Anda di halaman 1dari 31

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

EDUKASI KESEHATAN PADA KELUARGA PASIEN YANG MENGALAMI


TUBERCULOSIS DI RUANG RAWAT INAP TULIP II RSUD SIDOARDJO

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Dasar di Ruang Tulip II RSUD Sidoardjo

Kelompok 3

Inyongki Turu Taga Lele 2209.14901.


Alexander Anjastria P. M Wailaba 2209.14901.380
Ardianus Melki Ende 2209.14901.359
Fadli jalaludin 2209.14901.377
Ferianto Ampildo Bokol 2209.14901.352
Yohanis Dodok 2209.14901.361

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

EDUKASI KESEHATAN PADA KELUARGA PASIEN YANG MENGALAMI


TUBERCULOSIS DI RUANG RAWAT INAP TULIP II RSUD SIDOARDJO

DISUSUN OLEH
KELOMPOK III

Inyongki Turu Taga Lele 2209.14901.


Alexander Anjastria P. M Wailaba 2209.14901.380
Ardianus Melki Ende 2209.14901.359
Fadli jalaludin 2209.14901.377
Ferianto Ampildo Bokol 2209.14901.352
Yohanis Dodok 2209.14901.361

Malang,…Oktober 2022

Disetujui Oleh

Pembimbing Institusi Pembimbing Wahana Praktik

Frengki Aprianto, S.Kep.,Ners.,M.Kep Hadi Wijoyo, S.Kep.,Ners


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................6
C. Tujuan....................................................................................................6
1. Tujuan Umum.........................................................................................6
2. Tujuan Khusus........................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................7
A. Pengertian Tuberculosis.........................................................................7
B. Etiologi......................................................................................................8
C. Patofisiologi..........................................................................................8
D. Klasifikasi..............................................................................................9
E. Manifestasi Klinis...................................................................................11
F. Pencegahan............................................................................................12
G. Penatalaksanaan................................................................................12
H. Pemeriksaan Penunjang....................................................................14
I. Pathway..................................................................................................15
BAB III SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)..............................................16
A. Penyuluhan.............................................................................................16
B. Tujuan.....................................................................................................16
1. Tujuan Umum.......................................................................................16
2. Tujuan Khusus......................................................................................16
C. Metode.................................................................................................16
D. Evaluasi...............................................................................................20
E. Kriteria Hasil...........................................................................................20
BAB IV PENUTUP............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22
Lampiran Materi Penyuluhan...........................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi menular yang
diakibatkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang merupakan organisme
patogen maupun saprofit (Price and Wilson, 2006) dalam (Puspitasari, 2011).
Penyakit TBC ini merupakan masalah utama dalam kesehatan masyarakat
terutama pada negara-negara yang sedang berkembang. Di Indonesia
penyakit TBC ini masih menduduki posisi 4 besar pada tahun 1980. Pada
tahun 1985 sampai tahun 1992 kasus TBC ini meningkat hingga 20% (Price,
dkk,2005). Pada tahun 1998 di Amerika Serikat lebih dari 80% terdapat kasus
baru TBC yang dilaporkan (Wahyuni, 2013).Pada tahun 2004, terdapat 9 juta
kasus baru, 98% terjadi di negara berkembang. Lebih dari 10% meningkat
sejak tahun 1997. Pada tahun 2007 ada diperkirakan 13,7 juta kasus kronis
aktif. Pada tahun 2010 ada 8,8 juta kasus baru dan 14,5 juta kematian
terutama di negaranegara berkembang. Pada tahun 2012, WHO melaporkan
bahwa sekitar 8,6juta orang carrier TBC dan 1,3 juta orang meninggal akibat
TBC (WHO, 2013).
Mycobacterium tuberculosis ini pada umumnya menyerang paru dan
dapat menyerang organ tubuh lainnya. Kuman ini mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan
Asam (BTA). Sumber penularan pada penderita TB BTA positif yaitu saat
pasien batuk dan bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pernafasan, maka kuman TB tersebut menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas,
atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya (Rahayu, 2018). Secara
klinis TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan pasca primer. Infeksi Primer
dapat terjadi pada saat seseorang terkena kuman TBC untuk pertama
kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, maka di dalam
alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan karena
kuman TBC berkembang biak dengan cara membelah diri di paru.
Sedangkan infeksi pasca primer dapat terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun setelah infeksi primer (Barmawi Hisyam, 2012). Ciri khas TB pasca
primer yaitu terjadi kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau
efusi pleura (Safithri, 2011).
Pengobatan TBC bisa dilakukan dengan cara terapi non farmakologi
dan terapi farmakologi. Untuk terapi farmakologi dilakukan dalam 2 tahap
yaitu tahap awal dan tahap lanjutan (Satriawan, 2021). Obat-obat Anti
Tuberculosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis
obat, dalam jumlah yang cukup dan dosis yang tepat selama 6 hingga 8
bulan. Penggunaan dalam bentuk kombinasi ini bertujuan supaya semua
