METODOLOGI KEPERAWATAN
KETUA:
LIYA TRIHARTINI (1910035030)
ANGGOTA:
Puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang asma bronkial. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas dari mata kuliah metodologi keperawatan yang menunjang kepada
mahasiswa agar dapat lebih memahami konsep dan teori asuhan keperawatan di Prodi D3
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Laporan dalam penulisan makalah ini dibuat secara sistematis dari buku SIKI, SDKI,
jurnal, dan artikel. Kami ucapakan terima kasih kepada dosen pembimbing : Dr.Anik Puji
Rahayu M.Kep
penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................2
D. Manfaat........................................................................................................3
1) Tinjauan Kasus..................................................................................................107
2) Pembahasan.......................................................................................................137
BAB 4 PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................172
B. Saran.............................................................................................................172
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernapasan atau respirasi adalah proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran
karbondioksida hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Manusia dalam bernapas
menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.
Sistem pernapasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran napas dan paru-paru
beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen per hari. Dalam keadaan
tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat
kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kali lipat. Namun dalam pernapasan juga dapat
mengalami gangguan atau kelainan salah satunya yang kita kenal dengan penyakit asma.
Asma adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran napas sehingga
penderita mengalami keluhan sesak napas atau kesulitan bernapas. Tingkat keparahan
asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan oksigen. Asma
merupakan penyakit yang tidak bisa dianggap sepele. Berdasarkan data WHO tahun
2006, sebanyak 300 juta orang menderita asma dan 225 ribu penderita meninggal karena
asma di seluruh dunia. Angka kejadian asma 80 % terjadi di negara berkembang akibat
kemiskinan, kurangnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan fasilitas pengobatan. Angka
kematian yang disebabkan oleh penyakit asma di seluruh dunia diperkirakan akan
meningkat 20 persen untuk sepuluh tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik.
Hasil penelitian International study on asthma an alergies in childhood pada tahun
2006, menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma tidak dapat
disembuhkan, namun dalam penggunaan obat-obat yang ada saat ini hanya berfungsi
untuk menghilangkan gejala saja. Kontrol yang baik diperlukan oleh penderita untuk
terbebas dari gejala serangan asma dan bisa menjalani aktivitas hidup sehari-hari. Untuk
mengontrol gejala asma secara baik, maka penderita harus bisa merawat penyakitnya,
dengan cara mengenali lebih jauh tentang penyakit tersebut (Sundaru, 2008).
Selama asma menyerang, saluran napas akan mengalami penyempitan dan
mengisinya dengan cairan lengket yang diproduksi oleh dinding bagian dalam yang
menyebabkan jalan udara menyempit dan mengurangi aliran keluar masuknya udara ke
paru-paru. Pada asma kambuhan sering menyebabkan gangguan seperti sulit tidur,
kelelahan, dan mengurangi tingkat aktivitas sehari-hari.
Asma secara relatif memang memiliki tingkat kematian yang rendah dibandingkan
dengan penyakit kronis lainnya, namun demikian sedikitnya ratusan ribu orang
meninggal karena asma pada tahun 2005. Banyaknya penderita asma yang meninggal
dunia, dikarenakan oleh kontrol asma yang kurang atau kontrol asma yang buruk
(Depkes, 2008).
Walaupun asma merupakan penyakit yang dikenal luas oleh masyarakat, namun
penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari sebagian perawat
dan masyarakat bahwa asma merupakan penyakit yang sederhana serta mudah diobati
dan pengelolaan utamanya dengan obat-obatan asma khususnya bronkodilator.
Maka timbul kebiasaan dari dokter atau perawat dan pasien untuk mengatasi gejala
penyakit asma saja, bukannya mengelola asma secara lengkap. Khususnya terhadap
gejala sesak nafas dan mengi dengan pemakaian obat-obatan. Pengetahuan yang terbatas
tentang asma membuat penyakit ini seringkali tidak tertangani dengan baik (Ramaiah,
2006).
Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka penyusun akan membahas lebih lanjut
tentang penyakit asma. Sehingga masyarakat lebih memahami tentang penyakit asma,
faktor yang mempengaruhinya serta hal-hal apa yang dilakukan untuk perawatan
penyakit asma
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori anatomi fisiologi manusia pada sistem pernapasan?
2. Apa yang dimaksud dengan penyakit asma bronkial?
3. Bagaimana penyebab penyakit asma bronkial?
4. Bagaimana patofisiologi pada penyakit asma bronkial?
5. Bagaimana gejala yang ditimbulkan oleh penyakit asma bronkial?
6. Bagaimana penyembuhan pada penyakit asma bronkial?
7. Bagaimana metode asuhan keperawatan pada pengkajian secara umum dan
khususkepada pasien dengan asma bronkial?
8. Bagaimana metode asuhan keperawatan pada diagnosa secara umum dan khusus
kepada pasien dengan asma bronkial?
9. Bagaimana metode asuhan keperawatan pada rencana keperawatan secara umum
dan khusus kepada pasien dengan asma bronkial?
10. Bagaimana metode asuhan keperawatan pada implementasi secara umum dan
khusus kepada pasien dengan asma bronkial?
11. Bagaimana metode asuhan keperawatan pada evaluasi secara umum dan khusus
kepada pasien dengan asma bronkial?
12. Bagaimana perbandingan teori yang menggunakan Nanda, NIC dan NOC dengan
teori yang menggunakan SDKI dan SIKI?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Agar pembaca mengetahui teori anatomi manusia pada sistem pernapasan
b. Agar pembaca mengetahui apa itu penyakit asma bronkial
c. Agar pembaca mengetahui penyebab dari penyakit bronkial
d. Agar pembaca mengetahui patofisiologi pada penyakit asma bronkial
e. Agar pembaca mengetahui gejala yang ditimbulkan oleh penyakit asma bronkial
f. Agar pembaca mengetahui cara penyebuhan dari penyakit asam bronkial
g. Agar pembaca mengetahui metode asuhan keperawatan pada pengkajian secara
umum dan secara khusus kepada pasien dengan asma bronkial
h. Agar pembaca mengetahui metode asuhan keperawatan pada diagnosa secara
umum dan secara khusus pada pasien dengan asma bronkial
i. Agar pembaca mengetahui metode asuhan keperawatan pada rencana
keperawatan secara umum dan khusus pada pasien dengan asma bronkial
j. Agar pembaca mengetahui metode asuhan keperawatan pada implementasi secara
umum dan khusus pada pasien dengan asma bronkial
k. Agar pembaca mengetahui metode asuhan keperawatan pada evaluasi secara
umum dan khusus pda pasien dengan asma bronkial
l. Agar pembaca mengetahui perbedaan antara teori yang menggunakan, dengan
teori yang menggunakan SDKI dan SIKI
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasisawa dapat mengetahui teori asma bronkial.
b. Agar mahasiswa dapat mengkaji asuhan keperawatan kepada pasien dengan
asma bronkial.
c. Agar mahasiswa dapat mendiagnosa asuhan keperawatan kepada pasien dengan
asma bronkial.
d. Agar mahasiswa dapat melakukan perencanaan tindak lanjut kepada pasien
dengan asma bronkiai.
e. Agar mahasiswa dapat melakukan tindakan keperawatan kepada pasien dari
perencanaan asuhan keperawatan.
f. Agar mahasiswa dapat menentukan hasil tindakan telah tercapai atau ada belum
tecapai sepenuhya.
D. Manfaat
a. Agar mahasiswa dapat memahami metodologi keperawatan kepada pasien
dengan asma bronkial dalam tahap tindakan asuhan keperawatan.
b. Sebagai tinjauan teori kepada perawat, dan tatanan ilmiah di suatu institusi.
c. Agar mahasiswa dapat memberikan edukasi kepada masyarakat tentang
penanganan tentang penyakit asma bronkial.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Respirasi Luar merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan
udara.
2. Respirasi Dalam merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke
sel-sel tubuh.
a. Respirasi/Pernapasan Dada
Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut
Tulang rusuk terangkat ke atas
Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam
dada kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.
b. Respirasi / Pernapasan Perut
Otot difragma pada perut mengalami kontraksi
Diafragma datar
Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara
pada dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru
Sistem respirasi secara garis besar terdiri dari bagian konduksi yang
terdiri dari cavum nasi, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
bronkiolus terminal; dan bagian respirasi (tempat terjadi pertukaran gas) yang
terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan alveoli. Menurut
klasifikasi berdasarkan saluran napas atas dan bawah, saluran napas atas
terbatas hingga faring sedangkan saluran napas bawah dimulai dari laring,
trakea, bronkus dan berakhir di paru.
Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian,
teratur, berirama dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak reflek yang
terjadi pada otot-otot pernapasan.
Reflek bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam
sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena itu seseorang dapat
menahan, memperlambat atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa reflek
napas juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka
terhadap kelebihan kadar karbondioksida dalam darah dan kekurangan oksigen
dalam darah.
1. Inspirasi
2. Ekspirasi
a. Hidung
(a) Memanaskan udara
Pada rongga hidung terdapat suatu struktur yang
disebut concha. Permukaan concha ini diliputi banyak pembuluh
darah kapiler, sehingga suhunya selalu hangat. Udara yang menuju
paru-paru bila melaluinya akan dihangatkan.
(b) Menyaring udara.
Mencegah pemasukan gas-gas yang membahayakan ke dalam
paru-paru. Hal ini dimungkinkan oleh adanya indra pembau pada
hidung, sehingga jika tercium bau gas yang tidak enak merupakan
petunjuk agar hidung ditutup. GasCO yang tidak berbau akan lolos
dari penyaringan ini, sehingga dapat menimbulkan kematian.
Mencegah masuknya debu-debu yang terkandung di dalam
udara. Hal ini dimungkinkan oleh adanya rambut-rambut halus
disebut silia, yang meliputi selaput mukosa hidung. Ketika dilalui
udara silia bergerak menggelombang.
(c) Melembabkan udara
Keadaan selaput mukosa hidung selalu lembab dan selalu
memberikan sebagian kelembapannya untuk udara yang terisap
masuk. Oleh karena itu, udara akan menjadi lembab dan hangat
sebelum masuk paru-paru.
f. Pulmo (Paru-paru).
Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa
yunani yang berarti “sukar bernapas”. Penyakit asma dikenal karena
adanya gejala sesak napas, batuk yang disebabkan oleh penyempitan
saluran napas. Asma juga disebut penyakit paru-paru kronis yang
menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan
karena pengencangan dari otot sekitar saluran napas, peradangan, rasa
nyeri, pembengkakan daniritasi pada saluran napas di paru-paru. Hal
lain disebut juga bahwa asma adalah penyakit yang disebabkan oleh
peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam-
macam stimuli yang di tandai dengan penyempitan bronkus atau
bronkiolus dan sekresi berlebih dari kelenjar di mukosa bronkus.
Asma adalah suatu kelainan berupa proses kronik saluran nafas yang
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala eprisodik berulang berupa mengi, batuk,
sesak nafas dan rasa berat di dada terutama malam hari atau dini hari
yang umumnya bersifat reversibel baik dengan ataupun tanpa
pengobatan.
Asma bronkial adalah suatu penyakit kronis yang ditandai dengan
adanya peningkatan kepekaan saluran nafas terhadap berbagai
rangsangan dari luar , misalnya debu, serbuk sari, udara dingin,
makanan dan lain-lain yang menyebabkan penyempitan saluran nafas.
Keadaan ini akan memberikan gejala berupa sesak nafas, mengi dan
batuk yang sering disertai lendir (dahak). Hingga saat ini asma masih
merupakan masalah di dunia dengan angka kejadian sebanyak
3.000.000 penduduk dan angka kematian sebanyak 250.000 penduduk
setiap tahun. Di Indonesia prevalensi asma mencapai 4,5% dengan
estimasi jumlah pasien asma 11,2 juta jiwa.
Serangan asma bervariasi mulai dari serangan yang ringan dan tidak
mengganggu aktivitas sehingga dapat juga menjadi penyakit dan
mengganggu aktivitas sehari – hari serta kualitas hidup penderita.
c. Patofisiologis
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E
orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema
lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama
ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam
paru selama eksirasi paksa. menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama
selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik
dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu
paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest.
ASMA
BRONKIAL
Pelepasan mediator
Pencetus : Imun respon humoral
• Allergen menjadi aktif
• Histamine
• Olahraga • SRS-A
• Cuaca • Serotonin
• Emosi • Kinin
• Bronkospasme
• Edema mukosa
Penghambat • Sekresi meningkat
kortikosteroid
• inflamasi
d. Komplikasi
Asma akan semakin parah dan tidak terkendalikan jika anda tidak
rutin mengkonsumsi obat yang dianjurkan dan masih terkena berbagai
pemicu asma. Bila dibiarkan aka nada banyak komplikasi asma yang
muncul.(pearce,evelyn.2009)
Berbagai komplikasi asma yang biasa muncul:
1. Tidak bebas beraktivitas
Asma membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas dengan baik,
bahkan bisa sampai menyebabkan produktivitas menurun. Memiliki
asma yang tak terkendali akan membuat Anda cepat lelah, karena
oksigen yang masuk ke dalam tubuh tidak optimal.
2. Mengalami gangguan tidur
Menurut penelitian yang dilakukan di 2016, sebanyak 75 persen
pengidap asma mengalami gangguan tidur di malam hari . Padahal,
gangguan tidur ini akan menyebabkan berbagai masalah dan gangguan
lain, misalnya pusing, tubuh jadi semakin lemas, dan stres. Jika sudah
begitu, aktivitas jadi terganggu dan Anda akan susah fokus dengan
pekerjaan.
3. Timbul masalah psikologi
Faktanya, penyakit asma yang tak terkendali berhubungan langsung
dengan stres, gangguan kecemasan, hingga depresi. Bila asma tak
diobati dan dikendalikan dengan baik, bukan tidak mungkin Anda
mengalami gangguan psikologis tersebut. Tentu saja, gangguan
psikologis itu akan memengaruhi aktivitas dan kehidupan Anda sehari-
hari.
4. Tubuh Cepat Lelah
Sesak napas yang dialami ketika asma kambuh tentunya membuat
penderitanya tidak nyaman, pun kondisi ini cukup menguras energi.
Akibatnya, tubuh akan mengalami kelelahan. Terlebih jika asma yang
diderita sudah terlalu parah, bisa saja tubuh akan merasa lelah
sepanjang hari.
5. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit infeksi paru-paru yang juga menjadi
satu dari sejumlah komplikasi asma yang tidak segera diobati.
Pneumonia menyebabkan jaringan yang ada di salah satu atau kedua
paru-paru mengalami peradangan (inflamasi) atau pembengkakan.
Kondisi ini dipicu oleh adanya infeksi pada paru-paru.
6. Gagal Napas (Status Asmatikus)
Saat kadar oksigen di dalam darah sedikit akibat terhambatnya
pasokan oksigen yang dipicu oleh penyempitan saluran pernapasan,
terjadilah apa yang disebut sebagai status asmatikus atau ‘gagal napas’.
Status asmatikus merupakan komplikasi asma tingkat tinggi yang
menyebabkan penderitanya bahkan tidak bisa diobati dengan
pemberian obat-obatan. Sama seperti pneumotoraks, status asmatikus
bisa berujung pada kematian.
e. Pengobatan
Penyakit Asma (Asthma) sampai saat ini belum dapat diobati secara
tuntas, ini artinya serangan asma dapat terjadi dikemudian hari.
Penanganan dan pemberian obat – obatan kepada penderita asma adalah
sebagai tindakan mengatasi serangan yang timbul yang mana
disesuaikan dengan tingkat keparahan dari tanda dan gejala itu sendiri.
