Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

FLAME BURN

Oleh:
Nicholas Sibarani 120100179
Mutia Chairani 120100123
Stella Doretha Grace 120100151
Agustin Virajati 120100168
Vivekananthan 110100517
Arjumardi A. Harahap 120100044
Vriancha Admira Putri 120100001
Roy Rinaldi Marpaung 120100052
Rijena Karina A. Bangun 120100150
Abigail Ann Maathai 120100522
Arswini Periyasamy 120100490
Yashine Rama Rao 120100481
Udeya Pravena 120100494

Pembimbing:
dr. Arya Tjipta, Sp.BP-RE

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus kami yang
berjudul Flame Burn.
Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Arya Tjipta, Sp.BP-RE, yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat
selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan di Indonesia.

Medan, 20 Oktober 2017

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Tujuan ........................................................................................................... 2
1.3. Manfaat ......................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1. Definisi ......................................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi ................................................................................................ 3
2.3. Etiologi ......................................................................................................... 3
2.4. Derajat .......................................................................................................... 5
2.5. Klasifikasi ..................................................................................................... 7
2.6. Luas Luka Bakar .......................................................................................... 9
2.7. Penanganan ................................................................................................ 10
2.7.1. Penanganan awal ............................................................................. 10
2.7.2. Indikasi rawat inap .......................................................................... 14
2.7.3. Penanganan lanjut ........................................................................... 14
2.7.4. Tindakan Operatif ........................................................................... 15
2.8. Nutrisi ........................................................................................................ 19
2.9. Rujukan ..................................................................................................... 20
2.10. Komplikasi ............................................................................................... 21
BAB 3 STATUS PASIEN .................................................................................. 23
3.1. Identitas Pasien ........................................................................................... 23
3.2. Anamnesis .................................................................................................. 23
3.3. Pemeriksaan Fisik....................................................................................... 24
3.4. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 26
3.5. Diagnosis Kerja .......................................................................................... 28
3.6. Terapi .......................................................................................................... 28
3.7. Follow-Up Pasien ........................................................................................... 29
iv

BAB 4 DISKUSI KASUS ................................................................................... 32

BAB 5 KESIMPULAN ...................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Luka bakar adalah masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di
dunia. Setiap tahunnya diperkirakan lebih dari 300.000 kematian diakibatkan oleh
luka bakar karena api. Lebih dari 95% kejadian luka bekar berat terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah dengan angka kematian tertinggi akibat luka
bakar ditempati oleh Asia Tenggara (11,6 kematian per 100.000 populasi per
tahun).1
Di Indonesia angka kematian akibat luka bakar masih tinggi yaitu sekitar
40%, terutama diakibatkan oleh luka bakar berat. Di Unit Luka Bakar Rumah Sakit
Ciptomangunkusumo dari Jakarta 2011 hingga Desember 2012, terdapat 275 pasien
luka bakar dengan 203 diantaranya adalah dewasa. Dari studi tersebut jumlah
kematian akibat luka barar keseluruhan ialah 93 pasien dengan orang dewasa
sebanyak 76 pasien.2
Faktor risiko kematian pada pasien luka bakar adalah usia, persentasi luas
area terbakar dan penyakit kronis. Kegagalan organ dan sepsis adalah penyebab
kematian yang sering dilaporkan. Penyebab kematian pada fase akut (48 jam
pertama) ialah syok luka bakar dan inhalation injury.3
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan pada kulit atau jaringan
organ lain yang utamanya disebabkan oleh panas atau trauma akut. Penyebab
terjadinya luka bakar antara lain adalah kontak dengan sumber panas seperti air
panas, api, bahan kimia, listrik dan radiasi.4 Luka bakar menyebabkan efek lokal
dan sistemik. Efek lokal seperti kemerahan, bengkak, nyeri dan perubahan sensasi
rasa yang dikarenakan rusaknya jaringan epidermis dan jaringan sekitar. Efek
sistemik seperti syok, ditimbulkan oleh pelepasan sitokin dan mediator inflamasi
yang lain saat luas luka bakar mencapat 30% dari TBSA (Total Body Surface
Area).5
2

Kunci penanganan luka bakar akut adalah rehidrasi dan keadaan ini
membutuhkan penanganan segera.

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus
luka bakar dan membandingkannya dengan landasan teori yang sesuai. Penyusunan
laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan penulis maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk
mengintergrasikan teori yang telah ada dengan aplikasi pada kasus yang dijumpai
di lapangan.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas seperti, api secara langsung (flame)
maupun tidak langsung (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas,
sengatan matahari (sunburn), listrik, maupun bahan kimia, dan lain-lain.6

2.2. Epidemiologi
Luka bakar telah menjadi masalah kesehatan masyarakat global, angka
kematiannya sekitar 195.000 orang per tahun. Menurut Riskesdas 2007, prevalensi
luka bakar di Jawa Tengah adalah 7,2% dari seluruh kejadian cedera total. Data
yang diperoleh dari Unit Luka Bakar RSCM dari tahun 2009 2010 menunjukkan
bahwa penyebab luka bakar terbesar adalah ledakan tabung gas LPG (30,4%),
kebakaran (25,7%), dan tersiram air panas (19,1%) dengan mortalitas pasien luka
bakar mencapai 34%(6). Sebagian besar pasien dirawat karena luka bakar dengan
luas 20 50%, menempati angka mortalitas tertinggi (58,25%) dari keseluruhan
kasus kematian akibat luka bakar (34%).7

2.3. Etiologi
Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi:8,9,10
Suhu
- Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung
meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera
kontak.
4

- Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda


panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok
dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
- Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas
- Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera
hingga ke saluran napas distal di paru.
Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
Zat kimia.
Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denturasi protein, dan rasa
nyeri yang hebat. Asam hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam
menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil sekalipun.
Basa kuat banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan pemutih pakaian.
Kemampuan alkali menembus jaringan lebih kuat daripada asam, kerusakan
jaringan lebih berat karena sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi prootein
dan kolagen.
Radiasi
Terpapar radiasi, seperti pada radioterapi superfisial yang dapat
menimbulkan eritema setempat.
5

2.4. Derajat
Derajat luka bakar dibedakan menjadi 3 tingkatan berdasarkan kedalaman
luka merusak lapisan kulit, yaitu:6,11,12
a. Luka Bakar Derajat I (Superficial burn)
Luka bakar derajat I hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam
5-7 hari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitifitas setempat dan tidak ada bulla. Contoh luka bakar derajat I seperti
akibat tersengat matahari. Luka dapat sembuh tanpa bekas. Karena tidak berbahaya,
luka bakar derajat I tidak memerlukan pemberian cairan intravena.

