Anda di halaman 1dari 139

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASMA BRONKIAL

DIAJUKAN DALAM MEMENUHI MATA KULIAH

METODOLOGI KEPERAWATAN

Di susun oleh kelompok 1:

KETUA:
LIYA TRIHARTINI (1910035030)

ANGGOTA:

1. SYARIFAH NURMALA INTAN (1910035001)


2. IRDA DEVI OKTAVIA (1910035004)
3. RISNA WIDIYASTUTI (1910035013)
4. ASMIRA (1910035018)
5. ENDANG PRASINI (1910035026)
6. HELDI (1910035028)
7. SYETIARDI (1910035081)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS MULAWARMAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang asma bronkial. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas dari mata kuliah metodologi keperawatan yang menunjang kepada
mahasiswa agar dapat lebih memahami konsep dan teori asuhan keperawatan di Prodi D3
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

Laporan dalam penulisan makalah ini dibuat secara sistematis dari buku SIKI, SDKI,
jurnal, dan artikel. Kami ucapakan terima kasih kepada dosen pembimbing : Dr.Anik Puji
Rahayu M.Kep

Kami menyadari atas ketidaksempurnaan dalam penyusunan dan kerja pembuatan


makalah ini. Semoga makalah ini akan memberikan manfaat bagi para pembaca. Kami
memohon maaf atas segala kekurangan yang ada di dalam makalah ini. Sekian dari kami,
Terima Kasih.

Samarinda, 10 Februari 2019

penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................2
D. Manfaat........................................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN MATERI

A. Konsep Dasar Medis


1. Anatomi fisiologi pernapasan
a) Anatomi............................................................................................4
b) Fisiologi............................................................................................4
2. Penyakit Asma Bronkial
a. Pengertian Asma Bronkial...............................................................16
b. EtiologiAsma Bronkial....................................................................16
c. Patofisiologi Asma Bronkial...........................................................19
d. Gejala klinisAsma Bronkial............................................................20
e. Penyembuhan pada penyakit Asma Bronkial..................................22
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian.............................................................................................23
b. Diagnosa...............................................................................................64
c. Intervensi ..............................................................................................69
d. Implementasi.........................................................................................72
e. Evaluasi ................................................................................................7
C. Konsep Asuhan Keperawatan kepada Pasien Asma Bronkial
a. Pengkajian.............................................................................................88
b. Diagnosa...............................................................................................91
c. Intervensi ..............................................................................................91
d. Implementasi.........................................................................................97
e. Evaluasi ................................................................................................100

BAB 3 TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

1) Tinjauan Kasus..................................................................................................107
2) Pembahasan.......................................................................................................137

BAB 4 PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................172
B. Saran.............................................................................................................172

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................173


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernapasan atau respirasi adalah proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran
karbondioksida hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Manusia dalam bernapas
menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.
Sistem pernapasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran napas dan paru-paru
beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen per hari. Dalam keadaan
tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat
kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kali lipat. Namun dalam pernapasan juga dapat
mengalami gangguan atau kelainan salah satunya yang kita kenal dengan penyakit asma.
Asma adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran napas sehingga
penderita mengalami keluhan sesak napas atau kesulitan bernapas. Tingkat keparahan
asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan oksigen. Asma
merupakan penyakit yang tidak bisa dianggap sepele. Berdasarkan data WHO tahun
2006, sebanyak 300 juta orang menderita asma dan 225 ribu penderita meninggal karena
asma di seluruh dunia. Angka kejadian asma 80 % terjadi di negara berkembang akibat
kemiskinan, kurangnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan fasilitas pengobatan. Angka
kematian yang disebabkan oleh penyakit asma di seluruh dunia diperkirakan akan
meningkat 20 persen untuk sepuluh tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik.
Hasil penelitian International study on asthma an alergies in childhood pada tahun
2006, menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma tidak dapat
disembuhkan, namun dalam penggunaan obat-obat yang ada saat ini hanya berfungsi
untuk menghilangkan gejala saja. Kontrol yang baik diperlukan oleh penderita untuk
terbebas dari gejala serangan asma dan bisa menjalani aktivitas hidup sehari-hari. Untuk
mengontrol gejala asma secara baik, maka penderita harus bisa merawat penyakitnya,
dengan cara mengenali lebih jauh tentang penyakit tersebut (Sundaru, 2008).
Selama asma menyerang, saluran napas akan mengalami penyempitan dan
mengisinya dengan cairan lengket yang diproduksi oleh dinding bagian dalam yang
menyebabkan jalan udara menyempit dan mengurangi aliran keluar masuknya udara ke
paru-paru. Pada asma kambuhan sering menyebabkan gangguan seperti sulit tidur,
kelelahan, dan mengurangi tingkat aktivitas sehari-hari.
Asma secara relatif memang memiliki tingkat kematian yang rendah dibandingkan
dengan penyakit kronis lainnya, namun demikian sedikitnya ratusan ribu orang
meninggal karena asma pada tahun 2005. Banyaknya penderita asma yang meninggal
dunia, dikarenakan oleh kontrol asma yang kurang atau kontrol asma yang buruk
(Depkes, 2008).
Walaupun asma merupakan penyakit yang dikenal luas oleh masyarakat, namun
penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari sebagian perawat
dan masyarakat bahwa asma merupakan penyakit yang sederhana serta mudah diobati
dan pengelolaan utamanya dengan obat-obatan asma khususnya bronkodilator.
Maka timbul kebiasaan dari dokter atau perawat dan pasien untuk mengatasi gejala
penyakit asma saja, bukannya mengelola asma secara lengkap. Khususnya terhadap
gejala sesak nafas dan mengi dengan pemakaian obat-obatan. Pengetahuan yang terbatas
tentang asma membuat penyakit ini seringkali tidak tertangani dengan baik (Ramaiah,
2006).
Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka penyusun akan membahas lebih lanjut
tentang penyakit asma. Sehingga masyarakat lebih memahami tentang penyakit asma,
faktor yang mempengaruhinya serta hal-hal apa yang dilakukan untuk perawatan
penyakit asma
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori anatomi fisiologi manusia pada sistem pernapasan?
2. Apa yang dimaksud dengan penyakit asma bronkial?
3. Bagaimana penyebab penyakit asma bronkial?
4. Bagaimana patofisiologi pada penyakit asma bronkial?
5. Bagaimana gejala yang ditimbulkan oleh penyakit asma bronkial?
6. Bagaimana penyembuhan pada penyakit asma bronkial?
7. Bagaimana metode asuhan keperawatan pada pengkajian secara umum dan
khususkepada pasien dengan asma bronkial?
8. Bagaimana metode asuhan keperawatan pada diagnosa secara umum dan khusus
kepada pasien dengan asma bronkial?
9. Bagaimana metode asuhan keperawatan pada rencana keperawatan secara umum
dan khusus kepada pasien dengan asma bronkial?
10. Bagaimana metode asuhan keperawatan pada implementasi secara umum dan
khusus kepada pasien dengan asma bronkial?
11. Bagaimana metode asuhan keperawatan pada evaluasi secara umum dan khusus
kepada pasien dengan asma bronkial?
12. Bagaimana perbandingan teori yang menggunakan Nanda, NIC dan NOC dengan
teori yang menggunakan SDKI dan SIKI?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Agar pembaca mengetahui teori anatomi manusia pada sistem pernapasan
b. Agar pembaca mengetahui apa itu penyakit asma bronkial
c. Agar pembaca mengetahui penyebab dari penyakit bronkial
d. Agar pembaca mengetahui patofisiologi pada penyakit asma bronkial
e. Agar pembaca mengetahui gejala yang ditimbulkan oleh penyakit asma bronkial
f. Agar pembaca mengetahui cara penyebuhan dari penyakit asam bronkial
g. Agar pembaca mengetahui metode asuhan keperawatan pada pengkajian secara
umum dan secara khusus kepada pasien dengan asma bronkial
h. Agar pembaca mengetahui metode asuhan keperawatan pada diagnosa secara
umum dan secara khusus pada pasien dengan asma bronkial
i. Agar pembaca mengetahui metode asuhan keperawatan pada rencana
keperawatan secara umum dan khusus pada pasien dengan asma bronkial
j. Agar pembaca mengetahui metode asuhan keperawatan pada implementasi secara
umum dan khusus pada pasien dengan asma bronkial
k. Agar pembaca mengetahui metode asuhan keperawatan pada evaluasi secara
umum dan khusus pda pasien dengan asma bronkial
l. Agar pembaca mengetahui perbedaan antara teori yang menggunakan, dengan
teori yang menggunakan SDKI dan SIKI
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasisawa dapat mengetahui teori asma bronkial.
b. Agar mahasiswa dapat mengkaji asuhan keperawatan kepada pasien dengan
asma bronkial.
c. Agar mahasiswa dapat mendiagnosa asuhan keperawatan kepada pasien dengan
asma bronkial.
d. Agar mahasiswa dapat melakukan perencanaan tindak lanjut kepada pasien
dengan asma bronkiai.
e. Agar mahasiswa dapat melakukan tindakan keperawatan kepada pasien dari
perencanaan asuhan keperawatan.
f. Agar mahasiswa dapat menentukan hasil tindakan telah tercapai atau ada belum
tecapai sepenuhya.

D. Manfaat
a. Agar mahasiswa dapat memahami metodologi keperawatan kepada pasien
dengan asma bronkial dalam tahap tindakan asuhan keperawatan.
b. Sebagai tinjauan teori kepada perawat, dan tatanan ilmiah di suatu institusi.
c. Agar mahasiswa dapat memberikan edukasi kepada masyarakat tentang
penanganan tentang penyakit asma bronkial.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis


1. Anatomi Fisiologi Manusia
Respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen,
pengeluaran karbondioksida hingga penggunaan energi di dalam tubuh.
Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan
membuang karbon dioksida ke lingkungan

Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :

1. Respirasi Luar merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan
udara.
2. Respirasi Dalam merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke
sel-sel tubuh.

Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara


dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu :

a. Respirasi/Pernapasan Dada
 Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut
 Tulang rusuk terangkat ke atas
 Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam
dada kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.
b. Respirasi / Pernapasan Perut
 Otot difragma pada perut mengalami kontraksi
 Diafragma datar
 Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara
pada dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru
Sistem respirasi secara garis besar terdiri dari bagian konduksi yang
terdiri dari cavum nasi, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
bronkiolus terminal; dan bagian respirasi (tempat terjadi pertukaran gas) yang
terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan alveoli. Menurut
klasifikasi berdasarkan saluran napas atas dan bawah, saluran napas atas
terbatas hingga faring sedangkan saluran napas bawah dimulai dari laring,
trakea, bronkus dan berakhir di paru.
Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian,
teratur, berirama dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak reflek yang
terjadi pada otot-otot pernapasan.

Reflek bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam
sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena itu seseorang dapat
menahan, memperlambat atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa reflek
napas juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka
terhadap kelebihan kadar karbondioksida dalam darah dan kekurangan oksigen
dalam darah.

Mekanisme terjadinya pernapasan terbagi dua yaitu:

1. Inspirasi

Sebelum menarik napas / inspirasi kedudukan diafragma


melengkung ke arah rongga dada, dan otot-otot dalam keadaan
mengendur. Bila otot diafragma berkontraksi, maka diafragma akan
mendatar. Pada waktu inspirasi maksimum, otot antar tulang rusuk
berkontraksi sehingga tulang rusuk terangkat. Keadaan ini menambah
besarnya rongga dada. Mendatarnya diafragma dan terangkatnya tulang
rusuk, menyebabkan rongga dada bertambah besar, diikuti
mengembangnya paru-paru, sehingga udara luar melalui hidung, melalui
batang tenggorok (bronkus), kemudian masuk ke paru-paru.

2. Ekspirasi

Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi


otot untuk menurunkan intratorakal. Proses ekspirasi terjadi apabila otot
antar tulang rusuk dan otot diafragma mengendur, maka diafragma akan
melengkung ke arah rongga dada lagi, dan tulang rusuk akan kembali ke
posisi semula. Kedua hal tersebut menyebabkan rongga dada mengecil,
sehingga udara dalam paru-paru terdorong ke luar. Inilah yang disebut
mekanisme ekspirasi.

Pada waktu kita bernapas, udara masuk masuk melalui saluran


pernapasan dan akhirnya masuk ke dalam alveolus dalam paru-paru.
Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi menembus dinding
alveolus, kemudian menembus dinding kapiler darah yang mengelilingi
alveolus. Dan terakhir masuk ke dalam pembuluh darah menjadi
oksihemoglobin, selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.
 
Oksigen dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga
oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Oksigen digunakan untuk
oksidasi (pernapasan sel). Karbon dioksida  yang dihasilkan dari
pernapasan sel diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang akhirnya
sampai pada alviolus. Setelah menembus dinding pembuluh darah dan
dinding alveolus, karbon dioksida masuk ke dalam alveolus. Dari alveolus,
karbon dioksida dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu kita
mengeluarkan bapas yang akhirnya karbon dioksida keluar dari tubuh
melalui hidung
Besarnya volume udara pernapasan bermacam-macam bergantung dari :

1. besar kecilnya paru-paru.


2. kekuatan bernapas.
3. cara bernapas.

Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan


pernapasan biasa disebut udara pernapasan atau udara tidal. Volume udara
pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 ml. Setelah melakukan
inspirasi biasa, kita masih bisa menarik napas sedalam-dalamnya. Udara
yang masuk ke paru-paru setelah mengadakan inspirasi biasa disebut udara
komplementer. Udara komplementer pada orang dewasa volumenya lebih
kurang 1.500 ml.

Demikian juga setelah melakukan ekspirasi biasa, kita masih dapat


mengeluarkan udara dari dalam paru-paru dengan menghembuskan napas
sekuat-kuatnya. Udara yang dapat dikeluarkan dari dalam paru-paru
setelah ekspirasi disebut udara suplementer. Volume udara suplementer
pada orang dewasa lebih kurang 1.500 ml. Meskipun kita mengeluarkan
napas dari paru-paru dengan sekuat-kuatnya ternyata dalam paru-paru
masih ada udara, yang disebut udara residu. Volume udara residu lebih
kurang 1.500 ml. Jumlah volume udara pernapasan, udara komplementer,
dan udara suplementer disebut kapasitas vital paru-paru.

a. Hidung

Hidung merupakan bagian paling atas dari alat pernapasan dan


merupakan alat pernapasan paling awal yang dilalui udara. Di hidung
terdapat saraf-saraf penciuman. Rongga hidung berhubungan dengan
rongga mulut udara masuk ke dalam rongga hidungdan melalui lubang
hidung. Rongga hidung memiliki tiga fungsi utama yaitu:

(a) Memanaskan udara
Pada rongga hidung terdapat suatu struktur yang
disebut concha. Permukaan concha ini diliputi banyak pembuluh
darah kapiler, sehingga suhunya selalu hangat. Udara yang menuju
paru-paru bila melaluinya akan dihangatkan.
(b) Menyaring udara.
Mencegah pemasukan gas-gas yang membahayakan ke dalam
paru-paru. Hal ini dimungkinkan oleh adanya indra pembau pada
hidung, sehingga jika tercium bau gas yang tidak enak merupakan
petunjuk agar hidung ditutup. GasCO yang tidak berbau akan lolos
dari penyaringan ini, sehingga dapat menimbulkan kematian.
Mencegah masuknya debu-debu yang terkandung di dalam
udara. Hal ini dimungkinkan oleh adanya rambut-rambut halus
disebut silia, yang meliputi selaput mukosa hidung. Ketika dilalui
udara silia bergerak menggelombang.
(c)  Melembabkan udara
Keadaan selaput mukosa hidung selalu lembab dan selalu
memberikan sebagian kelembapannya untuk udara yang terisap
masuk. Oleh karena itu, udara akan menjadi lembab dan hangat
sebelum masuk  paru-paru.

b. Laring (Pangkal tenggorokan).

Pada bagian ujung belakang rongga hidung terdapat daerah


yang disebut faring (tekak). Faring merupakan lanjutan dari saluran
hidung yang meneruskan udara ke laring.
Laring terdiri dari lempengan-lempengan tulang rawan. dan
tulang-tulang rawan pembentuk jakun. Apabila kita perhatikan bagian
leher pada laki-laki dewasa akan tampak adanya tonjolan jakun ini.
Sebenarnya jakun tidak hanya milik laki-laki saja, wanita pun
memilikinya, hanya saja jakun pada wanita tidak menonjol seperti
milik laki-laki. Jakun tersusun dari katup pangkal tenggorok, perisai
tulang rawan, serta gelang-gelang tulang rawan. Pada laring juga
terdapat selaput suara yang akan bergetar jika ada udara yang
melaluinya, misalnya pada saat berbicara. Laring memiliki katup yang
disebut epiglotis (anak tekak). Epiglotis selalu dalam keadaan
terbuka, dan hanya menutup jika ada makanan yang masuk ke
kerongkongan.Bagian dalam dindingnya digerakkan oleh otot untuk
menutup serta membuka glotis. Glotis adalah lubang mirip celah yang
menghubungkan trakea dengan faring.

c. Trakea (Batang tenggorokan)

Batang tengorok atau trakea merupakan saluran pernapasan


yang memanjang dari pangkal rongga mulut sampai dengan rongga
dada. Trakea berbentuk pipa tersusun dari cincin-cincin tulang rawan
terletak di depan kerongkongan. Trakea menghubungkan rongga
hidung maupun rongga mulut dengan paru-paru. Maka, di samping
melalui hidung, udara pernapasan dapat juga diambil melalui mulut.
Batang tenggorok selalu dalam keadaan terbuka sehingga
proses pernapasan dapat dilakukan setiap saat.. Bagian dalam trakea
licin dilapisi oleh selaput lendir dan mempunyai lapisan yang terdiri
dari sel-sel bersilia. Lapisan bersilia ini berfungsi untuk menahan debu
atau kotoran dalam udara agar tidak masuk ke dalam paru-paru.
Apabila udara yang masuk itu kotor dan tidak dapat disaring
seluruhnya serta mengandung bakteri atau virus, akan mengakibatkan
infeksi radang tenggorokan dan mengganggu jalannya pernapasan.

d. Bronkus (Cabang batang tenggorokan).

Bronkus merupakan bagian yang menghubungkan paru-paru


dengan trakea. Bronkus terdapat di paru-paru kanan dan kiri. Cabang
brokus ke kiri lebih mendatar bila dibandingkan dengan cabang
bronkus ke kanan. Hal ini merupakan penyebab mengapa paru-paru
kanan lebih mudah diserang penyakit dibanding paru-paru kiri. Setiap
bronkus terdiri dari lempengan tulang rawan dan dindingnya terdiri
dari otot halus. Bronkus bercabang-cabang lagi disebut bronkiolus.
Dinding bronkiolus tipis dan tidak bertulang rawan.
e. Bronkiolus

Bronkiolus (jamak: bronkioli) adalah percabangan dari bronkus


pada batang tenggorok manusia. Bronkioli bercabang pada bronkus
tersier pada bronkus dan kemudian menjadi tempat percabangan
alveolus. Luas permukaan bronkiolus menentukan besar oksigen yang
dapat diikat secara efektif oleh paru-paru. Percabangan berkisar 20-25
x dari Bronkus Tersier. Letak bronkiolus ini sendiri berbatasan secara
langsung dengan gelembung-gelembung udara dalam paru, yaitu
alveoli
Letak bronkiolus secara langsung berbatasan dengan
gelembung-gelembung udara dalam paru, yaitu alveoli. Dari letaknya,
bronkiolus menjadi jembatan dari masuk keluarnya udara dalam sistem
pernafasan manusia. Sehingga bronkiolus berfungsi sebagai penyalur
udara yang berasal dari bronkus untuk kemudian dialirkan ke alveoli
guna mendapatkan pertukaran gas antara karbondioksida dan oksigen.
Tidak hanya itu, adanya bronkiolus ini juga berperan penting dalam
pengontrolan banyak atau sedikitnya udara yang nantinya akan
didistribusikan melalui paru-paru. Sehingga, jumlah udara yang
dibutuhkan tubuh akan sesuai dengan jumlah udara yang dimasukkan
ke dalam tubuh, dengan begitu sistem pencernaan manusia menjadi
seimbang.

f. Pulmo (Paru-paru).

