Tp endingnya tau juga .kadang

omongan orang orang juga suka bikin drop

kalau efek samping selama menjalani

pengobatan TB juga mengkonsumsi

obat covid -19 apakah ada kak?

Ga ada sih , paling masih sama dengan

sebelum kena covid-19. Pas makan obat

TB masi mual. Cuma bedanya dengan

covid ini sedkit aktifitas aja capek.

Terus , bagaimana bentuk dukungan

yang diberikan oleh keluarga kepada

kakak ?

Pastinya keluarga selalu mendukung. Obat-

obat saya juga sudah selalu disiapkan

Oo iya kak kalau hambatan – hambatan

yang kak alami ketika menjalani


65

pengobatan TB dengan covid-19 itu

apa?

Kadang suka mikir sendiri, udah sakit TB ,

sakit covid pula lagi.

Lalu bagaimana kak mengatasinya ?

Ya sabar aja sih. Prinsipnya pasti

semuanya akan dilewati juga kok

Lalu apa harapan kak selama menjalani

pengobatan ini ?

Supaya cepat sembuh aja kak, biar tenang

juga

Baiklah kak , sekian wawancara kita

hari ini. Terimakasih sudah meluangkan

waktunya ya

Iya, sama – sama…


66

Partisipan : Ny. R

Topik : Pengalaman pasien dengan TB yang terinfeksi covid-19

Umur : 42 tahun

Waktu Teks Wawancara Kata Kunci

(Menit)

Selamat pagi ibu R , sesuai dengan

kesepakatan kita, kita akan berdiskusi

tentang bagaimana pengalaman V

menjalani pengobatan TB dan juga

terinfeksi covid 19

Iyaaa..

Jadi bagaimana pengalaman Ny. R

selama menjalani pengobatan TB

dengan terkonfirmasi covid – 19 juga?

Saya bingung sekali, awal tahu saya

terkena covid juga badan saya gemetar.

Saya tidak tahu harus berbuat apa. Saya

cemas sekali dan tidak bisa membayangkan

hal ini terjadi pada saya..saya takut juga

menularkan ke suami dan anak anak saya

Tadi ibu bilang takut nularin ke

keluarga , ada gak perubahan

dilingkungan keluarga ketika


67

mengetahui kalau ibu juga

terkonfirmasi covid 19 ditengah

pengobatan TB?

Saya berada dikamar seorang diri, tidak

berani untuk keluar dan bertemu siapapun.

Ooo seperti itu, kalau perubahan

dilingkungan di tempat ibu apakah ada?

saya juga tidak ada kasih tahu kalau kena

covid dan juga TB. Takut dijauhi nanti

saya

Kalau dari tetangga dan lingkungan

sekitar bagaimana bu ?

Saya cenderung tidak ada berbaur sama

sekali dengan yang lain

Baik bu, kalau efek samping selama

menjalani pengobatan TB juga

mengkonsumsi obat covid -19 apakah

ada bu ?

Saya mual, kadang sampai muntah. Karena

terlalu banyak obat yang saya minum

Terus , bagaimana bentuk dukungan

yang diberikan oleh keluarga kepada

ibu ?

Pastinya keluarga selalu mendukung


68

kak.suami dan anak anak saya selalu

mendoakan saya, memberi support agar

saya kuat dan tabah menjalaninya

kalau hambatan – hambatan yang ibu

alami ketika menjalani pengobatan TB

dengan covid-19 itu apa ?

kadang suka putus asa saya, satu penyakit

belum sembuh udah sakit yang lagi

Lalu bagaimana ibu mengatasinya ?

Ya sabar aja , berdoa, solat gitu gitu

Lalu apa harapan ibu selama menjalani

pengobatan ini ?

Supaya cepat sembuh aja , saya mau

ngumpul sama anak suami saya

Baiklah bu , sekian wawancara kita hari

ini. Terimakasih sudah meluangkan

waktunya ya

Iya, sama – sama


69

Lampiran 3

Curiculum Vitae

Nama: Titis Anggleni GelarNs. S. Kep


Tempat lahir: Tanggal lahir: Jenis Kelamin: Perempuan
Jabatan Fungsional: Perawat Golongan/Pangkat: III B/
Satuan Kerja / Bagian: Instalasi Non Bedah
Alamat E-mail:
Telepon Genggam (HP):

Tahun Institusi Gelar


2012 DIII Keperawatan Akper Depkes RI Padang Amd. Kep
2012 S1 dan Profesi Ners Universitas Andalas Ns

Anda mungkin juga menyukai