Gambar 2.1. Luka bakar derajat I6

b. Luka Bakar Derajat II (Partial thickness burn)


Luka bakar derajat II kedalaman luka mencapai lapisan dermis. Tetapi
masih ada elemen epitel vital yang menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Elemen
epitel tersebut terdiri dari sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat dan
pangkal rambut. Luka dapat sembuh sendiri dalam 2-3 minggu. Gejala yang timbul
adalah kemerahan / campuran, epidermis rusak, nyeri, sensitif terhadap udara,
bengkak, permukaan basah dan berair serta terdapat gelembung atau bulla berisi
cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingnya
meninggi. Luka bakar derajat II sering diakibatkan oleh cairan panas dan ledakan.
Luka bakar derajat II dibedakan menjadi 2:
1. Derajat IIA (Superficial partial thickness burn)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari dermis.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa
terbentuk sikatriks6.
6

2. Derajat IIB (Deep partial thickness burn)


Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan
epitel sehat tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai
parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu > 1 bulan

Gambar 2.2. Luka bakar derajat II6

c. Luka Bakar Derajat III (Full thickness burn)11


Luka bakar derajat III kerusakannya meliputi seluruh kedalaman kulit dan
mungkin subkutis atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel hidup
yang tersisa yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka, biasanya diikuti
dengan terbentuknya eskar.
Eskar merupakan jaringan nekrosis akibat denaturasi protein jaringan kulit.
Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari
jaringan sekeliling yang masih sehat, tidak ada bulla dan tidak terasa nyeri.

Gambar 2.3. Luka bakar derajat III6


7

2.4.1. Pembagian Zona Kerusakan Jaringan


Akibat kontak dengan sumber termis, jaringan mengalami kerusakan yang
dibedakan atas 3 (tiga) area kerusakan menurut Jackson:
1. zona koagulasi, zona nekrosis
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi, atau denaturasi
protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini
mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak; karenanya disebut juga sebagai
zona nekrosis.
2. zona statis
Daerah yang langsung berada di luar / di sekitar zona koagulasi. Di daerah
ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan
leukosit, diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respons inflamasi lokal.
Akibatnya terjadi gangguan perfusi (no flow phenomena), dan proses ini
berlangsung selama 12-24jam pasca cedera; mungkin berakhir dengan nekrosis
jaringan.
3. zona hiperemi
Daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi seluler. Tergantung keadaan umum dan terapi yang
diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan; atau berubah
menjadi zona kedua bahkan zona pertama (degradasi luka).

2.5. Klasifikasi
Luka bakar dibedakan menjadi 3, yaitu luka bakar ringan, sedang dan
berat.6
a. Kriteria luka bakar ringan:
Luka bakar derajat II < 15%.
Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak.
Luka bakar derajat III< 2%.
b. Kriteria luka bakar sedang:
Luka bakar derajat II 10-25% pada orang dewasa.
Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak.
8

Luka bakar derajat III <10%.


c. Kriteria luka bakar berat:
Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa.
Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak.
Luka bakar derajat III 10% atau lebih.
Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki, dan genitalia/perineum.
Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

Gambar 2.4. Diagram zona luka bakar pada luka bakar derajat dua. Gambar atas
dikutip dari Burn Module: Wound Management http://www.burnsurgery.org;
gambar bawah dikutip dari Song C. Total EarlyBurn Management. Proceeding
book. 3rd Meeting of the Wound Healing Society (Singapore): Stem Cells
and Tissue Engineering in Wound Healing & Burn Injuries. Aug 2005.
9

2.6. Luas Luka Bakar


Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus-kasus
dimana kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajat luka bakar sangat
penting pengaruhnya terhadap prognosis dan manajemen pengobatannya. Untuk
perhitungan luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan menggunakan `Rule
of Nines` dari Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang terjadi dapat
diindikasikan sebagai presentasi dari total permukaan yang terlibat oleh karena luka
termal. Bila permukaan tubuh dihitung sebagai 100%, maka kepala adalah 9%, tiap
tiap ekstremitas bagian atas adalah 9%, dada bagian depan adalah 18%, bagian
belakang adalah 18%, tiap-tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18% dan leher
1%.13
Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena relatif luas
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk bayi dan `Rule of 10-15-20` dari
Lund and Browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus
tersebut adalah luas telapak tangan dianggap seluas 1%.13
Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak
korban dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang digunakan korban pada
waktu terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajat
keparahan dan luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih
banyak energi panas ke kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan
katun terbakar lebih cepat dan dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan
dalam. Bila bahan yang dipakai kandungan poliesternya lebih banyak akan
menyebabkan luka bakar yang relatif ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan
menghasilkan daerah luka bakar yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan
bahan pintalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa bila bahan yang dipakai
bertambah berat maka daerah yang terbakar akan berkurang. Selain itu derajat luka
bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban ketat dan mengelilingi
tubuh.13
10

(a) (b)
Gambar 2.5. (a) dan 4(b). Perhitungan Luas Luka Bakar

Tabel 2.1. Rule of Nines untuk Penatalaksanaan Luka Bakar Pada Permukaan
Tubuh
Struktur Anatomi Area Permukaan
Kepala 9%
Badan Depan 18%
Punggung 18%
Tiap Kaki 18%
Tiap Lengan 9%
Genitalia/perineum 1%

2.7. Penanganan
2.7.1. Penanganan awal (primary survey)6,11
Penanganan awal (primary survey) pada pasien luka bakar, sebagai berikut:
a. Airway; membebaskan jalan napas, menilai adanya trauma inhalasi, dan
melakukan intubasi bila terdapat indikasi. Indikasi pemasangan intubasi
pada luka bakar, yaitu trauma inhalasi, stridor, luka bakar yang melingkari
leher sehingga mengakibatkan pembengkakan jaringan sekitar jalan napas.
b. Breathing; memberikan O2, mengenali dan mengatasi keracunan CO.
11

c. Circulation; memantau tekanan darah dan nadi, memasang kateter urin,


memeriksa sirkulasi perifer (Capillary Refill Time / CRT), dan memasang
infus.
d. Disability; menilai GCS.
e. Environment; memadamkan sumber panas lalu merendam atau menyiram
luka bakar dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya 15 menit,
melepaskan pakaian, memeriksa luas luka bakar, memeriksa adanya trauma
penyerta lain, dan menjaga agar pasien tetap hangat.
f. Fluid; melakukan resusitasi cairan sesuai dengan luas luka bakar.

2.7.1.1.Pemberian Cairan Intravena14


Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan
secara teliti. Kemudian, jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada
beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
a. Cara Evans
Cara ini dilakukan sebagai berikut:
1) Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL NaCl per 24 jam
2) Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL plasma per 24 jam.
Keduanya merupakan pengganti cairan yang diberikan akibat edema.
Plasma diperlukan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh
dan meninggikan tekanan osmosis sehingga mengurangi perembesan
keluar dan menarik kembali ciran yang telah keluar.
3) Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan 2.000
cc glukosa 5% per 24 jam.
Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua. Penderita mula-mula dipuasakan karena peristaltis usus terhambat pada
keadaan prasyok, dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal
kembali. Kalau diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderita dapat minum
tanpa kesulitan, infuse dapat dikurangi bahkan dihentikan.
12

