Disusun oleh :
SRI VAITHESWARY
190131215
Pembimbing :
Disusun oleh :
SRI VAITHESWARY
190131215
Pembimbing :
Disusun oleh :
SRI VAITHESWARY
190131215
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan saduran ini dengan judul “Prediktor Covid 19 di Klinik
Demam”.
Medan, 16 Augustus2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
3.2 Gejala seperti flu dan tanda vital sebagai prediktor covid 19…………....8
BAB IV DISKUSI............................................................................................. .. 11
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel demografi dan karakteristik klinis dari control yang dengan covid 19
dan tanpa covid ……………………………………………………………...7
v
BAB I
PENDAHULUAN
Antusiasme pandemic global terhadap penyakit virus corona (COVID-19) mencapai titik
tertinggi sepanjang 2020. SARS-CoV-2 (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2), virus
yang menyebabkan penyakit coronavirus 2019 (COVID-19), menyebar dengan cepat ke seluruh
dunia. Penyakit covid 19 adalah penyakit yang menular yang disebabkan oleh virus corona tipe
baru golongan akut. Diagnosis terutama penyakit ini adalah bergantung pada teknik molekuler,
seperti reaksi rantai transkriptase-polimerase terbalik (RT-PCR) atau deteksi antigen dari usap
nasofaring.1
Terutama hasil tes RT-PCR,dianggap sebagai gold standard , sering tertunda karena
transportasi, waktu penyelesaian yang lambat dan kebutuhan laboratorium.Tetapi keputusan
untuk mengkarantina atau memindahkan pasien ke ruang isolasi harus segera diambil oleh
dokter. Identifikasi cepat kasus potensial sangat penting untuk penahanan virus. Namun,
diferensiasi klinis sulit membedakan antara COVID-19 dan penyakit yang disertai gejala mirip
flu untuk memutuskan karena presentasi klinis sering tidak spesifik.2
Beberapa penelitian tentang model prediksi telah dilakukan, tetapi kebanyakan dari mereka
berfokus pada prediktor untuk pasien di rumah sakit . Namun, sebagian besar pasien COVID-
19menunjukkan gejala ringan sampai sedang dan rawat inap seringkali tidak diperlukan. Pasien
pasien inilebih mungkin berkonsultasi dengan dokter umum yang akan merujuk mereka ke klinik
lokal.
Di sini penelitian ini dilakukan di klinik demam lokal di Stuttgart, Jerman, dengan fokus
pada demam ringan untuk memoderasi kasus rawat jalan COVID-19. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi parameter yang tersedia dalam pengaturan rawat jalan dan membantu
untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi Infeksi SARS-CoV-2.2
1
1.2 TUJUAN SADURAN
Saduran ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca
khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umum agar
dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam menelaah jurnal “Prediktor
covid 19 di klinik demam”.
2
BAB II
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengambil data dari klinik demam Sttutgart. Stuttgart adalah ibu kota dan
kota terbesar di negara bagian Baden-Wuerttemberg di Jerman dengan populasi sekitar
635.000 orang. Klinik demam Stuttgart ini bukan bagian dari rumah sakit melainkan
didirikan oleh otoritas kesehatan setempat.
Studi kohort retrospektif pusat tunggal ini mencakup semua pasien yang mengunjungi
klinik demam ini dari 4 April 2020 hingga 15 Mei 2020. Pasien berusia 18 tahun ke atas dapat
dirujuk sendiri atau dikirim oleh dokter umum mereka jika mereka memiliki gejala pernapasan
umum yang sesuai dengan COVID-19 dan/atau kontak yang dikonfirmasi dengan kasus COVID-
19. Data tentang jenis gejala, onset gejala, demografi, komorbiditas medis, obat-obatan, faktor
risiko predisposisi, paparan dan penilaian kesehatan diri dicatat melalui standar kuesioner yang
digunakan oleh dokter yang merawat. Kuesioner diperkenalkan oleh demam klinik itu sendiri
dari penelitian ini untuk menyelaraskan alur kerja. Dalam kasus kunjungan berulang pasien,
hanya data dari:kunjungan pertama digunakan untuk analisis.
