Anda di halaman 1dari 47

REFERAT

PENATALAKSANAAN COVID 19

Oleh:

Achmad Ridhoullah Pratama, S.Ked.

712019036

Pembimbing:
dr. Adhi Permana, Sp. PD, KGH
 

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Referat berjudul
PENATALAKSANAAN COVID 19

Dipersiapkan dan disusun oleh


Achmad Ridhoullah Pratama, S.Ked.
712019036

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Juni 2020


Dosen Pembimbing

dr. Adhi Permana, Sp.PD, KGH

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah swt, zat Yang Maha Indah dengan segala
keindahan-Nya, zat Yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayang-Nya, yang
terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk. 
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Penatalaksanaan Covid 19” sebagai salah
satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang di Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
dr. Adhi Permana, Sp. PD, KGH selaku dosen pembimbing.
Semoga Allah swt membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan itu
hanya milik Allah. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.

Palembang, Juni 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ..………………………..….…………….... i
KATA PENGANTAR …………………..….……………………..………. ii
DAFTAR ISI ...…………………………………………………....………. iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………..……………………. 1
1.2 Maksud dan Tujuan …………………..……………………. 3
1.3 Manfaat ……...…...………………………………..………..
1.3.1 Manfaat Teoritis …………..………………………... 4
1.3.2 Manfaat Praktis …………..……….………………... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Corona Virus Disease 2019...................,...………………… 8
2.2 Karakteristik...............……………………………............... 10
2.3 Etiologi .....................................………….......................... 11
2.4 Epidemiologi.....................................………….................... 11
2.5 Patofisiologi.....................................…………...................... 12
2.6 Manifestasi Klinis.....................................…………............. 15
2.7 Pemeriksaan Fisik.....................................…………............. 16
2.8 Pemeriksaan Penunjang.....................................………….... 17
2.9 Diagnosis Banding.....................................…………............ 20
2.10 Tatalaksana.....................................…………..................... 20
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan ……………………………………………....... 41
3.2 Saran ……………………………………………………….. 42
DAFTAR PUSTAKA ………………………………..……………….….. 43

BAB I

4
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus Pneumonia


misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien dengan kasus
tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah hingga saat ini berjumlah ribuan
kasus.1 Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau
terpajan dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei
Tiongkok.2 Sampel isolat dari pasien diteliti dengan hasil menunjukkan adanya
infeksi coronavirus, jenis betacoronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel
Coronavirus (2019-nCoV). Pada tanggal 11 Februari 2020, World Health
Organization memberi nama virus baru tersebut Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan nama penyakitnya sebagai
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).3 Pada mulanya transmisi virus ini belum
dapat ditentukan apakah dapat melalui antara manusia-manusia. Jumlah kasus
terus bertambah seiring dengan waktu. Selain itu, terdapat kasus 15 petugas medis
terinfeksi oleh salah satu pasien. Salah satu pasien tersebut dicurigai kasus “super
spreader”.4,5 Akhirnya dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia ini dapat
menular dari manusia ke manusia. Sampai saat ini virus ini dengan cepat
menyebar masih misterius dan penelitian masih terus berlanjut.
Covid-19 diperkirakan berawal dari penularan zoonotic yang akhirnya
dapat dapat menginfeksi manusia, dan akhirnya transmisi terbanyak saat ini
adalah penularan antar manusia. Pada tanggal 30 Januari 2020, telah dilaporkan
7734 kasus positif Covid-19 di Cina dan 90 kasus terkonfirmasi lainnya tersebar
di sejumlah negara, yaitu Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka,
Kamboja, Jepang, Singapura, Republik Korea, Uni Arab Emirat, Amerika Serikat,
Filipina, India, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis dan Jerman. Pada tanggal 2
Maret 2020, telah dilaporkan ada dua kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dari
Indonesia.6

5
Insiden COVID-19 saat ini adalah 8.318.370 kasus yang terjadi pada 216
negara di seluruh dunia dengan angka kematian 448.735 kasus per tanggal 18 Juni
2020. Sedangkan di Indonesia insiden COVID 19 sebanyak 41.431 kasus dengan
jumlah kematian 2.276 kasus.7
Tingginya insiden dan angka kematian serta belum terdapatnya terapi yang
spesifik terhadap Covid-19 yang menjadi latar belakang penulis melakukan
penyusunan referat ini.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari referat ini adalah sebagai berikut:
1) Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami
penatalaksanaan COVID 19.
2) Diharapkan munculnya pola berpikir kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukan diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang
penatalaksanaan COVID 19.
3) Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapatkan dalam kegiatan Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) terutama untuk penatalaksanaan COVID 19.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan referat ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu kesehatan anak
terutama tentang penatalaksanaan COVID-19.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan referat ini dapat dijadikan
landasan untuk penulisan referat selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis


a. Bagi dokter muda, diharapkan referat ini dapat membantu dalam
mendiagnosis dan memberikan penatalaksanaan COVID-19 pada
kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS).

6
b. Bagi tenaga kesehatan lainnya, diharapkan referat ini dapat
menjadi bahan masukan untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan terutama dalam memberikan informasi atau edukasi
kesehatan berupa upaya pencegahan kepada pasien dan keluarga
terutama untuk kasus COVID 19 dan penatalaksanaannya
sehingga angka morbiditasnya dapat berkurang.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Corona Virus Disease 2019


Virus SARS-CoV-2 merupakan Coronavirus, jenis baru yang
menyebabkan epidemi, dilaporkan pertama kali di Wuhan Tiongkok pada tanggal
31 Desember 2019. Analisis isolat dari saluran respirasi bawah pasien tersebut
menunjukkan penemuan Coronavirus tipe baru, yang diberi nama oleh WHO
COVID-19. Pada tanggal 11 Februari 2020, WHO memberi nama penyakitnya
menjadi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Coronavirus tipe baru ini
merupakan tipe ketujuh yang diketahui di manusia.

Definisi Operasional8,9
Pasien Dalam Pengawasan (PDP)

1) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam


(≥38°C) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit
pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia
ringan hingga berat DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran
klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang
melaporkan transmisi lokal.
2) Orang dengan demam (≥38°C) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada
14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan
kasus konfirmasi COVID-19.
3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan
di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis
yang meyakinkan.

8
Orang Dalam Pemantauan (ODP)

1) Orang yang mengalami demam (≥38°C) atau riwayat demam; atau gejala
gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan
DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi
lokal.
2) Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti
pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.

Orang Tanpa Gejala (OTG) Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko
tertular dari orang konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala (OTG) merupakan
kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19.

Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam
ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien dalam
pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan
hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Termasuk kontak erat adalah:

a. Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan


membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus tanpa menggunakan
APD sesuai standar.
b. Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus
(termasuk tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari sebelum
kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.

9
c. Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis alat
angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14
hari setelah kasus timbul gejala.