b. Rumus Baxter
Cara lain yang dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan rumus
Baxter, yaitu luas luka x BB dalam kg x 4 mL larutan Ringer.
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama sisanya
diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu larutan
Ringer Laktat. Hari kedua diberikan setengah cairan pertama. Contoh: seorang
dewasa dengan berat badan 50 kg dan luka bakar seluas 20% permukaan kulit akan
diberikan 50 x 20 mL = 1000 mL larutan NaCl 0,9% dan juga 1000 mL plasma
sebagai cairan tambahan, disertai 2000 cc larutan glukosa 5% sebagai kebutuhan
dasar. Jumlah cairan pada 8 jam pertama sama dengan jumlah cairan untuk 16 jam
berikut, masing-masing 2000 mL; 24 jam berikutnya = 2000 mL.
Menurut rumus Baxter, cairan diberikan dalam 2 hari, yaitu 20 x 50 mL x 4
= 4000 mL pada hari pertama, 2000 mL pada hari kedua. Pemberian cairan dapat
ditambah (jika perlu), misalnya bila penderita dalam keadaan syok, atau jika
diuresis kurang. Untuk itu, pemantauan yang ketat sangat penting, karena fluktuasi
perubahan keadaan sangat cepat terutama pada fase awal luka bakar.
Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terus-
menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari dieresis normal yaitu
sekurang-kurangnya 1000-1500mL/24 jam atau 1 mL/kgBB/jam pada pasien anak.
Yang penting juga adalah pengamatan apakah sirkulasi normal atau tidak.
Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi yang
tidak betul dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Hiponatremia
sebagai gejala keracunan air dapat menyebabkan udem otak dengan tanda kejang-
kejang. Kekurangan ion K akibat banyaknya kerusakan sel dapat diketahui dari
EKG yang menunjukkan depresi segmen ST atau gelombang U. ketidakseimbangan
elektrolit ini juga harus dikoreksi namun bukan menjadi prioritas utama dalam
resusitasi cairan emergensi manajemen primer pasien trauma.
Selain itu, ada pula beberapa formula yang biasa digunakan untuk resusitasi
cairan pada centre luka bakar.
13

Electrolyte Colloid D5W


Colloid formulas
Evans Normal saline 1,0mL/kg/% burn 2000mL
1.0mL/kg/% burn

Brooke Lactated Ringer 0,5 mL/kg 2000 mL


solution 1.5mL/
kg/% burn

Slater Lactated Ringer Fresh frozen plasma


2 L/24 h 75 mL/kg/24 h

Crystalloid formulas
Parkland Lactated Ringer 4 mL/kg/% burn

Modified Brooke Lactated Ringer 2 mL/kg/% burn

2.7.1.2.Monitoring Resusitasi15
Monitoring resusitasi dilakukan melalui urine output. Volume urin normal
pada orang dewasa adalah 0.5 ml/kgBB/jam (atau 30 50 ml/jam). Sedangkan pada
anak (<40 kg) sebesar 1 ml/kgBB/jam.
Kecepatan infus cairan harus ditingkatkan atau menurun berdasarkan
keluaran urin. Output yang diharapkan harus didasarkan pada berat badan ideal,
bukan berat sebelum trauma luka bakar aktual (yaitu pasien dengan berat badan 200
kg tidak memerlukan output urin 100 ml per jam). Kecepatan infus cairan harus
ditingkatkan atau dikurangi sepertiga jika output urin turun di bawah atau melebihi
batas tersebut lebih dari sepertiga selama dua jam berturut-turut.
a. Manajemen oligouria
Oliguria berkaitan dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik dan penurunan
curah jantung, paling sering merupakan hasil pemberian cairan yang tidak adekuat.
Dalam situasi seperti itu, diuretik dikontraindikasikan, dan laju infus cairan
14

resusitasi harus ditingkatkan untuk meningkatkan output urin. Setelah diuretik telah
diberikan, keluaran kencing tidak lagi menjadi alat yang akurat untuk memantau
resusitasi cairan.
2.7.2. Indikasi rawat inap11
Indikasi rawat inap pada pasien luka adalah sebagai berikut:
Penderita syok atau terancam syok
Anak: luas luka > 10%
Dewasa: luas luka > 15%
Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat
Wajah, mata
Tangan atau kaki
Perineum
Terancam oedem laring
Terhirup asap atau udara hangat

2.7.3. Penanganan lanjut (secondary survey)


Secondary survey pada pasien luka bakar, sebagai berikut:6.11
Pemantauan terhadap tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, frekuensi
nadi dan frekuensi pernapasan.
Pemeriksaan penunjang untuk pasien luka bakar berat, yaitu pemeriksaan
darah, seperti hemoglobin, hematokrit dan analisis kadar elektrolit darah
serta pemeriksaan radiologi.
Pemasangan pipa lambung (NGT) untuk mengosongkan lambung saat ileus
paralitik.
Pemasangan kateter buli-buli untuk memantau diuresis
Pemasangan kateter pengukur tekanan vena untuk memantau sirkulasi
darah.
Obat analgesik diberikan apabila pasien mengalami kesakitan.
Perawatan luka dapat dilakukan dengan mengoleskan antiseptik dan
membiarkan terbuka pada perawatan terbuka atau mengkompres luka
dengan antiseptik dan menutupnya dengan kasa steril yang telah dibubuhi
15

antiseptik untuk perawatan tertutup. Perawatan tertutup bertujuan untuk


menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi masih cukup longgar
untuk berlangsungnya penguapan.
Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep, atau krim.
Antiseptik yang dipakai adalah betadine atau nitras-argenti 0,5%. Kompres
nitras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik
untuk semua kuman, namun obat ini mengendap sebagai garam sulfide atau
klorida yang memberi warna hitam. Obat lain yang banyak digunakan
adalah silver sulfadiazin, dalam bentuk krim 1%. Krim ini sangat berguna
karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya serap yang cukup, efektif
terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman. Krim ini
dioleskan tanpa pembalut, dan dapat dibersihkan dan diganti setiap hari.
Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle).
Anti tetanus untuk pencegahan tetanus berupa ATS dan/atau toksoid.

2.7.4. Tindakan Operatif


Operasi adalah komponen kunci pada tatalaksana multidisiplin pasien luka
bakar.20 Jaringan yang terkena luka bakar akan mengeluarkan respons inflamasi
antara perbatasan eskar dan jaringan sehat. Proliferasi bakteri pada eskar akan
memanggil leukosit polimorfonuklear yang mengeluarkan enzim proteolitik dan
mediator inflamasi dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan eskar terpisah, dan
menghasilkan jaringan granulasi.20 Pada luka bakar luas, respons inflamasi menjadi
sistemik. Mediator seperti prostanioid, tromboksan, histamin, sitokin, dan tumor
necrosis factor, diproduksi dan dikeluarkan dari luka bakar. Makin luas luka bakar,
makin banyak jumlah mediator tersebut. Respons hipermetabolik dengan
katabolisme protein yang meningkat, energy expenditure meningkat, penurunan
berat badan, penyembuhan luka yang buruk, dan depresi imunologi akan terus
berlangsung sampai produksi mediator mereda.20
Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan kulit
mati dengan cara eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin
setelah keadaan pasien stabil karena eksisi tangensial juga menimbulkan
16