Paru-paru adalah alat respirasi terletak antara rongga dada dan


diafragma. Diafragma adalah sekat rongga badan yang membatasi
rongga dada dan rongga perut. Selain sebagai pembatas, otot diafragma
berperan aktif dalam proses pernapasan. Paru-paru diselubungi oleh
selaput elastis yang disebut pleura.
Paru-paru terdiri dari dua bagian, yaitu paru-paru kiri dan paru-
paru kanan. Paru-paru kiri terdiri dari dua gelambir, sedangkan paru-
paru kanan terdiri dari tiga gelambir. Di dalam paru-paru terdapat
bronkus dan bronkiolus. Bronkiolus paru-paru bercabang-cabang lagi
membentuk pembuluh-pembuluh halus. Pembuluh-pembuluh halus ini
berakhir pada gelembung-gelembung halus mirip buah anggur yang
berisi udara yang disebut alveolus. (alveoli = jamak). Yang jumlahnya
kira-kira mencapai 300.000.000 alveoli dengan luas permukaan
seluruhnya apabila direntangkan sekitar 80 meter persegi. Alveolus
sangat tipis, namun elastis dan mengandung kapiler-kapiler darah yang
membentuk jaring-jaring.
2. Penyakit Asma Bronkial
a. Pengertian Asma Bronkial

Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa
yunani yang berarti “sukar bernapas”. Penyakit asma dikenal karena
adanya gejala sesak napas, batuk yang disebabkan oleh penyempitan
saluran napas. Asma juga disebut penyakit paru-paru kronis yang
menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan
karena pengencangan dari otot sekitar saluran napas, peradangan, rasa
nyeri, pembengkakan daniritasi pada saluran napas di paru-paru. Hal
lain disebut juga bahwa asma adalah penyakit yang disebabkan oleh
peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam-
macam stimuli yang di tandai dengan penyempitan bronkus atau
bronkiolus dan sekresi berlebih dari kelenjar di mukosa bronkus.
Asma adalah suatu kelainan berupa proses kronik saluran nafas yang
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala eprisodik berulang berupa mengi, batuk,
sesak nafas dan rasa berat di dada terutama malam hari atau dini hari
yang umumnya bersifat reversibel baik dengan ataupun tanpa
pengobatan.
Asma bronkial adalah suatu penyakit kronis yang ditandai dengan
adanya peningkatan kepekaan saluran nafas terhadap berbagai
rangsangan dari luar , misalnya debu, serbuk sari, udara dingin,
makanan dan lain-lain yang menyebabkan penyempitan saluran nafas.
Keadaan ini akan memberikan gejala berupa sesak nafas, mengi dan
batuk yang sering disertai lendir (dahak). Hingga saat ini asma masih
merupakan masalah di dunia dengan angka kejadian sebanyak
3.000.000 penduduk dan angka kematian sebanyak 250.000 penduduk
setiap tahun. Di Indonesia prevalensi asma mencapai 4,5% dengan
estimasi jumlah pasien asma 11,2 juta jiwa.
Serangan asma bervariasi mulai dari serangan yang ringan dan tidak
mengganggu aktivitas sehingga dapat juga menjadi penyakit dan
mengganggu aktivitas sehari – hari serta kualitas hidup penderita.

b. Etiologi Asma Bronkial

Para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab asma. Akan


tetapi, serangan asma umumnya terjadi ketika seseorang terpapar
“pemicu asma”. Berbagai pemicu asma mungkin termasuk:

 Perokok aktif dan perokok pasif.


 Infeksi saluran pernapasan atas (seperti pilek, flu, atau pneumonia).
 Alergen seperti makanan, serbuk sari, jamur, tungau debu, dan bulu
hewan peliharaan.
 Olahraga.
 Paparan zat-zat di udara (seperti polusi udara, asap kimia, atau racun).
 Faktor cuaca (seperti cuaca dingin, berangin, dan panas yang didukung
dengan kualitas udara yang buruk dan perubahan suhu secara drastis).
 Mengonsumsi obat-obatan tertentu (seperti aspirin, NSAID, dan beta-
blocker).
 Makanan atau minuman yang mengandung pengawet (seperti MSG).
 Mengalami stres dan kecemasan berat.
 Bernyanyi, tertawa, atau menangis yang terlalu berlebihan.
 Parfum dan wewangian.
 Memiliki riwayat penyakit refluks asam lambung (GERD).

Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering


dijumpai pada awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus
diawali sebelum berumur 10 tahun dan sepertiga bagian lainnya terjadi
sebelum umur 40 tahun.
Pada usia anak anak, terdapat perbandingan 2:1 untuk laki-laki
dibandingkan wanita, namun perbandingan ini menjadi sama pada
umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota dengan kota
yang lain dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma
berkisar antara 5 – 7 %. 4,5 Atopi merupakan faktor terbesar yang
mempengaruhi perkembangan asma.
Asma alergi sering dihubungkan dengan riwayat penyakit alergi
pribadi maupun keluarga seperti rinitis, urtikaria, dan eksema. Keadaan
ini dapat pula disertai dengan reaksi kulit terhadap injeksi intradermal
dari ekstrak antigen yang terdapat di udara, dan dapat pula disertai
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan atau respon positif
terhadap tes provokasi yang melibatkan inhalasi antigen spesifik.
Pada manusia alergen berupa debu rumah (tungau) marupakan
pencetus tersering dari eksaserbasi asma. Tungau-tungau tersebut
secara biologis dapat merusak struktur daripada saluran nafas melalui
aktifitas proteolitik, yang selanjutnya menghancurkan integritas dari
tight junction antara sel-sel epitel. Sekali fungsi dari epitel ini
dihancurkan, maka alergen dan partikel lain dapat dengan mudah
masuk ke area yang lebih dalam yaitu di daerah lamina propia.
Penyusun daripada tungau-tungau pada debu rumah ini yang memiliki
aktivitas protease ini dapat memasuki daerah epitel dan mempenetrasi
daerah yang lebih dalam di saluran pernafasan.
Faktor lingkungan yang berhubungan dengan imune dan
nonimunologi juga merupakan pencetus daripada asma termasuk rokok
dan perokok pasif. Kira-kira 25% sampai 30% dari penderita asma
adalah seorang perokok. Hal ini menyimpulkan bahwa merokok
ataupun terkena asap rokok akan meningkatkan morbiditas dan
keparahan penyakit dari penderita asma. Terpapar asap rokok yang
lama pada pasien asma akan berkontribusi terhadap kerusakan dari
fungsi paru, yaitu 3 penurunan kira-kira 18% dari FEV 1 selama 10
tahun.Pasien asma yang memiliki kebiasaan merokok akan
mempercepat terjadinya emfisema.

c. Patofisiologis
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E
orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema
lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama
ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam
paru selama eksirasi paksa. menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama
selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik
dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu
paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest.

ASMA
BRONKIAL

Pelepasan mediator
Pencetus : Imun respon humoral
• Allergen menjadi aktif
• Histamine
• Olahraga • SRS-A
• Cuaca • Serotonin
• Emosi • Kinin

• Bronkospasme

• Edema mukosa
Penghambat • Sekresi meningkat
kortikosteroid
• inflamasi
d. Komplikasi
Asma akan semakin parah dan tidak terkendalikan jika anda tidak
rutin mengkonsumsi obat yang dianjurkan dan masih terkena berbagai
pemicu asma. Bila dibiarkan aka nada banyak komplikasi asma yang
muncul.(pearce,evelyn.2009)
Berbagai komplikasi asma yang biasa muncul:
1. Tidak bebas beraktivitas
Asma membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas dengan baik,
bahkan bisa sampai menyebabkan produktivitas menurun.  Memiliki
asma yang tak terkendali akan membuat Anda cepat lelah, karena
oksigen yang masuk ke dalam tubuh tidak optimal.
2. Mengalami gangguan tidur
Menurut penelitian yang dilakukan di 2016, sebanyak 75 persen
pengidap asma mengalami gangguan tidur di malam hari . Padahal,
gangguan tidur ini akan menyebabkan berbagai masalah dan gangguan
lain, misalnya pusing, tubuh jadi semakin lemas, dan stres. Jika sudah
begitu, aktivitas jadi terganggu dan Anda akan susah fokus dengan
pekerjaan.
3. Timbul masalah psikologi
Faktanya, penyakit asma yang tak terkendali berhubungan langsung
dengan stres, gangguan kecemasan, hingga depresi. Bila asma tak
diobati dan dikendalikan dengan baik, bukan tidak mungkin Anda
mengalami gangguan psikologis tersebut. Tentu saja, gangguan
psikologis itu akan memengaruhi aktivitas dan kehidupan Anda sehari-
hari.
4. Tubuh Cepat Lelah
Sesak napas yang dialami ketika asma kambuh tentunya membuat
penderitanya tidak nyaman, pun kondisi ini cukup menguras energi.
Akibatnya, tubuh akan mengalami kelelahan. Terlebih jika asma yang
diderita sudah terlalu parah, bisa saja tubuh akan merasa lelah
sepanjang hari.
5. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit infeksi paru-paru yang juga menjadi
satu dari sejumlah komplikasi asma yang tidak segera diobati.
Pneumonia menyebabkan jaringan yang ada di salah satu atau kedua
paru-paru mengalami peradangan (inflamasi) atau pembengkakan.
Kondisi ini dipicu oleh adanya infeksi pada paru-paru.
6. Gagal Napas (Status Asmatikus)
Saat kadar oksigen di dalam darah sedikit akibat terhambatnya
pasokan oksigen yang dipicu oleh penyempitan saluran pernapasan,
terjadilah apa yang disebut sebagai status asmatikus atau ‘gagal napas’.
Status asmatikus merupakan komplikasi asma tingkat tinggi yang
menyebabkan penderitanya bahkan tidak bisa diobati dengan
pemberian obat-obatan. Sama seperti pneumotoraks, status asmatikus
bisa berujung pada kematian.

e. Pengobatan
Penyakit Asma (Asthma) sampai saat ini belum dapat diobati secara
tuntas, ini artinya serangan asma dapat terjadi dikemudian hari.
Penanganan dan pemberian obat – obatan kepada penderita asma adalah
sebagai tindakan mengatasi serangan yang timbul yang mana
disesuaikan dengan tingkat keparahan dari tanda dan gejala itu sendiri.
Prinsip dasar penanganan serangan asma adalah dengan pemberian obat
– obatan baik suntikan (Hydrocortisone), syrup Ventolin (Salbutamol)
atau nebulizer (gas salbutamol) untuk membantu melonggarkan saluran
pernapasan. Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam
pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik. (Pearce,
Evelyn. 2009)

1. Pengobatan non farmakologik:


• Memberikan penyuluhan
• Menghindari faktor pencetus
• Pemberian cairan
• Fisiotherapy
• Beri O2 bila perlu
2. Pengobatan farmakologik :
• Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam
2 golongan :

a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)


Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk


tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan:
MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk
halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler)
atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts
Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-
partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik,


tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian :
Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan
asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh
darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati
bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria
yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria
ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum
teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

c. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi
terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama
obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.

d. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan
obat ini adalah dapat diberika secara oral.

f. Pencegahan
Ada beberapa tips dan saran yang diberikan untuk menghindari
serangan asma bronkial, di antaranya:

a. Mencegah pemicu dan zat alergi

Ada banyak pemicu atau penyebab asma. Reaksi terhadap pemicu


asma berbeda untuk setiap orang dan dapat bervariasi juga dari waktu
ke waktu. Penyebab asma tertentu mungkin tidak berbahaya bagi
sebagian orang. Namun bagi beberapa orang lainnya, hal tersebut dapat
memperburuk gejala asma yang ada.

Mengenali dan menghindari berbagai penyebab asma yang spesifik,


jika memungkinkan, adalah kunci utama untuk mencegah serangan
asma.

b. Menggunakan sistem filter udara


Filter udara berfungsi menyaring partikel-partikel yang terkandung
di dalam aliran udara, termasuk pemicu serangan asma seperti jamur,
serbuk sari, tungau, dan alergen lainnya.

Sistem terbaik akan menggunakan filter high-efficiency particulate


air (HEPA). Menurut yayasan asma dan alergi di Amerika, alias
AAFA, filter dapat membersihkan udara dari polutan hingga mencapai
99.9 persen. Filter udara direkomendasikan untuk mengontrol zat
pemicu asma. Tetapi penderita asma tidak boleh tergantung pada filter
udara saja dalam mengontrol gejala mereka.

c. Immunotherapy

Immunotherapy dalam masalah alergi, berfungsi untuk


meningkatkan atau menekan sistem imun. Tujuan dari
immunotherapy adalah untuk mengurangi sensitivitas pada allergen
seiring waktu. Untuk beberapa bulan pertama, injeksi akan diberikan
biasanya sekali dalam seminggu. Terkadang, dapat juga hanya
diberikan sekali dalam sebulan. Hal ini dapat berlangsung selama
beberapa tahun hingga sistem imun menjadi peka.

Jika Anda tidak bisa menghindari pemicu asma, konsultasilah


kepada dokter tentang apakah immunotherapy dapat menjadi salah
satu pilihan Anda.

d. Menggunakan pengobatan pencegahan

Menggunakan pengobatan asma adalah pendekatan dua


langkah. Pertama, Anda mungkin akan menggunakan pengobatan
yang biasa Anda lakukan untuk mencegah serangan. Tetapi, sebagai
tambahan, langsung beraksi pada saat gejala pertama muncul adalah
kunci untuk mencegah serangannya.

Beberapa dapat menggunakan inhaler, beberapa menggunakan cara


oral, dan beberapa dari injeksi. Berikut adalah pengobatan umum
yang diambil penderita asma.
 Kortikosteroid isap (inhaler) untuk mencegah peradangan.
Inhaler kortikosteroid adalah pengobatan terampuh untuk asma,
namun risiko efek jangka panjangnya membuatnya tidak
dianjurkan untuk pemakaian sehari-hari.
 Leukotriene modifiers. Pengobatan ini bekerja dengan melawan
leukotrienes. Leukotrienes adalah substansi yang dilepaskan oleh
sel darah putih di paru-paru yang menyebabkan aliran udara
terhambat. Obat ini biasanya ditujukan pada kondisi asma yang
disebabkan oleh obat aspirin/asma karena olahraga/asma persisten
berat.
 Long Acting Beta agonist. Pengobatan ini digunakan untuk
mencegah serangan zat pemicu yang ada dalam kegiatan dan olah
raga. Pengobatan ini bersifat bronchodilators, dan bekerja dengan
menenangkan saluran pernapasan, membuat napas menjadi lebih
lega. Biasanya digunakan jika inhaler belum dapat mengontrol
gejala asma. Obat ini tidak efektif jika digunakan sebagai
monoterapi, tapi harus dikombinasikan dengan inhaler.

e. Pakai pelembap udara

Alat ini dapat meningkatkan level kelembapan di udara dengan uap


air. Jika bersih dan dirawat dengan baik, pelembap dapat membantu
mengurangi dan meringankan gejala asma untuk penderitanya.

f. Memeriksa fungsi paru-paru

Sangatlah penting untuk memonitor seberapa baik pengobatan


terhadap asma Anda bekerja dengan memeriksa fungsi paru-paru
secara teratur. Anda dapat menggunakan peak flow meter untuk
mengukur jumlah udara yang mengalir dari paru-paru. Pemeriksaan
secara pribadi ini dapat mengungkap menyempitnya saluran
pernapasan sebelum gejala asma muncul.

g. Rencana pencegahan asma


Ahli asma,termasuk mereka yang di The National Institutes of
Health (NIH) dan The Centers for Disease Control and Provention
(CDC),merekomendasikan untuk mengembangkan rencana
pencegahan asma Bersama dengan dokter anda. Perencanaan ini akan
menjadi arsip penting untuk pengobatan sehari-hari anda,bagaimana
menghadapi serangan asma,dan bagaimana untuk mengontrol gejala
asama jangka Panjang anda. Kebanyakan perencanaan ,termasuk
salah satu yang direkomendasikan oleh the National Heart, Lung,and
Blood Institute (part of the NIH), menggunakan 3 zona asma yang
ditandai dengan kode warna yang menunjuk pada jenis gejalanya.

Zona hijau : Bagus

1. Tidak ada gejala asma selama siang hingga malam hari

2. Mampu menjalankan kegiatan sehari – hari dengan bebas

Zona kuning : Asma memburuk

1. Gejala seperti batuk,bersin ,atau napas yang pendek

2. Terbangun di malam hari karena gejala asma

3. Mampu menjalankan aktivitas sehari-hari tetapi tidak semua

4. Gejala tetap sama atau memburuk dalam 24 jam

Zona merah : Pengobatan medis

1. Napas yang sangat pendek

2. Pengobatan yang cepat sudah tidak membantu

3. Tidak dapat beraktivitas seperti biasanya

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Pengertian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan
dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy,
1995).
Carpenito dan Moyet (2007) dalam buku Konsep dasar keperawatan
mengemukakan bahwa pengkajian adalah tahap yang sistematis dalam
pengumpulan data tentang individu, keluarga, dan kelompok.
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat
tahap kegiatan, yang meliputi; pengumpulan data, analisis data, sistematika
data dan penentuan masalah.
2. Tujuan Pengkajian Keperawatan
a. Tujuan Umum :

Mengumpulkan data yang berhubungan dengan pasien untuk


menentukan diagnosa keperawatan, kekuatan (kemampuan) pasien dan
rencana yang efektif dalam perawatan pasien.

b. Tujuan Khusus :
a. Informasi utama (inti) bagi pasien dan keluarga.
b. Dasar menentukan diagnosa keperawatan.
c. Sumber informasi yang dapat membantu mendiagnosa masalah yang
baru muncul.
d. Mendukung keputusan klinis agar tercapai tujuan dan tindakan yang
sesuai.
e. Dasar menentukan kebutuhan pasien, keluarga dan pengasuh pasien.
f. Dasar menentukan kebutuhan pasien jika pulang.
g. Dasar pemilihan perawatan dan penentuan biaya perawatan.
h. Memproteksi hak-hak legal.
i. Komponen sistem pelayanan pasien (dapat untuk menetukan
kebutuhan staf perawatan, biaya perawatan pasien, dll).
j. Untuk mengindentifikasi kebutuhan dan respons klien yang unik
terhadap masalah-masalah dan akan ditegakkan menjadi diagnosis
keperawatan yang mempengaruhi rencana intervensi keperawatan
yang diperlukan.
k. Untuk menggabungkan dan mengorganisasi data dan beberapa
sumber yang dikumpulkan menjadi satu sehingga masalah kesehatan
klien dapat dianalisis dan diidentifikasi.
l. Untuk meyakinkan garis dasar informasi yang ada dan untuk
bertindak sebagai poin referensi dalam mengukur perubahan yang
terjadi pada kondisi kesehatan klien.
m. Untuk mengidentifikasi karakteristik sesuai respons dan kondisi
kesehatan klien yang akan mempengaruhi rencana dan pemberian
intervensi keperawatan.
n. Untuk menyuplai data yang cukup guna memberikan intervensi
keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien.
o. Untuk memberikan dasar guna penulisan rencana asuhan keperawatan
yang efektif.

c. Tujuan Pengkajian menurut Fundamental Keperawatan :


a. Menetapkan dasar data tentang kebutuhan
b. Menetapkan masalah kesehatan
c. Menetapkan pengalaman yang berkaitan
d. Menetapkan praktek kesehatan
e. Menetapkan tujuan nilai dan gaya hidup yang dilakukan klien

3. Tipe Data
a. Data dasar
Merupakan kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan
keperawatannya terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari
medis atau profesi kesehatan lainnya.
b. Data fokus
Adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien
terhadap kesehatan dan masalah kesehatan serta hal-hal yang
mencakup tindakan yang dilaksanakan pada klien.
1) Data subyektif
Adalah data yang didapat dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi atau kejadian. Informasi tersebut tidak dapat
ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui interaksi
atau komunikasi.
2) Data obyektif
Adalah data yang dapat dari hasil observasi dan pengukuran
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Informasi data ini biasanya
diperoleh melalui “sense”.

4. Sumber Data
a. Sumber data Primer
Sumber data primer adalah data-data yang dikumpulkan dari klien,
yang dapat memberikan informasi yang lengkap tentang masalah
kesehatan dan keperawatan yang dihadapinya.

b. Sumber data Sekunder


Sumber data sekunder adalah data-data yang diumpulkan dari orang
terdekat klien (keluarga), seperti orang tua, saudara, atau pihak lain
yang mengerti dan dekat dengan klien.
c. Sumber data lainnya
Catatan klien (perawatan atau rekam medis klien) yang merupakan
riwayat penyakit dan perawatan klien di masa lalu.
Secara umum, sumber data yang dapat digunakan dalam pengumpulan
data adalah :
1) Klien sendiri sebagai sumber data utama (primer).
2) Orang terdekat.
3) Catatan klien.
4) Riwayat penyakit (pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan).
5) Konsultasi.
6) Hasil pemeriksaan diagnostik.
7) Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya.
8) Perawat lain.
9) Kepustakaan (Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015, hal : 131). 

5. Karakteristik data
a. Lengkap
Seluruh data diperlukan untuk mengidentifikasi masalah
keperawatan klien. Data yang terkumpul harus lengkap guna
membantu mengatasi masalah klien yang adekuat. Misalnya klien tidak
mau makan — kaji secara mendalam kenapa klien tidak mau makan
(tidak cocok makanannya, kondisi fisiknya menolak untuk
makan/patologis, atau sebab-sebab yang lain).

b. Akurat dan Nyata


Untuk menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir
secara akurat dan nyata untuk membuktikan benar-tidaknya apa yang
telah didengar, dilihat, diamati dan diukur melalui pemeriksaan ada
tidaknya validasi terhadap semua data yang sekiranya meragukan.
Perawat tidak boleh langsung membuat kesimpulan tentang suatu
kondisi klien. Misalnya, klien tidak mau makan. Perawat tidak boleh
langsung menuliskan : `klien tidak mau makan karena depresi berat`.
Diperlukan penyelidikan lanjutan untuk menetapkan kondisi klien.
Dokumentasikan apa adanya sesuai yang ditemukan pada saat
pengkajian.

c. Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya memerlukan
banyak sekali data yang harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu
perawat untuk mengidentifikasi.   