3
2.3 ANALISIS DATA
Data tentang jenis gejala, onset gejala, demografi, komorbiditas medis, obat-obatan, faktor
risiko predisposisi, paparan dan penilaian kesehatan diri dicatat melalui standar kuesioner yang
digunakan oleh dokter yang merawat. Kuesioner diperkenalkan oleh demam klinik itu sendiri
dari penelitian ini untuk menyelaraskan alur kerja. Dalam kasus kunjungan berulang pasien,
hanya data dari:kunjungan pertama digunakan untuk analisis.Data dari pasien tentang faktor
risiko dan tanda tanda vital telah dicatat,misalnya jika pasien merokok maka merokok dicatat
dalam Pack Years (PY). Jika PY hilang, jumlah rokok per hari didokumentasikan. Dibuat dua
kategori untuk perokok ringan hingga sedang ( 5 batang/hari atau 15PY) dan berat (>5
batang/hari atau >15PY).
Definisi oramg yang berkontak mengikuti definisi dari Robert Koch Institute bertanggung
jawab untuk pengendalian dan pencegahan penyakit. Paparan berisiko tinggi adalah sebagai
kontak dengan kasus COVID-19 selama lebih dari 15 menit dan dalam jarak 1,5 meter atau
kurang tanpa alat pelindung diri (APD). Paparan risiko rendah adalah sebagai kontak dalam
lingkungan tertutup dengan kasus COVID-19 kurang dari 15 menit atau pada jarak lebih dari 1,5
meter juga tanpa APD dan paparan sebagai petugas kesehatan yang memberikan perawatan pada
kasus COVID-19 yang memakai APD yang direkomendasikan dilihat secara independen.
Pengujian dan pelaporan SARS-CoV-2 ke departemen kesehatan masyarakat dilakukan
dengan tes SARS-CoV-2. Tes ini dilakukan pada usap nasofaring melalui RT-PCR sebagaimana
diwajibkan oleh Undang-Undang Perlindungan Infeksi Jerman. Pasien yang diduga atau
dikonfirmasi COVID-19 dilaporkan ke otoritas departemen kesehatan setempat.Studi ini
disetujui oleh komite etik Landesa¨rztekammer Baden-Wu¨rttemberg, Stuttgart, Jerman (vote F-
2020-067) karena ini merupakan penelitian retrospektif dan pendekatan anoni. Kebutuhan untuk
informed consent diabaikan oleh komite etika lokal. Analisis satistik dibuat dimana data kontinu
dinyatakan sebagai mean, median dan interkuartil range (IQR) sedangkan variabel kategori
dilaporkan sebagai angka (n) dan persentase (%).
4
Perbedaan statistik pada pasien SARS-CoV-2 positif atau negatif ditentukan menggunakan
Student’s t-test untuk variabel kontinu. Uji chi-square atau Fisher’s exact test dilakukan untuk
variabel kategori. Uji Chi-Square digunakan ketika semua sel memiliki minimal sepuluh
pengamatan dan jika tidak ada Fisher’s exact test diterapkan. Uji Wilcoxon rank- sum test
digunakan untuk membandingkan IMT antara kelompok. Hasil tes SARS-CoV-2 (positif/negatif)
digunakan sebagai dependen variabel dalam penelitian ini. Faktor risiko kandidat dimasukkan
terlebih dahulu secara individual untuk menilai hubungan mereka dengan tes SARS-CoV-2 yang
positif.
5
BAB III
HASIL PENELITIAN
Dari, 1007 pasien di klinik demam 990 pasien mempunyai gejala seperti flu dan
paparan yang tinggi. Dari 990 pasien hanya 930 orang pasien mempunyai laporan
medis yang jelas dan hasil tes covid. Sebanyak 74 orang pasien dari 930 orang
pasien tersebut merupakan pasien yang mendapat hasil positif dari tes covid dan
dari 74 orang pasien.Sebanyak 856 pasien tidak mempunyai hasil positif dari tes
covid tetapi mempunyai gejala seperti flu.