kuman dapat dibunuh. Penderita TBC ini menggunakan beberapa obat yaitu
isoniasid, rifampisin. pirasinamid, streptomisin dan etambutol (Suarni et al.,
2019). Isoniazid, rifampisin, pyrazinamid dan streptomisin, semua berkhasiat
ketika diberikan 2 atau 3 kali dalam seminggu. Sedangkan Etambutol hanya
diberikan ketika pemberiannya dengan Rifampisin (Sembiring, 2019).
Rejimen pengobatan memiliki fase awal (intensif) yang berlangsung selama 2
bulan dan fase lanjutan biasanya berlangsung selama 4-6 bulan (WS et al.,
2021). Untuk pasien TBC, harus ada Pengawas Minum Obat (PMO). PMO ini
dapat berasal dari pihak kesehatan, tokoh masyarakat, apoteker atau
anggota keluarga. PMO disini bertugas untuk mengawasi pasien TB agar
pasien minum obat secara teratur sampai pengobatan selesai. Karena jika
pasien lalai dalam minum obat dalam waktu lebih dari 2 minggu maka pasien
harus melakukan pemeriksaan kembali dan mulai minum obat dari awal lagi.
Oleh karena itu adanya PMO sangat berguna dalam memantau pasien TB
dalam mengkonsumsi obat supaya pasien tidak lalai (Faizah & Raharjo,
2019).
Kurangnya pengetahuan mengenai penyakit dan obat TBC ini akan
mempengaruhi perilaku kesehatan dan cara penggunaan obat. Agar efek
terapi obat bisa tercapai dengan baik maka pasien harus memiliki
pengetahuan mengenai obat yang dikonsumsi. Pengetahuan mengenai obat
anti tuberculosis ini penting untuk diketahui oleh pasien. Pengetahuan secara
umum yaitu hasil dari tahu, dan ini dapat terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Wulandari, 2018).
Mengingat tentang bahaya penyakit tuberculosis maka perawat dalam
hal ini memberikan upaya preventif yang dilakukan dengan cara memberikan
edukasi kesehatan pada keluarga mengenai penyakit tuberculosis serta
keluarga dapat mengetahui bagaimana cara merawat anggota keluarga
dengan penyakit tuberculosis serta penanganan yang tepat dan sesuai yang
harus dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana peran keluarga pasien di ruang rawat inap Tulip II RSUD
Sidoarjo berperan dalam pencegahan penyakit tuberculosis serta dapat
mengerti dan memahami tentang penyakit tuberculosis.
C. Tujuan
D. Tujuan Umum
Setelah dilaksanakan penyuluhan diharapkan keluarga pasien di
ruang rawat inap Tulip II rumah sakit RSUD Sidoarjo dapat mengerti dan
memahami tentang penyakit tuberculosis.
E. Tujuan Khusus
a. Memahami dan menjelaskan pengertian tuberculosis.
b. Memahami dan menjelaskan penyebab tuberculosis.
c. Memahami dan menjelaskan tentang tanda dan gejala tuberculosis.
d. Memahami dan menjelaskan tentang cara penularan tuberculosis
e. Memahami dan menjelaskan tentang pencegahan pada tuberculosis
f. Memahami dan menjelaskan tentang penanganan pada tuberculosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tuberculosis
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Tuberculosis bisa menyerang bagian paru-paru dan dapat
menyerang semua bagian tubuh (Aini & Hatta, 2017).Tuberculosis adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB Mycobacterium
tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya (Rafflesia, 2014). Tuberculosis adalah
penyakit infeksius kronik dan berulang biasanya mengenai organ paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Elfariani, 2021). Tuberculosis
atau TB atau TBC adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri masuk dan terkumpul di dalam
paru-paru akan berkembang baik terutama pada orang dengan daya tahan
tubuh yang rendah dan menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar
getah bening. Oleh sebab itu infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh
organ tubuh seperti paru-paru, saluran pencernaan, tulang, otak, ginjal,
kelenjar getah bening, dan lain-lain, namun organ tubuh yang paling sering
terkena yaitu paru-paru (Armika et al., 2020).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan organ tubuh
lainnya. Bakteri tersebut masuk melalui saluran pernafasan dan saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Biasanya paling banyak melalui
inhalasi droplet yang berasal dari si penderita (Nurarif & Kusuma, 2015).
Tuberculosis paru merupakan penyakit menular pernafasan yang menyerang
paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui
udara (droplet nuclei) pada saat batuk atau bersin (Bili et al., 2019).
Tuberculosis merupakan suatu penyakit kronik dan menular yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini merupakan
sejenis kuman yang berbentuk batang dengan panjang 1-4 µm dan tebal
0,3-0,6 µm, kuman ini berstruktur atas lipid (lemak) dan membuat kuman
lebih tahan lama terhadap berbagai gangguan fisik, kimia dan juga asam
(Rahayu, 2018).
B. Etiologi
Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Penyebarannya melalui batuk atau bersin dan orang yang menghirup droplet
yang dikeluarkan oleh penderita. Meskipun TB menyebar dengan cara yang
sama dengan flu, tetapi penularannya tidak mudah. Infeksi TB biasanya
menyebar antar anggota keluarga yang tinggal serumah. Akan tetapi
seseorang bisa terinfeksi saat duduk disamping penderita di dalam bus atau
kereta api. Selain itu, tidak semua orang yang terkena TB bisa
menularkannya (Elfariani, 2021). TB disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, memiliki dinding lemak yang
tebal, tumbuh lambat, tahan terhadap asam dan alcohol, sehingga sering
disebut basil tahan asam (BTA). Kuman ini memasuki tubuh manusia
terutama melalui paru-paru, namun dapat juga lewat kulit, saluran kemih,
dan saluran makanan (Fauziyah, 2020). Penyakit ini disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri atau kuman ini berbentuk batang,
dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm. sebagian besar kuman
berupa lemak /lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap kimia/ fisik. Sifat lain kuman ini adalah aerob yang menyukai
daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan
oksigen tinggi yaitu apical/apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada
penyakit tuberculosis (Tamara et al., 2021).