6. Teknik Pengumpulan Data


Cara yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data tentang klien
antara lain : wawancara (interview), pengamatan (observasi), pemeriksaan
fisik (pshysical assessment) dan studi dokumentasi.
a. Wawancara
Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-jawab
yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien, biasa juga
disebut dengan anamnesa. Wawancara berlangsung untuk
menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi
klien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan.
Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh data
tentang masalah kesehatan dan masalah keperawatan klien, serta untuk
menjalin hubungan antara perawat dengan klien. Serta untuk
membantu klien memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam
identifikasi masalah dan tujuan keperawatan, juga membantu perawat
untuk menentukan investigasi lebih lanjut selama tahap pengajian.
Semua interaksi perawat dengan klien adalah berdasarkan
komunikasi.Komunikasi keperawatan adalah suatu proses yang
kompleks dan memerlukan kemampuan skill komunikasi dan interaksi.
Komunikasi keperawatan biasanya digunakan untuk memperoleh
riwayat keperawatan. Istilah komunikasi terapeutik adalah suatu
teknik yang berusaha untuk mengajak klien dan keluarga untuk bertuar
pikiran dan perasaan. Teknik tersebut mencakup ketrampilan secara
verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup,
menggali jawaban dan memvalidasi respon klien. Teknik non verbal
meliputi: mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan dan kontak mata.

Tahapan wawancara / komunikasi :

1) Persiapan.
Sebelum melakukan komunikasi dengan klien, perawat harus
melakukan persiapan dengan membaca status klien. Perawat
diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk kepada klien,
karena akan mengganggu dalam membina hubungan saling
percaya dengan klien.
Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak
boleh memaksa atau memberi kesempatan kepada klien kapan
mereka sanggup. Pengaturan posisi duduk dan teknik yang akan
digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian rupa guna
memperlancar wawancara.

2) Pembukaan atau perkenalan


Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara
adalah dengan memperkenalkan diri : nama,status, tujuan
wawancara, waktu yang diperlukan dan faktor-faktor yang
menjadi pokok pembicaraan. Perawat perlu memberikan
informasi kepada klien mengenai data yang terkumpul dan akan
disimpan dimana, bagaimana menyimpannya dan siapa saja yang
boleh mengetahuinya.

3) Isi / tahap kerja


Selama tahap kerja dalam wawancara, perawat memfokuskan
arah pembicaraan pada masalah khusus yang ingin diketahui. Hal-
hal yang perlu diperhatikan :
a) Fokus wawancara adalah klien.
b) Mendengarkan dengan penuh perhatian. Jelaskan bila perlu.
c) Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien.
d) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien.
e) Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya.
f) Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada klien
untuk mengungkapkan perasaannya.
g) Sentuhan teraputik, bila diperlukan dan memungkinan.
4) Terminasi
Perawat mempersiapkan untuk penutupan wawancara. Untuk
itu klien harus mengetahui kapan wawancara dan tujuan dari
wawancara pada awal perkenalan, sehingga diharapkan pada akhir
wawancara perawat dan klien mampu menilai keberhasilan dan
dapat mengambil kesimpulan bersama. Jika diperlukan, perawat
perlu membuat perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara
dengan klien adalah :
a) Menerima keberadaan klien sebagaimana adanya.
b) Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan
keluhan-keluhannya / pendapatnya secara bebas.
c) Dalam melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa
aman dan nyaman bagi klien.
d) Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian.
e) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
f) Tidak bersifat menggurui.
g) Memperhatikan pesan yang disampaikan.
h) Mengurangi hambatan-hambatan.
i) Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara
duduk).
j) Menghindari adanya interupsi.
k) Mendengarkan penuh dengan perasaan.
l) Memberikan kesempatan istirahat kepada klien.

Macam-Macam Wawancara :
1) Auto anamnese : wawancara dengan klien langsung.
2) Allo anamnese : wawancara dengan keluarga / orang
terdekat. 

Hambatan wawancara :

1) Internal :
a) Pandangan atau pendapat yang berbeda
b) Penampilan klien berbeda
c) Klien dalam keadaan cemas, nyeri, atau kondisinya
menurun
d) Klien mengatakan bahwa ia tidak ingin mendengar
tentang sesuatu hal
e) Klien tidak senang dengan perawat, atau sebaliknya
f) Perawat berpikir tentang sesuatu hal yang lain / tidak
fokus ke pasien
g) Perawat sedang merencanakan pertanyaan selanjutnya
h) Perawat merasa terburu-buru
i) Perawat terlalu gelisah atau terburu-buru dalam bertanya

2) Eksternal :
a) Suara lingkungan gaduh : TV, radio, pembicaraan di luar
b) Kurangnya privasi
c) Ruangan tidak memadai untuk dilakukannya wawancara
d) Interupsi atau pertanyaan dari staf perawat yang lain.

b. Pengamatan atau Observasi


Observasi adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk
memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan
klien. Observasi dilakukan dengan menggunakan penglihatan dan
alat indra lainnya, melalui rabaan, sentuhan dan pendengaran.

Tujuan dari observasi adalah mengumpulkan data tentang


masalah yang dihadapi klien melalui kepekaan alat panca indra.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan observasi


adalah :
1) Tidak selalu pemeriksaan yang akan kita lakukan dijelaskan
secara terinci kepada klien (meskipun komunikasi terapeutik
tetap harus dilakukan), karena terkadang hal ini dapat
meningkatkan kecemasan klien atau mengaburkan data (data
yang diperoleh menjadi tidak murni).
2) Menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual klien.
Hasilnya dicatat dalam catatan keperawatan, sehingga dapat
dibaca dan dimengerti oleh perawat yang lain.

c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berasal dari kata “Physical Examination”
yang artinya memeriksa tubuh.Pemeriksan fisik adalah
pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan
dari suatu sistim atau suatu organ tubuh dengan cara melihat
(inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan
mendengarkan (auskultasi). (Raylene M Rospond,2009; Terj D.
Lyrawati,2009). Jadi pemeriksaan fisik adalah memeriksa tubuh
dengan atau tanpa alat untuk tujuan mendapatkan informasi atau
data yang menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya.

Tujuan dari pemeriksaan fisik yaitu :

1) Mengkaji secara umum dari status umum keadaan klien.


2) Mengkaji fungsi fisiologi dan patologis atau gangguan.
3) Mengenal secara dini adanya masalah keperawatan klien baik
aktual maupun resiko.
4) Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada,serta
menghindari masalah yang mungkin terjadi.

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara,


diantaranya adalah :

1) Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan.
Hasilnya seperti : Mata kuning (icteric), terdapat struma di
leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
2) Palpasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui
perabaan terhadap bagian-bagian tubuh yang mengalami
kelainan. Misalnya adanya tumor, oedema, krepitasi
(patah/retak tulang), dll.
3) Perkusi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan
mengetuk bagian tubuh menggunakan tangan atau alat bantu
seperti reflek hammer untuk mengetahui reflek seseorang
(dibicarakan khusus). Juga dilakukan pemeriksaan lain yang
berkaitan dengan kesehatan fisik klien. Misalnya : kembung,
batas-batas jantung, batas hepar-paru (mengetahui
pengembangan paru), dll.
4) Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui
pendengaran. Biasanya menggunakan alat yang disebut
dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi
jantung, suara nafas, dan bising usus (Rober Priharjo, S.Kp,
M.Sc, RM, 2006, hal : 25).

Pengukuran tanda vital

a. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50̊ C)


b. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
c. Nadi
1) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ;
Bradikardia: <60.
2) Keteraturan= Normal : teratur
3) Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba;
2+: Denyutan  mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan
kuat dan mudah teraba.
d. Pernafasan
1) Frekuensi: Normal= 16-20x /menit; >20: Takipnea; <16
bradipnea.
2) Keteraturan= Normal : teratur
3) Kedalaman: dalam/dangkal
4) Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada

Pemeriksaan Fisik Head To Toe

a. Pemeriksaan kepala
Tujuan

1) Mengetahui bentuk dan fungsi kepala 


2) Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala 
Persiapan alat

1) Lampu
2) Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
Prosedur Pelaksanaan
1) Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan,
adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala,
warnarambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan
tanda-tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering).
2) Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur
rambut.
Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat
dan kuat/tidak rapuh (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN, 2016,
hal : 78).
b. Pemeriksaan wajah
1) Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain,  tidak
pucat/ikterik, simetris.
2) Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang.
Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.
c. Pemeriksaan mata
Kelengkapan dan keluasan pengkajian mata bergantung pada
informasi yang diperlukan. Secara umum tujuan pengkajian
mata adalah mengetahui bentuk dan fungsi mata (Robert
Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 51).
Cara inspeksi mata
Dalam inspeksi mata, bagian-bagian mata yang perlu diamati
adalah bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, dan
pupil.
1) Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata,
lapang pandang, dan visus.
2) Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap
kelainan dengan cara sebagai berikut.
a) Anjurkan pasien melihat kedepan.
b) Bandingkan mata kanan dan kiri.
c) Anjurkan pasien menutup kedua mata.
d) Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata,
serta pada bagian pinggir kelopak mata, catat setiap
ada kelainan, misalnya adanya kemerah-merahan.
3) Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait
dengan ada/tidaknya bulu mata, dan posisi bulu mata.
4) Perhatikan keluasan mata dalam membuka dan catat bila
ada dropping kelopak mata atas atau sewaktu mata
membuka (ptosis).
5) Amati konjungtiva dan sclera dengan cara sebagai berikut
:
a) Anjurkan pasien untuk melihat lurus kedepan.
b) Amati konjungtiva untukmmengetahui ada/tidaknya
kemerah-merahan, keadaan vaskularisasi, serta
lokasinya.
c) Tarik kelopak mata bagian bawah dengan
menggunakan ibu jari.
d) Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva
bagian bawah, catat bila didapatkan infeksi atau pus
atau bila warnanya tidak normal, misalnya anemic.
e) Bila diperlukan, amati konjungtiva bagian atas, yaitu
dengan cara membuka/membalik kelopak mata atas
dengan perawat berdiri dibelakang pasien.
f) Amati warna sclera saat memeriksa konjungtiva yang
pada keadaan tertentu warnanya dapat menjadi
ikterik.
g) Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil.
Kemudian lanjutkan dengan mnegevaluasi reaksi
pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil
adalam sama besar (isokor). Pupil yang mengecil
disebut miosis,dan amat kecil disebut pinpoint,
sedangkan pupil yang melebar/ dilatasi disebut
midriasis (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006,
hal : 52).
Cara inspeksi gerakan mata.

1) Anjurkan pasien melihat kedepan.


2) Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara
spontan (nistagmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula-
mula lambat bergerak kesatu arah,kemudian dengan cepat
kembali keposisi semula.
3) Bila ditemukan adanya nistagmus, amati bentuk, frekuensi
(cepat atau lambat), amplitudo (luas/sempit) dan durasinya
(hari/minggu).
4) Amati apakah kedua mata memandang lurus kedepan atau
salah satu mengalami deviasi.
5) Luruskan jemari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak
sekitar 15-30 cm.
6) Beri tahu pasien untuk mengikuti gerakan jari anda dan
pertahankan posisi kepala pasien. Gerakan jari anda ke
delapan arah untuk mengetahui fungsi 6 otot mata (Robert
Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 53).

Cara inspeksi lapang pandang.

1) Berdiri di depan pasien.


2) Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup
mata yang tidak diperiksa.
3) Beri tahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan
memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya hidung
anda.
4) Gerakan jari anda pada satu garis vertical/ dari samping,
dekatkan kemata pasien secara perlahan-lahan.
5) Anjurkan pasien untuk member tahu sewaktu mulai melihat
jari anda.
6) Kaji mata sebelahnya (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN.,
2006, hal : 54).

Cara pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan).


1) Siapkan kartu snellen atau kartu yang lain untuk pasien
dewasa atau kartu gambar untuk anak-anak.Atur kursi
tempat duduk pasien dengan jarak 5 atau 6 meter dari kartu
snellen.
2) Atur penerangan yang memadai sehingga kartu dapat
dibaca dengan jelas.
3) Beri tahu pasien untuk menutup mata kiri dengan satu
tangan.
4) Pemeriksaan mata kanan dilakukan dengan cara pasien
disuruh membaca mulai dari huruf yang paling besar
menuju huruf yang kecil dan catat tulisan terakhir yang
masih dapat dibaca oleh pasien.
5) Selanjutnya lakukan pemeriksaan mata kirimata (Robert
Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 55).

Cara palpasi mata

Pada palpasi mata dikerjakan dengan tujuan untuk mengetahui


tekanan bola mata dan mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk
mengukur tekanan bola mata secara lebih teliti, diperlukan alat
tonometri yang memerlukan keahlian khusus.

1) Beri tahu pasien untuk duduk.


2) Anjurkan pasien untuk memejamkan mata.
3) Lakukan palpasi pada kedua mata. Bila tekanan bola mata
meninggi, mata teraba kerasmata (Robert Priharjo, S.Kp,
M.Sc, RN., 2006, hal : 56).
d. Pemeriksaan telinga
Tujuan
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang
telinga, dan fungsi pendengaran.

Persiapan Alat
1) Arloji berjarum detik
2) Garpu tala
3) Speculum telinga
4) Lampu kepala
Prosedur Pelaksanaan
1) Inspeksi  : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan,
integritas, posisi telinga, warna, liang telinga
(cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit
bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-
tanda infeksi, dan alat bantu dengar.

2) Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan  tragus.


Normal: tidak ada nyeri tekan mata (Robert Priharjo, S.Kp,
M.Sc, RN., 2006, hal : 59).
e. Pemeriksan hidung dan sinus
Tujuan
a. Mengetahui bentuk dan fungsi hidung
b. Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya
inflamasiatauinfeksi
Persiapan Alat
1) Spekulum hidung
2) Senter kecil
3) Lampu penerang
4) Sarung tangan (jika perlu)
Prosedur Pelaksanaan

1) Inspeksi  : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna,


kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi, sekret, sumbatan,
pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda-tanda
infeksi).
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit
lain, , xzxhj`1wtidak ada lesi, tidak ada sumbatan,
perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
2) Palpasi  dan Perkusi frontalis dan, maksilaris  (bengkak,
nyeri, dan septum deviasi).
Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekanmata (Robert
Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 67).
f. Pemeriksaan mulut dan bibir
Tujuan
Mengetahui bentuk kelainan mulut
Persiapan Alat
a. Senter kecil
b. Sudip lidah
c. Sarung tangan bersih
d. Kasa

Prosedur Pelaksanaan
1) Inspeksi dan palpasi struktur luar: warna mukosa mulut
dan bibir, tekstur , lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak
ada lesi dan stomatitis.
2) Inspeksi dan palpasi strukur dalam: gigi
lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang gusi,
kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit-langit.
Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi
berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau
radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan
tidak ada tanda infeksi mata (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc,
RN., 2006, hal : 70).
g. Pemeriksaan leher
Tujuan

a. Menentukan struktur integritas leher


b. Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
c. Memeriksa system limfatik
Persiapan Alat
1) Stetoskop
Prosedur Pelaksanaan
1) Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit
baik, bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjer
gondok.
2) Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi.
Normal: arteri karotis terdengar.
3) Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus,
pembesaran,batas, konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan
pada kulit), kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri,
pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba).
Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada
nyeri, tidak ada  pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.
4) Auskultasi :bising pembuluh darah mata (Robert Priharjo,
S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 72).
h. Pemeriksaan dada (dada dan punggung)
Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaring
Cara/prosedur:
System pernafasan
Tujuan :
a. Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit,
dan dinding dada.
b. Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
c. Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil
premitus
Persiapan alat

1) Stetoskop
2) Penggaris centimeter
3) Pensil penada
Prosedur pelaksanaan
1) Inspeksi: kesimetrisan, bentuk/postur  dada, gerakan nafas
(frekuensi,irama,kedalaman,dan upaya 
pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna
kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada
tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan
warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema.
2) Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri,
tractile fremitus (perawat berdiri dibelakang pasien,
instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh”
atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan
kedua telapak tangan pada punggung pasien).
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri
tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris,
taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
3) Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan
bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang
sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi).
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih
daripada bagian udara :pekak (“bleg bleg bleg”), jika
bagian udara lebih besar dari bagian padat : hiperesonan
(“deng deng deng”), batas jantung : bunyi rensonan----
hilang>>redup.
4) Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru.
(dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru
kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas
trachea).
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler,
brochial, tracheal.
Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut
mata (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 87).

System kardiovaskuler

Tujuan
1) Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
2) Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
3) Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
4) Mendeteksi gangguan kardiovaskuler
Persiapan alat
1) Stetoskop
2) Senter kecil
Prosedur pelaksanaan

1) Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri


karotis
2) Palpasi: denyutan
3) Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
4) Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari
arah samping ke tengah dada, dan dari atas ke bawah
sampai bunyi redup).
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah
kiri dari garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
5) Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian
diafragma dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan
bunyi jantung. Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub)
dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung
tambahan (S3 atau S4) (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN.,
2006, hal : 101).
i. Dada dan Aksila
Tujuan

a. Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam


jaringan payudara
b. Mendeteksi awal adanya kanker payudara
Persiapan alat

1) Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)


Prosedur pelaksanaan

1) Inspeksi payudara: Integritas kulit


2) Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola,
putting, dan penyebaran vena
3) Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus
limfe, konsistensi (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006,
hal : 117).
j. Pemeriksaan Abdomen (Perut)
Posisi klien: Berbaring
Tujuan
a. Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut
b. Mendengarkan suara peristaltic usus
c. Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga
perut benjolan dalam perut.
Persiapan
1) Posisi klien: Berbaring
2) Stetoskop
3) Penggaris kecil
4) Pensil gambar
5) Bantal kecil
6) Pita pengukur
Prosedur pelaksanaan

1) Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi,


scar, ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan
umbilicus,  dan gerakan dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain,
tidak ikterik tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan,
pelebaran vena, kelainan umbilicus.
2) Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua
kuadran (bagian diafragma dari stetoskop) dan suara
pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka
(bagian bell).
Normal:  suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk,
terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
3) Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas
bergerak searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa
nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya.
4) Perkusi hepar: Batas
5) Perkusi Limfa: ukuran dan batas
6) Perkusi ginjal: nyeri
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup
dan apabila banyak cairan =hipertimpani
7) Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan
kanan): massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri
irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat
menghangatkan tangan terlebih dahulu.
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan,
tidak ada massa dan penumpukan cairan(Robert Priharjo,
S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 123).

k. Sistem Muskuloskeletal
a. Inspeksi
a) Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien
untuk menampakkan seluruh tubuh.
b) Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi
yang lain dan amati adanya atrofi atau hipertrofi.
Kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien
berdiri tegak dan membungkuk ke depan.
c) Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi,
ukur keduanya dengan menggunakan meteran.
d) Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui
kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan oleh
malposisi suatu bagian tubuh.
e) Amati kenormalan susunan tulang dan adanya
deformitas.
f) Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal
tulang belakang, bahu yang tidak sama tinggi, garis
pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang
menonjol, akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke
depan.
g) Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya
pembengkakan persendian.
h) Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan
persendian.
i) Inspeksi pergerakkan persendian.

b. Palpasi
a) Palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak
secara aktif dan pasif untuk mengetahui adanya kelemahan
(flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara involunter (spastisitas).
b) Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau
mendorong tangan pemeriksa, bandingkan kekuatan otot
ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
c) Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan.
d) Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan
memberikan informasi mengenai integritas sendi.
Normalnya, sendi bergerak secara halus. Suara gemletuk
dapat menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di
antara tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata, seprti
pada keadaan arthritis, mengakibatkan adanya krepitus
karena permukaan yang tidak rata tersebut yang saling
bergeseran satu sama lain.
e) Periksa adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan
osteoarthritis menimbulkan benjolan yang khas. Benjolan
dibawah kulit pada rheumatoid arthritis lunak dan terdapat di
dalam dan sepanjang tendon yang memberikan fungsi
ekstensi pada sendi biasanya, keterlibatan sendi mempunya
pola yang simetris. Benjolan pada GOUT keras dan terletak
dalam dan tepat disebelah kapsul sendi itu sendiri.
f) Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala
Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = Tidak ada kontraksi sama sekali.

1 = Gerakan kontraksi.

2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau


melawantahanan atau gravitasi.

3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.