Prinsip dasar penanganan serangan asma adalah dengan pemberian obat
– obatan baik suntikan (Hydrocortisone), syrup Ventolin (Salbutamol)
atau nebulizer (gas salbutamol) untuk membantu melonggarkan saluran
pernapasan. Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam
pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik. (Pearce,
Evelyn. 2009)
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
c. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi
terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama
obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.
d. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan
obat ini adalah dapat diberika secara oral.
f. Pencegahan
Ada beberapa tips dan saran yang diberikan untuk menghindari
serangan asma bronkial, di antaranya:
c. Immunotherapy
b. Tujuan Khusus :
a. Informasi utama (inti) bagi pasien dan keluarga.
b. Dasar menentukan diagnosa keperawatan.
c. Sumber informasi yang dapat membantu mendiagnosa masalah yang
baru muncul.
d. Mendukung keputusan klinis agar tercapai tujuan dan tindakan yang
sesuai.
e. Dasar menentukan kebutuhan pasien, keluarga dan pengasuh pasien.
f. Dasar menentukan kebutuhan pasien jika pulang.
g. Dasar pemilihan perawatan dan penentuan biaya perawatan.
h. Memproteksi hak-hak legal.
i. Komponen sistem pelayanan pasien (dapat untuk menetukan
kebutuhan staf perawatan, biaya perawatan pasien, dll).
j. Untuk mengindentifikasi kebutuhan dan respons klien yang unik
terhadap masalah-masalah dan akan ditegakkan menjadi diagnosis
keperawatan yang mempengaruhi rencana intervensi keperawatan
yang diperlukan.
k. Untuk menggabungkan dan mengorganisasi data dan beberapa
sumber yang dikumpulkan menjadi satu sehingga masalah kesehatan
klien dapat dianalisis dan diidentifikasi.
l. Untuk meyakinkan garis dasar informasi yang ada dan untuk
bertindak sebagai poin referensi dalam mengukur perubahan yang
terjadi pada kondisi kesehatan klien.
m. Untuk mengidentifikasi karakteristik sesuai respons dan kondisi
kesehatan klien yang akan mempengaruhi rencana dan pemberian
intervensi keperawatan.
n. Untuk menyuplai data yang cukup guna memberikan intervensi
keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien.
o. Untuk memberikan dasar guna penulisan rencana asuhan keperawatan
yang efektif.
3. Tipe Data
a. Data dasar
Merupakan kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan
keperawatannya terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari
medis atau profesi kesehatan lainnya.
b. Data fokus
Adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien
terhadap kesehatan dan masalah kesehatan serta hal-hal yang
mencakup tindakan yang dilaksanakan pada klien.
1) Data subyektif
Adalah data yang didapat dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi atau kejadian. Informasi tersebut tidak dapat
ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui interaksi
atau komunikasi.
2) Data obyektif
Adalah data yang dapat dari hasil observasi dan pengukuran
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Informasi data ini biasanya
diperoleh melalui “sense”.
4. Sumber Data
a. Sumber data Primer
Sumber data primer adalah data-data yang dikumpulkan dari klien,
yang dapat memberikan informasi yang lengkap tentang masalah
kesehatan dan keperawatan yang dihadapinya.
5. Karakteristik data
a. Lengkap
Seluruh data diperlukan untuk mengidentifikasi masalah
keperawatan klien. Data yang terkumpul harus lengkap guna
membantu mengatasi masalah klien yang adekuat. Misalnya klien tidak
mau makan — kaji secara mendalam kenapa klien tidak mau makan
(tidak cocok makanannya, kondisi fisiknya menolak untuk
makan/patologis, atau sebab-sebab yang lain).
c. Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya memerlukan
banyak sekali data yang harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu
perawat untuk mengidentifikasi.
1) Persiapan.
Sebelum melakukan komunikasi dengan klien, perawat harus
melakukan persiapan dengan membaca status klien. Perawat
diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk kepada klien,
karena akan mengganggu dalam membina hubungan saling
percaya dengan klien.
Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak
boleh memaksa atau memberi kesempatan kepada klien kapan
mereka sanggup. Pengaturan posisi duduk dan teknik yang akan
digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian rupa guna
memperlancar wawancara.
Macam-Macam Wawancara :
1) Auto anamnese : wawancara dengan klien langsung.
2) Allo anamnese : wawancara dengan keluarga / orang
terdekat.
Hambatan wawancara :
1) Internal :
a) Pandangan atau pendapat yang berbeda
b) Penampilan klien berbeda
c) Klien dalam keadaan cemas, nyeri, atau kondisinya
menurun
d) Klien mengatakan bahwa ia tidak ingin mendengar
tentang sesuatu hal
e) Klien tidak senang dengan perawat, atau sebaliknya
f) Perawat berpikir tentang sesuatu hal yang lain / tidak
fokus ke pasien
g) Perawat sedang merencanakan pertanyaan selanjutnya
h) Perawat merasa terburu-buru
i) Perawat terlalu gelisah atau terburu-buru dalam bertanya
2) Eksternal :
a) Suara lingkungan gaduh : TV, radio, pembicaraan di luar
b) Kurangnya privasi
c) Ruangan tidak memadai untuk dilakukannya wawancara
d) Interupsi atau pertanyaan dari staf perawat yang lain.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berasal dari kata “Physical Examination”
yang artinya memeriksa tubuh.Pemeriksan fisik adalah
pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan
dari suatu sistim atau suatu organ tubuh dengan cara melihat
(inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan
mendengarkan (auskultasi). (Raylene M Rospond,2009; Terj D.
Lyrawati,2009). Jadi pemeriksaan fisik adalah memeriksa tubuh
dengan atau tanpa alat untuk tujuan mendapatkan informasi atau
data yang menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya.
1) Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan.
Hasilnya seperti : Mata kuning (icteric), terdapat struma di
leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
2) Palpasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui
perabaan terhadap bagian-bagian tubuh yang mengalami
kelainan. Misalnya adanya tumor, oedema, krepitasi
(patah/retak tulang), dll.
3) Perkusi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan
mengetuk bagian tubuh menggunakan tangan atau alat bantu
seperti reflek hammer untuk mengetahui reflek seseorang
(dibicarakan khusus). Juga dilakukan pemeriksaan lain yang
berkaitan dengan kesehatan fisik klien. Misalnya : kembung,
batas-batas jantung, batas hepar-paru (mengetahui
pengembangan paru), dll.
4) Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui
pendengaran. Biasanya menggunakan alat yang disebut
dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi
jantung, suara nafas, dan bising usus (Rober Priharjo, S.Kp,
M.Sc, RM, 2006, hal : 25).
a. Pemeriksaan kepala
Tujuan
1) Lampu
2) Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
Prosedur Pelaksanaan
1) Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan,
adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala,
warnarambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan
tanda-tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering).
2) Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur
rambut.
Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat
dan kuat/tidak rapuh (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN, 2016,
hal : 78).
b. Pemeriksaan wajah
1) Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak
pucat/ikterik, simetris.
2) Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang.
Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.
c. Pemeriksaan mata
Kelengkapan dan keluasan pengkajian mata bergantung pada
informasi yang diperlukan. Secara umum tujuan pengkajian
mata adalah mengetahui bentuk dan fungsi mata (Robert
Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 51).
Cara inspeksi mata
Dalam inspeksi mata, bagian-bagian mata yang perlu diamati
adalah bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, dan
pupil.
1) Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata,
lapang pandang, dan visus.
2) Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap
kelainan dengan cara sebagai berikut.
a) Anjurkan pasien melihat kedepan.
b) Bandingkan mata kanan dan kiri.
c) Anjurkan pasien menutup kedua mata.
d) Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata,
serta pada bagian pinggir kelopak mata, catat setiap
ada kelainan, misalnya adanya kemerah-merahan.
3) Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait
dengan ada/tidaknya bulu mata, dan posisi bulu mata.
4) Perhatikan keluasan mata dalam membuka dan catat bila
ada dropping kelopak mata atas atau sewaktu mata
membuka (ptosis).
5) Amati konjungtiva dan sclera dengan cara sebagai berikut
:
a) Anjurkan pasien untuk melihat lurus kedepan.
b) Amati konjungtiva untukmmengetahui ada/tidaknya
kemerah-merahan, keadaan vaskularisasi, serta
lokasinya.
c) Tarik kelopak mata bagian bawah dengan
menggunakan ibu jari.
d) Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva
bagian bawah, catat bila didapatkan infeksi atau pus
atau bila warnanya tidak normal, misalnya anemic.
e) Bila diperlukan, amati konjungtiva bagian atas, yaitu
dengan cara membuka/membalik kelopak mata atas
dengan perawat berdiri dibelakang pasien.
f) Amati warna sclera saat memeriksa konjungtiva yang
pada keadaan tertentu warnanya dapat menjadi
ikterik.
g) Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil.
Kemudian lanjutkan dengan mnegevaluasi reaksi
pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil
adalam sama besar (isokor). Pupil yang mengecil
disebut miosis,dan amat kecil disebut pinpoint,
sedangkan pupil yang melebar/ dilatasi disebut
midriasis (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006,
hal : 52).
Cara inspeksi gerakan mata.
Persiapan Alat
1) Arloji berjarum detik
2) Garpu tala
3) Speculum telinga
4) Lampu kepala
Prosedur Pelaksanaan
1) Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan,
integritas, posisi telinga, warna, liang telinga
(cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit
bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-
tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
Prosedur Pelaksanaan
1) Inspeksi dan palpasi struktur luar: warna mukosa mulut
dan bibir, tekstur , lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak
ada lesi dan stomatitis.