6
Tabel 3.1. Tabel demografi dan karakteristik klinis dari control yang dengan covid 19 dan tanpa
covid 19
Usia median 44 tahun (IQR 34-55) untuk pasien COVID-19 dan 41 tahun (IQR 30-54)
untuk mereka yang negatif Hasil tes SARS-CoV-2. Tidak ada perbedaan antara kelompok
mengenai usia atau jenis kelamin. Median BMI pasien dengan COVID-19 secara signifikan lebih
tinggi daripada kelompok referensi(27 vs. 25,5 kg/m2; nilai p = 0,0165). Setidaknya seperlima
dari pasien di kedua kelompok memiliki satu komorbiditas atau lebih. Namun, tidak ada
perbedaan yang terlihat untuk komorbiditas atau masukan pengobatan.
7
3.2 Gejala seperti flu dan tanda vital sebagai prediktor covid 19
8
3.3 Faktor risiko umum untuk covid 19
Paparan berisiko tinggi pada individu dengan COVID-19 adalah ditemukan sebagai
faktor risiko utama untuk COVID-19 (OR 12,20; CI 6,80-21,90; nilai p <0,001).Paparan kasus
yang tinggal di rumah yang sama juga merupakan prediktor untuk akuisisi COVID-19 (OR 4,14;
CI 1,28-13,33; p-value = 0,02), yang tidak terjadi ketika paparan terjadi secara sadar di tempat
kerja (medis atau non-medis) dengan atau tanpa APD. Namun, pekerja esensial berada pada
risiko yang lebih tinggi (OR 2,35; CI 1,40-3,96; p-value = 0,001). Orang yang tinggal di rumah
tangga dua orang menunjukkan risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga
satu orang (OR 2,82; CI 1,06–7,53; nilai-p = 0,04). Risikonya bahkan lebih tinggi untuk rumah
tangga dengan lebih dari dua orang (OR = 4,72; CI 1,82-12,26; p-value = 0,001). Perbedaan ini
lebih terasa ketika anggota rumah tangga juga melaporkan gejala seperti flu. Merokok aktif
ditemukan secara kurang umum pada pasien dengan COVID-19 (OR 0,19; CI 0,08-0,44; nilai p
<0,001) tetapi ini berlaku untuk perokok berat (lebih dari 15PY atau lebih dari 5 batang sehari)
serta perokok ringan hingga perokok sedang.
9
3.4 Perkembangan Model Risiko
Anosmia dan ageusia (salah satu atau dalam kombinasi) memiliki kinerja suboptimal sebagai
prediktor COVID-19 (AUROC 0,67-0,74). Hal yang sama berlaku untuk paparan berisiko tinggi
(AUROC 0,74). Model multivariabel terbaik dicapai saat umur, jenis kelamin, anosmia, ageusia,
merokok status dan kontak dengan anggota rumah tangga yang bergejala dimasukkan sebagai
parameter. Model ini mencapai kinerja yang sangat baik dengan (AUROC 0,84) seperti yang
ditunjukkan di gambar 3.4 .
10
BAB IV
DISKUSI
Terdapat tes laboratorium yang cepat dan andal untuk diagnosis COVID19, namun,masih
menjadi tantangan di unit gawat darurat atau pengaturan rawat jalan lainnya untuk memutuskan
pasien mana dengan gejala mirip flu yang memerlukan isolasi instan dan pelacakan kontak.