4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

5 = Kekuatan kontraksi yang penuh.

c. Perkusi
a) Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon
berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari
lutut.
b) Refleks biceps, lengan difleksikan terhadap siku dengan
sudut 90º, supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas
tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada
tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul
dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot
biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan
gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau
sendi bahu.
c) Refleks triceps, lengan ditopang dan difleksikan pada sudut
90º, tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon
triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). Respon
yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit
meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi
siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau
mungkin ada klonus yang sementara.
d) Refleks achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk
memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa
bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon
normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e) Refleks abdominal, dilakukan dengan menggores abdomen
diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu,
umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang
digores.
f) Refleks Babinski, merupakan refleks yang paling penting .
Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal.
Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian
melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika
ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya
tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua
jari kaki (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal :
155).

l. Sistem Endokrin
a. Inspeksi
a) (warna kulit) : Hiperpigmentasi ditemukan pada klien
addison desease atau cushing syndrom.
Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme.
b) Wajah : Variasi, bentuk dan struktur muka mungkin
dapat diindikasikan dengan penyakit akromegali mata.
c) Kuku dan rambut : Peningkatan pigmentasi pada kuku
diperlihatkan oleh klien dengan penyakit addison
desease, kering, tebal dan rapuh terdapat pada penyakit
hipotiroidisme, rambut lembut hipertyroidisme.
Hirsutisme terdapat pada penyakit cushing syndrom.
d) Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh
klien : Orang jangkung, yang disebabkan karena
insufisiensi growth hormon. Tulang yang sangat besar,
bisa merupakan indikasi akromegali.
e) Tanda trousseaus dan tanda chvoteks : Peningkatan
kadar kalsium tangan dan jari-jari klien kontraksi
(spasme karpal).
b. Palpasi
a) Kulit kasar, kering ditemukan pada klien dengan
hipotiroidisme. Dimana kelembutan dan bilasan kulit
bisa menjadi tanda pada klien dengan hipertiroidisme.
Lesi pada ekstremitas bawah mengindikasikan DM.
b) Palpasi kelenjar tiroid (tempatkan kedua tangan anda pada
sisi lain pada trachea dibawah kartilago thyroid. Minta
klien untuk miringkan kepala ke kanan Minta klien untuk
menelan. Setelah klien menelan. pindahkan pada sebelah
kiri. selama palpasi pada dada kiri bawah) : Tidak
membesar pada klien dengan penyakit graves atau goiter.
c. Auskultasi
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi
bunyi “bruit“. Bunyi yg dihasilkan oleh karena turbulensi pada
pembuluh darah tiroidea. Normalnya tidak ada bunyi.

m. Sistem Neurologi
a. Inspeksi
a) Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran:
dengan melakukan pertanyaan tentang kesadaran pasien
terhadap waktu, tempat dan orang.
b) Kaji status mental.
c) Kaji adanya kejang atau tremor.
b. Palpasi
a) Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk
lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya.
b) Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau
mengalami gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa
terbakar/panas dan baal.
c) Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan
otot, pergerakan dan postur.
c. Perkusi
a) Refleks patela, diketuk pada regio patela (ditengah tengah
patela).
b) Refleks achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon
normal berupa gerakan plantar fleksi kaki (Robert
Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 161).

n. Sistem perkemihan
1) Inspeksi
a) Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam,
warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedime.
b) Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria
dan hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih.
c) Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter,
silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
d) Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian
diagnostik yang terkait dengan sistem perkemihan.
2) Palpasi
a) Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
b) Untuk melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di
sebelah kanan pasien. Tangan kiri diletakkan di
belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung
cari menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk
mendorong ginjal ke depan). Tangan kanan diletakkan
dengan lembut pada kuadran kanan atas di lateral otot
rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak
inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di bawah
arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua
tangan (tentukan ukuran, nyeri tekan ga). Pasien
diminta membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan
tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali
waktu ekspirasi.
c) Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri : Pindah di
sebelah kiri penderita, Tangan kanan untuk menyangga
dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri diletakkan
dengan lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot
rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak
inspirasi tekan tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus
aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan
(normalnya jarang teraba).
3) Perkusi
Untuk pemeriksaan ketok ginjal prosedur tambahannya
dengan mempersilahkan penderita untuk duduk menghadap
ke salah satu sisi, dan pemeriksa berdiri di belakang
penderita. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra
kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan
memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal
kanan). Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra
kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan
memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal
kiri). Penderita diminta untuk memberiksan respons
terhadap pemeriksaan bila ada rasa sakit.
o. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)
Tujuan :
1) Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian
2) Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya
gangguan pada bagian-bagian tertentu.
Alat :

a. Meteran
Posisi klien: Berdiri, duduk.
Prosedur Pelaksanaan
1) Inspeksi struktur muskuloskletal :simetris dan
pergerakan, Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot.
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif,
kekuatan otot penuh.
2) Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis.
Normal: teraba jelas
3) Tes reflex : tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan trisep positif.
p. Sistem integumen
a. Inspeksi
a) Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice,
pigmentasi yang tidak teratur
b) Kaji membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum,
kulit
c) Kaji bentuk, integritas, warna kuku.
d) Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus.
b. Palpasi
a) Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
b) Tekstur kulit.
c) Turgor kulit, normal < 3 detik
d) Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi,
temperatur, bentuk, mobilisasi.
e) Palpasi Capillary refill time : warna kembali normal
setelah 3 – 5 detik.

q. Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut,


pergelangan kaki dan telapak kaki)
a. Inspeksi struktur muskuloskletal :simetris dan
pergerakan, integritas kulit, posisi dan letak, ROM,
kekuatan dan tonus otot.
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif,
kekuatan otot penuh
b. Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis:
denyutan.
Normal: teraba jelas
c. Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif
r. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)
Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomy

Tujuan:

1) Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam


genetalia.
2) Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya
varises, edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi,
pengeluaran cairan atau darah.
3) Melakukan perawatan genetalia.
4) Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil
atau persalinan.
Alat :

1) Lampu yang dapat diatur pencahayaannya


2) Sarung tangan

Pemeriksaan rectum

Tujuan :

1. Mengetahui kondisi anus dan rectum


2. Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari
dinding rectal
3. Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
4. Memeriksa kanker rectal
5. Dan lain-lain
Alat :

1) Sarung tangan sekali pakai


2) Zat  pelumas
3) Penetangan untuk pemeriksaan
Prosedur Pelaksanaan
Wanita:

1) Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit,


contour simetris, edema, pengeluaran.
 Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik,
semetris tidak ada edema dan tanda-tanda infeksi
(pengeluaran pus /bau.)
2) Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa,
pengeluaran
3) Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran,
konsistensi dan,  massa
4) Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa
edema, haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema /  hemoroid/
polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.

Pria:

1) Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa


dan pengeluaran.
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau
pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darah
2) Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit,
ukuran dan bentuk, turunan testes dan mobilitas,
massa, nyeri dan tonjolan.
3) Pemeriksaan anus dan rectum :feses, nyeri, massa,
edema, hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan
perdarahan.
Normal:  tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / 
hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan
(Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006).

6. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
b. Ro foto
c. CT Scan
d. MRI, USG, EEG, ECG dan lain-lain.

7. Terapi
Obat-obatan

d. Analisis data

Analisis data merupakan kemampuan kognitif dalam


pengembangan daya berfikir dan penalaran yang di pengaruhi oleh
latar belakang ilmu dan pengetahuan, penga laman, dan pengertian
keperatawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan
kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan dat tersebut
dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawtan
klien.

Dasar analisis:

a. Anatomi- fisiologi

b. Patofisiologi penyakit

c. Mikrobiologi- parasitology

d. Farmakologi

e. Ilmu perilaku

f. Konsep- konsep (manusia, sehat-sakit, keperawatn dll)

g. Tindakan dan prosedur

h. Teori-teori keperawatan.

Fungsi analisis:
a) Dapat menginterpretasi adta keperawatan dan kesehatan, sehingga
data yang di peroleh memiliki makna dan arti dalam menentukan
masalahdan kebutuhan klien.

b) Sebagai proses pengambilan keptusan dalam menentukan alternative


pencegahan dalam masalah yang di tuangkan alam rencana asuhan
keprawatan, sebelum melakukan tindakan keperawatan.

Pedoman analisis :

a. Menyusun kategorisasi data secara sistematis dan logis

b. Identifikasi kesenjangan data

c. Menetukan pola alternative pemecahan masalah

d. Menerapkan teori, model, kerangka kerja, nama, dam standar,


dibandingkan dengan ata senjang

e. Identifikasi kemampuan dan keadaan yang menunjang asuhan


keperawatan klien

f. Membuat hubungan sebab akibat antara data dengan maslah yang


timbul

Cara analisis data :

a. Validasi data, teliti kembali data yang terkumpul

b. Mengelompokkan data berdasarkan kebutuhan bi-fisio-sosial-psiko


dan spiritual

c. Membandingkan dengan standar

d. Membuat kesimpulan dengan kesenjangan (masalah keprawatn) yang


ditemukan

b. Perumusan masalah
Setelah analisandat dilakukan, dapat dirumusakan beberapa
masalah kesehatan. Maslah kesehatan tersebut ada yang dapat di
intervensi dengan asuhan keperawatan (maslah keperawatan) tetapi
dan juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis. Selanjutnya
disusun diagnose keperawatan sesuai dengan prioritas.

Prioritas masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan


segera. Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan
menimbulkan komplikasi, sedangkan segera mencakup waktu
misalnya pada pasien yang stroke tidak sadar maka tindakan harus
segera dilakukan untuk mencegah kompilkasi yang lebih parah atau
kematian. Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hirarki
kebutuhan maslow, yaitu; keadaan yang mengancam kehidupan ,
keadaan yang mengancam kesehatan, persepsi tentang kesehatan dan
keperawatan.

7. Klasifikasi Data
a. Menurut bentuk angka
1) Data diskrit: data yang dibentuk angka bulat (hasil menghitung)
2) Data kontinyu: data yang berbentuk angka pecahan (desimal)/ hasil
mengukur. Contoh: BB, TB

b. Menurut sifatnya
1) Data kuantitatif : data yang berwujud angka
2) Data kualitatif : data yang tidak berwujud angka
c. Menurut sumbernya
1) Data primer : data yang didapat langsung dari individu atau
masyarakat
2) Data sekunder : data yang didapat dari orang lain, organisasi
tertentu yang sudah diolah
d. Menurut skala pengukuran
1) Skala nominal : mempunyai beberapa kategori, diantara kategori
tak dapat diketahui tingkat perbedaannya.
Contoh : Jenis kelamin : laki-laki, perempuan
Golongan pekerjaan : pegawai negeri, ABRI, swasta dan  buruh
2) Skala ordinal : mempunyai beberapa kategori, antara kategori
dapat diketahui tingkat perbedaan, akan tetapi tidak dapat
diketahui besarnya perbedaan.
Contoh : Tingkat pendidikan : tidak sekolah, SD, SMP, SMA,
Perguruan tinggi
3) Skala interval mempunyai beberapa kategori, antara beberapa
kategori dapat di bedakan dan dapat di ketahui besarnya
perbedaan, tapi antara kategori tidak dapat di ketahui
kelipatannya dan tidak mengakui titik nol absolute.
Contoh :  0⁰ C, ada suhunya sebab perhitungan suhu sampai
dengan minus (-)
Tingkat pengetahuan, nilaiA  : 80, nilai B : 40 hal ini tidak berarti
A dua kali lebih pandai dari B.
4) Data skalaratio mempunyai beberapa kategori antara kategori di
ketahui tingkat perbedaannya, dapat di ketahui tingkat kelipatanya
dan mengakui adanya titik nol absolute.
Contoh : Rasio penduduk laki-laki dan wanita 48 : 52.

8. Validasi Data
Verifikasi data untuk mengkonfirmasi kelengkapan, keakuratan, dan
aktualitas data.Dengan memvalidasi data, membantu perawat untuk
memastikan kelengkapan informasi dari pengkajian, kecocokan data
objektif dan subjektif, mendapatkan tambahan informasi, menghindari
ketidakteraturan dalam mengumpulkan dan memfokuskan data sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam penulisan dan identifikasi masalah.
Validasi data : meyakinkan bahwa data yang diperolehhasil
pengumpulan data adalah fakta (nyata & benar)

Upaya untuk melakukan Validasi data :

1) Gunakan skala yang akurat


2) Validasi data/ informasi dari orang lain
3) Validasi data dengan cara:
a) Ulangi pemeriksaan data
b) Selalu memeriksa data abnormal yang ekstrim dengan cara lain
c) Menanyakan kepada yang lebih mengerti
9. Pencatatan dan Laporan Pengkajian Keperawatan
Fokus dokumentasi pengkajian pada data klinik adalah perawat dapat
mengimplementasikan dan mengorganisasi data.Bentuk dokumentasi dapat
berupa data dasar, lembar alur (flow sheet) dan catatan perkembangan, yang
semuanya termasuk tipe pengkajian informasi. Untuk mencapai catatan
pengkajian secara aktual, maka perlu dipertimbangkan pedoman dalam
pembuatan pencatatan pengkajian, diantaranya :
a. Gunakan format yang terorganisasi
b. Gunakan format yang telah ada
c. Format yang mencakup pengkajian perkembangan, pemeriksaan dari
kepala sampai dengan seluruh tubuh dapat memperluas informasi.

a. Data dasar

1. Biodata (identitas pasien)


a. Nama (nama lengkap, nama panggilan)
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Agama
e. Status
f. Pendidikan
g. Pekerjaan
h. Suku/bangsa
i. Alamat
j. Diagnosa Medis
k. No.RM
l. Tanggal masuk RS
m. Tanggal/waktu pengkajian

2. Keluhan
Keluhan klien sehingga dia membutuhkan perawatan
medik, jika pasien tidak mempunyai keluhan utama, lakukan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui penyebab sakitnya, terbagi
menjadi tiga (3) yaitu:
a. Keluhan saat dirumah
b. Masuk Rumah Sakit
c. Saat pengkajian (dikaji)

3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang
dialami.
2) Kecelakaan yang pernah dialami.
3) Prosedur operasi dan perawatan rumah sakit.
4) Allergi (makanan, obat-obatan dll).
5) Pengobatan dini (konsumsi obat-obatan bebas).

b. Riwayat kesehatan saat ini


1) Waktu timbulnya penyakit, kapan? Jam?
2) Bagaimana awal munculnya? Tiba-tiba? Berangsur-
angsur?
3) Keadaan penyakit, apakah sudah membaik, parah atau
tetap sama dengan sebelumnya.
4) Usaha yang dilakukan untuk mengurangi keluhan
5) Kondisi saat dikaji : P Q R S T

c. Riwayat kesehatan keluarga


1) Identifikasi berbagai penyakit keturunan yang umumnya
menyerang
2) Anggota keluarga yang terkena alergi, asma, TBC,
hipertensi, penyakit jantung, stroke, anemia, hemopilia,
DM dan kanke
3) Buat bagan dengan genog

4)

Keterangan:

: Laki -Laki: Pasien

: Perempuan

: Kembar

: Tinggal Serumah

(Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015, hal : 136-140).

Teori Abraham Maslow


1) Kebutuhan fisiologis(Physiologic Needs)
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki
Maslow. Seorang yang beberapa kebutuhannya tidak terpenuhi secara
umum akan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
fisiologisnya terlebih dahulu.Misalnya, seorang yang kekurangan
makanan, keselamatan, dan cinta biasanya akan mencari makanan
terlebih dahulu daripada mencari cinta.
Kebutuhan fisiologis hal yang penting untuk bertahan hidup.
Manusia memiliki delapan macam kebutuhan fisiologis, yaitu:
b) Kebutuhan Oksigenasi
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia
yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel.
jaringan yang melakukan metabolisme aerob, proses membentuk
energi dengan adanya oksigen, bergantung secara total pada
oksigen untuk bertahan hidup.

c) Kebutuhan Cairan
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar
manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam
bagian tubuh, hamper 90% dari total berat badan tubuh.
Persentase cairan tubuh bervariasi bergantung pada faktor usia,
lemak dalam tubuh dan jenis kelamin. Tubuh manusia
membutuhan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran
cairan.
Cairan dimasukan melalui mulut atau secara parenteral dan
cairan meninggalkan tubuh dari saluran pencernaan, paru-paru,
kulit, dan ginjal. Asupan cairan untuk kondisi normal kepada
orang dewasa adalah 2500cc per hari. Asupan cairan dapat
langsung berupa cairan atau ditambah dari makanan lain.
Pengeluaran cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan
cairan pada orang dewasa, dalam kondisi normal adalah 2300cc.
jumlah air yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal
(berupa urine) sebanyak 1500cc per hari pada orang dewasa,
melalui kulit berupoa keringat dan saluran pencernaan (berupa
feses).
Faktor-faktor yang mempengeruhi kebutuhan cairan dan
elektrolit antara lain:
(1) Usia, pebedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta
aktivitas organ sehingga dapat mempengaruhi jumlah
kebutuhan cairan dan elektrolit.
(2) Temperatur, temperatur yang tinggi menyebabkan proses
pengeluaran cairan melalui keringat cukup banyak, sehingga
tubuh akan banyak kehilangan cairan.
(3) Diet, apabila kekurangan nutrien, tubuh akan memecah
cadangan makanan yang tersimpan didalamnya sehingga
dalam tubuh terjadi pergerakan cairan dari interstitial ke
interseluler, yang dapat berpengaruh pada jumlah
pemenuhan kebutuhan cairan.
(4) Stress, dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit melalui proses peningkatan produksi ADH.
(5) Sakit, pada keadaan sakit banyak sel-sel yang rusak,
sehingga untuk memperbaiki sel yang rusak tersebut
dibutuhkan adanya proses pemenuhan kebutuhan cairan yang
cukup.

d) Kebutuhan Nutrisi
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat
makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan menghasilkan
energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh. Sistem yang
berperan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah sistem
pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan yang dimulai
dari mulut sampai usus halus bagian distal, dan organ asesoris
terdiri atas hati , kantung empedu dan pankreas.

e) Kebutuhan Eliminasi
Kebutuhan eliminasi terdiri atas dua, yaitu eliminasi urin
(buang air kecil) eliminasi alvi (buang bair besaar), yang
merupakan dari kerbutuhan fisiologi dan bertujuan untuk
mengeluarkan bahan sisa. Eliminasi materi sampah merupakan
salah satu dari proses metabolik tubuh. Produk sampah
dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-
paru secara primer mengeluarkan karbon dioksida, kulit
mengeluarkan keringat dan natriun yang dikenal sebagai keringat.

Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk


mengekskresikan kelebihan cairan tubuh,elektrolit, ion-ion
hidrogen dan asam. Usus mengeluarkan produk produk sampah
yang padat dan beberapa cairan dari tubuh. Faktor-faktor yang
memengaruhi eliminasi urine, yaitu: diet dan asupan, respons
keinginan, gaya hidup, stress psikologis, tingkat aktivitas, tingkat
perkembangan, kondisi penyakit, sosiokultural, kebiasaan
seseorang, tonus otot, pembedahan, pengobatan, dan pemeriksaan
diagnostik. Sedangkan faktor yang memengaruhi proses defekasi,
yaitu: usia, diet, asupan  cairan, aktivitas, pengobatan, gaya
hidup, penyakit, nyeri, kerusakan sensoris dan motoris.

f) Kebutuhan Istirahat dan Tidur.


Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan
emosional , bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi
juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. Menurut Narrow
(1967) mengemukakan enam karakteristik yang berhubungan
dengan istirahat, diantaranya:
(1) Merasa bahwa segala sesuatu dapat diatasi.
(2) Merasa diterima.
(3) Mengetahui apa yang sedang terjadi.
(4) Bebas dari gangguan ketidaknyamanan.
(5) Mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang
mempunyai tujuan.
(6) Mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan.

g) Kebutuhan temperature.
Tubuh dapat berfungsi secara normal hanya dalam rentang
temperature yang sempit, 37°C. temperature tubuh diluar rentang
ini dapat menimbulkan kerusakan, efek yang permanen seperti
kerusakan otak, atau kematian.

h) Kebutuhan Tempat Tinggal.


Walaupun kebanyakan orang mempunyai beberapa jenis tempat
tinggal, terkadang tempat tinggal tersebut dibawah standar dan
tidak memberikan perlindungan yang penuh. Lingkungan yang
kotor bisa menarik perhatian serangga dan binatang seperti tikus,
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit. Sebuah
rumah dengan kondisi penerangan yang buruk atau kacau, akan
terjadi peningkatan resiko terjadi kerusakan yang tidak sengaja.
Selain itu, kondisi yang sangat berantakan dan kurang bersih
merupakan faktor predisposisi untuk penyakit menular.

i) Kebutuhan Seks
Seks dianggap oleh Maslow sebagai kebutuhan dasar fisiologis
secara umum mengambil prioritas diatas tingkat kebutuhan yang
lebih tinggi. Kebutuhan seksual dan perilaku bagaimana untuk
memenuhinya dipengaruhi oleh umur, latar belakang sosial
budaya, etika, nilai, harga diri, dan tingkat kesejahteraan.

2) Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman(Safety and Security


Needs)
a) Keselamatan Fisik
Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan
mengurangi atau mengeluarkan ancaman pada tubuh atau
kehidupan. Ancaman tersebut mungkin penyakit, kecelakaan,
bahaya, atau pemajanan pada lingkungan. Memenuhi kebutuhan
keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih dahulu diatas
pemenuhan kebutuhan fisiologis.
b) Keselamatan Fisiologis
Setiap orang merasakan beberapa ancaman keselamatan
psikologis pada pengalaman yang baru dan yang tidak dikenal.
Dalam beberapa kasus , orang secara umum tidak secara
langsung menyatakan bahwa pembicaraan mereka  bisa secara
tidak langsung memperlihatkan perasaan mereka.

3) Kebutuhan Cinta dan Rasa Memiliki(Love and Belonging Needs)


Manusia secara umum membutuhkan perasaan bahwa mereka
dicintai oleh keluarga mereka dan bahwa mereka diterima oleh teman
sebaya dan oleh masyarakat. Kebutuhan ini secara umum meningkat
setelah kebutuhan fisiologis dan keselamatan terpenuhi karena hanya
pada saat individu merasa selamat dan aman, mereka mempunyai
waktu dan energi untuk mencari cinta dan rasa memiliki dan  untuk
membagi cinta tersebut kepada orang lain.

4) Kebutuhan Penghargaan dan Harga Diri(Self Esteen Need)


Manusia memerlukan perasaan stabil terhadap harga diri,
maupun perasaan bahwa mereka dihargai oleh orang lain. Kebutuhan
harga diri berhubungan dengan keinginan terhadap kekuatan,
pencapaian , rasa cukup, kompetensi, rasa percaya diri dan
kemerdekaan. Manusia juga membutuhkan penghargaan atau
apresiasi dari orang lain. Pada saat kedua kebutuhan ini terpenuhi,
seseorang merasa percaya diri dan berguna.