2.2. Karakterisitik Corona Virus


Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips, sering
pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m. Semua virus ordo Nidovirales
memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki genom
RNA sangat panjang. Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus
dengan protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein
merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama
untuk penulisan gen. Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya
virus kedalam sel host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang).
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan
tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga
Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan
serotipe dan karakteristik genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus,
beta coronavirus, deltacoronavirus dan gamma corona
Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat
diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 56℃
selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen non-ionik, formalin,
oxidizing agent dan kloroform. Klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan
virus.
Persistensi corona virus berbeda pada benda seperti pada tabel berikut

10
2.3. Etiologi
Transmisi dari Virus Corona diyakini melalui droplet yang berasal dari
batuk dan bersin, sama seperti penularan pathogen pada saluran pernafasan
lainnya seperti influenza dan rhinovirus. Menurut World Health Organization
(WHO) penyebaran SARS-Cov2 di china tampaknya terbatas pada anggota
keluarga, penyedia layanan kesehatan dan kontak dekat lainnya. Kasus terbanyak
di China dilaporkan pada laki-laki dewasa yang usia di atas 40 tahun disertai
penyakit komorbiditas, dan pada anak anak hanya sedikit yang baru teridentifikasi
dan mereka yang terinfeksi tampaknya memiliki gejala ringan.
Data yang diliris baru-baru ini menunjukan bahwa pasien tanpa gejala
masih dapat menularkan infeksi. Hal ini meningkatkan kekhawatiran akan
efektivitas dari isolasi. Zou et all melakukan penelitian dengan mengikuti expresi
virus saat infeksi melalui usap hidung dan tenggorokan, mereka menemukan
peningkatan viral load saat pasien menjadi asimptomatik. Satu pasien didapatkan
tidak ditemukan gejala namun mulai menyebarkan virus pada hari ke 7 setelah
diduga infeksi.

2.4. Epidemiologi
Virus ini awalnya ditemukan di Wuhan, China pada bulan desember 2019,
saat ini (per bulan Juni 2020), kejadian infeksi Covid-19 sudah menyebar hampir
keseluruh negara. Pada tanggal 11 maret 2020, WHO menetapkan secara resmi
bahwa wabah Covid-19 sebagai pandemi. Dari data epidemiologi, orang-orang
yang positif Covid-19 dan menunjukan gejala terutama adalah kelompok usia
rerata 59 tahun, serta tenaga kesehatan yang kontak dengan pasien positif Covid-
19. Dari penelitian juga terdapat hasil bahwa orang-orang yang kontak dengan
hewan juga terinfeksi Covid-19. Dari data yang dikumpulkan saat ini adalah
6.366.788 kasus yang terjadi pada 216 negara di seluruh dunia dengan angka
kematian 383.262 kasus per tanggal 04 Juni 2020. Sedangkan di Indonesia insiden
COVID 19 sebanyak 28.818 kasus dengan jumlah kematian 1.721 kasus.

11
membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan angka mortalitas yang
tinggi.

2.5. Patofisiologi
Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya. Virus
tidak bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus setelah
menemukan sel host sesuai tropismenya. Pertama, penempelan dan masuk virus
ke sel host diperantarai oleh Protein S yang ada dipermukaan virus. Protein S
penentu utama dalam menginfeksi spesies host-nya serta penentu tropisnya. Pada
studi SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim
ACE-2 (angiotensin- converting enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa
oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus,
sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus
halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk
selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus. Selanjutnya replikasi
dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan perakitan dari
kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah perakitan dan rilis virus.
Berikut gambar siklus hidup virus.

12
Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian
bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah
itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus
dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel
gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul
penyakit sekitar 3-7 hari.
Studi pada SARS menunjukkan virus bereplikasi di saluran napas bawah
diikuti dengan respons sistem imun bawaan dan spesifik. Faktor virus dan sistem
imun berperan penting dalam patogenesis. Pada tahap pertama terjadi kerusakan
difus alveolar, makrofag, dan infiltrasi sel T dan proliferasi pneumosit tipe 2.
Pada rontgen toraks diawal tahap infeksi terlihat infiltrat pulmonar seperti bercak-
bercak. Pada tahap kedua, organisasi terjadi sehingga terjadi perubahan infiltrat
atau konsolidasi luas di paru. Infeksi tidak sebatas di sistem pernapasan tetapi
virus juga bereplikasi di enterosit sehingga menyebabkan diare dan luruh di feses,
juga urin dan cairan tubuh lainnya.

SARS-CoV-2
Virus SARS-CoV-2 merupakan Coronavirus, jenis baru yang
menyebabkan epidemi, dilaporkan pertama kali di Wuhan Tiongkok pada tanggal
31 Desember 2019. Analisis isolat dari saluran respirasi bawah pasien tersebut
menunjukkan penemuan Coronavirus tipe baru, yang diberi nama oleh WHO
COVID-19. Pada tanggal 11 Februari 2020, WHO memberi nama penyakitnya
menjadi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Coronavirus tipe baru ini
merupakan tipe ketujuh yang diketahui di manusia. SARS-CoV-2
diklasifikasikan pada genus betaCoronavirus. Pada 10 Januari 2020, sekuensing
pertama genom SARS-CoV-2 teridentifikasi dengan 5 subsekuens dari sekuens

13
genom virus dirilis. Sekuens genom dari Coronavirus baru (SARS-CoV-2)
diketahui hampir mirip dengan SARS-CoV dan MERS-CoV. Secara pohon
evolusi sama dengan SARS-CoV dan MERS-CoV tetapi tidak tepat sama.
Kejadian luar biasa di Wuhan mirip dengan kejadian luar biasa SARS di
Guangdong pada tahun 2002. Keduanya terjadi di musim dingin. Apabila
dibandingkan dengan SARS, Pneumoni COVID-19 cenderung lebih rendah dari
segi angka kematian. Angka kematian SARS mencapai 10% dan MERS 37%.
Namun, saat ini tingkat infektivitas virus pneumoni COVID-19 ini diketahui
setidaknya setara atau lebih tinggi dari SARS-CoV. Hal ini ditunjukkan oleh R0-
nya, dimana penelitian terbaru menunjukkan R0 dari virus pneumoni SARS-
CoV-2 ini adalah 4,08. Sebagai perbandingan, R0 dari SARS-CoV adalah 2,0.
Coronavirus jenis baru ini bersifat letal namun tingkat kematian masih belum
pasti, serta saat ini masih dapat dicegah dan dikontrol.
Evolusi group dari SARS-CoV-2 ditemukan di kelelawar sehingga diduga
host alami atau utama dari SARS-CoV-2 mungkin juga kelelawar. Coronavirus
tipe baru ini dapat bertransmisi dari kelelawar kemudian host perantara kemudian
manusia melalui mutasi evolusi. Ada kemungkinan banyak host perantara dari
kelelawar ke manusia yang belum dapat diidentifikasi. Coronavirus baru,
memproduksi variasi antigen baru dan populasi tidak memiliki imunitas terhadap
strain mutan virus sehingga dapat menyebabkan pneumonia. Pada kasus ini
ditemukan kasus “super-spreader” yaitu dimana virus bermutasi atau beradaptasi
di dalam tubuh manusia sehingga memiliki kekuatan transmisi yang sangat kuat
dan sangat infeksius. Satu pasien menginfeksi lebih dari 3 orang dianggap super-
spreader, jika lebih dari 10 lebih tepat lagi dikatakan super spreader.
Secara patofisiologi, pemahaman mengenai COVID-19 masih perlu studi
lebih lanjut. Pada SARS-CoV-2 ditemukan target sel kemungkinan berlokasi di
saluran napas bawah. Virus SARS-CoV-2 menggunakan ACE-2 sebagai reseptor,