C. Patofisiologi
Menghirup Mycobacterium Tuberculosis menyebabkan salah satu
dari empat kemungkinan hasil, yakni pembersihan organisme, infeksi laten,
permulaan penyakit aktif (penyakit primer), penyakit aktif bertahun-tahun
kemudian (reaktivasi penyakit). Setelah terhirup, droplet infeksius tetesan
menular menetap diseluruh saluran udara. Sebagian besar bakteri terjebak
dibagian atas saluran nafas dimana sel epitel mengeluarkan lendir. Lendir
yang dihasilkan menangkap zat asing dan silia dipermukaan sel terus-
menerus menggerakkan lender dan partikelnya yang terangkap untuk
dibuang. System ini memberi tubuh pertahanan fisik awal yang mencegah
infeksi tuberculosis (Puspasari, 2019) dalam (Elfariani, 2021). Sistem
kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrophil
dan magrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik
terhadap tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam
alveoli dan terjadilah bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam
waktu 2-10 minggu setelah terpapar. Massa jaringan baru disebut
granuloma, yang berisi gumpalan basil yang hidup dan yang sudah mati,
dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding. Granuloma berubah
bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut Ghon Tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri
menjadi nekrotik, membentuk perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu
akan terbentuk kalsifikasi, membentuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi
non-aktif. Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal,
karena respons system imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif juga timbul
akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada
kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan akhirnya menjadi
perkijuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses penyembuhan
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan bronkopneumonia, pembentukan tuberkel, dan seterusnya
(Lusiana, 2021).

D. Klasifikasi
Klasifikasi menurut (Puspasari, 2019) dalam (Isma’il, 2019):
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
a. Tuberculosis paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim)
paru dan tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberculosis ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh
selain paru seperti pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
a. Klien baru TB, yakni klien yang belum pernah diobati dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (< dari 28
dosis).
b. Klien yang pernah diobati TB, yakni klien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
c. Klien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB
terakhir :
1) Klien kambuh, yaitu klien TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologi atau klinis.
2) Klien yang diobati kembali setelah gagal, yaitu klien TB yang
pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
3) Klien yang diobati kembali setelah putus obat, yakni klien yang
telah berobat dan putus obat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4) Lain-lain, yaitu klien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
a. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
b. Poli resistan (TB RR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Insoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multidrug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
d. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan.
e. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotype atau metode fenotipe.
4. Klasifikasi klien TB berdasarkan status HIV
a. Klien TB dengan HIV positif
b. Klien TB dengan HIV negative
c. Klien TB dengan status HIV tidak diketahui
E. Manifestasi Klinis
Berdasarkan (Nanda, 2015) dalam (Nirmala, 2020) Manifestasi klinis
tuberkulosis antara lain:
1. Demam 40-41◦ C, serta ada batuk atau batuk berdarah
2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Malaise (perasaan tidak enak), keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
Berdasarkan (Sofro, dkk, 2018):
1. Keluhan pokok
a. Mirip gejala flu biasa
b. Selera makan menurun
c. Demam atau agak demam pada malam hari, selama berminggu-
minggu
d. Batuk kering
e. Batuk darah
f. Dada terasa sakit, sesak
g. Badan terasa lemah (malaise)
2. Tanda penting
a. Batuk berdahak minimal 2 minggu
b. Umumnya berat badan berkurang atau kurus
c. Kelemahan
d. Dokter akan mendengar suara ronki basah di apeks paru-paru