5) Kebutuhan Aktualisasi Diri (Need for Self Actualization)


Aktualisasi diri merupakan tingkat kebutuhan yang paling
tinggi dalam hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow. Manusia
yang teraktualisasi dirinya memiliki kepribadian multi dimensi yang
matang. Mereka mampu untuk mengasumsi dan menyelesaikan tugas
yang banyak, mereka tidak bergantung secara penuh pada opini orang
lain mengenai penampilan, kualitas kerja atau metode penyelesaian
masalah. Walaupun mereka mungkin mengalami kegagalan dan
keraguan, mereka secara umum menghadapinya secara realistis.
Kebutuhan ini meliputi kemampuan untuk dapat mengenal diri
dengan baik (mengenal dan memahami potensi diri), belajar
memenuhi kebutuhan sendiri – sendiri, tidak emosional, mempunyai
dedikasi yang tinggi, kreatif, serta mempunyai kepercayaan diri yang
tinggi dan sebagainya. Karakteristik kebutuhan dasar manusia
menurut Maslow, yaitu:
a) Realistik, melihat kehidupan secara penuh dan objektif, tentang
apa yang diobservasinya.
b) Cepat menyesuaikan diri dengan orang lain.
c) Mempunyai persepsi yang tinggi dan tegas.
d) Mempunyai dugaan yang benar terhadap sesuatu kebenaran dan
kesalahan.
e) Sering / selalu akurat dalam memprediksi kejadaian yang akan
datang.
f) Mengerti seni, musik, politik dan filosofi.
g) Rendah hati, mendengar orang lain dengan penuh perhatian.
h) Mempunyai dedikasi untuk bekerja sama, bertugas dari tempat
kerja.
i) Berkreatifitas, fleksibel, spontan, berani dan sudi mengakui
kesalahan.
j) Terbuka ide-ide baru.
k) Percaya diri dan menghargai diri.
l) Konfliks diri yang rendah, kepribadian yang interaksi.
m) Menghargai diri sendiri, tidak membutuhkan kemasyura,
mempunyai perasaan kontrol terhadap diri sendiri.
n) Kemandirian tinggi, mempunyai hasrat privacy.
o) Dapat tampil, tidak mengecilkan diri, objektif dan tidak
memihak.
p) Bersahabat, menyayangi dan lebih banyak menentukan
dilingkungannya.
q) Dapat mengambil keputusan apabila ada pertentangan pendapat.

Berfokus pada masalah { problem centred } tidak berfokus


pada pribadi(A.Aziz Alimul Hidayat, 2011, hal : 119).

2. Diagnosa keperawatan

a. Definisi

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis


mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun
potensial yang bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien, individu,
keluarga,dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan.

Perawat diharapkan memiliki tentang perhatian yang luas baik


pada klien yang sakit maupun sehat. Respon-respon tersebut
merupakan reaksi terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan
yang dialami klien. Masalah kesehatan mengacu pada respon klien
terhadap kondisi sehat sakit, sedangkan proses kehidupan mengacu
terhadap kondisi yang terjadi tentang kehidupannya mulai dari fase
pembuahan hingga menjelang ajal dan meninggal membutuhkan
diagnosis keperawatan dan dapat diatasi atau diubah dengan intervensi
keperawatan. (Christwnsen dan Kenney,2009; McFarland, 1997;
Seaback, 2006) ,

b. Klasifikasi Diagnosis

International Council of Nurse (ICN) sejak tahun 1991 telah


mengembangkan suatu sistem klasifikasi yang disebut dengan
Diagnosis
Keperawatan

International Nurses Council Intertational Classification for Nursing


Practice (ICNP). Sistem klasifikasi ini tiak hanya mencakup klasifikasi
intervensi dan tujuan (outcome) keperawatan.

System klasifikasi ini disusun untuk mengharmonisasikan


terminologi-terminologi keperawatan yang digunakan di berbagai
Negara diantaranya seperti Clinical Care Clafissication (CCC), Nort
American Nursing Diagnosis Association (NANDA), Home Health
Care Classification (HHCC), Systematized Nomenclature of Medicine
Clinical Trems (SNOMED CT), International Classification
Functioning, Disability and Health (ICF), Nursing Diagnostic System
of the Centre for Nursing Development and Research (ZEEP) dan
Omaha Sytem (Hardiker et al,2011; Muller-Staub, et al,2007; Wake &
Coenen,1998). ICNP membagi diagnosis keperawatan menjadi lima
kategori yaitu, Fisiologis, Psikologis, Perilaku, Relasional, dan
lingkungan ( Wake & Coenan, 1998).

c. Jenis Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan terbagi menjadi dua jenis, Diagnosis


Negatif dan Diagnosis Positif. Diagnosi negative menunjukkan bahwa
klien dakam kondisi sakit atau beresiko mengakami sakit sehingga
penegakan diagnosis ini mengarahkan pemberian intervensi yang
bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini
terdiri atas Diagnosis actual dan resiko. Sedangkan diagnosis positif
menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sehat dan apat mencapai
kondisi yang lebih sehat atau optimal. Diagnosis ini di sebut diagnosis
Promosi kesehatan (ICNP,2015; Standar Praktik Keperawatan
Indonesia-PPNI;2005).
Aktual

Negatif
Risiko
Diagnosis
keperawatan

Positif Promosi
Kesehatan
Jenis-jenis diagnosis keperawatan tersebut dapat diuraikan sebagia berikut
(Carpenito,2013; Potter & Perry,2013).

1. Diagnosis aktual

Diagnosis ini mengambarkan respon klien terhadap kondisi


kesehtan atau proses kehidupannya yang menyebabkan klien
mengalami masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor dapat
ditemukan dan validasi pada klien. (masalah berhubungan dengan
penyebab dibuktikan dengan tanda/gejala).

2. Dagnosis Risiko

Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi


kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan klien
beresiko mengakami maslah kesehatan. Tiadak ditemukan tanda/gejala
mayor dan minor pada klien memiliki factor resiko mengalami maslah
kesehatan.

3. Diagnosis promosi kesehatan


Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginina dan motivasi
klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ketingkat yang lebih
baik atau optimal. (masalah dibuktikan dengan tanda/gejala).

d. Langkah-langkah menentukan diagnosis keperawatan

a) Klasifikasi data adalah aktivitas pengelompokkan data-data klien atau


keadaan tertentu tempat klien mengalami masalah kesehatan atau
keperawatan berdasarkan kriteria permasalahnnya. Klasifikasi ini
berdasarkan pada kebutuhan dasar manusia yang dikelompokkan dalam
data subjektif dan data objektif.
b) Interpretasi data adalah membuat intrepretasi atas data yang sudah
dikelompokkan dalam bentuk masalah keperawatanata masalah
kolaboratif.
c) Menentukan hubungan sebab-akibat. Menentukan faktor-faktor yang
berhubungan atau faktor risiko yang menjadi kemungkinan penyebab dari
masalah yang terjadi. Kemungkinan penyebab harus mengacu pola
kelompok data yang sudah ada.
d) Merumuskan diagnosis keperawatan. perumusan diagnosis keperawatan
didasarkan pada pola identifikasi masalah dan kemungkinan penyebab
(Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015, hal : 147).

e. Proses Penegakan Diagnosis Keperawatan

Proses penegakkan diagnosis (diagnostic process) atau mendiagnosis


merupakan suatu proses yang sistematis yang terdiri atas tiga tahap, yaitu
analisis data, idedentitas masalah dan perumusan diagnosis
Pada perawat yang telah berrpengalaman, proses ini dapat dilakukan
secara simultan, namun perawat yang belum memiliki pengalaman yang
memadai maka perlu melakukan latihan dan pembiasan untuk melakukan
proses penegakan diagnosis secara sistematis.
Proses penegakan diagnosis diuraikan sebagai berikut

1. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Bandingkan data dengan nilai normal


Data-data yang didapatkan dari pengkajian dibandingkan dengan
nilai nilai normal dan diidentifikasi tanda/gejala yang
bermakna(significant cues)
b. Kelompokan Data
Tanda/gejala yang dianggap bermakna dikelompokkan
berdasarkan pola kebutuhan dasar yang meliputi respirasi, sirkulasi,
nutrisi/cairan, eliminasi, aktifitas/istirahat, neurosensory,
reproduksi/seksualitas, nyeri/kenyamanan, integritas ego,
pertumbuhan/perkembangan, kebersihan diri,
penyuluhan/pembelajaran, interaksi social, dan keamanan/proteksi.
Proses pengelompokkan data dapat dilakukan baik secara induktif
maupun deduktif. Secara induktif dengan memilah data sehingga
membentuk sebuah pola, sedangkan secara deduktif dengan
menggunakan kategori pola kemudian mengelompokkan data sesuai
kategorinya.

2. Identifikasi Masalah
Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama
mengidentifikasi masalah aktual, risiko Dan/atau promosi kesehatan.
Pernyataan masalah kesehatan merujuk ke label diagnosis keperawatan

3. Perumusan Diagnosis Keperawatan


Perumusan atau penulisan diagnosis disesuaikan dengan jenis
diagnosis keperawatan. Terdapat dua metode perumusan diagnosis, yaitu :
a. Problem (masalah)

Masalah merupakan label diagnosis keprawatan yang


menggambarkan inti dari respon klien terhadap kondisi kesehatan atau
proses kehidupannya. Label diagnosis terdiri atas Deskriptor atau
penjelas dan focus diagnostic (Lihat Tabel 3.1)

No Descriptor Fokus diagostik


1. Tidak efektif Bersihan jalan nafas

2. Gangguan Pertukaran Gas

3. Penurunan Curah jantung

4. Intoleransi Aktivitas

5. Deficit Pengetahuan

Table 3.1. contoh descriptor dan focus diagnostik pada Diagnosis


keperawatan.

Descriptor merupakan pernyataan yang menjelaskan bagaimana


suatu focus diagnosis terjadi. Beberapa dekristor dalam diagnosis
keperawatan diuraikan pada table 3.2 di bawah ini.

No Descriptor Deficit
1. Deficit Tidak cukup,tidak adekuat
2. Disfungsi Tidak berfungsi secara normal
3. Efektif Menimbulkan efek yang
diinginkan
4. Gangguan Mengalami hambatan atau
kerusakan
5. Lebih Berada diatas nilai normal
yang diperlukan
6. Penurunan Berkurang baik dalam
ukuran ,jumlah maupun
derajat
7. Rendah Berada dibawah nilai normal
atau yang diperlukan
8. Tidak efektif Tidak menimbulkan efek yang
diinginkan

Table 3.2 deskriptor dan definisi descriptor pada diagnosis


keperawatan.

b. Indicator diagnostic

Indicator diagnostic terdiri atas penyebab ,tanda / gejala ,factor


risik dengan uraian sebagai berikut.

c. Penyebab (etiology)

Merupakan factor-faktor yang mempengaruhi perubahan status


kesehatan. Etiologic dapat mencakup 4 kategori yaitu : a)
fisiologis,biologi atau psikologis ; b) efek terapi /tindakan ;c)
situasional (lingkungan atau personal),dan d) maturasional.

d. Tanda (sign) dan gejala (symptom).

Tanda merupakan data objektif yang diperoleh dari hasil


pemeriksaan fisik ,pemeriksaan laboratorium dan prosedur
diagnostic ,sedangkan gejala merupakan data subjektif yang
diperoleh dari hasil anamnesis.

Tanda /gejala dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:

- Mayor : tanda/gejala ditemukan sekitar 80% - 100% untuk


validasi diagnosis

- Minor : tanda/gejala tidak harus ditemukan dapat mendukung


penegakan diagnosis.

e. Faktor risiko merupakan kondisi atau situasi yang dapat


meningkatkan kerentanan klien mengalami masalah kesehatan.
Pada diagnosis actual,indicator diagnostiknya terdiri atas
penyebab dan tanda/gejala. Pada diagnosis risiko tidak memiliki
penyebab tanda/gejala,hanya memiliki factor risiko . sedangkan
pada diagnosis promosi kesehatan hanya memiliki tanda/gejala
yang menunjukkan kesiapan klien untuk mencapai kondisi yang
lebih optimal.

4. Proses penegakan diagnosis

Proses penegakkan diagnosis (diagnostic process) atau


mendiagnosis merupakan suatu proses yang sistematis yang terdiri atas tiga
tahap, yaitu analisis data, idedentitas masalah dan perumusan diagnosis

Pada perawat yang telah berrpengalaman, proses ini dapat dilakukan


secara simultan, namun perawat yang belum memiliki pengalaman yang
memadai maka perlu melakukan latihan dan pembiasan untuk melakukan
proses penegakan diagnosis secara sistematis.

Proses penegakan diagnosis diuraikan sebagai berikut

1. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Bandingkan data dengan nilai normal


Data-data yang didapatkan dari pengkajian dibandingkan
dengan nilai nilai normal dan diidentifikasi tanda/gejala yang
bermakna (significant cues)

b. Kelompokan Data
Tanda / gejala yang dianggap bermakna dikelompokkan
berdasarkan pola kebutuhan dasar yang meliputi respirasi, sirkulasi,
nutrisi/cairan,eliminasi,aktifitas/istirahat,neurosensory,reproduksi/sek
sualitas,nyeri/kenyamanan,integritasego,pertumbuhan/perkembangan,
kebersihan diri ,penyuluhan /pembelajaran, interaksisocial, dan
keamanan / proteksi.
Proses pengelompokkan data dapat dilakukan baik secara
induktif maupun deduktif. Secara induktif dengan memilah data
sehingga membentuk sebuah pola, sedangkan secara deduktif dengan
menggunakan kategori pola kemudian mengelompokkan data sesuai
kategorinya.

2. Identifikasi Masalah
Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama
mengidentifikasi masalah aktual, risiko Dan/atau promosi kesehatan.
Pernyataan masalah kesehatan merujuk ke label diagnosis keperawatan

3. Perumusan Diagnosis Keperawatan


Perumusan atau penulisan diagnosis disesuaikan dengan jenis
diagnosis keperawatan. Terdapat dua metode perumusan diagnosis,
yaitu:

a. Penulisan Tiga Bagian (Three Part)


Metode penulisan ini terdiri atas Masalah, Penyebab dan
Tanda/Gejala. Metode penulisan ini hanya dilakukan pada diagnosis
aktual, dengan formulasi sebagai berikut :

Masalah berhubungan dengan Penyebab dibuktikan dengan


Tanda/Gejala

Frase ‘berhubungan dengan’ dapat disingkat b.d. dan


‘dibuktikan dengan’ dapat disingkat d.d.

Masalah b.d. Penyebab d.d. Tanda/Gejala

Contoh penulisan :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme
jalan nafas dibuktikan dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih,
mengi, dyspnea, gelisah.

b. Penulisan Dua Bagian (Two Part)


Metode penulisan ini dilakukan pada diagnosis risiko dan
diagnosis promosi kesehatan, dengan formulasi sebagai berikut :
a. Diangnosis Risiko

Masalah dibuktikan dengan Faktor Risiko

Contoh penulisan diagnosis :

Risiko aspirasi dibuktikan dengan penurunan tingkat


kesadaran.

b. Diagnosis Promo Kesehatan

Masalah dibuktikan dengan Tanda/Gejala

Contoh penulisan diagnosis :

Kesiapan peningkatan eliminasi urin dibuktikan dengan


pasien ingin menigkatkan eliminasi urin, jumlah dan
karakteristik urin normal.

Komponen – komponen diagnosis pada masing-masing


jenis diagnosis keperawatan dan metode penulisan
diagnosisnya dapat dilihat pada table 3.3 berikut:
No Jenis diagnosis Komponen dan penulisan
keperawatan diagnosis
1. Diagnosis actual Masalah b.d. penyebab d.d.
tanda/gejala
2. Diagnosis risiko Masalah d.d. factor risiko
3. Diagnosis promosi Masalah d.d. tanda/gejala
kesehatan
Keterangan : b.d. : berhubungan dengan; d.d.; dibuktikan
dengan

3.Intervensi

1. Definisi Intervensi
Intervensi keperawatan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan
secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan
meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah(Kozier
et al. (1995)). Intervensi keperawatan bisa meliputi penilaian,
pengajaran, konseling, atau perlakuan aktual langsung (Bennita W.
Vaughans, 2013, hal : 27-28).

2. Tipe Intervensi (Ceritaciluth.wordpress.com)


Terdapat tiga kategori intervensi keperawatan yaitu, intervensi yang
diprakarsai oleh perawat, dokter, dan intervensi kolaboratif. Kategori
pemilihan didasarkan pada kebutuhan klien. Satu klien mungkin
membutuhkan semua dari ketiga kategori, sementara klien lainnya
mungkin hanya membutuhkan intervensi yang diprakarsai oleh perawat
dan dokter.

a. Intervensi Perawat
Intervensi perawat adalah respon perawat terhadap kebutuhan
perawatan kesehatan dan diagnosa keperawatan klien. Tipe
intervensi ini adalah “Suatu tindakan autonomi berdasarkan rasional
ilmiah yang dilakukan untuk kepentingan klien dalam cara yang
diprediksi yang berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan
tujuan klien”(Bulechek & McCloskey, 1994).
Intervensi ini tidak membutuhkan supervisi atau arahan dari
orang lain. Sebagai contoh, intervensi untuk meningkatkan
pengetahuan klien tentang nutrisi yang adekuat atau aktivitas
kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan higieneadalah
tindakan keperawatan mandiri.
Intervensi perawat tidak membutuhkan instruksi dokter atau
profesi lainnya. Dokter seringkali dalam instruksi tertulisnya
mencakup intervensi keperawatan mandiri. Namun demikian
berdasarkan undang – undang praktik keperawatan di sebagian besar
negara bagian, tindakan keperawatan yang berkaitan dengan
aktivitas kehidupan sehari – hari, penyuluhan kesehatan, promosi
kesehatan, dan konseling berada dalam domain praktik keperawatan.

b. Intervensi Dokter
Intervensi dokter didasarkan pada respon dokter terhadap
dioagnosa medis, danperawat menyelesaikan instruksi tertulis
dokter. (Bulechek & McCloskey, 1994). Memberikan medikasi,
mengimplementasikan suatu prosedur invasif, mengganti balutan,
dan menyiapkan klien untuk pemeriksaan diagnostik adalah contoh
– contoh dari intervensi tersebut.
Intervensi ini tidak selalu berada dalam praktik legal
keperawatan bagi perawat untuk meresepkan atau menginstruksikan
tindakan ini, tetapi intervensi tersebut berada dalam praktik
keperawatan bagi perawat untuk menyelesaikan instruksi tersebut
dan untuk mengkhusukan pendekatan tindakan.
Sebagai contoh, dokter menginstruksikan untuk mengganti
balutan 2x sehari, medikasi intravena setiap 6 jam, dan pemindaian
tulang untuk Tn. D. Perawat memadukan setiap instruksi ini
kedalam rencana perawatan Tn. D sehngga instruksi ini diselesiakan
secara aman dan efisien.
Setiap intervensi dokter membutuhkan tanggung jawab
keperawatan spesifik dan pengetahuan keperawatan teknik spesifik.
Ketika memberikan obat – obatan, perawat bertanggung jawab
untuk mengetahui klasifikasi dari obat, kerja fisiologisnya, dosis
normal, efek samping, dan intervensi keperawatan yang
berhubungan dengan kerja obat ] L atau efek sampingnya. Intervensi
keperawatan yang berkaitan dengan pemberian medikasi bergantung
pada instruksi tertulis dokter.

c. Intervensi Kolaboratif
Intervensi kolaboratif adalah terapi yang membutuhkan
pengetahuan, keterampilan, dan keahlian dari berbagai profesional
perawatan kesehatan.
Sebagai contoh, Tn. J adalah pria yang berusia 78 tahun yang
mengalami hemiplegia akibat stroke dan juga mempunyai riwayat
demensia lama. Fungsi kognitifnya terbatas, ia beresiko mengalami
masalah yang berhubungan dengan kerusakan sensasi dan mobilitas,
dan tidak mampu secara mandiri menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari – hari. Dengan tujuan agar Tn. J mempertahankan tingkat
kesehatannya saat ini, ia membutuhkan intervensi keperawatan
spesifik untuk mencegah luka dekubitus; intervensi terapi fisik
untuk mencegah perubahan muskuloskeletal akibat imobilitas; dan
intervensi terapi okupasi untuk makan dan kebutuhan higiene.
Perawatan klien ini membutuhkan koordinasi intervensi kolaboratif
dari berbagai profesional perawatan kesehatan yang semuanya
diarahkan pada tujuan jangka panjang untuk mempertahankan
tingkat kesehatan Tn. J saat ini.
Intervensi perawat, intervensi dokter, dan intervensi kolaboratif
membutuhkan penilaian keperawatan yang kritis dan pembuatan
keputusan. Ketika menghadapi intervensi dokter atau intervensi
kolaboratif, perawat tidak secara otomatis mengimplementasikan
terapi, tetapi harus menentukan apakah intervensi yang diminta
sesuai untuk klien.