2) Inspeksi dan palpasi strukur dalam: gigi
lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang gusi,
kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit-langit.
Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi
berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau
radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan
tidak ada tanda infeksi mata (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc,
RN., 2006, hal : 70).
g. Pemeriksaan leher
Tujuan
1) Stetoskop
2) Penggaris centimeter
3) Pensil penada
Prosedur pelaksanaan
1) Inspeksi: kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas
(frekuensi,irama,kedalaman,dan upaya
pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna
kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada
tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan
warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema.
2) Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri,
tractile fremitus (perawat berdiri dibelakang pasien,
instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh”
atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan
kedua telapak tangan pada punggung pasien).
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri
tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris,
taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
3) Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan
bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang
sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi).
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih
daripada bagian udara :pekak (“bleg bleg bleg”), jika
bagian udara lebih besar dari bagian padat : hiperesonan
(“deng deng deng”), batas jantung : bunyi rensonan----
hilang>>redup.
4) Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru.
(dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru
kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas
trachea).
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler,
brochial, tracheal.
Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut
mata (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 87).
System kardiovaskuler
Tujuan
1) Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
2) Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
3) Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
4) Mendeteksi gangguan kardiovaskuler
Persiapan alat
1) Stetoskop
2) Senter kecil
Prosedur pelaksanaan
k. Sistem Muskuloskeletal
a. Inspeksi
a) Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien
untuk menampakkan seluruh tubuh.
b) Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi
yang lain dan amati adanya atrofi atau hipertrofi.
Kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien
berdiri tegak dan membungkuk ke depan.
c) Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi,
ukur keduanya dengan menggunakan meteran.
d) Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui
kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan oleh
malposisi suatu bagian tubuh.
e) Amati kenormalan susunan tulang dan adanya
deformitas.
f) Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal
tulang belakang, bahu yang tidak sama tinggi, garis
pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang
menonjol, akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke
depan.
g) Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya
pembengkakan persendian.
h) Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan
persendian.
i) Inspeksi pergerakkan persendian.
b. Palpasi
a) Palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak
secara aktif dan pasif untuk mengetahui adanya kelemahan
(flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara involunter (spastisitas).
b) Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau
mendorong tangan pemeriksa, bandingkan kekuatan otot
ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
c) Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan.
d) Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan
memberikan informasi mengenai integritas sendi.
Normalnya, sendi bergerak secara halus. Suara gemletuk
dapat menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di
antara tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata, seprti
pada keadaan arthritis, mengakibatkan adanya krepitus
karena permukaan yang tidak rata tersebut yang saling
bergeseran satu sama lain.
e) Periksa adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan
osteoarthritis menimbulkan benjolan yang khas. Benjolan
dibawah kulit pada rheumatoid arthritis lunak dan terdapat di
dalam dan sepanjang tendon yang memberikan fungsi
ekstensi pada sendi biasanya, keterlibatan sendi mempunya
pola yang simetris. Benjolan pada GOUT keras dan terletak
dalam dan tepat disebelah kapsul sendi itu sendiri.
f) Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala
Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = Tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = Gerakan kontraksi.
c. Perkusi
a) Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon
berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari
lutut.
b) Refleks biceps, lengan difleksikan terhadap siku dengan
sudut 90º, supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas
tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada
tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul
dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot
biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan
gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau
sendi bahu.
c) Refleks triceps, lengan ditopang dan difleksikan pada sudut
90º, tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon
triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). Respon
yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit
meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi
siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau
mungkin ada klonus yang sementara.
d) Refleks achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk
memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa
bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon
normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e) Refleks abdominal, dilakukan dengan menggores abdomen
diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu,
umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang
digores.
f) Refleks Babinski, merupakan refleks yang paling penting .
Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal.
Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian
melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika
ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya
tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua
jari kaki (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal :
155).
l. Sistem Endokrin
a. Inspeksi
a) (warna kulit) : Hiperpigmentasi ditemukan pada klien
addison desease atau cushing syndrom.
Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme.
b) Wajah : Variasi, bentuk dan struktur muka mungkin
dapat diindikasikan dengan penyakit akromegali mata.
c) Kuku dan rambut : Peningkatan pigmentasi pada kuku
diperlihatkan oleh klien dengan penyakit addison
desease, kering, tebal dan rapuh terdapat pada penyakit
hipotiroidisme, rambut lembut hipertyroidisme.
Hirsutisme terdapat pada penyakit cushing syndrom.
d) Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh
klien : Orang jangkung, yang disebabkan karena
insufisiensi growth hormon. Tulang yang sangat besar,
bisa merupakan indikasi akromegali.
e) Tanda trousseaus dan tanda chvoteks : Peningkatan
kadar kalsium tangan dan jari-jari klien kontraksi
(spasme karpal).
b. Palpasi
a) Kulit kasar, kering ditemukan pada klien dengan
hipotiroidisme. Dimana kelembutan dan bilasan kulit
bisa menjadi tanda pada klien dengan hipertiroidisme.
Lesi pada ekstremitas bawah mengindikasikan DM.
b) Palpasi kelenjar tiroid (tempatkan kedua tangan anda pada
sisi lain pada trachea dibawah kartilago thyroid. Minta
klien untuk miringkan kepala ke kanan Minta klien untuk
menelan. Setelah klien menelan. pindahkan pada sebelah
kiri. selama palpasi pada dada kiri bawah) : Tidak
membesar pada klien dengan penyakit graves atau goiter.
c. Auskultasi
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi
bunyi “bruit“. Bunyi yg dihasilkan oleh karena turbulensi pada
pembuluh darah tiroidea. Normalnya tidak ada bunyi.
m. Sistem Neurologi
a. Inspeksi
a) Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran:
dengan melakukan pertanyaan tentang kesadaran pasien
terhadap waktu, tempat dan orang.
b) Kaji status mental.
c) Kaji adanya kejang atau tremor.
b. Palpasi
a) Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk
lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya.
b) Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau
mengalami gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa
terbakar/panas dan baal.
c) Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan
otot, pergerakan dan postur.
c. Perkusi
a) Refleks patela, diketuk pada regio patela (ditengah tengah
patela).
b) Refleks achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon
normal berupa gerakan plantar fleksi kaki (Robert
Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 161).
n. Sistem perkemihan
1) Inspeksi
a) Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam,
warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedime.
b) Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria
dan hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih.
c) Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter,
silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
d) Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian
diagnostik yang terkait dengan sistem perkemihan.
2) Palpasi
a) Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
b) Untuk melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di
sebelah kanan pasien. Tangan kiri diletakkan di
belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung
cari menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk
mendorong ginjal ke depan). Tangan kanan diletakkan
dengan lembut pada kuadran kanan atas di lateral otot
rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak
inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di bawah
arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua
tangan (tentukan ukuran, nyeri tekan ga). Pasien
diminta membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan
tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali
waktu ekspirasi.
c) Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri : Pindah di
sebelah kiri penderita, Tangan kanan untuk menyangga
dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri diletakkan
dengan lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot
rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak
inspirasi tekan tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus
aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan
(normalnya jarang teraba).
3) Perkusi
Untuk pemeriksaan ketok ginjal prosedur tambahannya
dengan mempersilahkan penderita untuk duduk menghadap
ke salah satu sisi, dan pemeriksa berdiri di belakang
penderita. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra
kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan
memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal
kanan). Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra
kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan
memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal
kiri). Penderita diminta untuk memberiksan respons
terhadap pemeriksaan bila ada rasa sakit.
o. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)
Tujuan :
1) Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian
2) Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya
gangguan pada bagian-bagian tertentu.
Alat :
a. Meteran
Posisi klien: Berdiri, duduk.
Prosedur Pelaksanaan
1) Inspeksi struktur muskuloskletal :simetris dan
pergerakan, Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot.
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif,
kekuatan otot penuh.
2) Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis.
Normal: teraba jelas
3) Tes reflex : tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan trisep positif.
p. Sistem integumen
a. Inspeksi
a) Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice,
pigmentasi yang tidak teratur
b) Kaji membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum,
kulit
c) Kaji bentuk, integritas, warna kuku.
d) Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus.
b. Palpasi
a) Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
b) Tekstur kulit.
c) Turgor kulit, normal < 3 detik
d) Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi,
temperatur, bentuk, mobilisasi.
e) Palpasi Capillary refill time : warna kembali normal
setelah 3 – 5 detik.