Manisfestasi Klinik (Nurrarif & Kusuma, 2013)


1. Demam 40-41oC
2. Batuk atau batuk berdarah
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
5. Malaise
6. Keringat malam
7. Suara khas pada perkusi dada
8. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
F. Pencegahan
Berdasarkan Nanda 2015 dalam (Fauziyah, 2020):
1. Mempelajari penyebab dan penularan TB
2. Berhenti merokok dan minum alcohol
3. Olah raga secara teratur, makan makanan yang bergizi dan istirahat
yang cukup
4. Selalu menjaga kebersihan mulut dan mempelajari cara batuk yang baik

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan menurut Somantri, 2012 bisa
berupa metode preventif dan kuratif. Cara-caranya sebagai berikut :
1. Penyuluhan
Penyuluhan yang dilakukan mengenai penyakit TB paru,
penyebab, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan.
2. Pencegahan
Cara pencegahanya yaitu berhenti merokok dan minum alcohol,
olah raga secara teratur, makan makanan yang bergizi dan istirahat yang
cukup, selalu menjaga kebersihan mulut dan mempelajari cara batuk
yang baik
3. Pemberian obat-obatan
a. OAT (Obat Anti Tuberkulosis)

Tabel Pemberian dosis Obat Anti Tuberculosis (OAT).


Rekomendasi Dosis (mg/kgBB)
Obat Anti TB Per Minggu
Esensial Per Hari 3x 2x
Isoniazid (H) 5 1 1
Rifampisin (R) 10 1 1
Pirasinamid (Z) 25 3 5
Streptomisin (S) 15 1 1
Etambutol (E) 15 3 4

4. Fisioterapi dan rehabilitasi Tindakannya yaitu seperti pengaturan posiss


postural drainase, claping, dan vibrasi, serta diakhiri dengan metode
batuk efektif.
1. Konsultasi secara teratur Yang bertujuan untuk mengetahui dan
melakukan pemeriksaan agar tau perkembangan kesehatan yang
dialami oleh klien.
Penatalaksanaan Farmakologi (Puspasari, 2019) :
1. Obat lini pertama : isoniazid atau INH (Nydrazid), rifampisin (Rifadin),
pirazinamida, dan etambutol (Myambutol) setiap hari selama 8 minggu
dan berlanjut hingga 4 sampai 7 bulan.
2. Obat lini kedua : capreomycin (Capastat), etionamida (Trecator), sodium
para-aminosalicylate, dan sikloserin (Seromisin).
3. Vitamin B (Piridoksin) biasanya diberikan dengan INH.

Penatalaksanaan non-farmakologi menurut (Morton,dkk, 2012) adalah :


1. Mencapai Bersihan Jalan Napas
a. Pantau adanya dyspnea dan hipoksemia pada pasien.
b. Jika bronkodilator atau kortikosteroid diprogramkan, berikan obat
secara tepat dan aspadai kemungkinan efek sampingnya.
c. Dorong pasien untuk menghilangkan semua iritan paru, terutama
merokok sigaret
d. Intruksikan pasien untuk batuk efektif
e. Fisioterapi dada dengan drainase postural
2. Meningkatkan Pola Pernafasan
a. Latihan otot inspirasi dan latihan ulang pernafasan dapat membantu
meningkatkan pola pernafasan.
b. Latihan nafas diafragma dapat mengurangi kecepatan respirasi.
c. Pernafasan melalui bibir dapat membantu memperlambat ekspirasi,
mencegah kolaps jalan napas kecil.
3. Aktivitas Olahraga
Program aktivitas olahraga untuk TB Paru dapat terdiri atas
sepedah ergometri, latihan treadmill, atau berjalan dengan diatur
waktunya, dan frekuensinya dapat berkisar dari setiap hari sampai setiap
minggu.
4. Konseling Nutrisi
Malnutrisi adalah umum pada pasien TB Paru dan terjadi pada
lebih dari 50% pasien TB Paru yang masuk rumah sakit. Berikan nutrisi
yang terpenuhi bagi pasien agar tidak terjadi malnutrisi.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Somantri (2012) pemeriksaan penunjang TB paru antara lain
sebagai berukut :
1. Kultur sputum : menunjukkan hasil positif Mycobacterium tuberculosis
pada stadium aktif.
2. Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif
untuk bakteri tahan asam (BTA).
3. Skin test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen
intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibody tetapi
tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.
4. Foto rongen dada (chest x-ray) : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil
pada lesi awal di bagian paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi
primer yang membaik atau cairan pada efusi. Perubahan
mengindikasikan TB yang lebih berat, dapat mencakup area berlubang
dan fibrosa.
5. Histologi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan
CSF, serta biopsy kulit) : menunjukkan hasil positif untuk Mycobacterium
tuberculosis.
6. Needle biopsy of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya selsel
besar yang mengindikasikan nekrosis.
7. Elektrolit : mungkin abnormal bergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi, misalnya hyponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin
ditemukan pada TB paru kronik lanjut.
8. ABGs : mungkin abnormal, bergantung pada lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
9. Bronkografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronkus atau kerusakan paru karena TB.
10. Pemeriksaan darah : leukositosis, laju endap darah (LED) meningkat.
11. Tes fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC menurun,
dan saturasi oksigen menurun yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis infiltrasi paru da penyakit pleura.
I. Pathway
BAB III
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