3. Pemilihan Intervensi Keperawatan


a. Karakter Diagnosa Keperawatan
1) Intervensi harus diarahkan pada pengubahan etiologi atau tanda
dan gejala yang berkaitan dengan label diagnostik.
2) Intervensi diarahkan pada pengubahan atau menghilangkan faktor
– faktor resiko, yang berkaitan dengan diagnosa keperawatan
“Faktor resiko”.
b. Hasil yang Diharapkan
Hasil dinyatakan dalam istilah yang dapat diukur dan
digunakan untuk mengevaluasi keefektifan intervensi.
c. Dasar Riset
1) Tinjauan riset keperawatan klinis yang berhubungan dengan label
diagnostik dan masalah klien.
2) Tinjauan artikel yang menguraikan penggunaan temuan riset
dalam situasi dan linkungan klinis yang serupa.

d. Kemungkinan untuk dikerjakan


1) Interaksi dari intervensi keperawatan dengan tindakan yang
sedang diberikan oleh profesional kesehatan lain.
2) Biaya : Apakah intervensi mempunyai nilai yang efektif baik
secara klinis maupun biaya?
3) Waktu : Apakah waktu dan sumber tenaga tertangani dengan
baik?
e. Keberterimaan Klien
1) Rencana tindakan harus sejalan dengan tujuan klien dan nilai
perawatan kesehatan klien.
2) Tujuan keperawatan yang diputuskan secara mutual.
3) Klien harus mampu melakukan perawatan diri atau mempunyai
orang yang dapat membantu dalam perawatan kesehatan
tersebut.
f. Kompetensi dari perawat
1) Berpengetahuan banyak tentang rasional ilmiah intervensi.
2) Memiliki keterampilan fisiologis dan psikomotor yang
diperlukan untuk menyelesaikan intervensi.
3) Kemampuan untuk berfungsi dalam lingkungan dan secara
efektif dan efisien menggunakan sumber perawatan kesehatan.
4. Syarat Intervensi
a. Aman dan sesuai usia, kesehatan, dan kondisi individu.
b. Sesuai dengan nilai, kepercayaan, dan budaya klien.
c. Sesuai dengan terapi lain.
d. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman keperawatan atau
pengetahuan dari ilmu  pengetahuanyang relevan.
e. Memenuhi standar asuhan baku yang ditentukan oleh hukum negara 
bagian, asosiasi profesional(American Nurses Association), dan
kebijakan institusi.

Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART :


S = Spesifik (Tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan
arti ganda)
M = Measurable (Tujuan keperawatan harus dapat diukur,
khususnya tentang perilaku klien; dapat di lihat, didengar,
diraba, dirasakan dan dibau)
A = Achievable (Tujuan harus di capai )
R  = Reasonable (Tujuan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah)
T = Time ( Tujuan keperawatan )

D. Implementasi
1. Pengertian Implementasi
Impelementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk  membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang  baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam
Potter & Perry, 1997). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan
untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai
dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan
kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan
keterampilan dalam melakukan tindakan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Kozier et
al., 1995).

2. Tujuan Implementasi
a. Membantu klien untuk mencapai tujuan yang diinginkan
b. Mencakup dalam peningkatan kesehatan
c. Mencakuppencegahanpenyakit
d. Mencakup pemulihankesehatan
e. Memfasilitasiklien

3. Tipe Implementasi
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga
kategori dari implementasi keperawatan, antara lain:
a. Cognitive Implementations
Meliputi pengajaran/pendidikan, menghubungkan tingkat
pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat
strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan
umpan balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi penampilan
klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan,
dan lain lain.
b. Interpersonal Implementations
Meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan
pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal
personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual,
bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain.
c. Teknical Implementations
Meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan
aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar
klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan
tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain
(Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015, hal : 191-192).
Sedangkan dalam melakukan implementasi keperawatan,
perawat dapat melakukannya sesuai dengan rencana keperawatan dan
jenis implementasi keperawatan.

Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi


keperawatan, antara lain:
a. Independent Implementations
Adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat
untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan
kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily
living (ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan
motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-spiritual, perawatan
alat invasif yang dipergunakan klien, melakukan dokumentasi, dan
lain-lain.
Tipe tindakan independen keperawatan dapat dikategorikan
menjadi 4, yaitu :
1) Tindakan Diagnostik
a) Wawancara dengan klien
b) Observasi dengan pemeriksaan fisik
c) Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana,
misalnya (Hb). Dengan membaca hasil dari pemeriksaan
laboratorium tersebut.
2) Tindakan Terapeutik
Tindakan untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi
masalah klien. Misalnya: Untuk mencegah gangguan integritas
kulit dengan melakukan mobilisasi dan memberikan bantal air
pada bagian tubuh yang tertekan.
Contoh penulisan : 11/10/2004 lakukan mobilisasi klien tiap
dua jam dan beri bantal air pada bagian tubuh yang tertekan.
3) Tindakan Edukasi
Tindakan untuk mengubah perilaku klien melalui
promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan kepada
klien.Misalnya : Perawat mengajarkan kepada klien cara injeksi
insulin.
Contoh penulisan: 11/10/2004 mengajarkan klien cara injeksi
insulin.

4) Tindakan Merujuk
Tindakan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
Contoh penulisan: 11/10.2004 konsul dengan ahli terapi
fisik mengenai kemajuan klien menggunakan waktu pada
tanggal 12/10/2004.
b. Interdependen/ Collaborative Implementations
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama
sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya,
seperti dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat
injeksi, infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-
lain. Keterkaitan dalam tindakan kerjasama ini misalnya dalam
pemberian obat injeksi, jenis obat, dosis, dan efek samping
merupakan tanggungjawab dokter tetapi benar obat, ketepatan
jadwal pemberian, ketepatan cara pemberian, ketepatan dosis
pemberian, dan ketepatan klien, serta respon klien setelah
pemberian merupakan tanggung jawab dan menjadi perhatian
perawat.
c. Dependent Implementations
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari
profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan
sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada klien
sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik
(mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.

4. Tahap Implementasi
Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat
dalam pelaksanaan implementasi keperawatan adalah:
a. Pada Tahap Persiapan
1) Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan
professional sendiri.
2) Memahami rencana keperawatan secara baik.
3) Menguasai keterampilan teknis keperawatan.
4) Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan
dilakukan.
5) Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
6) Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam
pelayanan keperawatan.
7) Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk
mengukur keberhasilan.
8) Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin
muncul.
9) Penampilan perawat harus menyakinkan.

b. Pada Tahap Pelaksanaan.


1) Mengkomunikasikan/menginformasikan kepada klien
tentang keputusan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan oleh perawat.
2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan
perasaannya terhadap penjelasan yang telah diberikan oleh
perawat.
3) Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan
antar manusia dan kemampuan teknis keperawatan dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan oleh
perawat.
4) Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan
tindakan adalah energi klien, pencegahan kecelakaan dan
komplikasi, rasa aman, privasi, kondisi klien, respon klien
terhadap tindakan yang telah diberikan.
c. Pada Tahap Terminasi.
1) Terus memperhatikan respons klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
2) Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah
diberikan.
3) Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan
terminasi.
4) Lakukan pendokumentasian (Budiono & Sumirah Budi
Pertami, 2015, hal : 193).

5. Prinsip Implementasi
Beberapa pedoman atau prinsip dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan respons klien.
b. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan,
standar pelayanan professional, hukum dan kode etik
keperawatan.
c. Bedasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
d. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi
keperawatan.
e. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana
intervensi keperawatan.
f. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai
individu dalam upaya meningkatkan peranserta untuk merawat
diri sendiri (Self Care).
g. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan
status kesehatan. Dapat menjagarasa aman, harga diri dan
melindungi klien.
h. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
i. Bersifat holistik.
j. Kerjasama dengan profesi lain.
k. Melakukan dokumentasi

E. Evaluasi Keperawatan
1. Pengertian Evaluasi
Evaluasi diartikan sebagai : selalu menjaga suatu tujuan ketika
muncul hal-hal baru dan memerlukan penyesuaian perencanaan
(Steven, F., 2000).

Evaluasi merupakan penilaian terhadap sejumlah informasi


yang diberikan untuk tujuan yang telah ditetapkan (Potter &
Perry, 2005).

Evaluasi diartikan sebagai proses yang disengaja dan


sistematik dimana penilaian dibuat mengenai kualitas, nilai atau
kelayakan dari sesuai dengan membandingkan pada kriteria
yang di identifikasi atau standar sebelumnya (Wilkinson,
2007).

Menurut Wilkinson (2007), dalam proses keperawatan,


evaluasi adalah suatu aktivitas yang direncanakan, terus
menerus, aktifitas yang disengaja dimana klien, keluarga dan
perawat serta tenaga kesehatan professional lainnya
menentukan:

a. Kemajuan klien terhadap outcome yang dicapai


b. Kefektifan dari rencana asuhan keperawatan
Evaluasi dimulai dengan pengkajian dasar dan dilanjutkan
selama setiap kontak perawat dengan pasien.Frekuensi evaluasi
tergantung dari frekuensi kontak yang ditentukan oleh status
klien atau kondisi yang dievaluasi. Contohnya adalah pada saat
pasien baru datang dari ruang bedah maka perawat akan
mengevaluasi setiap 15 menit. Hari berikutnya mungkin
evaluasi akan dilakukan setiap 4 jam dan seterusnya.

Menurut Wilkinson (2007) juga, evaluasi yang efektif


tergantung pada langkah yang sebelumnya dilakukan.Kegiatan
evaluasi tumpang tindih dengan kegiatan pengkajian. Tindakan
untuk mengumpulkan data adalah sama tetapi yang
membedakan adalah kapan dikumpulkan dan bagaimana
dilakukan. Pada tahap pengkajian, perawat menggunakan data
untuk membuat diagnosa keperawatan sedangkan pada tahap
evaluasi, data digunakan untuk mengkaji efek dari asuhan
keperawatan terhadap diagnosa keperawatan.

Meskipun evaluasi adalah langkah akhir dari proses


keperawatan, evaluasi bukan berarti akhir dari proses karena
informasi digunakan untuk memulai siklus yang baru. Setelah
mengimplementasikan asuhan keperawatan, perawat
membandingkan respon pasien terhadap outcome yang telah
direncanakan dan menggunakan informasi ini untuk me-review
asuhan keperawatan.

2. Jenis-Jenis Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara
atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan
diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi dalam pemberian
pelayanan.Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, ratio
perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan
pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area
yang diinginkan.

b. Evaluasi Proses (Formatif)


Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja
perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai
wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi
proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat
wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan
diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.

c. Evaluasi Hasil (Sumatif)


Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien.
Respons prilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi
keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan
kriteria hasil (Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015,
hal : 204).

3. Tujuan Evaluasi
a. Tujuan Umum
1) Menjamin asuhan keperawatan secara optimal
2) Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

b. Tujuan Khusus
1) Mengakhiri rencana tindakan keperawatan
2) Menyatakan apakah tujuan keperawatan telah tercapai
atau belum
3) Meneruskan rencana tindakan keperawatan
4) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan
5) Dapat menentukan penyebab apabila tujuan asuhan
keperawatan belum tercapai.

4. Manfaat Evaluasi
a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien
b. Untuk menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas asuhan
keperawatan yang diberikan
c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
d. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun
siklus baru dalam proses keperawatan
e. Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab dalam
pelaksanaan keperawatan

5. Teknik Evaluasi
a. Wawancara
Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-
jawab yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh
klien, biasa juga disebut dengan anamnesa.Wawancara
berlangsung untu menanyakan hal-hal yang berhubungan
dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu
komunikasi yang direncanakan.

Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh data


tentang masalah kesehatan dan masalah keperawatan klien,
serta untuk menjalin hubungan antara perawat dengan
klien.Selain itu wawancara juga bertujuan untuk membantu
klien memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam
identifikasi masalah dan tujuan keperawatan, serta
membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih
lanjut selama tahap pengkajian.

Semua interaksi perawat dengan klien adalah


berdasarkan komunikasi. Komunikasi keperawatan adalah
suatu proses yang kompleks dan memerlukan kemampuan
skill komunikasi dan interaksi. Komunikasi keperawatan
biasanya digunaan untuk memperoleh riwayat
keperawatan.Istilah komunikasi terapeutik adalah suatu
teknik yang berusaha untuk mengajak klien dan keluarga
untuk bertuar pikiran dan perasaan.Teknik tersebut
mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal,
empati dan rasa kepedulian yang tinggi.

Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup,


menggali jawaban dan memvalidasi respon klien. Teknik
non verbal meliputi: mendengarkan secara aktif, diam,
sentuhan dan konta mata. Mendengarkan secara aktif
merupakan suatu hal yang penting dalam pengumpulan
data, tetapi juga merupakan sesuatu hal yang sulit
dipelajari. Tahapan wawancara / komunikasi :

1) Persiapan
Sebelum melaukan komunikasi dengan klien,
perawat harus melakukan persiapan dengan membaca
status klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai
prasangka buruk kepada klien, karena akan
mengganggu dalam membina hubungan saling percaya
dengan klien.

Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi,


perawat tidak boleh memaksa atau memberi
kesempatan kepada klien kapan mereka sanggup.
Pengaturan posisi duduk dan teknik yang akan
digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian
rupa guna memperlancar wawancara.

2) Pembukaan atau Perkenalan


Langkah pertama perawat dalam mengawali
wawancara adalah dengan memperkenalkan diri :
nama, status, tujuan wawancara, waktu yang
diperlukan dan faktor-faktor yang menjadi pokok
pembicaraan. Perawat perlu memberikan informasi
kepada klien mengenai data yang terkumpul dan akan
disimpan dimana, bagaimana menyimpannya dan siapa
saja yang boleh mengetahuinya.

3) Isi / Tahap Kerja


Selama tahap kerja dalam wawancara, perawat
memfokuskan arah pembicaraan pada masalah khusus
yang ingin diketahui. Hal-hal yang perlu diperhatikan :

a) Fokus wawancara adalah klien


b) Mendengarkan dengan penuh perhatian. Jelaskan
bila perlu.
c) Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh
klien
d) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh
klien
e) Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat
pada waktunya
f) Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan
kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
g) Sentuhan teraputik, bila diperlukan dan
memungkinan.

4) Terminasi
Perawat mempersiapkan untu penutupan
wawancara.Untuk itu klien harus mengetahui kapan
wawancara dan tujuan dari wawancara pada awal
perkenalan, sehingga diharapkan pada akhir
wawancara perawat dan klien mampu menilai
keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan
bersama.Jika diperlukan, perawat perlu membuat
perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara
dengan klien adalah :

a) Menerima keberadaan klien sebagaimana adanya


b) Memberikan kesempatan kepada klien untuk
menyampaikan keluhan-keluhannya /
pendapatnya secara bebas
c) Dalam melakukan wawancara harus dapat
menjamin rasa aman dan nyaman bagi klien
d) Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh
perhatian
e) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
f) Tidak bersifat menggurui
g) Memperhatikan pesan yang disampaikan
h) Mengurangi hambatan-hambatan
i) Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak
tepat/sesuai, cara duduk)
j) Menghindari adanya interupsi
k) Mendengarkan penuh dengan perasaan
l) Memberikan kesempatan istirahat kepada klien
b. Pengamatan (Observasi)
Pengamatan adalah mengamati perilaku dan
keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah
kesehatan dan keperawatan klien. Observasi dilakukan
dengan menggunakan penglihatan dan alat indra
lainnya, melalui rabaan, sentuhan dan pendengaran.
Tujuan dari observasi adalah mengumpulkan data
tentang masalah yang dihadapi klien melalui kepekaan
alat panca indra.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan observasi adalah :

1) Tidak selalu pemeriksaan yang akan kita lakukan


dijelaskan secara terinci kepada klien (meskipun
komunikasi terapeutik tetap harus dilakukan),
karena terkadang hal ini dapat meningkatkan
kecemasan klien atau mengaburkan data (data yang
diperoleh menjadi tidak murni). Misalnya : “Pak,
saya akan menghitung nafas bapak dalam satu
menit”. Kemungkinan besar data yang diperoleh
menjadi tidak valid, karena kemungkinan klien akan
berusaha untuk mengatur nafasnya.
2) Menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual
klien
3) Hasilnya dicatat dalam catatan keperawatan,
sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh perawat
yang lain.

6. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 komponen
(Pinnell dan Meneses, 1986).

a. Menentukan Kriteria, Standar Praktik, dan Pertanyaan


Evaluatif.
1) Kriteria
Kriteria digunakan sebagai pedoman observasi
untuk pengumpuln data dan sebagai penentuan
kesahihan data yang terkumpul.Semua kriteria yang
digunakan pada tahap evaluasi ditulis sebagai kriteria
hasil.Kriteria hasil menandakan hsil akhir asuhan
keperawatan.Sedangkan standar keperawatan digunakan
sebagai dasar untuk evaluasi praktik keperawatan secara
luas.Kriteria hasil didefinisikan sebagai sandar untuk
menjelaskan respons atau hasil dari rencana asuhan
keperawatan. Hasil tersebut akan menjelaskan
bagaimana keadaan klien setelah dilakukan observasi.

Kriteria hasil dinyatakan dalam istilah prilaku (behaviour)


sebagaiman disebutkan dalam bab terdahulu, supaya dapat
diobservasi atau diukur dan kemudian dijelaskan dalam
istilah yang mudah dipahami. Idealnya, setiap hasil dapat
dimengerti oleh setiap orang yang terlibat dalam evaluasi.

2) Standar Praktik
Standar asuhan keperawatan dapat digunakan untuk
mengevaluasi praktik keperawatan secara luas.Standar
tersebut menyatakan hal yang harus dilaksanakan dan dapat
digunakan sebagai suatu model untuk kualitas
pelayanan.Standar harus berdasarkan hasil penelitian,
konsep teori, dan dapat diterima oleh praktik klinik
keperawatan saat ini.Standar harus secara cermat disusun
dan diuji untuk menentukan kesesuaian dalam
penggunaannya.Contoh pemakaian standar dapat dilihat
pada Standar praktik Keperawatan yang disusun oleh ANA.

3) Pertanyaan Evaluatif
Untuk menentukan suatu kriteria dan standar, perlu
digunakan pertanyaan evaluative (evaluative questions)
sebagai dasar mengevaluasi kualitas asuhan
keperawatan dan respons klien terhadap intervensi.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi :

a) Pengkajian : apakah dapat dilakukan pengkajian


pada klien?
b) Diagnosis : apakah diagnosis disusun bersama
dengan klien?
c) Perencanan : apakah tujuan telah diidentifikasi
dalam perencanaan?
d) Implementasi : apakah klien mengetahui tentang
intervensi yang akan diberikan?
e) Evaluasi : apakah modifikasi asuhan keperawatan
diperlukan?
b. Mengumpukan Data Mengenai Status Kesehatan Klien
yang Baru Terjadi.
Pada tahap ini kita perlu mempertimbangkan beberapa
pertanyaan.Siapa yang bertanggung jawab dalam
pengumpulan data?Kapan data tersebut diperoleh? Dan
sarana apa yang akan digunakan untuk memperoleh data.

Perawat professional yang pertama kali mengkaji data


klien dan menyusun perencanaan adalah orang yang
bertanggung jawab dalam mengevaluasi respon klien
terhadap intervensi yang diberikan. Perawat lain yang
membantu memberikan intervensi kepada klien harus
berpartisipasi dalam proses evaluasi. Validitas informasi
meningkat jika lebih dari satu orang yang ikut melakukan
evaluasi.

c. Menganalisis dan Membandingkan Data Terhadap Kriteria


dan Standar.
Perawat memerlukan ketrampilan dalam berfikir kritis,
kemampuan menyelesaikan masalah, dan kemampuan
mengambil keputusan klinik. Kemampuan ini diperlukan
untuk menentukan kesesuaian dan pentingnya suatu data
dengan cara membandingkan data evaluasi dengan kriteria
serta standar dan menyesuaikan asuhan keperawatan yang
diberikan dengan kriteria dan standar yang sudah ada. Pada
tahap ini perawat dituntut untuk dapat mengidentifikasi
faktor-faktor yang mungkin dapat memengaruhi efektifitas
asuhan keperawatan.

d. Merangkum Hasil dan Membuat Kesimpulan.


Pertama kali yang perlu dilaksanakan oleh perawat pada
tahap ini adalah menyimpulkan efektivitas semua intervensi
yang telah dilaksanakan.Kemudian menentkan kesimpulan
pada setiap diagnosis yang telah dilakukan intervensi. Yang
perlu diingat disini adalah tidak mungkin membuat suatu
perencanaan 100% berhasil oleh karena itu memerlukan
suatu perbaikan dan perubhan - perubahan, sebaliknya tidak
mungkin perencanaan yang telah disusun 100% gagal.
Untuk itu diperlukan kejelian dalam menyusun
perencanaan, intervensi yang tepat, dan menilai respon
klien setelah diintervensi seobjektif mungkin.

e. Melaksanakan Intervensi yang Sesuai Berdasarkan


Kesimpulan.
Pada tahap ini perawat melakukan intervensi
berdasarkan hasil kesimpulan yang sudah diperbaiki dari
perencanaan ulang, tujuan, kriteria hasil, dan rencana
asuhan keperawatan.Meskipun pengajian dilaksanakan
secara rutin dan berkesinambungan, aspek-aspek khusus
perlu dikaji ulang dan penambahan data untuk akurasi suatu
asuhan keperawatan.