14
sama dengan pada SARS-CoV. Sekuens dari RBD (Reseptor-binding domain)
termasuk RBM (receptor- binding motif) pada SARS-CoV-2 kontak langsung
dengan enzim ACE 2 (angiotensin-converting enzyme 2). Hasil residu pada
SARS-CoV-2 RBM (Gln493) berinteraksi dengan ACE 2 pada manusia,
konsisten dengan kapasitas SARS-CoV-2 untuk infeksi sel manusia. Beberapa
residu kritis lain dari SARS-CoV-2 RBM (Asn501) kompatibel mengikat ACE2
pada manusia, menunjukkan SARS-CoV-2 mempunyai kapasitas untuk transmisi
manusia ke manusia. Analisis secara analisis filogenetik kelelawar menunjukkan
SARS-CoV-2 juga berpotensi mengenali ACE 2 dari beragam spesies hewan
yang menggunakan spesies hewan ini sebagai inang perantara. Pada penelitian 41
pasien pertama pneumonia COVID-19 di Wuhan ditemukan nilai tinggi dari
IL1β, IFNγ, IP10, dan MCP1, dan kemungkinan mengaktifkan respon sel T-
helper-1 (Th1). Selain itu, berdasarkan studi terbaru ini, pada pasien-pasien yang
memerlukan perawatan di ICU ditemukan konsentrasi lebih tinggi dari GCSF,
IP10, MCP1, MIP1A, dan TNFα dibandingkan pasien yang tidak memerlukan
perawatan di ICU. Hal tersebut mendasari kemungkinan adanya cytokine storm
yang berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit. Selain itu, pada infeksi
SARS-CoV- 2 juga menginisiasi peningkatan sekresi sitokin T-helper-2 (seperti
IL4 dan IL10) yang berperan dalam menekan inflamasi, yang berbeda dengan
infeksi SARS-CoV.

2.6. Manifestasi Klinis


Keluhan yang paling sering pada kasus Covid-19 ini adalah demam,
diikuti dengan batuk, nyeri tenggorokan, sakit kepala, kelelahan, nyeri otot, dan
sesak nafas. Beberapa laporan juga mengatakan kongjungtivitis juga dapat terjadi
karena kontak dengan mukosa mata. Keluhan-keluhan ini sulit dibedakan dengan
infeksi respirasi lainnya, bahkan beberapa orang bisa tidak menunjukan gejala
apapun (asimptomatik). Pada beberapa pasien, setelah onset satu minggu dapat
berkembang menjadi pneumonia, kemudian gagal nafas, hingga kematian.

15
Progresi ini dikaitkan dengan peningkatan eksesif dari sitokin-sitokin
proinflamasi. Waktu rata-rata onset terjadinya dispneu adalah 5 hari,
membutuhkan peraatan rumah sakit setelah 7 hari, dan timbul Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) setelah 8 hari. Komplikasi yang dapat terjadi antara
lain cedera paru akut, ARDS, syok dan cedera ginjal akut (AKI). Pada beberapa
pasien anak-anak rata-rata gejala yang ditunjukan lebih ringan dibandingkan
dengan orang dewasa.
Center for Disease Control and Prevention (CDC) dari china
mengkategorikan derajat Covid-19 bergantung pada tingkat keparahan, yaitu:
1. Ringan : non-pneumonik dan pneumonia ringan ( 81 % kasus)
2. Berat : Dispnea, frekuensi pernafasan lebih atau sama 30x/menit, SpO 2
dibawah atau sama dengan 93 %, ratio PaO2/FiO2 dibawah 300, dan/atau
infiltrate paru lebih dari 50 % dalam waktu 24-48 jam ( 14% kasus)
3. Kritis : gagal napas, Syok septik, dan/atau kegagalan/ disfungsi multiorgan
(5% kasus).

2.7. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau
beratnya manifestasi klinis.

 Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran


 Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat,
tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi
oksigen dapat normal atau turun.
 Dapat disertai retraksi otot pernapasan
 Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan
dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara
napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.

2.8. Pemeriksaan penunjang

16
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya:

1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks. Pada


pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi
subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan ground-glass.
Pada stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil dengan perubahan
intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan kemudian
berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di
kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan
“white-lung” dan efusi pleura (jarang).

2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah


● Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan orofaring)
● Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila
menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)
Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila
tersedia). Ketika melakukan pengambilan spesimen gunakan APD yang
tepat. Ketika mengambil sampel dari saluran napas atas, gunakan swab
viral (Dacron steril atau rayon bukan kapas) dan media transport virus.
Jangan sampel dari tonsil atau hidung. Pada pasien dengan curiga infeksi
COVID-19 terutama pneumonia atau sakit berat, sampel tunggal saluran
napas atas tidak cukup untuk eksklusi diagnosis dan tambahan saluran
napas atas dan bawah direkomendasikan. Klinisi dapat hanya mengambil

17
sampel saluran napas bawah jika langsung tersedia seperti pasien dengan
intubasi. Jangan menginduksi sputum karena meningkatkan risiko
transmisi aerosol. Kedua sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat
diperiksakan jenis patogen lain. Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan
pemeriksaan serologi.
Pada kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan
sampel dari saluran napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari
virus. Frekuensi pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari
kedua sampel serta secara klinis perbaikan, setidaknya 24 jam. Jika
sampel diperlukan untuk keperluan pencegahan infeksi dan transmisi,
specimen dapat diambil sesering mungkin yaitu harian.
3. Bronkoskopi
4. Pungsi pleura sesuai kondisi
5. Pemeriksaan kimia darah
 Darah perifer lengkap Leukosit dapat ditemukan normal atau
menurun; hitung jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien
LED dan CRP meningkat.
 Analisis gas darah
 Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot
meningkat)
 Fungsi ginjal
 Gula darah sewaktu
 Elektrolit
 Faal hemostasis (PT/APTT, D-dimer), pada kasus berat, D- dimer
meningkat
 Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
 Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)

18
6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas
(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah Kultur darah untuk
bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan
menunda terapi antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah)
7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).

19
Alur diagnosis dan penatalaksanaan COVID 19

20
2.9. Diagnosis Banding
1. Pneumonia bakterial Gejala umum yang muncul diantaranya batuk, batuk
berdahak, atau memberat seperti muncul dahak purulen, dahak berdarah, dengan
atau tanpa adanya nyeri dada. Pada umumnya tidak bersifat infeksius, dan bukan
penyakit infeksius.
2. SARS/MERS Jenis virus baru ini memiliki kemiripan dengan virus SARS dan
MERS namun analisis genetik menunjukkan serupa tetapi tidak sama. Virus
jenis baru ini sudah mengalami evolusi. Studi menunjukkan virus baru ini
kemampuan penyebaran dan patogenisitasnya lebih rendah daripada SARS.
3. Pneumonia Jamur
4. Edema paru kardiogenik (gagal jantung).

2.10. Tatalaksana
A. Terapi dan monitoring

1. Isolasi pada semua kasus sesuai dengan gejala klinis yang muncul, baik
ringan maupun sedang. Pasien bed-rest dan hindari perpindahan ruangan
atau pasien.

2. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)

3. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit.

4. Suplementasi oksigen

Pemberian terapi oksigen segera kepada pasien dengan SARI, distress


napas, hipoksemia atau syok. Terapi oksigen pertama sekitar 5l/menit dengan
target SpO2 ≥90% pada pasien tidak hamil dan ≥ 92-95% pada pasien hamil.
Tidak ada napas atau obstruksi, distress respirasi berat, sianosis sentral, syok,
koma dan kejang merupakan tanda gawat pada anak. Kondisi tersebut harus
diberikan terapi oksigen selama resusitasi dengan target SpO2 ≥ 94%, jika tidak
dalam kondisi gawat target SpO2 ≥ 90%. Semua area pasien SARI ditatalaksana

21
harus dilengkapi dengan oksimetri, sistem oksigen yang berfungsi, disposable,
alat pemberian oksigen seperti nasal kanul, masker simple wajah, dan masker
dengan reservoir. Perhatikan pencegahan infeksi atau penularan droplet atau
peralatan ketika mentataksana atau memberikan alat pemberian oksigen kepada
pasien.