A. Penyuluhan
Pokok Pembahasan : Edukasi kesehatan tentang tuberculosis
Sasaran : Keluarga dengan pasien tuberculosis
Tempat : Ruang Rawat Inap Tulip II RSUD Sidoarjo
Hari/Tanggal :
Waktu : 45 Menit
Penyuluh : Mahasiswa Profesi Ners STIKES Widyagama
Husada Malang

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilaksanakan penyuluhan diharapkan keluarga pasien di
ruang rawat inap Tulip II rumah sakit RSUD Sidoarjo dapat mengerti dan
memahami tentang tuberculosis.
B. Tujuan Khusus
a. Memahami dan menjelaskan pengertian tuberculosis
b. Memahami dan menjelaskan penyebab tuberculosis
c. Memahami dan menjelaskan tentang tanda dan gejala tuberculosis
d. Memahami dan menjelaskan tentang cara penularan tuberculosis
e. Memahami dan menjelaskan tentang pencegahan pada tuberculosis
f. Memahami dan menjelaskan tentang penanganan pada tuberculosis
C. Metode
1. Topik
Edukasi kesehatan tentang tuberculosis
2. Sasaran dan target
Sasaran :Keluarga pasien tuberculosis yang datang berkunjung
ke ruang Tulip II RSUD Sidoarjo

3. Metode
Metode yang digunakan dalam penuyuluhan ini adalah ceramah, diskusi
Dan tanya jawab
4. Materi
Terlampir
5. Media dan alat
Media yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah Leaflet
6. Waktu dan tempat
Hari / tanggal :
Jam :08.00- selesai
Tempat :Ruang Tulip II RSUD Sidoarjo
7. Pengorganisasian
a. Moderator : ?
b. Presenter : ?
c. Observer : ?
d. Fasilitator :
8. Setting Tempat

Keterangan:

Fasilitator

Observer

Audiens

Presenter

Moderator

Pembimbing
9. Kegiatan Penyuluhan
NO Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Audiens Waktu
1 Pembukaan
a. Mengucapkan salam Menjawab salam 5 Menit
b. Memperkenalkan anggota
kelompok Mendengarkan dan
c. Melakukan evaluasi memperhatikan
validasi
d. Memperkenalkan
pembimbing klinik dan
akademik
e. Menjelaskan tujuan
penyuluhan
f. Membuat kontrak waktu,
bahasa dan tempat
g. Menjelaskan topik
penyuluhan
2 Pelaksanaan 30 Menit
a. Pengertian
 Menggali pengetahuan Menjawab dan
audien tentang memperhatikan
pengertian tuberculosis
 Memberi reinforcement
positif
 Menjelaskan tentang Mendengarkan dan
penyebab tuberculosis memperhatikan
b. Penyebab
 Menggali pengetahuan Menjawab dan
tentang penyebab memperhatikan
tuberculosis
 Memberikan
reinforcement positif
 Menjelaskan akibat Mendengarkan dan
lanjut pada penyakit memperhatikan
tuberculosis
c. Tanda dan gejala
 Menggali pengetahuan Menjawab dan
tanda dan gejala memperhatikan
tentang penyebab
pneumonia
 Memberikan
reinforcement positif
tuberculosis
Menjelaskan tanda dan Mendengarkan dan
gejala tuberculosis memperhatikan
d. Akibat lanjut
 Menjelaskan Mendengarkan dan
pengetahuan memperhatikan
bagaimana akibat lanjut
dari tuberculosis
 Memberikan
reinforcement positif
 Menjelaskan akibat Mendengarkan dan
lanjut dari tuberculosis memperhatikan
e. Pencegahan
 Menggali pengetahuan Menjawab dan
bagaimana memperhatikan
pencegahan pada
tuberculosis
 Memberikan
reinforcement positif
 Menjelaskan Mendengarkan dan
pencegahan memperhatikan
tuberculosis
4 Proses Tanya Jawab 5 Menit
 Memberikan kesempatan Bertanya
audiens untuk bertanya
 Memberikan reinforcement
positif
 Menjawab pertanyaan Mendengarkan dan
memperhatikan
5 Penutup 5 Menit
 Mengevaluasi materi yang Mendengarkan dan
diberikan memperhatikan
 Moderator menyimpulkan
hasil
 Moderator menyampaikan
pesan untuk klien
 Moderator mengucapkan Menjawab salam
salam