Dalam penelitian ini, diidentifikasikan beberapa prediktor untuk COVID-19 dalam pengaturan
rawat jalan. Penelitian ini juga mengembangkan model yang hanya bergantung pada informasi
yang dapat dikumpulkan tanpa prosedur yang invasif. Sun et al menerbitkan model prediksi
berdasarkan kasus di rumah sakit tersier di Singapura 4. Model mereka dengan kinerja yang baik
bergantung pada tes laboratorium atau pemindaian radiografi. Model yang dikembangkan hanya
pada non-invasif informasi yang dikumpulkan ternyata tidak memuaskan. Dalam penelitian ini,
gejala terkait covid 19 yang memungkinkan diskriminasi dari penyakit mirip flu lainnya adalah
anosmia dan ageusia, yang tidak termasuk dalam model mereka. 6Hilangnya rasa dan bau adalah
ciri khas dari COVID-19 dan telah terbukti menjadi prediktor penyakit yang baik . Dari
penelitian ini diidentifikasi oleh analisis univariat bahwa pasien dengan COVID-19 lebih sering
mengalami artralgia dan suhu subfebris (37,5–37,9˚C), tetapi lebih jarang dispnea saat
istirahat.Lebih kecil kemungkinannya perokok menjadi pasien COVID-19 karena mereka tidak
melaporkan dispnea saat istirahat.9 Meskipun,gejala-gejala tersebut cukup tidak spesifik dan
akhirnya tidak menambah nilai prediksi apa pun pada penelitian ini.12
Perokok berada pada penurunan risiko infeksi SARS-CoV-2 dalam penelitian ini, dan
pengamatan yang juga dikonfirmasi oleh kelompok lain.20 Alasan untuk ini sebagian besar tidak dikenal.
Secara mekanis, reseptor angiotensin converting enzyme (ACE)-2, diregulasi di epitel pernapasan
perokok namun itu tidak jelas apakah frekuensi reseptor ACE2 pada sel mukosa memiliki pengaruh
terhadap penyakit kerentanan. ACE inhibitor atau penghambat reseptor angiotensin 2, yang mengubah
ekspresi ACE2, tidak terkait dengan kerentanan SARS-CoV-2, sebagaimana terbukti dalam penelitian ini
yang menunjukkan pada Gambar 3.5. 10Model prediksi multivariabel untuk COVID-19 termasuk variabel
usia, jenis kelamin, anosmia, ageusia, anggota rumah tangga yang bergejala dan merokok menggunakan
kurva area di bawah receiver operating character (AUROC). 12
11
Lebih banyak penelitian diperlukan untuk menjawab pertanyaan apakah merokok itu sendiri
akan menyebabkan penurunan kerentanan terhadap infeksi SARS-CoV-2 atau jika sifat perilaku
yang mendasarinya (misalnya, lebih sering meninggalkan lingkungan tertutup untuk merokok)
akan mempengaruhi risiko.14Meskipun penelitian ini menyiratkan bahwa perokok kurang rentan
terhadap infeksi SARS-CoV-2 dan beberapa penelitian lain telah menunjukkan bahwa pasien
merokok adalah prediktor penyakit parah dan kematian di rumah sakit. Oleh karena itu, dari
penelitian ini tentu tidak menyarankan untuk memulai atau melanjutkan merokok selama
pandemi yang sedang berlangsung. 4
IMT juga diidentifikasi sebagai prediktor untuk COVID-19, yang sejalan dengan literatur
yang dipublikasi menghubungkan obesitas dengan infeksi pernapasan secara umum dan COVID-
19. 20Seperti merokok, mekanisme peningkatan kerentanan juga masih sulit dipahami. Demikian
juga pasien dengan obesitas berada pada risiko tinggi untuk kematian COVID-19.17Semakin
intens paparan kasus COVID-19, semakin tinggi risiko infeksinya. Penelitian ini menunjukkan
bahwa definisi orang yang berkontak adalah dari European Center for Disease Prevention and
control (ECDC), yang diadopsi oleh Institut Robert-Koch-Jerman, sangat membantu dalam
menentukan risiko infeksi yang terkait Paparan berisiko tinggi adalah prediktor kuat COVID-19.