5. Kenali kegagalan napas hipoksemia berat

Pasien dengan distress napas yang gagal dengan terapi standar oksigen
termasuk gagal napas hipoksemia berat. Pasien masih menunjukkan usaha napas
yang berat walaupun sudah diberikan oksigen dengan masker dengan reservoir
(kecepatan aliran 10-15 liter/menit). Gagal napas hipoksemia pada ARDS
biasanya gagalnya ventilasi-perfusi intrapulmonar dan biasanya harus
mendapatkan ventilasi mekanik. Penggunaan high-flow nasal oxygen (HFNO)
atau non- invasive ventilation (NIV) hanya digunakan untuk pasien tertentu. Pada
kasus MERS banyak kasus gagal dengan NIV dan pasien dengan HFNO atau
NIV harus dimonitoring ketat terkait perburukan klinis. Jika membandingkan
terapi oksigen standar dengan HFNO, HFNO mengurangi kebutuhan ventilasi
mekanik atau intubasi. HFNO seharusnya tidak diberikan kepada pasien dengan
hiperkapnia, hemodinamik tidak stabil, kegagalan multi- organ, atau status mental
abnormal. HFNO mungkin aman untuk pasien dengan derajat ringan-sedang dan
hiperkapni tidak perburukan.

Intubasi endotrakeal Intubasi dilakukan dengan memperhatikan


pencegahan penularan via udara. Intubasi dipasang sesuai dengan panduan. Rapid
sequence intubation perlu dilakukan segera. Sangat direkomendasikan ventilasi
mekanik menggunakan volume tidal yang lebih rendah (4-8 ml / kg prediksi berat
badan, predicted body weight) dan tekanan inspirasi yang lebih rendah (tekanan
plateau <30 cmH2O). Penggunaan sedasi yang dalam mungkin diperlukan untuk

22
mengendalikan dorongan pernapasan dan mencapai target volume tidal. RCT
strategi ventilasi yang menargetkan driving pressure saat ini belum tersedia. Pada
pasien ARDS sangat berat direkomendasikan prone ventilation selama >12 jam
per hari (perlu sumber daya yang terlatih). Pada pasien dengan ARDS sedang atau
parah

PEEP (Positive end Expiratory preasure) yang lebih tinggi lebih


disarankan dibandingkan PEEP yang lebih rendah. Titrasi PEEP membutuhkan
pertimbangan manfaat (mengurangi atelektrauma dan meningkatkan rekrutmen
alveolar) vs. Risiko (overdistensi end- inspirasi yang menyebabkan cedera paru-
paru dan resistensi vaskular paru yang lebih tinggi). Intervensi manuver
perekrutan (RM) diberikan melalui periode episodik dari tekanan jalan napas
positif yang tinggi terus menerus [30-40 cm H2O], peningkatan progresif
bertahap dalam PEEP dengan driving pressure konstan, atau driving pressure yang
tinggi; pertimbangan manfaat vs risiko serupa. Pemantauan pasien diperlukan
untuk mengidentifikasi mereka yang merespons aplikasi awal PEEP yang lebih
tinggi atau protokol RM yang berbeda, dan menghentikan intervensi ini pada
non-responder.

6. Terapi cairan
Terapi cairan konservatif diberikan jika tidak ada bukti syok
Pasien dengan Infeksi Saluran Nafas Akut yang berat harus diperhatikan
dalam terapi cairannya, karena jika pemberian cairan terlalu agresif dapat
memperberat kondisi distress napas atau oksigenasi. Monitoring
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Resusitasi cairan - Pada pasien dewasa berikan paling sedikit
cairan isotonik kristaloid sebanyak 30ml/kgBB dalam kurun waktu 3 jam
pertama. Tentukan kebutuhan cairan tambahan pada dewasa yaitu 250-
1000 ml berdasarkan respons klinis dan perbaikan perfusi. Target perfusi:
 MAP (>65mmHg, disesuaikan dengan usia)

23
 output urin (>0,5 ml/kgBB/jam)
 capillary refill time
 tingkat kesadaran
 laktat
Pada pasien anak berikan 20ml/kgBB bolus cepat dan lanjutkan
dengan 40-60 ml/kgBB dalam 1 jam pertama. Tentukan kebutuhan cairan
tambahan yaitu 10-20ml/kgBB berdasarkan respons klinis dan perbaikan
perfusi. Target perfusi:

 MAP (>65mmHg, disesuaikan dengan usia)


 output urin (1ml/kgBB/jam)
 capillary refill time, skin mottling
 tingkat kesadaran
 laktat
Resusitasi cairan dapat menyebabkan overload volume, termasuk
kegagalan respirasi. Jika tidak ada respons terhadap loading cairan dan
terdapat tanda overload volume (misalnya distensi vena jugular, ronkhi
pada auskultasi paru, edema pulmonar pada rontgen, atau hepatomegali
pada anak), maka kurangi atau hentikan pemberian cairan.

7. Pemberian antibiotik empiris

Walaupun pasien dicurigai terinfeksi virus COVID-19, namun


direkomendasikan pemberian antimikroba empiris yang tepat dalam 1 jam
identifikasi sepsis. Antibiotik empiris harus berdasarkan diagnosis klinis,
epidemiologi lokal, data resistensi dan panduan tatalaksana. Bakteri
patogen penyebab biasanya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae, Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus aureus, Legionella
species, Chlamydia pneumoniae, dan Moraxella catarrhalis. Selain itu,
dapat pula terjadi koinfeksi (bakteri dan virus bersamaan). Pemberian
antivirus sebagai terapi empiris seperti golongan inhibitor neuraminidase

24
untuk tatalaksana influenza juga dapat diberikan jika terdapat faktor
risiko seperti riwayat perjalan atau paparan hewan virus influenza. Terapi
empiris berdasarkan data mikrobiologi dan dugaan klinis. Terapi pada
pasien rawat inap bergantung tingkat keparahan pasien.

8. Terapi simptomatik

Terapi simptomatik diberikan seperti antipiretik, obat batuk dan


lainnya jika memang diperlukan.

9. Pemberian kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid sistemik tidak rutin diberikan pada


tatalaksana pneumonia viral atau ARDS selain ada indikasi lain.
Berdasarkan penelitian kortikosteroid yang diberikan pada pasien SARS
dilaporkan tidak ada manfaat dan kemungkinan bahaya. Pada studi lain
terkait dengan influenza, pemberian kortikosteroid justru meningkatkan
risiko kematian dan infeksi sekunder. Namun, tingkat kekuatan penelitian
tersebut dinilai lemah karena banyaknya faktor perancu. Studi terbaru,
pada kasus MERS ditemukan pemberian kortikosteroid sistemik tidak
memiliki efek dalam tingkat kematian tetapi memperlama masa klirens
virus MERS-CoV dari saluran napas bawah. Oleh karena itu, disimpulkan
kurangnya efikasi dan kemungkinan berbahaya sehingga pemberian
kortikosteroid sistemik sebaiknya dihindari, jika tidak diindikasikan oleh
alasan lain.

10. Observasi ketat

Kondisi pasien perlu diobservasi ketat terkait tanda-tanda


perburukan klinis, kegagalan respirasi progresif yang cepat, dan sepsis
sehingga penanganan intervensi suportif dapat dilakukan dengan cepat.