Tujuan:
Pemeriksaan rectum
Tujuan :
Pria:
6. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
b. Ro foto
c. CT Scan
d. MRI, USG, EEG, ECG dan lain-lain.
7. Terapi
Obat-obatan
d. Analisis data
Dasar analisis:
a. Anatomi- fisiologi
b. Patofisiologi penyakit
c. Mikrobiologi- parasitology
d. Farmakologi
e. Ilmu perilaku
h. Teori-teori keperawatan.
Fungsi analisis:
a) Dapat menginterpretasi adta keperawatan dan kesehatan, sehingga
data yang di peroleh memiliki makna dan arti dalam menentukan
masalahdan kebutuhan klien.
Pedoman analisis :
b. Perumusan masalah
Setelah analisandat dilakukan, dapat dirumusakan beberapa
masalah kesehatan. Maslah kesehatan tersebut ada yang dapat di
intervensi dengan asuhan keperawatan (maslah keperawatan) tetapi
dan juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis. Selanjutnya
disusun diagnose keperawatan sesuai dengan prioritas.
7. Klasifikasi Data
a. Menurut bentuk angka
1) Data diskrit: data yang dibentuk angka bulat (hasil menghitung)
2) Data kontinyu: data yang berbentuk angka pecahan (desimal)/ hasil
mengukur. Contoh: BB, TB
b. Menurut sifatnya
1) Data kuantitatif : data yang berwujud angka
2) Data kualitatif : data yang tidak berwujud angka
c. Menurut sumbernya
1) Data primer : data yang didapat langsung dari individu atau
masyarakat
2) Data sekunder : data yang didapat dari orang lain, organisasi
tertentu yang sudah diolah
d. Menurut skala pengukuran
1) Skala nominal : mempunyai beberapa kategori, diantara kategori
tak dapat diketahui tingkat perbedaannya.
Contoh : Jenis kelamin : laki-laki, perempuan
Golongan pekerjaan : pegawai negeri, ABRI, swasta dan buruh
2) Skala ordinal : mempunyai beberapa kategori, antara kategori
dapat diketahui tingkat perbedaan, akan tetapi tidak dapat
diketahui besarnya perbedaan.
Contoh : Tingkat pendidikan : tidak sekolah, SD, SMP, SMA,
Perguruan tinggi
3) Skala interval mempunyai beberapa kategori, antara beberapa
kategori dapat di bedakan dan dapat di ketahui besarnya
perbedaan, tapi antara kategori tidak dapat di ketahui
kelipatannya dan tidak mengakui titik nol absolute.
Contoh : 0⁰ C, ada suhunya sebab perhitungan suhu sampai
dengan minus (-)
Tingkat pengetahuan, nilaiA : 80, nilai B : 40 hal ini tidak berarti
A dua kali lebih pandai dari B.
4) Data skalaratio mempunyai beberapa kategori antara kategori di
ketahui tingkat perbedaannya, dapat di ketahui tingkat kelipatanya
dan mengakui adanya titik nol absolute.
Contoh : Rasio penduduk laki-laki dan wanita 48 : 52.
8. Validasi Data
Verifikasi data untuk mengkonfirmasi kelengkapan, keakuratan, dan
aktualitas data.Dengan memvalidasi data, membantu perawat untuk
memastikan kelengkapan informasi dari pengkajian, kecocokan data
objektif dan subjektif, mendapatkan tambahan informasi, menghindari
ketidakteraturan dalam mengumpulkan dan memfokuskan data sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam penulisan dan identifikasi masalah.
Validasi data : meyakinkan bahwa data yang diperolehhasil
pengumpulan data adalah fakta (nyata & benar)
a. Data dasar
2. Keluhan
Keluhan klien sehingga dia membutuhkan perawatan
medik, jika pasien tidak mempunyai keluhan utama, lakukan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui penyebab sakitnya, terbagi
menjadi tiga (3) yaitu:
a. Keluhan saat dirumah
b. Masuk Rumah Sakit
c. Saat pengkajian (dikaji)
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang
dialami.
2) Kecelakaan yang pernah dialami.
3) Prosedur operasi dan perawatan rumah sakit.
4) Allergi (makanan, obat-obatan dll).
5) Pengobatan dini (konsumsi obat-obatan bebas).
4)
Keterangan:
: Perempuan
: Kembar
: Tinggal Serumah
c) Kebutuhan Cairan
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar
manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam
bagian tubuh, hamper 90% dari total berat badan tubuh.
Persentase cairan tubuh bervariasi bergantung pada faktor usia,
lemak dalam tubuh dan jenis kelamin. Tubuh manusia
membutuhan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran
cairan.
Cairan dimasukan melalui mulut atau secara parenteral dan
cairan meninggalkan tubuh dari saluran pencernaan, paru-paru,
kulit, dan ginjal. Asupan cairan untuk kondisi normal kepada
orang dewasa adalah 2500cc per hari. Asupan cairan dapat
langsung berupa cairan atau ditambah dari makanan lain.
Pengeluaran cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan
cairan pada orang dewasa, dalam kondisi normal adalah 2300cc.
jumlah air yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal
(berupa urine) sebanyak 1500cc per hari pada orang dewasa,
melalui kulit berupoa keringat dan saluran pencernaan (berupa
feses).
Faktor-faktor yang mempengeruhi kebutuhan cairan dan
elektrolit antara lain:
(1) Usia, pebedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta
aktivitas organ sehingga dapat mempengaruhi jumlah
kebutuhan cairan dan elektrolit.
(2) Temperatur, temperatur yang tinggi menyebabkan proses
pengeluaran cairan melalui keringat cukup banyak, sehingga
tubuh akan banyak kehilangan cairan.
(3) Diet, apabila kekurangan nutrien, tubuh akan memecah
cadangan makanan yang tersimpan didalamnya sehingga
dalam tubuh terjadi pergerakan cairan dari interstitial ke
interseluler, yang dapat berpengaruh pada jumlah
pemenuhan kebutuhan cairan.
(4) Stress, dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit melalui proses peningkatan produksi ADH.
(5) Sakit, pada keadaan sakit banyak sel-sel yang rusak,
sehingga untuk memperbaiki sel yang rusak tersebut
dibutuhkan adanya proses pemenuhan kebutuhan cairan yang
cukup.
d) Kebutuhan Nutrisi
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat
makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan menghasilkan
energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh. Sistem yang
berperan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah sistem
pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan yang dimulai
dari mulut sampai usus halus bagian distal, dan organ asesoris
terdiri atas hati , kantung empedu dan pankreas.
e) Kebutuhan Eliminasi
Kebutuhan eliminasi terdiri atas dua, yaitu eliminasi urin
(buang air kecil) eliminasi alvi (buang bair besaar), yang
merupakan dari kerbutuhan fisiologi dan bertujuan untuk
mengeluarkan bahan sisa. Eliminasi materi sampah merupakan
salah satu dari proses metabolik tubuh. Produk sampah
dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-
paru secara primer mengeluarkan karbon dioksida, kulit
mengeluarkan keringat dan natriun yang dikenal sebagai keringat.
g) Kebutuhan temperature.
Tubuh dapat berfungsi secara normal hanya dalam rentang
temperature yang sempit, 37°C. temperature tubuh diluar rentang
ini dapat menimbulkan kerusakan, efek yang permanen seperti
kerusakan otak, atau kematian.
i) Kebutuhan Seks
Seks dianggap oleh Maslow sebagai kebutuhan dasar fisiologis
secara umum mengambil prioritas diatas tingkat kebutuhan yang
lebih tinggi. Kebutuhan seksual dan perilaku bagaimana untuk
memenuhinya dipengaruhi oleh umur, latar belakang sosial
budaya, etika, nilai, harga diri, dan tingkat kesejahteraan.
2. Diagnosa keperawatan
a. Definisi
b. Klasifikasi Diagnosis
Negatif
Risiko
Diagnosis
keperawatan
Positif Promosi
Kesehatan
Jenis-jenis diagnosis keperawatan tersebut dapat diuraikan sebagia berikut
(Carpenito,2013; Potter & Perry,2013).
1. Diagnosis aktual
2. Dagnosis Risiko
1. Analisis Data
2. Identifikasi Masalah
Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama
mengidentifikasi masalah aktual, risiko Dan/atau promosi kesehatan.