perdarahan. Biasanya eksisi dini dilakukan pada hari ketiga sampai ketujuh, dan
pasti boleh dilakukan pada hari kesepuluh. Eksisi tangensial sebaiknya tidak
dilakukan lebih dari 10% luas permukaan tubuh karena dapat terjadi perdarahan
yang cukup banyak.
Eksisi dini dan skin graft dapat menurunkan komplikasi infeksi,
menurunkan lama rawat, meningkatkan angka kehidupan pada pasien luka bakar,
dan menurunkan risiko parut hipertrofik; didukung oleh resusitasi, asupan nutrisi,
perawatan saat kritis yang tepat, dan pengobatan infeksi. Jika dibandingkan dengan
eksisi tertunda (> 5 hari), eksisi dini (< 5 hari) dapat menurunkan mortalitas,
menurunkan lama rawat, dan mengurangi komplikasi metabolik.18,20
Luka bakar yang diterapi dengan eksisi dini dan skin graft dibandingkan
dengan terapi konservatif, menurunkan mortalitas signifikan pada pasien usia 17
30 tahun dengan luas luka bakar lebih dari 30% tanpa trauma inhalasi. Sebaliknya,
pada pasien anak dengan luka bakar yang mirip, angka mortalitas meningkat
dengan meningkatnya ukuran luka bakar, seiring dengan adanya trauma inhalasi.
Rerata lama rawat pasien anak dan dewasa adalah kurang dari 1 hari/% TBSA.21
Meta-analisis menunjukkan bahwa eksisi dini dapat mengurangi mortalitas (pada
pasien tanpa trauma inhalasi) dan lama rawat, tetapi lebih banyak kehilangan
darah.21 Pada pasien dewasa dengan luas luka bakar dalam lebih dari 70% TBSA,
eksisi tangensial dan alloskin untuk penutupan sementara, efektif menutup luka dan
menjaga jaringan subkutan yang sehat. Operasi harus dilakukan pada keadaan
relatif stabil. Saat tepat untuk eksisi tangensial pertama adalah hari ke-3 sampai 5
setelah kejadian, dan area yang dieksisi direstriksi maksimal 35 40% TBSA.21
Eksisi eskar pada hari pertama setelah kejadian dapat menurunkan sitokin
proinflamasi secara signifikan pada tikus dengan luka bakar 30% TBSA. Makin
cepat eksisi dilakukan, jumlah sitokin proinflamasi lebih rendah dan proses
inflamasi setelah luka bakar menjadi lebih baik.22 Eksisi dini dan skin graft pasien
luka bakar berat pada kaki, karena penggunaan sandal pada musim dingin di
Uzbekistan 4-5 hari setelah kejadian, bermanfaat mengembalikan fungsi kaki,
deformitas sendi dan kontraktur lebih sedikit, lama rawat lebih singkat, serta lebih
hemat dibandingkan terapi konservatif.22 Eksisi dini dan skin graft disertai
17

fisioterapi akan mengembalikan fungsi lebih cepat, yaitu gerakan aktif tiap jari
secara total, kekuatan genggaman tangan dan kegiatan sehari-hari, serta lama rawat
dan lebih cepat kembali ke normal.23
Manfaat eksisi dini juga pada pasien usia tua. Eksisi dini dapat dilakukan
pada pasien usia tua secara aman, menurunkan lama rawat dan angka sepsis.
Tatalaksana operatif juga efektif mengurangi durasi nyeri. Eksisi pada luka bakar
adalah lifesaving, dapat meningkatkan hasil kosmetik dan fungsi, dan lebih cepat
mengembalikan pasien ke lingkungan normal.20

2.7.4.1. Teknik Operatif


I. Eksisi Luka Bakar Kecil
Intervensi operatif diindikasikan segera pada luka bakar dalam. Luka bakar
dalam yang dimaksud adalah luka bakar derajat III atau luka bakar derajat II yang
mungkin tidak akan sembuh dalam 3 minggu. Luka bakar dermis dalam tidak
berubah menjadi luka bakar dalam jika diberi antimikrobial topikal, tetapi sembuh
selama berminggu-minggu, terdapat blister persisten, gatal, terbentuk parut
hipertrofik, dan hasil fungsional buruk.20 Pada grup eksisi dini dan skin graft, lama
rawat lebih singkat, lebih murah, dan lebih cepat kembali bekerja, tetapi lebih
banyak menggunakan produk darah dibandingkan terapi non-operatif; grup non-
operatif lebih banyak membutuhkan graft untuk menutup luka dan lebih banyak
parut hipertrofik.20
II. Eksisi Tangensial
Pada tindakan eksisi tangensial, kulit yang terkena luka bakar dibuang
sampai terlihat jaringan sehat. Bentuk tubuh lebih terjaga dibanding jika dilakukan
eksisi fascia, dan merupakan standar metode untuk luka bakar kecil. Sebelum teknik
ini dipopulerkan oleh Zora Janzekovic, hanya luka bakar derajat III yang dieksisi,
biasanya integumentektomi, yaitu membuang lemak subkutan dan jaringan limfe.
Beberapa instrumen yang dapat dipakai adalah Rosenberg knife, Goulian knife,
Watson knife, dan Versajet Hydrosurgery System water dissector. Goulian knife dan
Watson knife mungkin instrumen yang paling populer untuk eksisi tangensial. Pada
luka bakar dermis superfisial, jaringan dibuang sampai terdapat permukaan dermal
18

putih berkilau dengan titik-titik perdarahan, sedangkan pada luka bakar dalam,
eksisi dilanjutkan lapis demi lapis sampai tercapai jaringan subkutan sehat dengan
penampakan kuning berkilau. Jaringan lunak, keunguan, atau pembuluh darah
trombosis menandakan jaringan rusak dan membutuhkan eksisi lebih dalam.19,20
Jika mungkin, eksisi dini dimulai hari ke-3 setelah kejadian pada luka bakar mayor
yang jelas derajat dalam. Operasi dapat dijeda 2 3 hari sampai seluruh eskar
dibuang dan luka ditutup. Luka yang telah dieksisi dapat ditutup sementara dengan
dressing biologis atau allograft dari cadaver sampai autograft tersedia.18
III. Eksisi Fascia
Pada eksisi fascia, kulit dan jaringan subkutan dibuang menggunakan
elektrokauter. Hal ini untuk mengurangi perdarahan jika terjadi luka bakar masif,
untuk mengontrol infeksi pada kasus dengan infeksi berat, atau pada luka bakar
yang sampai ke jaringan subkutan. Eksisi fascia dapat membatasi perdarahan
karena dapat mengontrol pembuluh darah perforator yang lebih dalam, melewati
pembuluh darah kapiler secara ekstensif pada kulit dan jaringan subkutan. Kasus
lain yang diindikasikan adalah infeksi luka invasif atau sepsis yang mengancam
nyawa, biasanya berhubungan dengan infeksi jamur, dan pada luka bakar luas di
mana graft-nya tidak take pada pasien kritis. Kerugian eksisi fascia adalah
limfedema dan deformitas bentuk tubuh.
IV. Kontrol Perdarahan
Risiko eksisi adalah perdarahan. Cara paling sederhana untuk
membatasinya adalah melakukan eksisi dalam 24 jam setelah kejadian karena
metabolit vasokonstriktor paling banyak pada masa ini. Faktor lain yang
berhubungan dengan bertambahnya perdarahan selama eksisi luka bakar adalah
usia lebih tua, laki-laki, ukuran tubuh lebih besar, total area luka bakar dalam,
jumlah bakteri pada luka, total area yang dieksisi, dan durasi operasi. Hal lain yang
dapat dilakukan selama operasi adalah tourniquet ekstremitas, pre-debridement
tumescence, yaitu injeksi cairan epinefrin dosis rendah, aplikasi epinefrin 1:10.000
1:20.000 topikal, aplikasi trombin topikal, fibrin sealant, gel autolog keping
darah, lembar kalsium alginate, penutupan segera dengan graft, elektrokauter, dan
terapi sistemik, misalnya Terlipressin.20,24
19