7. Kriteria Evaluasi
a. Efektifitas : yang mengidentifikasi apakah pencapaian
tujuan yang diinginkan telah optimal.
b. Efisiensi : menyangkut apakah manfaat yang diinginkan
benar-benar berguna atau bernilai dari program publik
sebagai fasilitas yang dapat memadai secara efektif.
c. Responsivitas : yang menyangkut mengkaji apakah hasil
kebijakan memuaskan kebutuhan/keinginan, preferensi,
atau nilai kelompok tertentu terhadap pemanfaatan suatu
sumber daya.

8. Hal yang Dievaluasi


Ada beberapa hal yang harus dievalusi antara lain, yaitu :

a. Apakah asuhan keperawatan tersebut efektif ?


b. Apakah tujuan keperawatan dapat dicapai pada tingkat
tertentu ?
c. Apakah perubahan pasien yang diharapkan ?
d. Strategi keperawatan manakah yang efektif ?

9. Tingkat Evaluasi
Ada beberapa tingkatan dalam hal mengevaluasi yaitu :

a. Pra Evaluasi, ada hubungan dengan pengarahan suatu


perawatan. Misalnya, perlu ada manajemen yang baik agar
perawatan/program dapat dimanfaatkan sesuai dengan
rencana.
b. Evaluasi Antara, adalah evaluasi pada pertengahan
implementasi, yaitu evaluasi ketika program atau perawatan
sedang mengatasi masalah. Hasil ini dapat dipakai untuk
memodifikasi perencanaan atau strategi program/perawtan.
Misal, merubah sifat input, memodifikasi model intervensi
dan menggeser penekanan atau kelompok target.
c. Evaluasi Akhir, adalah evaluasi ketika pembiayaan
perawatan tersebut berakhir. Evaluasi ini memberikan
persepsi manfaat program dan dampak terhadap kegiatan.
Rekomendasi ini adalah untuk memperbaiki perencanaan
selanjutnya dan memiliki hubungan dengan kebijakan.
10. Proses Evaluasi
Ada dua tahap dalam proses evaluasi, yaitu :

a. Mengukur Tujuan Pencapaian Klien


Perawat menggunakan keterampilan pengkajian untuk
mendapatkan data yang akan digunakan dalam evaluasi.
Faktor yang dievalusi mengenai status kesehatan klien,
yang terdiri dari beberapa komponen meliputi : kognitif,
affektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala
yang spesifik.
1) Kognitif
Lingkup evalusi pada kognitif meliputi
pengetahuan klien terhadap penyakitnya, mengontrol
gejala-gejalanya, pengobatan, diet, aktivitas,
persendian, alat-alat, resiko komplikasi, gejala yang
harus dilaporkan, pencegahan, pengukuran, dan lain-
lain.Evaluasi kognitif dapat diperoleh melalui
interview atau tes tulis.

a) Dalam proses interview perawat menggunakan


beberapa strategi untuk mengetahui tingkat
pengetahuan klien strategi tersebut mencakup :
(1) Recal konwledge, menanyakan kepada klien
untuk mengetahui beberapa fakta.
(2) Komperhensif, menanyakan kepada klien untuk
menanyakan informasi yang spesifik dengan
kata-kata anda sendiri.
(3) Aplikasi fakta : mengajak klien pada situasi
hipotesa dan tanyakan tindakan yang tepat
terhadap apa yang ditanyakan
b) Kertas dan pensil perawat biasanya menggunakan
kertas dan pensil untuk mengevalusi pengetahuan
klien terhadap hal-hal yang diajarkan.
2) Affektif
Affektif klien cenderung ke-penilaian yang
subjektif dan sangat sukar di evaluasi. Hasil
penilaian emosi ditulis dalam bentuk prilaku yang
akan memberikan suatu indikasi terhadap status
emosi klien.

3) Psikomotor
Psikomotor biasanya lebih mudah untuk
dievaluasi dibandingkan yang lainnya jika prilaku
yang dapat di observasi sudah di identifikasi pada
tujuan (kriteria hasil).

4) Perubahan Fungsi Tubuh dan Gejala


Evaluasi pada komponen ini mencakup beberapa
aspek status kesehatan klien yang bisa diobsevasi.

b. Membandingkan Data yang Terkumpul dengan Tujuan dan


Pencapaian Tujuan
Setelah data terkumpul tentang setatus keadaan klien,
maka perawat membandingkan data dengan out comes.
Tahap berikutnya adalah membuat keputusan tentang
pencapainklien terhadap outcomes. Ada tiga kemungkinan
keputusan pada tahap ini yaitu :
1) Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam
tujuan.
2) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang
ditentukan.
3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan
(Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015, hal : 202).

11. Hal yang Perlu Dipertanyakan dalam Evaluasi


a. Kecukupan informasi
b. Relevansi faktor-faktor yang berkaitan
c. Prioritas masalah yang disusun
d. Kesesuaian rencana dengan masalah
e. Pertimbangan fator-faktor yang unik
f. Perhatian terhadap rencana medis untuk terapi
g. Logika hasil yang diharapkan
h. Penjelasan dari tindakan keperawatan yang dilakukan
i. Keberhasilan rencana yang telah disusun
j. Kualitas penyusunan rencana
k. Timbulnya masalah baru (Budiono & Sumirah Budi
Pertami, 2015, hal : ).

Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi-


intervesi yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang
lainnya.Keefektifan ditentukan dengan melihat respon keluarga
dan hasil, bukan intervensi-intervensi yang diimplementasikan.

Meskipun evaluasi dengan pendekatan terpusat pada klien


paling relevan, seringkali membuat frustasi karena adanya
kesulitan-kesulitan dalam membuat criteria objektif untuk hasil
yang dikehendaki.Rencana perawatan mengandung kerangka
kerja evaluasi. Evaluasi merupakan proses berkesinambungan
yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui
rencana asuhan keperawatan. Sebelum perencanaan-
perencanaan dikembangkan, perawat bersama keluarga perlu
melihat tindakantindakan perawatan tertenu apakah tindakan
tersebut benar-benar membantu.

12. Hasil yang Diharapkan


Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi
meliputi :

a. Masalah teratasi, jika klien menunjukkan perubahan sesuai


dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi, jika klien menunjukkan
perubahan sebahagian dari kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
c. Masalah tidak teratasi, jika klien tidak menunjukkan
perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau
bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.

Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian,


atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara
SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang di dapat
dari klien setelah tindakan diberikan.Objective adalah
informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.Analisis adalah membandingkan antara informasi
subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil,
kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi
sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa.

C. Konsep Asuhan Keperawatan kepada Pasien Asma Bronkial


A. Pengkajian Asuhan keperawatan pada penyakit Astma Bronciale

1. Data Dasar

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), meliputi

a. Pengumpulan data
Identitas penderita
Meliputi : Nama,umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, status
perkawinan, suk, bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis
b. Keluhan utama
Orang yang menderita asma merasakan sesak napas, pasien batuk
berdahak dan pasien juga alergi terhadap debu
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Sejak pasien mengeluh sesak napas, sesak timbul saat cuaca dingin dan
terkena debu,tidak di pengaruhi oleh aktivitas dan posisi. Mengi atau
wheezing, batuk berdahak berwarna putih, encer, darah tidak
ada.demam tidak ada
2) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat asma, riwayat alergi debu atau asap
3) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit asma dalam keluarga ada (ibu dan adik penderita)

d. Pola fungsi kesehatan


1) Pola aktivitas
Menggunakan tabel meliputi makanan, mandi, berpakaian, eliminasi,
mobilisasi ditempat tidur, perpindah, ambulans, naik tangga.
a) Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan
oto-otot pernapasan.
b) Brething
Perpanjangan ekspirasi dan pendekatan inspirasi,
c) Circulation
Perubahan tingkat kesadaran
2) Pola istirahat
Jam berapa bisa mulai tidur dan bangun tidur. Kualitas dan kuantitas
tidur.
3) Pola nutrisi-metabolik
Berapakali makan sehari, makanan kesukaan, berat badan sebelum dan
sesudah, frekuensi dan kuantitas
4) Pola eliminasi
Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari apakah ada rasa nyeri
kuantitas
5) Pola kognitif spiritual
Apakah ada gangguan spiritual
6) Pola konsep diri
Gambaran diri, identitas diri, peran diri, ideal dri, harga diri, cara
pemecahan dan penyelesain masalah.
7) Pola seksual
Apakah ada gangguan pada organ reproduksi
8) Pola peran hubung
Hubungan dengan anggota keluarga, dukungan keluarga, hubungan
dengan tetangga dan masyarakat
9) Pola nilai dan kepercayaan
Persepsi keyakinan dan tindakan berdasarkan keyakinan

e. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia (Virginia Henderson)


a) Kebutuhan bernapas
Data pernapasan yang terjadi pada pasien astma, antara lain :
pasien mengeluh sesak napas, RR, suara napas (wheezing, ronkhi)
b) Kebutuhan nutrisi
Data nutrisi muncul pada pasien astma, antara lain : pasien
mengeluh nafsu makan menurun, mual, terjadi penurunan berat
badan.

c) Kebutuhan eliminasi
Data eliminasi yang dikaji pada asma, antara lain : apakah terjadi
perubahan pola berkemih, nyeri pada abdomen, terjadi diare,
terjadi kesulitan saat berkemih.
d) Kebutuhan gerak dan keseimbagan tubuh
Dat aktivitas yang perlu di kaji pada pasien asma, antara lain :
apakah ada kelelahan, kelemahan, kesulitan bergerak atau berjalan
e) Kebutuhan tidur dan istirahat
Data istirahat dan tidur yang di kaji pada pasien asm, antar lain :
apakah terjadi gangguan tidur (insom) kebiasaan tidur.
f) Kebutuhan berpakaian
Mengkaji kebiasaan berpakaian berapa kali pasien mengganti
pakain,jenis pakaian, apakah dapat menyerap keringat.
g) Memepertahankan temperatur tubuh dan sirkulasi
Data yang perlu dikaji antara lain : apakah pasien mengeluh
demam
h) Kebutuhan personal hygiene
Data kebutuhan ersonal hygiene yang perlu di kaji pada pasien
astma, antara lain : apakah pasien dapat melakukan personal
hygine, berapa kalimandi, gosok gigi.
i) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Pasien dengan asma, mengalami gangguan dalam kebutuhan rasa
aman dan nyaman mengeluh sesak napas, hidung tersumbat.
j) Berkomunikasi dengan orang lain dan mengekspresikan emosi
Dengan mengkaji interaksi pasien dengan orang lain, sikap pasien
saat ada rasa takut
k) Kebutuhan spiritual
Pada kebutuhan pasien astma, perlu di kaji kepercayaannya,
keyakinan dan agama pasien, apakah penyakit yang berpengaruh
pada kegiatan spiritual pasien
l) Kebutuhan bekerja
Pada kebutuhan kerja pada pasien astma, perlu dikaji pola kerja
pasien, lama kerja pasien, tempat kerja pasien, berat atau ringan
m) Kebutuhan bermain dan rekreasi
Pada kebutuhan bermain pada pasien astma, perlu dikaji bagaimana
keinginian untuk bermain atau kaji keadaan penyakit pasien apakah
berpengaruh pada keiniginan untuk bermain
n) Kebutuhan belajar
Pada kebutuhan belajar pada pasien astma, perlu dikaji pasien
dalam hal asuhan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien
serta mengikuti rencana-rencana yang di anjurkan oleh tim
kesehatan y

f. pemeriksaan fisik
1) Inspeksi

a) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi


duduk.

b) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang


lainnya.

c) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah.

d) Ispeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar,


lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis,
dan lordosis.
e) Catat jumlah,irama, kedalaman pernapasan, dan kemestrian
pergerakakan dada.

f) Observasi tipe pernapsan, seperti pernapasan hidung pernapasan


diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.

g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase
ekspirasi yang memanjang menunjukan adanya obstruksi pada jalan
napas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation
(CAL) / Chornic obstructive Pulmonary Diseases (COPD)

h) Kelainan pada bentuk dada.

i) kesemetrian pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak


adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau
pleura.

j) Observasi trakea obnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang


dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.

2) Palpasi

a) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan


mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keaadaan kulit, dan
mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).

b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat


inspeksi seperti : mata, lesi, bengkak.

c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika


berbicara

3) Perkusi

Suara perkusi normal:

a) Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan


paru normal.
b) Dullness : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae, dan hati.

c) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang


berisi udara.

Suara perkusi abnormal :

a) Hiperrsonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan


dengan resonan dan 23 timbul pada bagian paru yang berisi darah.

b) Flatness : sangat dullness. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi.


Dapat didengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya
berisi jaringan.

4) Auskultasi

a) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup


mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal),
dan suara.

b) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui


jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.

c) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan


vesikular.

d) Suara nafas tambahan meliputi wheezing, , pleural friction rub, dan


crackles.

B . Pengelompokan Data

a. Data Dasar
1) Data subjektif
a) Pasien mengatakan sesak napas
b) Pasien mengatakan tidak mampu batuk
c) Pasien mengatakan sulit bernapas saat berbaring
d) Pasien mengatakan sulit tidur saat sesak timbul
e) Pasien mengatakan sering terasa nyeri di dada
f) Pasien mengatakan bahwa sulit mengatur napas saat berjalan
g) Pasien mengatakan sering gelisah saat sesaknya timbul
h) Pasien mengatakan sesak napas yang dialaminya di sertai dengan
demam dan flu
i) Pasien mengatakan nafsu makan menurun
j) Pasien mengatakan sering mual saat sesak napas timbul
k) Pasien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya

2) Data objektif
a) Tanda- tanda vital
i) TD : 120/80 mmHg
ii) N : 78x/menit
iii) RR: 30x/menit
iv) Suhu: 38⸰C
b) Terdengar bunyi wheezing
c) Terdengar bunyi ronkhi
d) Pasien tampak mual
e) Pasien tampak cemas, gelisah dan tidak tenang
f) Pasien tampak lemas
g) Tampak pernapasan cuping hidung
h) Akral dingin
i) Pasien mengalami diarofesis (berpeluh)
j) Nilai Leukosit dalam pemeriksaan laboratorium pada umumnya
tinggi
k) Pola napas tidak teratur, dispnea, pada saat pasien bernapas
ekspirasi lebih panjang dari inspirasi
l) Pasien terlihat bingung saat perawat menanyakan tentang
penyakitnya, pasien tidak mengetahui apa yang harus di lakukan
saat penyakitnya kambuh
b. Data focus

No Data Etiologic Problem


1. DS : Pasien mengatakan tidak mampu Spasme jalan nafas Bersihan jalan nafas
batuk tidak efektif
DO : Tanda tanda vital
- TD : 120/80 mmHg
- N : 78 x /menit
- RR : 30 x / Menit
- Suhu : 38 derajat celcius
- Frekuensi napas : 16-20/menit
- Terdapat sputum dijalan nafas
- Mengi
- Terdengar bunyi Wheezing

2. DS : penggunaan otot bantu nafas Kelemahan otot Gangguan ventilasi


pasien meningkat pernafasan spontan
DO : terdengar bunyi wheezing
- TD : 120/80
- N : 78 x /menit
- RR : 30 x / Menit
- Suhu : 38 derajat celcius
- Volume tidal : (±500 ml )
- Dispnea
- Takikardia

3. DS : Fase ekspirasi memanjang Posisi tubuh yang Pola nafas tidak


- Klien mengeluh merasa sesak menghambat efektif
- Penggunaan otot bantu napas ekstensi paru
klien meningkat
DO : pola nafas tidak efektif,dyspenia
- TD : 120/80
- N : 78 x /menit
- RR : 30 x / Menit
- Suhu : 38 derajat celcius
- Frekuensi napas : 16-
20x/menit

4 DS : pasien mengatakan sering terasa Hipersekresi jalan Gangguan


nyeri di dada napas penyapihan
DO: upaya napas dan bantuan ventilator
ventilator tidak sinkron
- TD : 120/80
- N : 78 x /menit
- RR : 30 x / Menit
- Suhu : 38 derajat celcius
- PO2 : (80 – 100 mmHg)
- PCO2 : (35–45 mmHg)
5 DS:- pasien mengeluh kesulitan Ketidakseimbangan Gangguan
bernapas ventilasi-perfusi pertukaran gas
- Pasien mengeluh merasa
gelisah

DO: - Penggunaan otot bantu napas


meningkat
- Takikardia
- Bunyi napas tambahan
- TD : 120/80
- N : 78 x /menit
- RR : 30 x / Menit
- Suhu : 38 derajat celcius
- pH : (7,38-7,42)
- PO2 : (80 – 100 mmHg)
- Volume tidal : (± 500 ml)

6. DS : mengeluh sulit tidur Kurangnya control Gangguan pola tidur


DO : Mata paisen terlihat merah tidur
,wajah pucat
- Pasien tidak tidur dengan
waktu yang optimal (8 jam )
- TD : 120/80
- N : 78 x /menit
- RR : 30 x / Menit
- Suhu : 38 derajat celcius

7. DS :pasien mengatakan kurang Kurangnya terpapar Menejemen


mengetahui tentang penyakit informasi kesehatan tidak
DO : pasien terlihat bingung saat efektif
perawat menanyakan tentang
penyakitnya ,pasien tidak mengetahui
apa yang harus dilakukan saat
penyakitnya kambuh

8 DS : pasien mengatakan nafsu makan Ketidakmampuan Defisit nutrisi


menurun menelan makanan
- Pasien mengatakan sulit
mengabiskan makanan
DO: otot menelan pada pasien
Melemah
- IMT (indeks masa tubuh) :
(18,5-29,9)
- BB : 52-60 kg

9 DS : pasien menanyakan masalah Pilihan hidup sehari- Kesiapan


pencegahan kesehatannya hari tepat untuk peningkatan
DO: pasien meningkatkan program memenuhi program managemen
kesehatannya kesehatan kesehatan
10 DS : pasien mengatakan kehilangan Kekuatan otot Risiko jatuh
keseimbangan saat sesak napas menurun
kambuh
- Pasien mengeluh pusing saat
berdiri
DO: pasien mengalami gangguan
keseimbangan

11 DS : Pasien mengatakan sulit bernapas Terpapar alergen Risiko alergi


jika menghirup debu/serbuk sari lingkungan
DO : pasien mengalami alergi
terhadap debu/serbuk sari
- TD : 120/80
- N : 78 x /menit
- RR : 30 x / Menit
- Suhu : 38 derajat celcius
- Rhinitis
- Edema laring
- Dispnea
- Terdengar wheezing
- Bunyi napas tambahan
- Takikardia
- Disritmia
- Syok analfikatik

12 DS: pasien mengatakan sering buang Ketidakadekuatan Inkontinensia urin


air kecil detrusor berlebih
- Pasien mengeluh tidak dapat (mis,kondisi stres
menahan bak saat dalam atau tidak nyaman)
keadaan tidur
DO: pasien mengalami nokturia,
kandung kemih distensi dengan
sering,
- dribbling
- TD : 120/80
- N : 78 x /menit
- RR : 30 x / Menit
- Suhu : 38 derajat celcius
- Residu volume urin (≤50 ml0

13 DS:pasien mengatakan sulit menelan Abnormalitas laring Gangguan menelan


DO: batuk setelah makan atau minum
- TD : 120/80
- N : 78 x /menit
- RR : 30 x / Menit
- Suhu : 38 derajat celcius

14 DS: pasien mengeluh merasa tidak Gangguan stimulus Gangguan rasa


nyaman saat cuaca panas/dingin lingkungan nyaman
DO:pasien terlihat gelisah saat cuaca
panas/dingin
15 DS: pasien mengeluh muntah setelah Gangguan menelan Risiko aspirasi
makan
DO: pasien mengalami gangguan pada
sfingter
- TD : 120/80
- N : 78 x /menit
- RR : 30 x / Menit
- Suhu : 38 derajat celcius

Diagnosa Asuhan keperawatan pada Astma Bronchiale


1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas d.d batuk tidak efektif, atau
tidak mampu batuk. (D.0001, Hal 18)
2. Gangguan ventilasi spontan b.d kelemahan otot pernafasan d.d penggunaan otot bantu
napas meningkat.(D.0004, Hal 24)
3. Pola napas tidak efektif b.d posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru d,d fase
ekspirasi memanjang. ( D.0005,Hal 26)
4. Gangguan pola tidur b.d kurangnya kontrol tidur d.d mengeluh sulit tidur. (D.0055,
Hal 126)
5. Manajemen kesehatan tidak efektif d.d kurang terpapar informasi, mengungkapkan
kesulitan dalam menjalani program perawatan atau pengobatan, gagal melakukan
tindakan untuk mengurangi atau pengebatan, aktifitas hidup sehari-hari tidak efektif
untuk tujuan kesehatan. (D0116, Hal 256)
6. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d penggunaan
otot napas meningkat (D0003,Hal 22)
7. Gangguan penyapihan ventilator b.d hipersekresi jalan napas d.d upaya napas dan
bantuan ventilator (D.0004,Hal 24)
8. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan d.d otot menelan melemah (D0019,Hal
56)
9. Kesiapan peningkatan managemen kesehatan d.d pilihan hidup sehari-hari tepat untuk
memenuhi program kesehatan, mengungkapkan pasien menanyakan masalah
pencegahan kesehatannya dan meningkatkan program kesehatannya. (D0110, Hal
244)
10. Resiko jatuh d.d kekuatan otot menurun (D.0143, Hal 306)
11. Risiko alergi d.d terpapar alergen lingkungan (D0134, Hal 292)
12. Inkontinensia urin berlebih b.d ketidakadekuatan (mis.kondisi stress/tidak nyaman)
d.d sering buang air kecil (D0042, Hal 102)
13. Gangguan menelan b.d Abnormalitas laring d.d batuk setelah makan atau minum
(D0063, Hal 142)
14. Gangguan rasa nyaman b.d gangguan stimulus d.d gelisah saat cuaca panas/dingin
(D0074, Hal 166)
15. Resiko aspirasi d.d gangguan menelan (D0006, Hal 28)