Pernyataan masalah kesehatan merujuk ke label diagnosis keperawatan
4. Intoleransi Aktivitas
5. Deficit Pengetahuan
No Descriptor Deficit
1. Deficit Tidak cukup,tidak adekuat
2. Disfungsi Tidak berfungsi secara normal
3. Efektif Menimbulkan efek yang
diinginkan
4. Gangguan Mengalami hambatan atau
kerusakan
5. Lebih Berada diatas nilai normal
yang diperlukan
6. Penurunan Berkurang baik dalam
ukuran ,jumlah maupun
derajat
7. Rendah Berada dibawah nilai normal
atau yang diperlukan
8. Tidak efektif Tidak menimbulkan efek yang
diinginkan
b. Indicator diagnostic
c. Penyebab (etiology)
1. Analisis Data
b. Kelompokan Data
Tanda / gejala yang dianggap bermakna dikelompokkan
berdasarkan pola kebutuhan dasar yang meliputi respirasi, sirkulasi,
nutrisi/cairan,eliminasi,aktifitas/istirahat,neurosensory,reproduksi/sek
sualitas,nyeri/kenyamanan,integritasego,pertumbuhan/perkembangan,
kebersihan diri ,penyuluhan /pembelajaran, interaksisocial, dan
keamanan / proteksi.
Proses pengelompokkan data dapat dilakukan baik secara
induktif maupun deduktif. Secara induktif dengan memilah data
sehingga membentuk sebuah pola, sedangkan secara deduktif dengan
menggunakan kategori pola kemudian mengelompokkan data sesuai
kategorinya.
2. Identifikasi Masalah
Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama
mengidentifikasi masalah aktual, risiko Dan/atau promosi kesehatan.
Pernyataan masalah kesehatan merujuk ke label diagnosis keperawatan
Contoh penulisan :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme
jalan nafas dibuktikan dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih,
mengi, dyspnea, gelisah.
3.Intervensi
1. Definisi Intervensi
Intervensi keperawatan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan
secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan
meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah(Kozier
et al. (1995)). Intervensi keperawatan bisa meliputi penilaian,
pengajaran, konseling, atau perlakuan aktual langsung (Bennita W.
Vaughans, 2013, hal : 27-28).
a. Intervensi Perawat
Intervensi perawat adalah respon perawat terhadap kebutuhan
perawatan kesehatan dan diagnosa keperawatan klien. Tipe
intervensi ini adalah “Suatu tindakan autonomi berdasarkan rasional
ilmiah yang dilakukan untuk kepentingan klien dalam cara yang
diprediksi yang berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan
tujuan klien”(Bulechek & McCloskey, 1994).
Intervensi ini tidak membutuhkan supervisi atau arahan dari
orang lain. Sebagai contoh, intervensi untuk meningkatkan
pengetahuan klien tentang nutrisi yang adekuat atau aktivitas
kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan higieneadalah
tindakan keperawatan mandiri.
Intervensi perawat tidak membutuhkan instruksi dokter atau
profesi lainnya. Dokter seringkali dalam instruksi tertulisnya
mencakup intervensi keperawatan mandiri. Namun demikian
berdasarkan undang – undang praktik keperawatan di sebagian besar
negara bagian, tindakan keperawatan yang berkaitan dengan
aktivitas kehidupan sehari – hari, penyuluhan kesehatan, promosi
kesehatan, dan konseling berada dalam domain praktik keperawatan.
b. Intervensi Dokter
Intervensi dokter didasarkan pada respon dokter terhadap
dioagnosa medis, danperawat menyelesaikan instruksi tertulis
dokter. (Bulechek & McCloskey, 1994). Memberikan medikasi,
mengimplementasikan suatu prosedur invasif, mengganti balutan,
dan menyiapkan klien untuk pemeriksaan diagnostik adalah contoh
– contoh dari intervensi tersebut.
Intervensi ini tidak selalu berada dalam praktik legal
keperawatan bagi perawat untuk meresepkan atau menginstruksikan
tindakan ini, tetapi intervensi tersebut berada dalam praktik
keperawatan bagi perawat untuk menyelesaikan instruksi tersebut
dan untuk mengkhusukan pendekatan tindakan.
Sebagai contoh, dokter menginstruksikan untuk mengganti
balutan 2x sehari, medikasi intravena setiap 6 jam, dan pemindaian
tulang untuk Tn. D. Perawat memadukan setiap instruksi ini
kedalam rencana perawatan Tn. D sehngga instruksi ini diselesiakan
secara aman dan efisien.
Setiap intervensi dokter membutuhkan tanggung jawab
keperawatan spesifik dan pengetahuan keperawatan teknik spesifik.
Ketika memberikan obat – obatan, perawat bertanggung jawab
untuk mengetahui klasifikasi dari obat, kerja fisiologisnya, dosis
normal, efek samping, dan intervensi keperawatan yang
berhubungan dengan kerja obat ] L atau efek sampingnya. Intervensi
keperawatan yang berkaitan dengan pemberian medikasi bergantung
pada instruksi tertulis dokter.
c. Intervensi Kolaboratif
Intervensi kolaboratif adalah terapi yang membutuhkan
pengetahuan, keterampilan, dan keahlian dari berbagai profesional
perawatan kesehatan.
Sebagai contoh, Tn. J adalah pria yang berusia 78 tahun yang
mengalami hemiplegia akibat stroke dan juga mempunyai riwayat
demensia lama. Fungsi kognitifnya terbatas, ia beresiko mengalami
masalah yang berhubungan dengan kerusakan sensasi dan mobilitas,
dan tidak mampu secara mandiri menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari – hari. Dengan tujuan agar Tn. J mempertahankan tingkat
kesehatannya saat ini, ia membutuhkan intervensi keperawatan
spesifik untuk mencegah luka dekubitus; intervensi terapi fisik
untuk mencegah perubahan muskuloskeletal akibat imobilitas; dan
intervensi terapi okupasi untuk makan dan kebutuhan higiene.
Perawatan klien ini membutuhkan koordinasi intervensi kolaboratif
dari berbagai profesional perawatan kesehatan yang semuanya
diarahkan pada tujuan jangka panjang untuk mempertahankan
tingkat kesehatan Tn. J saat ini.
Intervensi perawat, intervensi dokter, dan intervensi kolaboratif
membutuhkan penilaian keperawatan yang kritis dan pembuatan
keputusan. Ketika menghadapi intervensi dokter atau intervensi
kolaboratif, perawat tidak secara otomatis mengimplementasikan
terapi, tetapi harus menentukan apakah intervensi yang diminta
sesuai untuk klien.
D. Implementasi
1. Pengertian Implementasi
Impelementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam
Potter & Perry, 1997). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan
untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai
dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan
kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan
keterampilan dalam melakukan tindakan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Kozier et
al., 1995).
2. Tujuan Implementasi
a. Membantu klien untuk mencapai tujuan yang diinginkan
b. Mencakup dalam peningkatan kesehatan
c. Mencakuppencegahanpenyakit
d. Mencakup pemulihankesehatan
e. Memfasilitasiklien
3. Tipe Implementasi
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga
kategori dari implementasi keperawatan, antara lain:
a. Cognitive Implementations
Meliputi pengajaran/pendidikan, menghubungkan tingkat
pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat
strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan
umpan balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi penampilan
klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan,
dan lain lain.
b. Interpersonal Implementations
Meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan
pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal
personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual,
bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain.
c. Teknical Implementations
Meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan
aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar
klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan
tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain
(Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015, hal : 191-192).
Sedangkan dalam melakukan implementasi keperawatan,
perawat dapat melakukannya sesuai dengan rencana keperawatan dan
jenis implementasi keperawatan.
4) Tindakan Merujuk
Tindakan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
Contoh penulisan: 11/10.2004 konsul dengan ahli terapi
fisik mengenai kemajuan klien menggunakan waktu pada
tanggal 12/10/2004.
b. Interdependen/ Collaborative Implementations
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama
sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya,
seperti dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat
injeksi, infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-
lain. Keterkaitan dalam tindakan kerjasama ini misalnya dalam
pemberian obat injeksi, jenis obat, dosis, dan efek samping
merupakan tanggungjawab dokter tetapi benar obat, ketepatan
jadwal pemberian, ketepatan cara pemberian, ketepatan dosis
pemberian, dan ketepatan klien, serta respon klien setelah
pemberian merupakan tanggung jawab dan menjadi perhatian
perawat.
c. Dependent Implementations
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari
profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan
sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada klien
sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik
(mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.