Aplikasi torniket sangat efektif untuk mengurangi perdarahan pada


ekstremitas, khususnya tangan dan jari. Sama dengan tumescence, berkurangnya
perdarahan dapat menyulitkan dalam menilai kedalaman eksisi. Torniket dapat
dilepas cepat untuk memeriksa kedalaman eksisi. Pembuluh darah yang lebih besar
dapat dikontrol dengan elektrokauter atau ligasi. Torniket dilepaskan setelah 5 8
menit dan dielevasi selama 10 menit.
Teknik tumescence dilakukan dengan menginjeksi cairan campuran
epinefrin dan cairan salin sebelum eksisi; 1,6 mL epinefrin 1:1.000 (0,8 mL pada
anak) ditambahkan pada 500 mL 0,45% normal saline. Pemantauan hemodinamik
pasien sangat perlu karena epinefrin dapat menyebabkan takikardi dan hipertensi,
yang dapat memperburuk perdarahan. Pada kasus luka bakar luas, salah satu cara
yang efektif untuk mengontrol perdarahan adalah eksisi cepat dilanjutkan dengan
penutupan luka menggunakan spons mengandung epinefrin dan balutan kompresi.
V. Penutupan Luka
Setelah eksisi, dilakukan penutupan luka dengan autograft, yang dapat
diklasifikasikan menjadi FTSG (full thickness skin graft) atau STSG (split thickness
skin graft). FTSG memberikan hasil kosmetik yang lebih baik dan mengurangi
parut, tetapi lebih sulit untuk take, ditambah dengan bagian tubuh donor yang harus
ditutup primer atau menggunakan graft. Karena alasan di atas, maka STSG lebih
dipilih untuk menutup luka bakar yang luas. Skin graft untuk menutup luka bakar
luas dapat diperlebar, disebut dengan meshed graft, dengan rasio yang paling sering
digunakan adalah 2:1 dan 4:1. Teknik lain yaitu meek graft, di mana graft dapat
diperlebar sampai 9:1.20

2.8. Nutrisi 11
Kebutuhan nutrisi pada pasien luka bakar antara lain:
a. Minuman diberikan pada pasien luka bakar:
Segera setelah peristalsis menjadi normal.
Sebanyak 25 ml/kgBB/hari
Sampai diuresis minimal mencapai 30 ml/jam atau 1 ml/kgBB/jam
20

b.Makanan diberikan oral pada pasien luka bakar:


Segera setelah dapat minum tanpa kesulitan.
Sedapat mungkin 2500-3000 kalori/hari
Sedapat mungkin mengandung 100-150 g protein/ hari
c. Tambahan, dapat diberikan:
Vitamin A, B, dan D
Vitamin C 500 mg
Fe sulfat 500 mg
Antasida diberikan untuk pencegahan tukak stress (tukak Curling).

2.9. Rujukan 12
Kriteria merujuk pasien luka bakar yang perlu dirujuk ke pusat luka bakar
menurut American Burn Association, sebagai berikut:
a. Luka bakar derajat II dan III >10% luas permukaan tubuh pada pasien
berumur <10 tahun atau >50 tahun.
b. Luka bakar derajat II dan III >20% di luar usia tersebut diatas.
c. Luka bakar derajat II dan III yang mengenai wajah, mata, telinga, tangan,
kaki, genitalia, atau perineum atau yang mengenai kulit sendi-sendi utama.
d. Luka bakar derajat III >5% luas permukaan tubuh pada semua umur.
e. Luka bakar listrik, termasuk tersambar petir (kerusakan jaringan bawah kulit
hebat dan menyebabkan gagal ginjal akut serta komplikasi lain).
f. Luka bakar kimia
g. Trauma inhalasi
h. Luka bakar pada pasien yang karena penyakit yang sedang dideritanya dapat
mempersulit penanganan, memperpanjang pemulihan, atau dapat
mengakibatkan kematian.
i. Luka bakar dengan cedera penyerta yang menambah resiko morbiditas dan
mortalitas, ditangani dahulu di UGD sampai stabil, baru dirujuk ke pusat
luka bakar.
j. Anak-anak dengan luka bakar yang dirawat di rumah sakit tanpa petugas
dan peralatan yang memadai, dirujuk ke pusat luka bakar.
21

k. Pasien luka bakar yang memerlukan penanganan khusus seperti masalah


sosial, emosional atau yang rehabilitasinya lama, termasuk adanya tindakan
kekerasan pada anak atau anak yang ditelantarkan.

2.10. Komplikasi16
Komplikasi luka bakar dapat bermacam-macam sesuai dengan fase yang
sedang berlangsung. Pada fase akut, komplikasi yang sering terjadi adalah syok dan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada fase subakut dapat terjadi
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS) dan Sepsis. SIRS adalah suatu bentuk respon klinik
yang bersifat sistemik terhadap berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi
ataupun non-infeksi seperti luka bakar. Respon ini merupakan dampak dari
pelepasan mediator-mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat
fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun secara berlebihan dan
mengakibatkan kerusakan pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi
(MODS).
Kriteria sepsis pada luka bakar menurut American Burn Association antara
lain17:
1. Suhu > 37oC atau < 36,5oC
2. Takikardi yang progresif
a. Dewasa > 110 x/menit
b. Anak > 2 SD sesuai nilai normal pada tiap umur
3. Takipneu yang progresif
a. Dewasa > 25 x/menit tanpa ventilasi mekanik
b. Anak > 2 SD sesuai nilai normal pada tiap umur
4. Trombositopenia
a. Dewasa < 100.000/mm3
b. Anak < 2 SD sesuai nilai normal pada tiap umur
5. Hiperglikemia (sebelumnya tidak ada DM)
a. KGD yang tidak diobati (> 200 mg/dL)
b. Insulin resisten, contoh:
22

i. > 7 unit insulin /jam/IV (dewasa)


ii. Resistensi insulin yang bermakna (> 25% peningkatan kebutuhan
insulin dalam 24 jam)
6. Ketidakmampuan untuk meneruskan nutrisi enteral > 24 jam
a. Distensi abdomen
b. Intoleransi nutrisi enteral (sisa > 150 mL/hari pada anak atau 2 kali waktu
makan pada dewasa)
c. Diare yang tidak terkontrol (> 2500 mL/hari pada dewasa atau > 400
mL/hari pada anak)
7. Sebagai tambahan, sepsis membutuhkan dokumentasi infeksi:
a. Kultur positif infeksi
b. Sumber jaringan yang patologik diidentifikasi
c. Respon secara klinik terhadap antimikroba

Pada fase lanjutan, komplikasi yang dapat terjadi adalah parut hipertrofik
dan kontraktur. Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi yang sulit dicegah,
dan terbentuk akibat beberapa faktor sebagai berikut; kedalaman luka bakar, sifat
kulit, usia pasien, lamanya waktu penutupan kulit. Kontraktur adalah komplikasi
yang hampir selalu menyertai luka bakar dan menimbulkan gangguan fungsi
pergerakan.