Seperti yang ditunjukkan dalam penelitian lain, risiko infeksi SARS-CoV-2 lebih tinggi di antara
kontak rumah tangga daripada di perawatan kesehatan atau pengaturan lainnya. Memiliki kontak
dengan kasus COVID-19 sebagai petugas kesehatan dengan APD yang sesuai tidak
menimbulkan risiko infeksi SARS-CoV-2 dalam penelitian ini.21 Sebagian besar ini disebabkan
oleh sampel kecil ukuran subkelompok dan efek perlindungan APD. Sebaliknya, bekerja sebagai
tenaga kesehatan secara signifikan terkait dengan risiko infeksi yang juga ditunjukkan di studi
yang lain . Pada saat pengumpulan data, mandat masker wajah di rumah sakit di Jerman tidak
diperkenalkan secara universal.20 Oleh karena itu, banyak terjadi infeksi antara petugas
kesehatan. Salah satu risiko pekerjaan yang lebih tinggi untuk akuisisi SARS-CoV-2 di antara
petugas kesehatan telah diketahui dan fakta ini harus diakui pada saat diskusi tentang alokasi
vaksin SARS-CoV-2 untuk masyarakat.20
12
Penelitian ini menunjukkan bahwa gejala dan riwayat paparan adalah prediktor terkuat
untuk COVID19. Namun, setelah menyesuaikan faktor-faktor ini, mungkin bagi dokter yang
merawat untuk mengidentifikasi individu dengan COVID-19 lebih sering daripada yang
mungkin terjadi secara kebetulan.12 Oleh karena itu, sebagai sebaik model prediksi secara teoritis,
itu tidak akan pernah menggantikan pengujian molekuler dan pengetahuan praktis dari dokter
yang berpengalaman.Kekuatan penelitian ini adalah kohort besar dan kesepakatan data dengan
yang dipublikasikan studi, membuktikan menjadi kumpulan data yang dapat diandalkan
3,4,5
meskipun pendekatan retrospektif. Prediktor dalam penelitian ini dan model hanya
bergantung pada parameter non-invasif, memungkinkan identifikasi cepat individu yang
12,15,20
berisiko.Pendekatan retrospektif adalah batasan untuk temuan penelitian ini. Keakuratan
data tergantung pada dokumentasi yang cermat di saat-saat dengan tingkat stres yang tinggi
selama awal pandemi. Pelaporan adalah faktor pembatas lain karena beberapa pasien mungkin
telah melebih-lebihkan gejala mereka untuk menerima tes. Selain itu, di beberapa subkelompok
hanya ada yang terbatas jumlah kejadian seperti, merokok, jenis paparan.4,15,20
13
BAB V
KESIMPULAN
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data dari klinik demam Sttutgart di bagian
Baden-Wuerttemberg di Jerman. Studi kohort retrospektif pusat tunggal ini mencakup semua
pasien yang mengunjungi klinik demam ini dari 4 April 2020 hingga 15 Mei 2020. Pasien berusia
18 tahun ke atas dapat dirujuk sendiri atau dikirim oleh dokter umum mereka jika mereka
memiliki gejala pernapasan umum yang sesuai dengan COVID-19 dan/atau kontak yang
dikonfirmasi dengan kasus COVID-19. Dari, 1007 pasien di klinik demam 990 pasien
mempunyai gejala seperti flu dan paparan yang tinggi. Dari 990 pasien hanya 930 orang pasien
mempunyai laporan medis yang jelas dan hasil tes covid. Sebanyak 74 orang pasien dari 930
orang pasien tersebut merupakan pasien yang mendapat hasil positif dari tes covid dan dari 74
orang pasien.Sebanyak 856 pasien tidak mempunyai hasil positif dari tes covid tetapi mempunyai
gejala seperti flu.
Dari penelitian ini mengidentifikasikan bahwa anosmia, ageusia, riwayat pajanan, serta
merokok dan IMT adalah prediktor kuat COVID-19 dalam pengaturan rawat jalan. Korelasi
antara merokok dengan COVID-19 memerlukan penelitian lebih lanjut. Mengidentifikasi
mekanisme yang mendasari mungkin membantu untuk menemukan mekanisme
pencegahan.Tempat tidur rumah sakit yang langka dan unit gawat darurat yang penuh sesak dan
praktik keluarga, prediktor COVID-19 yang teridentifikasi memberikan bantuan dalam proses
pengambilan keputusan untuk isolasi dan pelacakan kontak.
14
DAFTAR PUSTAKA