4. Tahap Implementasi
Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat
dalam pelaksanaan implementasi keperawatan adalah:
a. Pada Tahap Persiapan
1) Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan
professional sendiri.
2) Memahami rencana keperawatan secara baik.
3) Menguasai keterampilan teknis keperawatan.
4) Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan
dilakukan.
5) Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
6) Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam
pelayanan keperawatan.
7) Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk
mengukur keberhasilan.
8) Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin
muncul.
9) Penampilan perawat harus menyakinkan.
5. Prinsip Implementasi
Beberapa pedoman atau prinsip dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan respons klien.
b. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan,
standar pelayanan professional, hukum dan kode etik
keperawatan.
c. Bedasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
d. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi
keperawatan.
e. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana
intervensi keperawatan.
f. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai
individu dalam upaya meningkatkan peranserta untuk merawat
diri sendiri (Self Care).
g. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan
status kesehatan. Dapat menjagarasa aman, harga diri dan
melindungi klien.
h. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
i. Bersifat holistik.
j. Kerjasama dengan profesi lain.
k. Melakukan dokumentasi
E. Evaluasi Keperawatan
1. Pengertian Evaluasi
Evaluasi diartikan sebagai : selalu menjaga suatu tujuan ketika
muncul hal-hal baru dan memerlukan penyesuaian perencanaan
(Steven, F., 2000).
2. Jenis-Jenis Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara
atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan
diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi dalam pemberian
pelayanan.Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, ratio
perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan
pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area
yang diinginkan.
3. Tujuan Evaluasi
a. Tujuan Umum
1) Menjamin asuhan keperawatan secara optimal
2) Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
b. Tujuan Khusus
1) Mengakhiri rencana tindakan keperawatan
2) Menyatakan apakah tujuan keperawatan telah tercapai
atau belum
3) Meneruskan rencana tindakan keperawatan
4) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan
5) Dapat menentukan penyebab apabila tujuan asuhan
keperawatan belum tercapai.
4. Manfaat Evaluasi
a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien
b. Untuk menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas asuhan
keperawatan yang diberikan
c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
d. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun
siklus baru dalam proses keperawatan
e. Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab dalam
pelaksanaan keperawatan
5. Teknik Evaluasi
a. Wawancara
Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-
jawab yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh
klien, biasa juga disebut dengan anamnesa.Wawancara
berlangsung untu menanyakan hal-hal yang berhubungan
dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu
komunikasi yang direncanakan.
1) Persiapan
Sebelum melaukan komunikasi dengan klien,
perawat harus melakukan persiapan dengan membaca
status klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai
prasangka buruk kepada klien, karena akan
mengganggu dalam membina hubungan saling percaya
dengan klien.
4) Terminasi
Perawat mempersiapkan untu penutupan
wawancara.Untuk itu klien harus mengetahui kapan
wawancara dan tujuan dari wawancara pada awal
perkenalan, sehingga diharapkan pada akhir
wawancara perawat dan klien mampu menilai
keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan
bersama.Jika diperlukan, perawat perlu membuat
perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara
dengan klien adalah :
6. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 komponen
(Pinnell dan Meneses, 1986).
2) Standar Praktik
Standar asuhan keperawatan dapat digunakan untuk
mengevaluasi praktik keperawatan secara luas.Standar
tersebut menyatakan hal yang harus dilaksanakan dan dapat
digunakan sebagai suatu model untuk kualitas
pelayanan.Standar harus berdasarkan hasil penelitian,
konsep teori, dan dapat diterima oleh praktik klinik
keperawatan saat ini.Standar harus secara cermat disusun
dan diuji untuk menentukan kesesuaian dalam
penggunaannya.Contoh pemakaian standar dapat dilihat
pada Standar praktik Keperawatan yang disusun oleh ANA.
3) Pertanyaan Evaluatif
Untuk menentukan suatu kriteria dan standar, perlu
digunakan pertanyaan evaluative (evaluative questions)
sebagai dasar mengevaluasi kualitas asuhan
keperawatan dan respons klien terhadap intervensi.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi :
7. Kriteria Evaluasi
a. Efektifitas : yang mengidentifikasi apakah pencapaian
tujuan yang diinginkan telah optimal.
b. Efisiensi : menyangkut apakah manfaat yang diinginkan
benar-benar berguna atau bernilai dari program publik
sebagai fasilitas yang dapat memadai secara efektif.
c. Responsivitas : yang menyangkut mengkaji apakah hasil
kebijakan memuaskan kebutuhan/keinginan, preferensi,
atau nilai kelompok tertentu terhadap pemanfaatan suatu
sumber daya.
9. Tingkat Evaluasi
Ada beberapa tingkatan dalam hal mengevaluasi yaitu :
3) Psikomotor
Psikomotor biasanya lebih mudah untuk
dievaluasi dibandingkan yang lainnya jika prilaku
yang dapat di observasi sudah di identifikasi pada
tujuan (kriteria hasil).
1. Data Dasar
a. Pengumpulan data
Identitas penderita
Meliputi : Nama,umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, status
perkawinan, suk, bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis
b. Keluhan utama
Orang yang menderita asma merasakan sesak napas, pasien batuk
berdahak dan pasien juga alergi terhadap debu
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Sejak pasien mengeluh sesak napas, sesak timbul saat cuaca dingin dan
terkena debu,tidak di pengaruhi oleh aktivitas dan posisi. Mengi atau
wheezing, batuk berdahak berwarna putih, encer, darah tidak
ada.demam tidak ada
2) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat asma, riwayat alergi debu atau asap
3) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit asma dalam keluarga ada (ibu dan adik penderita)
c) Kebutuhan eliminasi
Data eliminasi yang dikaji pada asma, antara lain : apakah terjadi
perubahan pola berkemih, nyeri pada abdomen, terjadi diare,
terjadi kesulitan saat berkemih.
d) Kebutuhan gerak dan keseimbagan tubuh
Dat aktivitas yang perlu di kaji pada pasien asma, antara lain :
apakah ada kelelahan, kelemahan, kesulitan bergerak atau berjalan
e) Kebutuhan tidur dan istirahat
Data istirahat dan tidur yang di kaji pada pasien asm, antar lain :
apakah terjadi gangguan tidur (insom) kebiasaan tidur.
f) Kebutuhan berpakaian
Mengkaji kebiasaan berpakaian berapa kali pasien mengganti
pakain,jenis pakaian, apakah dapat menyerap keringat.
g) Memepertahankan temperatur tubuh dan sirkulasi
Data yang perlu dikaji antara lain : apakah pasien mengeluh
demam
h) Kebutuhan personal hygiene
Data kebutuhan ersonal hygiene yang perlu di kaji pada pasien
astma, antara lain : apakah pasien dapat melakukan personal
hygine, berapa kalimandi, gosok gigi.
i) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Pasien dengan asma, mengalami gangguan dalam kebutuhan rasa
aman dan nyaman mengeluh sesak napas, hidung tersumbat.