C. Intervensi Asuhan keperawatan pada Astma Bronchiale


Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme
jalan nafas

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan


dapat batuk secara efektif

Kriteria Hasil :

 Pasien dapat batuk secara efektif


 Tidak ada sputum di jalan nafas
 Tidak terdengar mengi pada pasien
 Tidak terdengar Wheezing pada pasien
 Frekuensi nafas 16-20x/menit
 Pola nafas normal

Intervensi 1

(Manajemen jalan napas)

Observasi

- Monitor pola napas (frekuensi kedalaman,usaha napas)


- Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering)
- Monitor sputum (jumlah,warna, aroma)

Terapeutik

- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust


jika curiga trauma servikal)
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 14 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi

- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari


- Anjurkan Teknik batuk efektif

Kolaborasi

- Kolaborasi pemeberian bronkodilator, ekspeteron, mukolitik, jika perlu

Intervensi 2

(Pemantauan Respirasi)

Observasi

- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas


- Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne -Stoke, Biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan naps
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor AG D
- Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


- Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Rasional
1. Diharapkan pasien dapat melakukan batuk secara efektif
2. Diharapkan setelah diberikan posisi semi fowler atau fowler dapat
memudahkan pasien mengeluarkan sputum melalui batuk efektif
3. Diharapkan pada saat batuk efektif, pasien dapat mengeluarkan sputum
didalam bengkok yang dilapisi perlak agar sputum tidak tercecer
4. Dengan memberikan HE diharapkan pasien dapat mengetahui tujuan dan
prosedur batuk efektif
5. Diharapkan pasien dapat melakukan tarik nafas dalam yang dianjurkan oleh
perawat
6. Diharapkan pasien dapat mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
7. Diharapkan pasien dapat melakukan batuk dengan kuat setelah tarik nafas
dalam 3 kali
8. Diharapkan setelah perawat memberikan mukolitik, mukus yang kental
mudah dikeluarkan

Diagnosa 2 : Gangguan ventilator spontan b.d kelemahan otot pernafasan d.d


penggunaan otot bantu nafas meningkat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan


pernapasan pasien kembali normal

Kriteria hasil :

 Volume tidal pada pasien normal (≤ 50 ml )


 Pasien tidak merasakan dyspnea
 Penggunaan otot bantu napas pada pasien bekerja dengan optimal
 Pasien tidak merasa gelisah
 Pasien tidak merasakan takikardi

Intervensi 1

(Dukungan ventilasi)

Observasi
- Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
- Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
- Monitor status raspirasi dan oksigenasi ( mis, frekuensi dan kedalaman
napas, penggunaan otot bantu napas , bunyi napas tambahan , siturasi
oksigen)

Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Berikan posisi semi fowler atau fowler
- Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan ( mis, nasal kanul, masker wajah ,
masker rebreathing atau non rebreathing )
- Gunakan bag-vavle maks, jika perlu

Edukasi
- Ajarkan melakukan Teknik relaksasi napas dalam
- Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
- Ajarkan Teknik batuk efektik

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronchodilator, jika perlu

Intervensi 2

(Pemantauan respirasi)

Observasi
- Monitor frekuensi , irama , kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas ( seperti bradypnea , takipnea , hiperventilasi , kussmaul ,
Cheyne-stokes, biot, ataksik )
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrian hekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AG D
- Monitor hasil x-ray taroks

Terapeutik
- Atur intrerval pemantauan raspirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan , jika perlu

Rasional

1. Diharapkan pasien tidak lagi mengalami kelemahan otot napas


2. .Diharapkan setelah melakukan kepatenan jalan napas, pasien dapat bernafas
dengan normal
3. Setelah diberikan semi fowler dan fowler pasien dapat bernapas dengan
normal
4. Setelah doberikan fasilitas posisi, pasien dapat merasa nyaman
5. Diharapkan perawat dapat memantau ketika pasien membutuhkan oksigen
6. Setelah mengajarkan pasien cara melakukan teknik relaksasi nafas dalam,
diharapkan pasien dapat melakukan dengan mandiri

Diagnosis 3 : Pola napas tidak efektif ditandai dengan posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru dibuktikan dengaan fase ekspirasi memanjang.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan


pola napas teratur dengan

Kriteria hasil :

a. Klien tidak merasa sesak


 Penggunaan otot bantu napas klien berjalan dengan optimal
 Pemanjangan fase ekspirasi pada klien bekerja dengan optimal
 Frekuensi napas pada klien normal (16-20x/menit)
 Kedalaman napas pada klien, normal
 Pola ekspirasi dan inspirasi pada klien, sama

Intervensi 1

(Manajemen jalan napas)

Observasi

- Monitor pola napas (frekuensi kedalaman,usaha napas)


- Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering)
- Monitor sputum (jumlah,warna, aroma)

Terapeutik

- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust


jika curiga trauma servikal)
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 14 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari


- Anjurkan Teknik batuk efektif

Kolaborasi

- Kolaborasi pemeberian bronkodilator, ekspeteron, mukolitik, jika perlu


Intervensi 2

(Pemantauan respirasi)

Observasi

- Monitor frekuensi , irama , kedalaman dan upaya napas


- Monitor pola napas ( seperti bradypnea , takipnea , hiperventilasi , kussmaul ,
Cheyne-stokes, biot, ataksik )
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrian hekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AG D
- Monitor hasil x-ray taroks

Terapeutik

- Atur intrerval pemantauan raspirasi sesuai kondisi pasien


- Dokumentasi hasil pemantauan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


- Informasikan hasil pemantauan , jika perlu

Rasional

1. Setelah perawat memonitor pola napas pasien diharapkan memiliki pola


napas normal
2. Setelah perawat memposisikan pasien dengan benar diharapkan pasien
merasa nyaman dengan posisi
3. Perawat siap sedia memberikan oksigen kepada pasien yang membutuhkan
oksigen

Dianosis 4 : Gangguan pola tidur di tandai dengan kuragnya kontrol tidur


dibuktikan dengan mengeluh sulit tidur.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam yang


diharapkan dengan pola tidur yang normal dengan

Kriteria hasil :

 Klien dapat tidur dengan mudah


 Klien dapat tertidur dengan waktu yang optimal (8 jam)
c. Klien merasakan tidur yang cukup
d. Klien dapat berkonsentrasi dalam mengatur pola tidur

Intervensi 1

( Dukungan tidur )

Observasi

- Identifikasi pola aktivitas dan tidur


- Identifikasi faktor penganggu tidur(fisik dan atau psikologis)
- Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis. Kopi, the,
alcohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur)
- Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

Terapeutik

- Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu ,matras, dan


tempat tidur) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
- Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur rutin
- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. Pijat, pengaturan
posisi,Terapi akupresur)
- Sesuaikan jadwal pemberian obat dan / atau tindakan untuk menunjang siklus
tidur terjaga

Edukasi

- Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit


- Anjurkan menepati kebiasaan tidur
- Anjurkan mengindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
- Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap
tidur REM
- Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis.
Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja)
- Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi lainya

Intervensi 2

( Edukasi Aktivitas/ istirahat )

Observasi

- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi


Terapeutik
- Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat
- Jadwalkan pemberian Pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya

Edukasi

- Jelaskan pentingnya melakukan aktivitasi fisik /olahraga sexara rutin


- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas berm dan istirahat
- Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai kemampuan
- Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat

Rasional

1. Diharapkan perawat dapat menentukan dan membantu pasien dalam


pemilihan terapi pola napas dan tidur
2. Diharapkan perawat sapat mengetahui faktor-faktor yang mengganggu tidur
psasien
3. Setealah perawat melakukan pengaturan posisi pasien diharapkan dapat
merasa nyaman
4. Diharapkan pasien dapat mengerti bagaimana pentingnya tidur cukup selama
sakit
5. Setelah perawat mencontohkan cara relaksasi otot autogenik diharapkan
pasien dapat melakukan relakasasi secara mandiri

Diagnosis 5 : Manajemen kesehatan tidak efektif ditandai dengan kurang


terpapar informasi, mengungkapkan kesulitan dalam menjalani program
perawatan atau pengobatan, gagal melakukan tindakan untuk mengurangi faktor
resiko gagal menerapkan program perawatan atau pengobatan, aktifitas hidup
sehari-hari tidak efektif untuk memenuhi tujuan kesehatan.

Tujuan : setelah dilakukan tinakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan


mampu mengetahui tentang penyakitnya dengan

Kriteria hasil :

 Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi faktor resiko secara


mandiri
 Klien dapat menerapkan program kesehatan secara mandiri
 Klien dapat mengatur aktivitas hidup sehari-hari nya secara mandiri
 Klien tidak kesulitan dalam menjalani program kesehatan/pengobatan secara
mandiri

Intervensi 1
( Dukungan pengambilan keputusan )

Observasi

- Identifikasi persepsi mengenal masalah dan informasi yang memicu konflik

Terapeutik

- Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan harapan yang membantu membuat pilihan


- Diskusikan kelebihan dan kekurangan dari setip solusi
- Fasilitasi melihat situasi secara realistic
- Motivasi mengungkapkan tujuan perawatan yang diharapkan
- Fasilitas pengambilan keputusan secara kolaboratif
- Hormati hak pasien untuk menerima atau menolak informasi
- Fasilitasi menjelaskan keputusan kepada orang lain, jika perlu
- Fasilitas hubungan antara pasien ,keluarga dan tenaga kesehatan lainnya

Edukasi

- Informasikan alternative solusi secara jelas


- Berikan informasi yang diminta pasien

Kolaboratif

- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam menfasilitasi pengambilan


keputusan.

Intervensi 2

( Perlibatan keluarga )

Observasi

- Identifikasi kesiapan keluarga untuk terlibat dalam perawatan

Terapeutik

- Ciptakan hubungan terapeutik pasien dengan keluarga dalam perawatan


- Diskusikan cara perawatan di rumah (mis. Kelompok, perawatan di rumah ,
atau rumah singgah)
- Motivasi keluarga mengembangkan aspek positif rencana perawatan
- Fasilitasi keluarga membuat keputusan perawatan.

Edukasi

- Jelaskan kondisi pasien kepada keluarga


- Informasikan tingkat ketergantungan pasien kepada keluarga
- Informasikan harapan pasien kepada keluarga
- Anjurkn keluarga bersikap asertif dalam perawatan
- Anjurkan keluarga terlibat dalam perawatan

Diagnosa 6 : Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d


penggunaan otot napas meningkat (D0003,Hal 22)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
penggunaan otot napas normal
Kriteria Hasil :
a. Tingkat kesadaran meningkat
b. Dispnea menurun
c. Bunyi napas tambahan menurun
d. Pasien tidak merasa gelisah
e. Napas cuping hidung menurun
f. PO2 pada pasien normal (80 – 100 mmHg)
g. pH darah arteri pada pasien normal (7,38-7,42)
h. warna kulit pada pada pasien kembali seperti semula

Intervensi 1 (Pemantauan Respirasi)

Observasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne Stokes, Biot, ataksik)
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AG D
j. Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

a. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


b. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Intervensi 2 (Terapi oksigen)


Observasi
a. Indikasi kontraindikasi penggunaan terapi (mis.penurunan atau tidak adanya
sensasi, penurunan sirkulasi)
b. Monitor suhu alat terapi
c. Monitor kondisi kulit selama terapi
d. Monitor kondisi umum, kenyamanan dan keamanan selama terapi
e. Monitor respon pasien terhadap terapi relaksasi

Terapeutik

a. Pilih metode stimulasi yang nyaman dan mudah didapatkan (mis. boyol
air panas, bantal panas listrik, lilin parafin, lampu)
b. Pilih lokasi stimulasi yang sesuai
c. Bungkus alat terapi dengan menggunakan kain
d. Gunakan kain lembab disekitar area terapi
e. Tentukan durasi terapi sesuai dengan respon pasien
f. Hindari lakukan terapi pada daerah yang mendapatkan terapi radiasi

Edukasi

a. Ajarkan cara mencegah kerusakan jaringan


b. Ajarkan cara menyesuaikan suhu secara mandiri

Rasional :

- Setelah perawat memonitor frekuensi,irama ,kedalaman dan upaya nafas , pasien


dapat bernafas secara optimal
- Diharapkan perawat siap sedia memnberikan oksigen kepada pasien yang
membutuhkan
- Diharapkan pasien setelah diberikan tindakan, kesadaran pasien meningkat.
- Diharapkan perawat dapat mengetahui faktor-faktor yang membuat klien gelisah.
- Setelah pasien melakukan batuk efektif , pasien dapatt mengeluarkan proddiharapkan
produksi sputum berkurang

Diagnosa 7 : Gangguan penyapihan ventilator b.d hipersekresi jalan napas d.d upaya napas
dan bantuan ventilator (D.0004,Hal 24)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan upaya napas
dan bantuan ventilator membaik dan normal

Kriteria Hasil

a. Volume tidal pada pasien normal (± 500 ml)


b. Dispnea pada pasien menurun
c. Penggunaan otot bantu napas pada pasien berkerja dengan optimal
d. Pasien tidak merasa gelisah
e. Pasien tidak merasakan takikardia
f. PO2 pada pasien normal (80 – 100 mmHg)
g. PCO2 pada pasien normal (35–45 mmHg)

Intervensi 1 (Penyapihan ventilasi mekanik)


Observasi
a. Periksa kemampuan untuk disapih (meliputi hemodinamik stabil,
kondisi optimal, bebas infeksi)
b. Monitor prediktor kemmampuan untuk mentolerir penyapihan (mis.
tingkat kemampuan bernapas,, kapasitas vital, Vd/Vt, MW, kekuatan
inspirasi, FEV1, tekanan inspirasi negatif)
c. Monitor tanda-tanda kelelahan otot pernapasan (mis. kenaikan PaCO2,
mendadak, napas cepat dan dangkal, gerakan dinding abdomen
paradoks), hipoksemia jaringan saat penyapihan
d. Monitor status cairan dan elektrolit

Terapeutik

a. Posisikan pasien semi fowler (30-45o)


b. Lakukan pengisapan jalan napas, jika perlu
c. Berikan fisioterapi dada, jika perlu
d. Lakukan uji coba penyapihan (30-120 menit dengan napas spontan
yang dibantu ventilator)
e. Gunakan teknik relaksi, jika perlu
f. Hindari pemberian sedasi farmakologis selama percobaan penyapihan
g. Berikan dukungan psikologis
Edukasi

a. Ajarkan cara pengontrolan napas saat penyapihan

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian obat yang meningkatkan kepatenan jalan napas


dan pertukaran gas

Intervensi 2 (Terapi oksigen)


Observasi
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor posisi alat terapi oksigen
c. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
d. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah),
jika perlu
e. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
h. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
i. Monitor intergritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen

Terapeutik

a. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu


b. Pertahankan kepatenan jalan napas
c. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
d. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
e. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
f. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien

Edukasi

a. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah

Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktifitas dan\atau tidur

Rasional

- Setelah memonitor tanda -tanda kelelahan otot pernapasan diharapkan pasien tidak
lagi mengalami kelelahan pada otot.
- Setelah perawat memonitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen diharapkan
pasien mampu mengurangi tingkat kecemasan tersebut
- setelah perawat mengajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen
dirumah diharapkan pasien dan keluarga dapat menggunakan oksigen dirumah
secara mandiri
- Setelah diberikan semi fowler 30-45o, diharapkan pasien dapat bernapas secara efektif
- Setelah perawat mengajarkan pengontrolan nafas saat penyapihan diharapkan pasien
dapat mengontrol nafas secara mandiri
- setelah perawat memberikan obat yang meningkatkan kepatenan jalan nafas dan
pertukaran gas diharapkan jalan nafas pasien lancar

Diagnosis 8 : Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan d.d otot menelan


melemah (D0019,Hal 56)

Tujuan : setelah melakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam


diharapkan pasien dapat menelan makanan/minuman

Kriteria Hasil

a. Pasien dapat menghabiskan makanan sesuai porsi yang disediakan


b. Kekuatan otot menelan pasien meningkat
c. pasien dapat memverbalisasi untuk meningkatkan nutrisi

rasional : 8

- setelah memonitor pola napas diharapkan pasien memiliki pola nafas yang teratur
- perawat memposisikan pasien pasien dengan benar dan diharapkan pasien nyaman
dengan posisi tersebut
- perawat mengajarkan teknik batuk efektif diharapkan pasien dapat mengeluarkan
sputum dengan mudah
- diharapkan setelah pasien diberikan mukolitik mucus yang kental mudah
dikeluarkan
- diharapkan pasien dapat meningkatkan nafsu makan
- setelah perawat memberikan makanan yang tinggi serat diharapkan pasien dapat
BAB dengan lancar
- Setelah mengajarkan diet yang diprogramkan diharapkan pasien dapat menurunkan
berat badan sesuai kebutuhan

9 bimbingan antisipatif

Edukasi kesehatan

- Diharapkan perawat dapat mengetahui faktor-faktor untuk meningkatkan dan


menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan seha
- Diharapkan perawat dapat memberikan kesempatan pasien unuk bertanya
- Setelah perawat mengajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku
- hidup sehat diharapkan tingkat kebersihan dan kesehatan pasien lebih meningkat

risiko jatuh
- diharapkan faktor resiko pada pasien dapat diatasi
- diharapkan perawat dapat siap sedia ketika pasien memencet bel
- setelah diajarkan untuk berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh pasien
diharapkan keseimbangan tubuh meningkatk

risiko alergi

- diharapkan keluarga dan pasien paham akan informasi tentang alergi


- diharapkan pasien dan kelurga dapat mengikuti PENKES sesuai kesepakatan
- Diharapkan perawat dapat memberikan kesempatan pasien unuk bertanya
- Diharapkan perawat dapat mengedukasi mengenai alergi untuk pasien dan keluarga
pasien
- Diharapkan pasen dapat mengenali riwayat tentng alerginya
- Diharapkan perawat melakukan tes alergi sebelum pemberian obat
- Diharapkan pasien berkolaborasi dengan tenaga kesehatan dalam pencegahan alergi

Inkonti urin
-diharapkan perawat dapat mengetahui kondisi pasien
- diharapkan perawat memakai handscoon dalam melakukan semua tindakan
- setelah perawat dapat memastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari
kandungan kemih diharapkan pasien dapat mengeluarkan urin dengan lancar
- setelah perawat menjelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine,pasien
dapat memahaminya

Meneln
- setelah diberikan posisi semi fowler 30 menit sebelum memberikan asupan
oral,diharapkan pasien dapat menelan dengan baik
- diharapkan pasien mudah dalam menelan obat
- setelah diajarkan makan secara perlahan , diharapkan pasien dapat menelan dengan
mudah

resiko aspirasiss

- diharapkan pasien mudah dalam menelan obat


- setelah diajarkan makan secara perlahan , diharapkan pasien dapat menelan dengan
mudah
- Diharapkan pasien dapat melakukan batuk secara efektif
- Diharapkan setelah diberikan posisi semi fowler atau fowler dapat memudahkan
pasien mengeluarkan sputum melalui batuk efektif
- Diharapkan pada saat batuk efektif, pasien dapat mengeluarkan sputum didalam
bengkok yang dilapisi perlak agar sputum tidak tercecer
-

Gangguan rasanyaman
9. Diharapkan pasien dapat melakukan batuk secara efektif
10. Diharapkan setelah diberikan posisi semi fowler atau fowler dapat memudahkan
pasien mengeluarkan sputum melalui batuk efektif
11. Diharapkan pada saat batuk efektif, pasien dapat mengeluarkan sputum didalam
bengkok yang dilapisi perlak agar sputum tidak tercecer
12. Setelah memonitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi
diharapkan pasien dapat bernafas dengan efektif
13. Setelah perawat mengatur posisi pasien diharapkan pasien dapat beristirahat dengan
nyaman
14. Diharapkan pasien dapat mengatur posisi yang disukai
15. Diharapkan pasien dapat melakukan perubahan posisi secara mandiri
16. Diharapakan setelah pemberian premedikasi , pasien dapat mengubah posisi dengan
nyaman

No Diagnosa Hari/tanggal/jam Implementasi Evaluasi proses &


evaluasi struktur
1. Bersihkan jalan 1 januari 2020 - perawat memonitor pola napas a.
nafas tidak (frekuensi, kedalaman, usaha
efektif (D. 0001) napas)
- perawat memonitor bunyi
napas tambahan tambahan (mis.
Gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
- perawat memonitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
- perawat mempertahankan
kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chilt-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma
servikal)
- perawat memposisikan semi-
Fowler atau fowler pada pasien
- perawat memberikan minuman
hangat pada pasien
- perawat melakukan fisioterapi
dada
- melakukan pengisapan lendir
kurang dari 15 detik
- Perawat melakukan
hiperoksigenisasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- perawat mngeluarkan
sumbatan benda padat
menggunakan forsep McGill
- perawat memberikan oksigen
pada pasien
- perawat menganjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, jika
kontraindikasi
- perawat menganjurkan teknik
batuk efektif
-

Anda mungkin juga menyukai