2.11. Prognosis11
Prognosis pasien luka bakar ditentukan oleh:
Derajat luka bakar (dalam)
Luas permukaan
Daerah
Usia
Keadaan kesehatan
23

BAB 3
STATUS PASIEN

3.1. Identitas Pasien


Nama :A
No. RM : 00.72.05.46
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 24 September 2000
Usia : 17 tahun
Alamat : Jl M Nawi HRP GG Bersama No 69
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Pekerja bangunan
Tanggal Masuk : 24 September 2017

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Luka bakar pada kedua kaki.
Telaah : Hal ini dialami pasien 2 hari SMRS. Pasien
mengalami kecelakaan di tempat kerja dimana pasien tersiram cairan bensin
bercampur lem dan terbakar oleh api. Mekanisme kejadian tidak jelas.
Pasien telah mengalami luka bakar di kedua kaki. Sebelumnya pasien
dirawat oleh bidan selama 2 hari. Kemudian pasien dirujuk oleh bidan
tersebut ke RSUP Haji Adam Malik untuk penanganan lebih lanjut.
Sebelumnya pasien diberi obat kampung oleh bidan dan telah diverban.
Nama dan jenis obat tidak diketahui. Riwayat pingsan (-), riwayat kejang
(-), riwayat mual dan muntah (-), penurunan kesadaran (-).

Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak Jelas


Riwayat Penggunaan Obat : Tidak Jelas
24

3.3. Pemeriksaan Fisik


3.3.1. Status Presens

Sensorium : Compos Mentis


Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/i
Frekwensi Napas : 20 x/i
Temperatur : 36,8oC
Sianosis (-), Anemia (-), Ikterik (-), Dyspnea (-), Edema (-)
BB : 52 kg TB : 169 cm

3.3.2. Status Generalisata

Kepala
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm),
konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), preorbital edema
(-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Tenggorokan : Dalam batas normal
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran


kelenjar tiroid (-), TVJ R-2 cmH2O
Thoraks
Inspeksi : Simetris Fusiformis, tidak ada ketinggalan bernafas
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : SP: Vesikuler/Vesikuler, ST: - / -
Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
25

Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS IV LMCS


Perkusi : Atas: ICS II LMCS, Kanan: ICS IV LPSD, Kiri: ICS IV
LMCS
Auskultasi : S1 normal, S2 normal, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (+)
Palpasi : Soepel, defans musculare (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
Genitalia : Laki-laki

Digital Rectal Examination


Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Superior : Dalam batas normal
Inferior : Kanan: Dijumpai luka bakar seluas 9% grade IIA-B
Kiri: Dijumpai luka bakar seluas 9% grade IIA-B
26

3.4. Pemeriksaan Penunjang


3.4.1. Laboratorium

JenisPemeriksaan Hasil Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin (HGB) 13,6 13-18g/dL

Eritrosit (RBC) 4,47 x 106 4,5-6,5 x 106/L

Leukosit (WBC) 31,050 4-11 x 103/L

Hematokrit 40 % 39-54 %

Trombosit (PLT) 136.000 150-450 x 103/L

GINJAL

BUN 16 9-21 mg/dL

Ureum 34 19 - 44 mg/dL

Kreatinin 1,03 0,7-1,3 mg/dL

ELEKTROLIT

Natrium 126 135-155 mmol/L

Kalium 3,9 3,6-5,5 mmol/L

Chlorida 100 96-106 mmol/L

METABOLISME
KARBOHIDRAT

KGD Sewaktu 72 <200 mg/dL


27

3.4.2. Foto Thorax

Kesimpulan : Cor dan pulmo dalam batas normal


28

3.5. Diagnosis Kerja


Flame Burn Grade II A-B 18% o/t Lower Extremity

3.6. Terapi
- IVFD Ringer Lactat 40 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1 g/IV
- Inj. Ketorolac 30 mg/IV
- Inj. Ranitidine 50mg/IV
- Inj. Cefatoxim 1g/IV
- R/ Foto Thorax
- R/ Debridement di KBE
29

3.7. Follow-Up Pasien

24-25 September 2017


S Nyeri pada kaki (+)
O CM, HD stabil
A Post debridement d/t flame burn grade II A-II B 18%
P IVFD Asering 20 gtt/i makro
Inj. Ceftriaxone 1 mg/12 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
26-27 September 2017
S Nyeri pada kaki (+)
O CM, HD stabil
A Post debridement d/t flame burn grade II A-II B 18%
P IVFD Asering 20 gtt/i makro
Inj. Vancep 1 mg/12 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
28 September 2017
S Nyeri pada kaki (+)
O CM, HD stabil, Demam (+) 39oc (pasien batal operasi)
A Post debridement d/t flame burn grade II A-II B 18%
P IVFD Asering 20 gtt/i makro
Inj. Ceftriaxone 1 mg/12 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
PCT tab 3x1000 mg
PCT drip K/P
29 September 2017
S Nyeri pada kaki (+)
O CM, HD stabil
A Post debridement d/t flame burn grade II A-II B 18%
P IVFD Asering 20 gtt/i makro
Inj. Vancep 1 mg/12 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
01 Oktober 2017
S Nyeri pada kaki (+)
O CM, HD stabil
30

A Post debridement d/t flame burn grade II A-II B 18%


P IVFD Asering 20 gtt/i makro
Inj. Ceftriaxone 1 mg/12 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
R/operasi debridement Selasa, 03/10/17
02 Oktober 2017
S (-)
O CM, HD stabil
A Post debridement d/t flame burn grade II A-II B 18%
P IVFD Asering 20 gtt/i makro
Inj. Ceftriaxone 1 mg/12 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
R/operasi debridement Selasa, 03/10/17
03 Oktober 2017
S (-)
O CM, HD stabil
A Post debridement d/t flame burn grade II A-II B 18%
P R/debridement hari ini di COT. Selasa, 03/10/17
04 Oktober 2017
S Nyeri pada kaki (+)
O CM, HD stabil
A Post debridement + STSG d/t flame burn grade II A-II B 18% o/t both legs
P IVFD Asering 20 gtt/i makro
Inj. Ceftriaxone 1 mg/12 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
05-20 Oktober 2017
S Nyeri pada kaki (-) demam (-)
O CM, HD stabil
A Post debridement + STSG d/t flame burn grade II A-II B 18% o/t both legs
P IVFD Asering 20 gtt/i makro
Inj. Ceftriaxone 1 mg/12 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
31