11. Pahami komorbid pasien

25
Kondisi komorbid pasien harus dipahami dalam tatalaksana
kondisi kritis dan menentukan prognosis. Selama tatalaksana intensif,
tentukan terapi kronik mana yang perlu dilanjutkan dan mana yang harus
dihentikan sementara. Jangan lupakan keluarga pasien harus selalu
diinformasikan, memberi dukungan, informed consent serta informasi
prognosis.

B. Terapi Spesifik anti COVID 19

Sampai saat ini tidak ada pengobatan spesifik anti-COVID-19 untuk pasien dalam
pengawasan atau konfirmasi COVID-19.

C. Manajemen Gagal Napas Hipoksemi dan ARDS

1. Mengenali gagal napas hipoksemi ketika pasien dengan distress


pernapasan mengalami kegagalan terapi oksigen standar.
2. Oksigen nasal aliran tinggi (High-Flow Nasal Oxygen/HFNO) atau
ventilasi non invasif (NIV) hanya pada pasien gagal napas hipoksemi
tertentu, dan pasien tersebut harus dipantau ketat untuk menilai terjadi
perburukan klinis.
3. Intubasi endotrakeal harus dilakukan oleh petugas terlatih dan
berpengalaman dengan memperhatikan kewaspadaan transmisi airborne.
4. Ventilasi mekanik menggunakan volume tidal yang rendah (4-8 ml/kg
prediksi berat badan, Predicted Body Weight/PBW) dan tekanan inspirasi
rendah (tekanan plateau <30 cmH2O).
5. Pada pasien ARDS berat, lakukan ventilasi dengan prone position > 12
jam per hari.
6. Manajemen cairan konservatif untuk pasien ARDS tanpa hipoperfusi
jaringan.

26
7. Pada pasien dengan ARDS sedang atau berat disarankan menggunakan
PEEP lebih tinggi dibandingkan PEEP rendah.
8. Pada pasien ARDS sedang-berat (td2/FiO2 <150) tidak dianjurkan secara
rutin menggunakan obat pelumpuh otot.
9. Pada fasyankes yang memiliki Expertise in Extra Corporal Life Support
(ECLS), dapat dipertimbangkan penggunaannya ketika menerima rujukan
pasien dengan hipoksemi refrakter meskipun sudah mendapat lung
protective ventilation.
10. Hindari terputusnya hubungan ventilasi mekanik dengan pasien karena
dapat mengakibatkan hilangnya PEEP dan atelektasis. Gunakan sistem
closed suction kateter dan klem endotrakeal tube ketika terputusnya
hubungan ventilasi mekanik dan pasien (misalnya, ketika pemindahan ke
ventilasi mekanik yang portabel).

C. Manajemen Syok Septik

1. Kenali tanda syok septik


- Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah dilakukan
resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan
MAP ≥65 mmHg dan kadar laktat serum> 2 mmol/L.
- Pasien anak: hipotensi (Tekanan Darah Sistolik (TDS) < persentil 5 atau
>2 standar deviasi (SD) di bawah normal usia) atau terdapat 2-3 gejala
dan tanda berikut: perubahan status mental/kesadaran; takikardia atau
bradikardia (HR <90 x/menit atau >160 x/menit pada bayi dan HR
<70x/menit atau >150 x/menit pada anak); waktu pengisian kembali
kapiler yang memanjang (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan
bounding pulse; takipnea; mottled skin atau ruam petekie atau purpura;
peningkatan laktat; oliguria; hipertermia atau hipotermia.

27
2. Resusitasi syok septik pada dewasa: berikan cairan kristaloid isotonik 30
ml/kg. Resusitasi syok septik pada anak-anak: pada awal berikan bolus
cepat 20 ml/kg kemudian tingkatkan hingga 40-60 ml/kg dalam 1 jam
pertama.
3. Jangan gunakan kristaloid hipotonik, kanji, atau gelatin untuk resusitasi.
4. Resusitasi cairan dapat mengakibatkan kelebihan cairan dan gagal napas.
Jika tidak ada respon terhadap pemberian cairan dan muncul tanda-tanda
kelebihan cairan (seperti distensi vena jugularis, ronki basah halus pada
auskultasi paru, gambaran edema paru pada foto toraks, atau
hepatomegali pada anak-anak) maka kurangi atau hentikan pemberian
cairan.
5. Vasopresor diberikan ketika syok tetap berlangsung meskipun sudah
diberikan resusitasi cairan yang cukup. Pada orang dewasa target awal
tekanan darah adalah MAP ≥65 mmHg dan pada anak disesuaikan dengan
usia.
6. Jika kateter vena sentral tidak tersedia, vasopresor dapat diberikan melalui
intravena perifer, tetapi gunakan vena yang besar dan pantau dengan
cermat tanda-tanda ekstravasasi dan nekrosis jaringan lokal. Jika
ekstravasasi terjadi, hentikan infus. Vasopresor juga dapat diberikan
melalui jarum intraoseus.
7. Pertimbangkan pemberian obat inotrop (seperti dobutamine) jika perfusi
tetap buruk dan terjadi disfungsi jantung meskipun tekanan darah sudah
mencapai target MAP dengan resusitasi cairan dan vasopresor.

Tatalaksana pasien terkonfirmasi COVID 19


1. Tanpa Gejala
a. Isolasi dan Pemantauan
 Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari

28
 Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas FKTP
 Kontrol di FKTP setelah 14 hari karantina untuk pemantauan
klinis
b. Non-farmakologis Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan
(leaflet untuk dibawa ke rumah):
 Pasien: - Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan
malam hari - Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan
saat berinteraksi dengan anggota keluarga - Cuci tangan dengan
air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering mungkin. -
Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing) - Upayakan
kamar tidur sendiri / terpisah - Menerapkan etika batuk (Diajarkan
oleh tenaga medis) - Alat makan-minum segera dicuci dengan
air/sabun - Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap
harinya - Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam
kantong plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian
kotor keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera
dimasukkan mesin cuci - Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7
pagi, jam 12 siang dan jam 19 malam. Segera berinformasi ke
petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi peningkatan
suhu tubuh > 38o C
 Lingkungan/kamar: - Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara -
Membuka jendela kamar secara berkala - Bila memungkinkan
menggunakan APD saat membersihkan kamar (setidaknya masker,
dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle. - Cuci tangan
dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin. - Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun
atau bahan desinfektasn lainnya

29
 Keluarga: - Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan
pasien sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit. -
Anggota keluarga senanitasa pakai masker - Jaga jarak minimal 1
meter dari pasien - Senantiasa mencuci tangan - Jangan sentuh
daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih - Ingat senantiasa
membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar - Bersihkan
sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien misalnya
gagang pintu dll
c. Farmakologi
Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin
meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor
dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis
Penyakit Dalam ATAU Dokter Spesialis Jantung  Vitamin C (untuk 14
hari), dengan pilihan ; - Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral
(untuk 14 hari). Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30
hari) - Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari), - Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin
C,B, E, Zink.
2. Gejala Ringan
a. Isolasi dan Pemantauan
 Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
 Ditangani oleh FKTP, contohnya Puskesmas, sebagai pasien rawat jalan
 Kontrol di FKTP setelah 14 hari untuk pemantauan klinis
b. Non Farmakologis
 Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi
tanpa gejala).
c. Farmakologis

30
 Vitamin C dengan pilihan: - Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam
oral (untuk 14 hari) - Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama
30 hari) - Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari), - Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung
vitamin C,B, E, zink
 Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5 hari) ATAU
Hidroksiklorokuin (sediaan yg ada 200 mg) 400 mg/24 jam/oral (untuk 5
hari)
 Azitromisin 500 mg/24 jam/oral (untuk 5 hari) dengan alternatif
Levofloxacin 750 mg/24 jam (5 hari)
 Pengobatan simtomatis seperti paracetamol bila demam
 Bila diperlukan dapat diberikan Antivirus : Oseltamivir 75 mg/12 jam/oral
ATAU Favipiravir (Avigan) 600mg/12 jam / oral (untuk 5 hari)
3. Gejala Sedang
a. Isolasi dan Pemantauan
 Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan Covid-19/ Rumah Sakit
Darurat Covid-19
 Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang Perawatan Covid-19/ Rumah Sakit
Darurat Covid-19 selama 14 hari
b. Non Farmakologis
 Istirahat total, intake kalori adekuat, control elektrolit, status hidrasi,
saturasi oksigen
 Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati dan ronsen dada secara berkala.

c. Farmakologis

31
 Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan
 Klorokuin fosfat 500 mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari) ATAU
Hidroksiklorokuin (sediaan yg ada 200 mg) hari pertama 400 mg/12
jam/oral, selanjutnya 400 mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari)
 Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5- 7 hari) dengan
aternatif Levofloxacin 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari)

 Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).