D. Evaluasi
Evaluasi penyuluhan dengan memberikan beberapa pertanyaan
kepada keluarga untuk menilai kegiatan, yaitu :
a. Apa pengertian tuberculosis?
b. Apa penyebab tuberculosis?
c. Sebutkan tanda dan gejala tuberculosis?
d. Apa akibat lanjut tuberculosis?
e. Cara mencegah tuberculosis?
E. Kriteria Hasil
Kegiatan ini dikategorikan berhasil jika keluarga mampu menjawab 3
pertanyaan yang telah diberikan dengan jawaban yang sesuai.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberculosis merupakan salah satu penyakit yang dapat dialami
setiap orang tanpa mengenal usia. Dampaknya dapat meningkatkan resiko
pada individu yang mengalami tuberculosis hingga pada kematian. Adanya
kegiatan penyuluhan menjadi salah satu upaya perawat sebagai upaya
pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer melalui
penyuluhan ini dapat memberikan pemahaman pada setiap orang dalam
mencegah resiko terkena tuberculosis, pencegahan sekunder dapat
memberikan pemahaman pada setiap orang dalam memahami tanda dan
gejala tuberculosis serta dapat mengetahui upaya yang dilakukan ketka
mengalami tanda dan gejala dari tuberculosis, pencegahan tersier
menjadikan patokan pada pasien maupun keluarga yang mengalami
tuberculosis dalam menjalani perawatan tuberculosis dalam mencegah
terjadinya kekambuhan maupun penanganan yang berulang untuk mencapai
kesembuhan.