j) Berkomunikasi dengan orang lain dan mengekspresikan emosi
Dengan mengkaji interaksi pasien dengan orang lain, sikap pasien
saat ada rasa takut
k) Kebutuhan spiritual
Pada kebutuhan pasien astma, perlu di kaji kepercayaannya,
keyakinan dan agama pasien, apakah penyakit yang berpengaruh
pada kegiatan spiritual pasien
l) Kebutuhan bekerja
Pada kebutuhan kerja pada pasien astma, perlu dikaji pola kerja
pasien, lama kerja pasien, tempat kerja pasien, berat atau ringan
m) Kebutuhan bermain dan rekreasi
Pada kebutuhan bermain pada pasien astma, perlu dikaji bagaimana
keinginian untuk bermain atau kaji keadaan penyakit pasien apakah
berpengaruh pada keiniginan untuk bermain
n) Kebutuhan belajar
Pada kebutuhan belajar pada pasien astma, perlu dikaji pasien
dalam hal asuhan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien
serta mengikuti rencana-rencana yang di anjurkan oleh tim
kesehatan y
f. pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase
ekspirasi yang memanjang menunjukan adanya obstruksi pada jalan
napas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation
(CAL) / Chornic obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
2) Palpasi
3) Perkusi
4) Auskultasi
B . Pengelompokan Data
a. Data Dasar
1) Data subjektif
a) Pasien mengatakan sesak napas
b) Pasien mengatakan tidak mampu batuk
c) Pasien mengatakan sulit bernapas saat berbaring
d) Pasien mengatakan sulit tidur saat sesak timbul
e) Pasien mengatakan sering terasa nyeri di dada
f) Pasien mengatakan bahwa sulit mengatur napas saat berjalan
g) Pasien mengatakan sering gelisah saat sesaknya timbul
h) Pasien mengatakan sesak napas yang dialaminya di sertai dengan
demam dan flu
i) Pasien mengatakan nafsu makan menurun
j) Pasien mengatakan sering mual saat sesak napas timbul
k) Pasien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya
2) Data objektif
a) Tanda- tanda vital
i) TD : 120/80 mmHg
ii) N : 78x/menit
iii) RR: 30x/menit
iv) Suhu: 38⸰C
b) Terdengar bunyi wheezing
c) Terdengar bunyi ronkhi
d) Pasien tampak mual
e) Pasien tampak cemas, gelisah dan tidak tenang
f) Pasien tampak lemas
g) Tampak pernapasan cuping hidung
h) Akral dingin
i) Pasien mengalami diarofesis (berpeluh)
j) Nilai Leukosit dalam pemeriksaan laboratorium pada umumnya
tinggi
k) Pola napas tidak teratur, dispnea, pada saat pasien bernapas
ekspirasi lebih panjang dari inspirasi
l) Pasien terlihat bingung saat perawat menanyakan tentang
penyakitnya, pasien tidak mengetahui apa yang harus di lakukan
saat penyakitnya kambuh
b. Data focus
Kriteria Hasil :
Intervensi 1
Observasi
Terapeutik
Kolaborasi
Intervensi 2
(Pemantauan Respirasi)
Observasi
Terapeutik
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Rasional
1. Diharapkan pasien dapat melakukan batuk secara efektif
2. Diharapkan setelah diberikan posisi semi fowler atau fowler dapat
memudahkan pasien mengeluarkan sputum melalui batuk efektif
3. Diharapkan pada saat batuk efektif, pasien dapat mengeluarkan sputum
didalam bengkok yang dilapisi perlak agar sputum tidak tercecer
4. Dengan memberikan HE diharapkan pasien dapat mengetahui tujuan dan
prosedur batuk efektif
5. Diharapkan pasien dapat melakukan tarik nafas dalam yang dianjurkan oleh
perawat
6. Diharapkan pasien dapat mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
7. Diharapkan pasien dapat melakukan batuk dengan kuat setelah tarik nafas
dalam 3 kali
8. Diharapkan setelah perawat memberikan mukolitik, mukus yang kental
mudah dikeluarkan
Kriteria hasil :
Intervensi 1
(Dukungan ventilasi)
Observasi
- Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
- Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
- Monitor status raspirasi dan oksigenasi ( mis, frekuensi dan kedalaman
napas, penggunaan otot bantu napas , bunyi napas tambahan , siturasi
oksigen)
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Berikan posisi semi fowler atau fowler
- Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan ( mis, nasal kanul, masker wajah ,
masker rebreathing atau non rebreathing )
- Gunakan bag-vavle maks, jika perlu
Edukasi
- Ajarkan melakukan Teknik relaksasi napas dalam
- Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
- Ajarkan Teknik batuk efektik
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronchodilator, jika perlu
Intervensi 2
(Pemantauan respirasi)
Observasi
- Monitor frekuensi , irama , kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas ( seperti bradypnea , takipnea , hiperventilasi , kussmaul ,
Cheyne-stokes, biot, ataksik )
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrian hekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AG D
- Monitor hasil x-ray taroks
Terapeutik
- Atur intrerval pemantauan raspirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan , jika perlu
Rasional
Diagnosis 3 : Pola napas tidak efektif ditandai dengan posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru dibuktikan dengaan fase ekspirasi memanjang.
Kriteria hasil :
Intervensi 1
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
(Pemantauan respirasi)
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Rasional
Kriteria hasil :
Intervensi 1
( Dukungan tidur )
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Intervensi 2
Observasi
Edukasi
Rasional
Kriteria hasil :
Intervensi 1
( Dukungan pengambilan keputusan )
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaboratif
Intervensi 2
( Perlibatan keluarga )
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Observasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne Stokes, Biot, ataksik)
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AG D
j. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
Edukasi
Terapeutik
a. Pilih metode stimulasi yang nyaman dan mudah didapatkan (mis. boyol
air panas, bantal panas listrik, lilin parafin, lampu)
b. Pilih lokasi stimulasi yang sesuai
c. Bungkus alat terapi dengan menggunakan kain
d. Gunakan kain lembab disekitar area terapi
e. Tentukan durasi terapi sesuai dengan respon pasien
f. Hindari lakukan terapi pada daerah yang mendapatkan terapi radiasi
Edukasi
Rasional :
Diagnosa 7 : Gangguan penyapihan ventilator b.d hipersekresi jalan napas d.d upaya napas
dan bantuan ventilator (D.0004,Hal 24)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan upaya napas
dan bantuan ventilator membaik dan normal
Kriteria Hasil
Terapeutik
Kolaborasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktifitas dan\atau tidur
Rasional
- Setelah memonitor tanda -tanda kelelahan otot pernapasan diharapkan pasien tidak
lagi mengalami kelelahan pada otot.
- Setelah perawat memonitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen diharapkan
pasien mampu mengurangi tingkat kecemasan tersebut
- setelah perawat mengajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen
dirumah diharapkan pasien dan keluarga dapat menggunakan oksigen dirumah
secara mandiri
- Setelah diberikan semi fowler 30-45o, diharapkan pasien dapat bernapas secara efektif
- Setelah perawat mengajarkan pengontrolan nafas saat penyapihan diharapkan pasien
dapat mengontrol nafas secara mandiri
- setelah perawat memberikan obat yang meningkatkan kepatenan jalan nafas dan
pertukaran gas diharapkan jalan nafas pasien lancar
Kriteria Hasil
rasional : 8
- setelah memonitor pola napas diharapkan pasien memiliki pola nafas yang teratur
- perawat memposisikan pasien pasien dengan benar dan diharapkan pasien nyaman
dengan posisi tersebut
- perawat mengajarkan teknik batuk efektif diharapkan pasien dapat mengeluarkan
sputum dengan mudah
- diharapkan setelah pasien diberikan mukolitik mucus yang kental mudah
dikeluarkan
- diharapkan pasien dapat meningkatkan nafsu makan
- setelah perawat memberikan makanan yang tinggi serat diharapkan pasien dapat
BAB dengan lancar
- Setelah mengajarkan diet yang diprogramkan diharapkan pasien dapat menurunkan
berat badan sesuai kebutuhan
9 bimbingan antisipatif
Edukasi kesehatan
risiko jatuh
- diharapkan faktor resiko pada pasien dapat diatasi
- diharapkan perawat dapat siap sedia ketika pasien memencet bel
- setelah diajarkan untuk berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh pasien
diharapkan keseimbangan tubuh meningkatk
risiko alergi
Inkonti urin
-diharapkan perawat dapat mengetahui kondisi pasien
- diharapkan perawat memakai handscoon dalam melakukan semua tindakan
- setelah perawat dapat memastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari
kandungan kemih diharapkan pasien dapat mengeluarkan urin dengan lancar
- setelah perawat menjelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine,pasien
dapat memahaminya
Meneln
- setelah diberikan posisi semi fowler 30 menit sebelum memberikan asupan
oral,diharapkan pasien dapat menelan dengan baik
- diharapkan pasien mudah dalam menelan obat
- setelah diajarkan makan secara perlahan , diharapkan pasien dapat menelan dengan
mudah
resiko aspirasiss
Gangguan rasanyaman
9. Diharapkan pasien dapat melakukan batuk secara efektif
10. Diharapkan setelah diberikan posisi semi fowler atau fowler dapat memudahkan
pasien mengeluarkan sputum melalui batuk efektif
11. Diharapkan pada saat batuk efektif, pasien dapat mengeluarkan sputum didalam
bengkok yang dilapisi perlak agar sputum tidak tercecer
12. Setelah memonitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi
diharapkan pasien dapat bernafas dengan efektif
13. Setelah perawat mengatur posisi pasien diharapkan pasien dapat beristirahat dengan
nyaman
14. Diharapkan pasien dapat mengatur posisi yang disukai
15. Diharapkan pasien dapat melakukan perubahan posisi secara mandiri
16. Diharapakan setelah pemberian premedikasi , pasien dapat mengubah posisi dengan
nyaman