 Antivirus : Oseltamivir 75 mg/12 jam oral ATAU Favipiravir (Avigan
sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5).
4. Gejala Berat
a. Isolasi dan Pemantauan
 Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
b. Non Farmakologis
 Istirahat total, intake kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi
(terapi cairan), dan oksigen
 Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
 Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
 Monitor tanda-tanda sebagai berikut; - Takipnea, frekuensi napas ≥
30x/min, - Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari), -
PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg, - Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan
area paru-paru pada pencitraan thoraks dalam 24-48 jam, - Limfopenia
progresif, - Peningkatan CRP progresif, - Asidosis laktat progresif.

32
 Monitor keadaan kritis - Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik,
shock atau gagal Multiorgan yang memerlukan perawatan ICU. - Bila
terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan ventilator
mekanik - 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan
penyakit, yaitu sebagai berikut o Gunakan high flow nasal canulla
(HFNC) atau non-invasive mechanical ventilation (NIV) pada pasien
dengan ARDS atau efusi paru luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan
NIV. o Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema
paru. o Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone
position).
 Prinsip terapi oksigen: - NRM: 15 liter per menit. - HFNC o Jika
dibutuhkan, tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR,
N95). o Batasi flow agar tidak melebihi 30 liter/menit. o Lakukan
pemberian HFNC selama 1 jam, kemudian lakukan evaluasi. Jika pasien
mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman (indeks ROX
>4.88 pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa pasien tidak
membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85 menandakan risiko
tinggi untuk kebutuhan intubasi). NIV o Jika dibutuhkan, tenaga
kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95). o Lakukan
pemberian NIV selama 1 jam, kemudian lakukan evaluasi. Jika pasien
mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman (volume tidal
[VT] <8 ml/kg, tidak ada gejala kegagalan pernapasan atau peningkatan
FiO2/PEEP) maka lanjutkan ventilasi dan lakukan penilaian ulang 2 jam
kemudian. o Pada kasus ARDS berat, disarankan untuk dilakukan
ventilasi invasif. o Jangan gunakan NIV pada pasien dengan syok. o
Kombinasi Awake Prone Position + HFNC / NIV 2 jam 2 kali sehari
dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi

33
pada ARDS ringan hingga sedang. Hindari penggunaan strategi ini pada
ARDS berat.

c. Farmakologis
 Klorokuin fosfat, 500 mg/12 jam/oral (hari ke 1-3) dilanjutkan 250 mg/12
jam/oral (hari ke 4-10) ATAU Hidroksiklorokuin dosis 400 mg /24
jam/oral (untuk 5 hari), setiap 3 hari kontrol EKG
 Azitromisin 500 mg/24 jam (untuk 5 hari) atau levofloxacin 750 mg/24
jam/intravena (5 hari)
 Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi
bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus
infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah
harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian
khusus) patut dipertimbangkan.
 Antivirus : Oseltamivir 75 mg/12 jam oral ATAU Favipiravir (Avigan
sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
 Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan
 Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
 Hydroxycortison 100 mg/24 jam/ intravena (3 hari pertama)
 Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
 Obat suportif lainnya

2.11. Pencegahan

Cara penyebaran beberapa virus atau patogen dapat melalui kontak dekat,
lingkungan atau benda yang terkontaminasi virus, droplet saluran napas, dan
partikel airborne. Droplet merupakan partikel berisi air dengan diameter >5um.

34
Droplet dapat melewati sampai jarak tertentu (biasanya 1 meter) ke permukaan
mukosa yang rentan. Partikel droplet cukup besar sehingga tidak akan bertahan
atau mengendap di udara dalam waktu yang lama. Produksi droplet dari saluran
napas diantaranya batuk, bersin atau berbicara serta tindakan invasif prosedur
respirasi seperti aspirasi sputum atau bronkoskopi, insersi tuba trakea. Partikel
airborne merupakan partikel dengan diameter yang kurang dari 5um yang dapat
menyebar dalam jarak jauh dan masih infeksius. Patogen airborne dapat
menyebar melalui kontak. Kontak langsung merupakan transmisi pathogen secara
langsung dengan kulit atau membran mukosa, darah atau cairan darah yang
masuk ke tubuh melalui membrane mukosa atau kulit yang rusak. Oleh karena
itu, kita dapat melakukan pencegahan transmisi virus.

Prinsip pencegahan dan strategi pengendalian secara umum Saat ini masih
belum ada vaksin untuk mencegah infeksi COVID- 19. Cara terbaik untuk
mencegah infeksi adalah dengan menghidari terpapar virus penyebab. Lakukan
tindakan-tindakan pencegahan penularan dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada masyarakat :

1. Cuci tangan anda dengan sabun dan air sedikitnya selama 20 detik.
Gunakan hand sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya mengandung
alcohol 60 %, jika air dan sabun tidak tersedia.
2. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum
dicuci.
3. Sebisa mungkin hidari kontak dengan orang yang sedang sakit.
4. Saat anda sakit gunakan masker medis. Tetap tinggal di rumah saat anda
sakit atau segera ke fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak
beraktifitas di luar.
5. Tutupi mulut dan hidung anda saat batuk atau bersin dengan tissue. Buang
tissue pada tempat yang telah ditentukan.

35
6. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda yang
sering disentuh.
7. Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan penularan
penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan tetapi
penggunaan masker saja masih kurang cukup untuk melindungi seseorang
dari infeksi ini, karenanya harus disertai dengan usaha pencegahan lain.
Pengunaan masker harus dikombinasikan dengan hand hygiene dan
usaha-usaha pencegahan lainnya.
8. Pengunaan masker medis tidak sesuai indikasi bisa jadi tidak perlu,
karena selain dapat menambah beban secara ekonomi, penggunaan
masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya dan dapat
membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha pencegahan lain
yang sama pentingnya seperti hygiene tangan dan perilaku hidup sehat.

Cara penggunaan masker medis yang efektif:

a. Pakai masker secara seksama untuk menutupi mulut dan hidung,


kemudian eratkan dengan baik untuk meminimalisasi celah antara
masker dan wajah
b. Saat digunakan, hindari menyentuh masker.
c. Lepas masker dengan tehnik yang benar (misalnya; jangan
menyentuh bagian depan masker, tapi lepas dar belakang dan
bagian dalam.)
d. Setelah dilepas jika tidak sengaja menyentuh masker yang telah
digunakan segera cuci tangan.
e. Gunakan masker baru yang bersih dan kering, segera ganti masker
jika masker yang digunakan terasa mulai lembab.
f. Jangan pakai ulang masker yang telah dipakai.
g. Buang segera masker sekali pakai dan lakukan pengolahan sampah
medis sesuai SOP.