B. Saran

Karena tuberculosis ini adalah salah satu penyakit yang dapat


menyebabkan kematian, maka penyakit ini patut kita hindari dengan cara
menjaga dan memeriksakan kesehatan secara rutin setiap bulan agar jika
terdapat bibit penyakit, dapat segera diobati. Namun, sesungguhnya
mencegah lebih baik daripada mengobati. Jagalah sehat anda sebelum
datang masa sakit anda karena sehat itu mahal.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., & Hatta, H. R. (2017). Sistem Pakar Pendiagnosa Penyakit Tuberkulosis.
Armika, K., Sali, S. K. M., Wayan, I., Rusminingsih, S. K. M., & Ketut, N. (2020).
Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Penularan Tuberkulosis Paru
Kontak Serumah Di Wilayah Puskesmas Buleleng III [PhD Thesis].
Jurusan Kesling.
Barmawi Hisyam, S. P. (2012). Profil Gambaran Radiologis Paru Penderita
Tuberkulosis Sekunder Di Bagian Radiologi Rumah Sakit Umum
Wonosari Periode Januari 2010-Desember 2010.
Bili, S., Telly, M., & Tanaem, N. F. (2019). Pengaruh pendidikan kesehatan
dengan audio visual terhadap perilaku pencegahan penularan pada
keluarga dengan tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas
Sikumana. CHMK Health Journal, 3(2), 20–26.
Elfariani, S. Y. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru
Dengan Masalah Keperawatan Hipertermia Di Upt Puskesmas Rejosari
Tahun 2021 [PhD Thesis]. Universitas Muhammadiyah Pringsewu.
Faizah, I. L., & Raharjo, B. B. (2019). Penanggulangan tuberkulosis paru dengan
strategi DOTS (directly observed treatment short course). HIGEIA
(Journal of Public Health Research and Development), 3(3), 430–441.
FAUZIYAH, L. (2020). Studi Literatur: Asuhan Keperawatan Pada Klien Tb Paru
Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
[PhD Thesis]. Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Isma’il, I. (2019). Identifikasi Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis
Paru Di Puskesmas Pegirian Kecamatan Semampir Surabaya [PhD
Thesis]. Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Lusiana, J. (2021). Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Risiko Nutrisi Kurang
Dari Kebutuhan Tubuh Pada Pasien Tuberculosis Paru Di Wilayah
Puskesmas Ngoro Kabupaten Mojokerto [PhD Thesis]. STIKES BINA
SEHAT PPNI.
NIRMALA, S. G. (2020). Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien Tuberculosis Paru Dirsu Dr. Wahidin
Sudiro Husodo Mojokerto [PhD Thesis]. STIKes Bina Sehat PPNI.
PUSPITASARI, R. P. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan
Tuberkulosis Paru Di Ruang Sakura Rumah Sakit Umum Daerah Sragen
[PhD Thesis]. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rafflesia, U. (2014). Model Penyebaran Penyakit Tuberkulosis (TBC). GRADIEN,
10(2), 983–986.
Rahayu, Y. S. (2018). Gambaran Jumlah dan Jenis Lekosit Pada Penderita
Tuberculosis Paru [PhD Thesis]. UNIMUS.
Safithri, F. (2011). Diagnosis TB Dewasa dan Anak Berdasarkan ISTC
(International Srandard for TB Care). Saintika Medika, 7(2).
SATRIAWAN, K. A. (2021). Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan
Kebutuhan Oksigenasi Pada Tn. Y Dengan Tuberkulosis Paru Di Desa
Punggur Lampung Tengah Provinsi Lampung Tahun 2021 [PhD Thesis].
Poltekkes Tanjungkarang.
Sembiring, S. P. K. (2019). Indonesia bebas tuberkulosis. CV Jejak (Jejak
Publisher).
Suarni, E., Rosita, Y., & Irawanda, V. (2019). Implementasi Terapi DOTS (directly
observed treatment short-course) pada TB paru di RS Muhammadiyah
Palembang. Syifa’MEDIKA: Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 3(2),
128–136.
Tamara, D. V., Nurhayati, S., & Ludiana, L. (2021). Penerapan Inhalasi
Sederhana Menggunakan Aromaterapi Daun Mint (Mentha Piperita)
Terhadap Sesak Nafas Pada Pasien TB Paru. Jurnal Cendikia Muda,
2(1), 40–49.
WAHYUNI, R. (2013). Hubungan Antara Dukungan Sosial Terhadap Kualitas
Hidup Penderita TB Pada Puskesmas Di Kota Makassar [PhD Thesis].
Universitas Hassanuddin.
WS, F. S., Ningrum, E. P., & Ulfiana, F. (2021). Kajian Terapi Obat Tuberkulosis
Di Rsud Dr. Loekmono Hadi. Cendekia Eksakta, 5(2).
Wulandari, D. H. (2018). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru Tahap Lanjutan Untuk Minum Obat
di RS Rumah Sehat Terpadu Tahun 2015. Jurnal Administrasi Rumah
Sakit Indonesia, 2(1).
Lampiran Materi Penyuluhan

TUBERKULOSIS
A. PENGERTIAN
TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
micobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru-
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh yang lain. Tuberculosis adalah
penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh
organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-
paru (IPD, FK, UI). Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi
( Mansjoer , 1999). TB Paru adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar
kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (Dep
Kes, 2003). Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam
(BTA).
B. PENYEBAB
Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang
berbentuk batang dan Tahan asam ( Price, 1997 ). Penyebab Tuberculosis
adalah M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1 – 4 /m. Dengan tebal 0,3
– 0,5 m. selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yang sama yaitu
M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare. Penyakit TBC paru disebabkan oleh
kuman TBC (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TBC cepat
mati terhadap sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Sumber
penularan adalah penderita TBC BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percik
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TBC masuk
kedalam tubuh manusia melalui pernapasa, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui system peredaran
darah, system saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung
kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seseorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasl pemeriksaan dahak negative (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh
Myobacterium Tuberculosis :
a. Herediter : resistensi seseornag terhadap infeksi kemungkinan
diturunkan.
b. Jenis kelamin : pada akhir masa anak-anak dan remaja, angka kematian
dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
c. Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.
d. Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,
kemungkinan infeksi cukup tinggi karena diit yang tidak adekuat.
e. Keadaan stress : situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang
nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik).
f. Meningkatnya sekresi steroid adrenaql yang menekan reaksi inflamasi
dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.
g. Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebuh
mudah.
h. Nutrisi : status nutrisi kurang.
i. Infeksi berulang : HIV, Measles, Pertusis.
j. Tidak mematuhi aturan perubahan.
C. KLASIFIKASI
Menurut DepKes (2003), klasifikasi TB Paru dibedakan atas :
1. Berdasarkan organ yang terinveksi
a. TB Paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan
dahak, TB Paru dibagi menjadi 2, yaitu :
1) TB Paru BTA Positif, disebut TB Paru BTA (+) apabila sekurang-
kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu Pagi
Sewaktu) hasilnya positif, atau 1 spesimen dahak SPS positif
disertai dengan pemeriksaan radiologi paru menunjukkann
gambaran TB aktif.
2) TB Paru BTA Negatif , apabila dalam 3 pemeriksaan specimen
dahak SPS BTA negatif dan pemeriksaan rasiologi dada
menunjukkan gambaran TB aktif. TB Paru dengan BGA (-) dan
gambaran radioogi positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan,
bila menunjukkan keparahan yakni kerusakan luas dianggap
berat.
b. TB ekstra paru yaitu tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selapu otak, selapu jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing dan alat kelamin. TBC ekstra paru dibagi
berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
1) TBC ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2) TBC ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis,
Tb tulang belakang, Tb saluran kencing dan alat kelamin. 