Gambar Klinis Pasien (16 Oktober 2017)


32

BAB 4
DISKUSI KASUS

TEORI KASUS
Epidemiologi Pada kasus luka bakar disebabkan oleh
Luka bakar merupakan masalah tersiram cairan bensin bercampur lem
kesehatan masyarakat global, angka lalu terbakar oleh api.
kematiannya sekitar 195.000 orang per
tahun. Data yang diperoleh dari Unit
Luka Bakar RSCM dari tahun 2009
2010 menunjukkan bahwa penyebab
luka bakar terbesar adalah ledakan
tabung gas LPG (30,4%), kebakaran
(25,7%), dan tersiram air panas
(19,1%) dengan mortalitas pasien luka
bakar mencapai 34%(6).
Etiologi Pada kasus ini luka bakar disebabkan
Suhu karena kontak langsung antara jaringan
- Flame: Akibat kontak langsung tubuh dengan zat kimia yaitu bensin
antara jaringan dengan api bercampur lem lalu terbakar oleh api.
terbuka, dan menyebabkan cedera
langsung ke jaringan tersebut..
- Benda panas (kontak): Terjadi
akibat kontak langsung dengan
benda panas.
- Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air
panas
- Uap panas
Terutama ditemukan di daerah
industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil.
- Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran
listrik yang lewat menembus
jaringan tubuh.
- Zat kimia.
Asam kuat menyebabkan
nekrosis koagulasi, denturasi
protein, dan rasa nyeri yang
hebat.
- Radiasi
Terpapar radiasi, seperti pada
radioterapi superfisial yang
33

dapat menimbulkan eritema


setempat.
Derajat Dijumpai luka bakar dengan warna
Derajat luka bakar dibedakan menjadi kemerahan / campuran, nyeri, sensitif
3 tingkatan berdasarkan kedalaman terhadap udara, bengkak, permukaan
luka merusak lapisan kulit, yaitu : basah dan berair sehingga disimpulkan
I. Luka Bakar Derajat I (Superficial pada kasus ini merupakan luka bakar
burn) grade II A-B.
Luka bakar derajat I hanya mengenai
epidermis dan biasanya sembuh dalam
5-7 hari. Luka tampak sebagai eritema
dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitifitas setempat dan tidak ada
bulla.
II. Luka Bakar Derajat II (Partial
thickness burn)
Luka bakar derajat II kedalaman luka
mencapai lapisan dermis. Tetapi masih
ada elemen epitel vital yang menjadi
dasar regenerasi dan epitelisasi.
Elemen epitel tersebut terdiri dari sel
epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat dan pangkal rambut. Luka
dapat sembuh sendiri dalam 2-3
minggu. Gejala yang timbul adalah
kemerahan / campuran, epidermis
rusak, nyeri, sensitif terhadap udara,
bengkak, permukaan basah dan berair
serta terdapat gelembung atau bulla
berisi cairan eksudat yang keluar dari
pembuluh darah karena permeabilitas
dindingnya meninggi.
Luka bakar derajat II dibedakan
menjadi 2:
Derajat IIA (Superficial partial
thickness burn)
Kerusakan mengenai bagian epidermis
dan lapisan atas dari dermis.
Penyembuhan terjadi secara spontan
dalam waktu 10-14 hari tanpa
terbentuk sikatriks6.
Derajat IIB (Deep partial
thickness burn)
Kerusakan mengenai hampir seluruh
bagian dermis dan sisa-sisa jaringan
epitel sehat tinggal sedikit.
34

Penyembuhan terjadi lebih lama dan


disertai parut hipertrofi. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu > 1
bulan
III. Luka Bakar Derajat III (Full
thickness burn)11
Luka bakar derajat III kerusakannya
meliputi seluruh kedalaman kulit dan
mungkin subkutis atau organ yang
lebih dalam. Tidak ada lagi elemen
epitel hidup yang tersisa yang
memungkinkan penyembuhan dari
dasar luka, biasanya diikuti dengan
terbentuknya eskar. Kulit tampak pucat
abu-abu gelap atau hitam, dengan
permukaan lebih rendah dari jaringan
sekeliling yang masih sehat, tidak ada
bulla dan tidak terasa nyeri.
Luas Luka Bakar Pada kasus, luka bakar dijumpai
Perhitungan luas luka bakar pada ekstremitas inferior dextra et
menggunakan `Rule of Nines` dari sinistra, anterior dan posterior
Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar dengan perhitungan luas luka bakar
yang terjadi dapat diindikasikan grade II A-B 18%.
sebagai presentasi dari total permukaan
yang terlibat oleh karena luka termal.
Bila permukaan tubuh dihitung sebagai
100%, maka kepala adalah 9%, tiap
tiap ekstremitas bagian atas adalah 9%,
dada bagian depan adalah 18%, bagian
belakang adalah 18%, tiap-tiap
ekstremitas bagian bawah adalah 18%
dan leher 1%

I. Penanganan awal (primary survey) Pada kasus ini, telah dilakukan Primary
Terdapat enam tahap yang harus survey dan secondary survey pada
dilakukan pada survei primer, yaitu: pasien datang ke IGD RSUP HAM.
1. Airway, yaitu memastikan jalan Pada ekstremitas inferior dijumpai luka
napas bebas bakar grade IIA-B seluas 18%.
2. Breathing, pastikan pasien mendapat Dilakukan debridement di KBE (24
asupan oksigen yang adekuat Septermber 2017), dan 10 hari
3. Circulation, pastikan sirkulasi kemudian (tanggal 4 Oktober 2017)
pasien adekuat, pasang dua jalur telah dilakukan penutupan luka dengan
intravena jika diperlukan dan ambil autograft teknik STSG (split thickness
darah untuk pemeriksaan skin graft).
4. Disability, cek kesadaran pasien
35

5. Exposure, kontrol lingkungan,


seperti menjaga kehangatan pasien dan
melakukan perhitungan luas luka bakar
6. FATT (fluids, analgesia, tests, and
tubes), dilakukan di antara survei
primer dan sekunder, terdiri dari
pemberian cairan resusitasi (kristaloid)
berdasarkan Modified Parkland
formula, pemberian analgesik,
melakukan tes, misalnya rontgen, dan
memasang selang nasogastrik untuk
luka bakar luas.
II. Secondary Survey Pada kasus ini, telah dilakukan Primary
1.Pemeriksaan bersifat komprehensif, survey dan secondary survey pada
dari ujung kepala sampai ujung kaki, pasien datang ke IGD RSUP HAM.
setelah hal yang mengancam nyawa Pada ekstremitas inferior dijumpai luka
selesai ditangani. bakar grade IIA-B seluas 18%.
2. Riwayat, mekanisme terjadinya luka Dilakukan debridement di KBE (24
bakar, durasi, etiologi, dan lain-lain Septermber 2017), dan 10 hari
ditanyakan pada fase ini. kemudian (tanggal 4 Oktober 2017)
3. Pemeriksaan fisik menyeluruh mulai telah dilakukan penutupan luka dengan
dari kepala sampai kaki, status autograft teknik STSG (split thickness
neurologis, pengambilan dokumen, skin graft).
dan re-evaluasi juga dilakukan.
4. Luka bakar kemudian ditutup
dengan dressing yang sesuai,
pencegahan infeksi menggunakan
salep antibiotik, terapi nutrisi, dan
terapi psikoterapi jika diperlukan.