36
h. Masker pakaian seperti katun tidak direkomendasikan.

Sedangkan di Fasilitas Kesehatan di kenal Program pencegahan dan


pengendalian infeksi (PPI) merupakan komponen penting yang harus diterapkan
dalam managemen kasus infeksi. Berikut strategi PPI untuk mencegah atau
membatasi penularan infeksi di fasilitas kesehatan meliputi:

1. Triage, (deteksi dini dan pengontrolan sumber)


Triase klinis merupakan sistem pemeriksaan pasien dititik pertama masuk
rumah sakit yang merupakan bagian penting dalam mengidentifikasi,
deteksi dini dan menempatkan segera pasien di area terpisah dari pasien
lain (pengontrolan sumber) atau isolasi serta merawat pasien dengan
dugaan infeksi COVID-19. Untuk memudahkan deteksi dini kasus yang
dicurigai, fasilitas kesehatan harus:
 Memotivasi petugas kesehatan untuk memiliki tingkat kecurigaan
klinis yang tinggi
 Tempat triase yang memadai serta staff yang terlatih.
 Memberlakukan kuesioner skrining berdasarkan definisi kasus
(pada bab sebelumnya).
 Memasang tanda di tempat umum yang mengingatkan gejala-
gejala pada pasien yang penting untuk diberitahukan kepada
petugas kesehatan.
 Promosi respiratory hygiene merupakan tindakan pencegahan
yang penting
 Isolasi atau pemisahan pasien COVID-19 yang dicurigai segera
setelah dicurigai serta terapkan program PPI.

2. Penerapan standard pencegahan untuk semua pasien

37
Standard Precautions mencakup kebersihan tangan dan pernapasan (hand
and respiratory hygiene); penggunaan alat pelindung diri (APD),
bergantung penilaian risiko; pencegahan luka jarum suntik atau benda
tajam; pengelolaan limbah yang aman; pembersihan lingkungan dan
sterilisasi peralatan dan linen yang digunakan dalam merawat pasien.

a. Kebersihan tangan dan pernapasan Langkah-langkah respiratory


hygiene yang harus dilakukan yaitu:
 Tutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin dengan tisu
atau bagian dalam siku.
 Lakukan hand hygiene. - Setelah kontak dengan secret saluran
napas. - Lima momen cuci tangan: sebelum menyentuh
pasien, sebelum prosedur dilakukan, setelah terpapar cairan
tubuh, setelah menyentuh pasien dan setelah menyentuh
sekitar pasien. - Menggunakan alkohol atau sabun dengan air.
- Jika terdapat minyak atau kotoran yang terlihat, cuci tangan
dengan sabun dan air. - Jika kotoran tidak terlihat, gunakan
alcohol-based hand rub.
 Tawarkan masker untuk pasien terduga infeksi COVID- 19
bagi yang bisa mentolerirnya.

b. Alat pelindung diri Penggunaan APD yang rasional, benar dan


konsisten membantu mengurangi penyebaran patogen. Efektivitas
APD tergantung pada persediaan yang memadai, pelatihan staf yang
memadai, hand hygiene yang tepat dan perilaku yang baik.

c. Kebersihan lingkungan dan desinfektan Pembersihan lingkungan


dan prosedure desinfeksi harus dipatuhi secara konsisten dan benar.
Pembersihan permukaan lingkungan dengan air dan deterjen yang

38
teliti. Selain itu, penerapan desinfektan yang biasa digunakan (seperti
natrium hipoklorit) harus efektif dan memadai. Pengelolaan laundry,
layanan penyediaan alat makan dan limbah medis harus sesuai dengan
prosedur rutin yang aman.

3. Penerapan tindakan pencegahan tambahan secara empiris (droplet dan


kontak dan pencegahan airborne lain) untuk kasus yang dicurigai infeksi
COVID-19.
a. Pencegahan kontak dan droplet untuk terduga infeksi COVID-19:
 Setiap individu, termasuk anggota keluarga, pengunjung, dan
petugas kesehatan harus mematuhi pencegahan kontak dan
droplet.
 Setiap pasien harus ditempatkan di ruangan privat yang memiliki
ventilasi cukup. Ventilasi memerlukan 160 L/detik/pasien.
 Jika ruangan privat tidak tersedia, kumpulkan pasien terduga
COVID-19 bersama
 Tempatkan pasien pada bed yang paling tidak terpisah sejauh 1
meter
 Jika memungkinkan, petugas kesehatan yang menangani pasien
COVID-19 eksklusif hanya menangani pasien terduga COVID-19
untuk mencegah risiko transmisi infeksi
 Gunakan masker medis/bedah
 Gunakan gaun APD yang bersih, non steril, dan berlengan panjang

 Gunakan pelindung mata dan wajah (misal googles atau face


shield)
 Gunakan gloves / handscoon

39
 Setelah kontak pasien, lakukan pelepasan APD dengan tepat dan
lakukan cuci tangan. APD baru dibutuhkan untuk kontak atau
merawat pasien yang berbeda.
 Gunakan alat-alat sekali pakai atau gunakan alat yang
diperuntukkan hanya untuk pasien COVID-19. Alat seperti
stetoskop, cuff sphygmomanometer, termometer tidak boleh
dicampur. Jika alat harus digunakan untuk pasien lain, bersihkan
dan desinfeksi setiap selesai pemakaian (misalnya dengan alkohol
70%)
 Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang
berpotensi terkontaminasi
 Hindari memindahkan pasien keluar ruangan kecuali diperlukan
secara medis. Gunakan portable X-ray atau alat diagnostik lain
yang diperlukan. Jika perpindahan dibutuhkan, gunakan jalur
perpindahan yang sudah ditentukan sebelumnya untuk
meminimalisir paparan terhadap staff, pasien lain, dan
pengunjung. Pasien menggunakan masker.
 Pastikan petugas kesehatan yang mengantar pasien pada saat
perpindahan pasien menggunakan APD dan melakukan hand
hygiene yang baik
 Beritahu area yang akan menerima pasien sebelum memindahkan
pasien. Pastikan area yang akan menerima telah melakukan
tindakan pencegahan (precaution) yang baik sebelum kedatangan
pasien
 Bersihkan dan desinfeksi permukaan yang kontak dengan pasien
secara rutin

40
 Batasi jumlah petugas kesehatan, keluarga, dan pengunjung yang
melakukan kontak dengan terduga pasien COVID-19
 Catat setiap orang yang masuk dan keluar ruangan pasien
termasuk staff dan pengunjung.

b. Pencegahan airborne untuk prosedur yang dapat memproduksi droplet/


aerosol pada pasien terduga COVID-19 (aerosol generating procedure):
Beberapa prosedur yang menghasilkan aerosol telah dikaitkan dengan
peningkatan risiko penularan Coronavirus (SARS-CoV dan MERS-CoV),
prosedur tersebut misalnya intubasi trakea, ventilasi non invasif,
trakeotomi, resusitasi kardiopulmoner, ventilasi manual sebelum intubasi
dan bronkoskopi. Pastikan hal berikut ketika melakukan prosedur
tersebut:
 Menggunakan respirator partikulat yang setidaknya sekuat N95
yang bersertifikat NIOSH, EU FFP2, atau yang setara; saat
memasang respirator sekali pakai, selalu lakukan seal-check.
Waspadai bahwa jika pemakai memiliki rambut wajah, dapat
mengganggu seal dari respirator
 Prosedur dilakukan di ruangan dengan ventilasi cukup, minimal
aliran 160L/detik/pasien atau di ruangan negatif atau 12 air
changes per hour (ACH). Gunakan controlled direction of air flow
saat melakukan ventilasi mekanis.
 Menggunakan pelindung mata
 Menggunakan gaun APD bersih, non steril, berlengan panjang
 Jika gaun tidak tahan cairan, gunakan apron waterproof untuk
prosedur yang berpotensi memproduksi jumlah cairan yang
banyak dan dapat menembus gaun