2. Berdasarkan Tipe Penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberpa tipe penderita :
a. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT
atau sudah pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari
satu bulan.
b. Kambuh (relaps) adalah penderita TBC yang belum pernah mendapat
pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat
dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
c. Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat
pengobatan disuatu kabupaten lain kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah.
d. Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang
sudah berobat palig kurang 1 bulan attau lebih dan berhenti 2 bulan
atau lebih kemudian datang kembali berobat.
D. TANDA DAN GEJALA
1. Gejala umum Tb paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau
tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dada, batuk
darah. ( Mansjoer, 1999)
2. Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan ( Luckman
dkk, 93)
a. Demam : subfebril menyerupai influenza.
b. Batuk : batuk kering (non produktif), batuk produktif (sputum)
c. Hemaptoe
d. Sesak Nafas : pada penyakit TB yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah ½ bagian paru-paru.
e. Nyeri dada
f. Malaise : anoreksia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot,
keringat malam.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien penyakit TBC apabila tidak
ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi, diantaranya yaitu :
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura , empiema, faringitis.
2. Komplikasi lanjut :
a. Obstruksi jalan napas, seperti SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberculosis)
b. Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau Fibrosis paru Cor
pulmonal, amilosis, karsinoma paru, ARDS.
F. CARA PENULARAN
Penyakit tuberculosis (TBC) bisa ditularkan melalui kontak langsung
dengan pasien TBC, seperti terpapar hembusan nafasnya, cairan tubuhnya,
dan apabila menggunakan sendok dan handuk secara bersamaan.
G. PENGOBATAN
Jenis obat yang dipakai
Obat Primer Obat Sekunder
Isoniazid (H) Ekonamid
Rifampisin (R) Protionamid
Pirazinamid (Z) Sikloserin
Streptomisin Kanamisin
Etambutol (E) PAS (Para Amino Saliciclyc
Acid)
Tiasetazon
Viomisin
Kapreomisin

Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES 2000 yaitu :


1. Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk
mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab
intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi
tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita TBc BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir
pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat
penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
2. Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih


panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya
kelembutan. Tahab lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Dosis Panduan OAT KDT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3

Dosis Panduan OAT KDT Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Dosis Panduan OAT KombipakKDT Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5HR3E3

Dosis Panduan Kategori Anak dan Peruntukannya


H. CARA PENCEGAHAN
Cara penularan TBC perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan-
tindakan pencegahan selayaknya untuk menghindarkan infeksi tetes dari
penderita ke orang. Salah satu cara adalah batuk dan bersin sambil menutup
mulut/hidung dengan sapu tangan atau tissue untuk kemudian didesinfeksi
dengan lysol atau dibakar. Bila penderita berbicara, jangan terlampau dekat
dengan lawan bicaranya. Ventilasi yang baik dari ruangan juga memperkecil
bahaya penularan. Anak-anak dibawah usia satu tahun dari keluarga yang
menderita TBC perlu divaksinasi BCG sebagai pencegahan, bersamaan
dengan pemberian isoniazid 2-10 mg/kg selama 6 buan (kemoprofilaksis)
1. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul
erat dengan penderita tuberkulosisi paru BTA postif. Pemeriksaan
meliputi tes tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif,
maka pemeriksaan radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila massih negatif diberikan BCG vaksinasi. Bila positif,
berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2. Mass chest x-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan
rumahsakit/puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan dan
siswa-siswi pesantren.
Untuk Penderita :
1. Minum obat sampai habis sesuai petunjuk
2. Menutup mulut ketika batuk atau bersin
3. Tidak meludah di sembarang tempat
4. Meludah di tempat yang terkena sinar matahari langsung atau
ditempat yang sudah ada karbol/lisol
Untuk Keluarga :
1. Jemur kasur seminggu sekali
2. Buka jendela lebar-lebar agar udara dan sinar matahari bisa langsung
masuk
Pencegahan Lain :
1. Imunisasi BCG pada bayi
2. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi

Anda mungkin juga menyukai