III. Tindakan bedah11


Debridement diusahakan sedini
mungkin untuk membuang jaringan
kulit mati dengan cara eksisi
tangensial. Tindakan ini dilakukan
sesegera mungkin setelah keadaan
pasien stabil karena eksisi tangensial
juga menimbulkan perdarahan.
Biasanya eksisi dini dilakukan pada
hari ketiga sampai ketujuh, dan pasti
boleh dilakukan pada hari kesepuluh.
Eksisi tangensial sebaiknya tidak
dilakukan lebih dari 10% luas
permukaan tubuh karena dapat terjadi
perdarahan yang cukup banyak.
36

Eksisi Luka Bakar Kecil


Intervensi operatif diindikasikan
segera pada luka bakar dalam. Luka
bakar dalam yang dimaksud adalah
luka bakar derajat III atau luka bakar
derajat II yang mungkin tidak akan
sembuh dalam 3 minggu.

Eksisi Tangensial
Pada tindakan eksisi tangensial, kulit
yang terkena luka bakar dibuang
sampai terlihat jaringan sehat. Bentuk
tubuh lebih terjaga dibanding jika
dilakukan eksisi fascia, dan merupakan
standar metode untuk luka bakar kecil

Eksisi Fascia
Pada eksisi fascia, kulit dan jaringan
subkutan dibuang menggunakan
elektrokauter. Hal ini untuk
mengurangi perdarahan jika terjadi
luka bakar masif, untuk mengontrol
infeksi pada kasus dengan infeksi
berat, atau pada luka bakar yang
sampai ke jaringan subkutan.

Kontrol Perdarahan
Risiko eksisi adalah perdarahan. Cara
paling sederhana untuk membatasinya
adalah melakukan eksisi dalam 24 jam
setelah kejadian karena metabolit
vasokonstriktor paling banyak pada
masa ini.

Penutupan Luka
Setelah eksisi, dilakukan penutupan
luka dengan autograft, yang dapat
diklasifikasikan menjadi FTSG (full
thickness skin graft) atau STSG (split
thickness skin graft).
37

BAB 5
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus pasien atas nama Andriansyah, 17 tahun, setelah


dilakukan primary survey dan secondary survey terhadap pasien didiagnosis dengan
flame burn grade II A-B 18% o/t lower extremity. Telah dilakukan tindakan
debridement di KBE (24 Septermber 2017), dan 10 hari kemudian (tanggal 4
Oktober 2017) telah dilakukan penutupan luka dengan autograft teknik STSG (split
thickness skin graft). Pasien sampai sekarang masih dirawat di RSUP HAM dengan
keadaan stabil.
38

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2008. A WHO plan for burn prevention and care. Geneva: World Health
Organization.
2. Martina, N.R dan Wardhana, A. Mortality Analysis of Adult Burn Patient.
Jurnal Plastik Rekonstruksi. 2013.
3. Brusselaers, N et al. 2010. Severe Burn Injury in Europe: A Systematic Review
of the Incidence, Etiology, Morbidity and Mortality. Critical care 14(5).
BioMed Central.
4. Peck, M.D. Epidemiology and Prevention o a Burns throughout the World.
Handbook of Burns volume 1 Acute Burn Care. Springer Wien New York.
2012.
5. Gauglitz, G.G. dan Jeschke, M.G. 2012. Pathophysiology of burn injury.
Handbook of Burns Volume 1 Acute Burn Care. Springer Wien New York.
6. Surgery Medical Mini Notes: 2015. p 124-132.
7. Terapi Sel Punca pada Luka Bakar. Tempo: 25 November 2013. Jakarta
Available from: [m.tempo.com]
8. Hasibuan, L., Soedjana, H., Bisono. Luka. Dalam Sjamsuhidajat, R.,
karnadihardja, w., Prasetyono, T., Rudiman, R. Buku Ajar Ilmu Bedah
Sjamsuhidajat-De Jong. Ed 3. Jakarta: EGC; 2010: Hal 103-20.
9. Ellis H, Calne S.R, Watson C. Lecture Note General Surgery. Ed 11th. USA:
Blackwell Publishing. 2006:41-46
10. Kryger & Sisco M. Practical Plastic Surgery. USA: Vademecum Landes
Bioscience: 2007:154-156
11. Wim DJ. Luka, Trauma, Syok, Bencana dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC.
Jakarta. hal 81-91.
12. American College of Surgeon. Advanced Trauma Life Support. 8th ed: 2008
13. Yasti, A C., et al. Guideline and treatment algorithm for burn injuries. Turkish
Journal of Trauma and Emergency Surgery. 2015;(21):79 89.
14. Reproduced with permission from Warden GD: Burn shock resuscitation.
World J Surg 1992;16:16.
39

15. American Burn Association-Advanced Burn Life Support Course. 2011.


American Burn Association - Advanced Burn Life Support Course Provider
Manual 2011. American Burn Association: p. 41 49.
16. Astrid MP. Presentasi Luka Bakar. Depatemen Bedah FKUI. Jakarta:2009.
17. Arifin H. Pengelolaan Infeksi pada Pasien luka Bakar di Unit Perawatan
Intensif. Majalh Kedokteran Terapi Intensif. 2012;2(3):160-165.
18. Klein MB. Thermal, chemical, and electrical injuries. In: Thorne CH, editor.
Grabb and Smiths plastic surgery. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2014. p. 127-41.
19. Janzekovic Z. A new concept in the early excision and immediate grafting of
burns. J Trauma. 1970;10(12):1103-8.
20. Lee JO, Dibildox M, Jimenez CJ, Gallagher JJ, Sayeed S, Sheridan RL, et al.
Operative wound management. In: Herndon DN, editor. Total burn care. 4th
ed. USA: Elsevier Saunders; 2012. p. 157-61.
21. Chang K, Ma H, Liao W, Lee C, Lin C, Chen C. The optimal time for early
burn wound excision to reduce pro-inflammatory cytokine production in a
murine burn injury model. Burns 2010;36:1059-66.
22. Sharikov BM. Deep foot burns: Effects of early excision and grafting. Burns
2011;37: 1435-8.
23. Omar MTA, Hassan AA. Evaluation of hand function after early excision and
skin grafting of burns versus delayed skin grafting: A randomized clinical trial.
Burns 2011;37:707-13.
24. Sterling JP, Heimbach DM. Hemostasis in burn surgery-A review. Burns
2011;37:559-65.
25. Moenadjat, Y. Luka Bakar: Masalah dan Tatalaksana. UPK Luka Bakar
RSCM Jakarta, 2006.

Anda mungkin juga menyukai