41
 Batasi jumlah orang dalam ruangan. Gunakan jumlah absolute
minimum yang diperlukan untuk perawatan pasien.
4. Penerapan kontrol administratif
Kontrol dan kebijakan administratif untuk pencegahan dan kontrol
penularan infeksi COVID-19 diantaranya pembangunan infrastruktur dan
kegiatan PPI berkelanjutan, pelatihan petugas kesehatan; edukasi untuk
perawat pasien, kebijakan tentang deteksi dini infeksi pernapasan akut
yang berpotensi COVID-19, akses ke laboratorium uji yang cepat untuk
identifikasi agen etiologi, pencegahan kepadatan yang berlebihan
terutama di Instalasi Gawat Darurat, penyediaan ruang tunggu khusus
untuk pasien bergejala dan penempatan yang tepat dari pasien rawat inap
yang menjamin rasio pasien-staf yang memadai, penyediaan dan
penggunaan persediaan APD yang teratur, kebijakan dan prosedur PPI
untuk semua aspek pelayanan kesehatan - dengan penekanan pada
surveillans infeksi pernapasan akut yang berpotensi disebabkan oleh
COVID-19 pada petugas kesehatan dan pentingnya mencari perawatan
medis, dan pemantauan kepatuhan petugas kesehatan, bersama dengan
mekanisme untuk perbaikan sesuai kebutuhan.

5. Penggunaan kontrol lingkungan dan engineering.


Pengontrolan ini bertujuan untuk menjamin ventilasi yang
memadai di seluruh area fasilitas kesehatan sekaligus menjamin
pembersihan yang memadai. Pemisahan dengan jarak minimal 1 meter
harus dilakukan untuk setiap pasien terduga. Pengontrolan ini dapat
mengurangi transmisi patogen selama perawatan. Pastikan pembersihan
dan desinfektan dilakukan dengan konsisten dan benar. Pembersihan
lingkungan dengan air dan detergen serta desinfektan yang biasa
digunakan yaitu sodium hipoklorit. 31 Semua spesimen yang dikumpulkan

42
untuk investigasi laboratorium harus dianggap berpotensi menular.
Petugas kesehatan yang mengumpulkan dan mengangkut spesimen klinis
harus mematuhi kewaspadaan standar untuk meminimalkan kemungkinan
paparan ke pathogen seperti;
 Pastikan petugas mengenakan APD yang memadai. Jika
sampel diambil dengan prosedur yang dapat menciptakan
aerosol, maka gunakan masker N95.
 Pastikan bahwa semua personel yang mengangkut
spesimen dilatih dalam praktik penanganan dan prosedur
dekontaminasi pada kejadian tumpahan yang aman.
 Tempatkan spesimen untuk pengangkutan dalam tas
spesimen anti bocor (wadah sekunder) yang memiliki
sealable pocket terpisah untuk spesimen (mis. tas plastik
biohazard), dengan label pasien pada wadah spesimen
(wadah primer), dan formulir permintaan laboratorium
yang ditulis dengan jelas.
 Pastikan bahwa laboratorium fasilitas layanan kesehatan
mematuhi praktik biosafety dan pengangkutan yang sesuai
persyaratan, sesuai dengan jenis organisme yang sedang
ditangani.
 Kirimkan semua spesimen secara manual / diantar
langsung jika memungkinkan, JANGAN gunakan sistem
tabung pneumatik untuk transportasi spesimen.
 Dokumentasikan nama lengkap pasien dan tanggal lahir
terduga COVID-19 dengan jelas pada formulir permintaan
laboratorium yang menyertai. Beri tahu laboratorium
sesegera mungkin bahwa spesimen sedang dikirim.

43
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1) COVID 19 adalah penyakit infeksi yang menyerang sistem pernapasan
manusia yang berasal dari virus 2019-nCoV. Virus ini ditemukan
pertama kali pada Desember 2019 di Wuhan, Cina. Virus 2019-nCoV
diyakini berasal dari hewan (zoonotik) dan berkembang sehingga dapat
menginfeksi manusia. Virus ini merupakan bagian dari famili virus
Coronavirus. Saat ini COVID 19 sudah menjadi pandemi global dan
menginfeksi hampir seluruh negara.
2) COVID 19 memiliki simptom yang sangat luas, mulai dari yang
asimptomatik hingga ARDS. Tanda dan gejala umum yang dialami
berupa demam tinggi, batuk kering, pilek, sesak napas, dan/atau diare.
Penyakit ini dapat berkembang secara progresif menjadi pneumonia,
sepsis hingga berujung ke kematian.
3) Hingga kini perawatan pasien COVID 19 masih berupa suportif dan
simptomatik. Tujuan utama dari pengobatan adalah menstabilkan tanda
dan gejala pasien, mencegah timbulnya komplikasi ataupun penyakit

44
sekunder, dan menjaga kestabilan hemodinamik pasien. Saat ini belum
ada terapi definitif yang teruji klinis dapat mengeradikasi virus.

3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut:
1. Diagnosis dini sangat penting mengingat dapat terjadi beberapa komplikasi
yang mengancam jiwa. Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan
progresi penyakit. Untuk itulah diperlukan penanganan dan intervensi
sejak dini.
2. Bagi dokter muda, aplikasikan pemahaman mengenai Covid-19 ini agar
ketika menemukan kasus tersebut pada pelayanan kesehatan tingkat
pertama dapat mendiagnosis dan melakukan rujukan kepada dokter
spesialis yang berkompeten.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Novel Coronavirus (2019-nCoV) Situation Report-1.Januari 21, 2020.

2. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Zang Li, Fan G, etc. Clinical features of

patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. The Lancet. 24

jan 2020.

3. WHO. WHO Director-General’s remarks at the media briefing on 2019-nCov on

1 June 2020. Cited June 1st 2020. Available on:

https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-generals-remarks-at-the-

media-briefing-on-2019-ncov-on-01-june-2020.

4. Channel News Asia. Wuhan virus outbreak: 15 medical workers infected, 1 in

critical condition. [Homepage on The Internet]. Cited June 01st 2020.

Availableon:https://www.channelnewsasia.com/news/asia/wuhanpneumonia-

outbreak-health-workers-coronavirus-12294212 (June 1st 2020).

46
5. Wang Z, Qiang W, Ke H. A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control and

Prevention. Hubei Science and Technologi Press. China; 2020.

6. Relman E, Business insider Singapore. [Homepage on TheInternet]. Cited June

1st 2020. Available on:https://www.businessinsider.sg/deadly-china-wuhan-

virusspreading-human-to-human-officials-confirm-20201/?r=US&IR=T.

7. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Cited June 4 th 2020. Available

on :https://Covid19.go.id

8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Protokol Tatalaksana Pasien COVID-19.

Jakarta, April 2020.

9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia COVID-19. Jakarta, Januari

2020.

10. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman

Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Kementerian

Kesehatan RI; 2020.

11. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory

infection (SARI) when COVID-19 disease is suspected.Interim Guidance, 13

March 2020.

47

Anda mungkin juga menyukai