FLAME BURN
Oleh:
Nicholas Sibarani 120100179
Mutia Chairani 120100123
Stella Doretha Grace 120100151
Agustin Virajati 120100168
Vivekananthan 110100517
Arjumardi A. Harahap 120100044
Vriancha Admira Putri 120100001
Roy Rinaldi Marpaung 120100052
Rijena Karina A. Bangun 120100150
Abigail Ann Maathai 120100522
Arswini Periyasamy 120100490
Yashine Rama Rao 120100481
Udeya Pravena 120100494
Pembimbing:
dr. Arya Tjipta, Sp.BP-RE
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus kami yang
berjudul Flame Burn.
Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Arya Tjipta, Sp.BP-RE, yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat
selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan di Indonesia.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
Kunci penanganan luka bakar akut adalah rehidrasi dan keadaan ini
membutuhkan penanganan segera.
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus
luka bakar dan membandingkannya dengan landasan teori yang sesuai. Penyusunan
laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan penulis maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk
mengintergrasikan teori yang telah ada dengan aplikasi pada kasus yang dijumpai
di lapangan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas seperti, api secara langsung (flame)
maupun tidak langsung (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas,
sengatan matahari (sunburn), listrik, maupun bahan kimia, dan lain-lain.6
2.2. Epidemiologi
Luka bakar telah menjadi masalah kesehatan masyarakat global, angka
kematiannya sekitar 195.000 orang per tahun. Menurut Riskesdas 2007, prevalensi
luka bakar di Jawa Tengah adalah 7,2% dari seluruh kejadian cedera total. Data
yang diperoleh dari Unit Luka Bakar RSCM dari tahun 2009 2010 menunjukkan
bahwa penyebab luka bakar terbesar adalah ledakan tabung gas LPG (30,4%),
kebakaran (25,7%), dan tersiram air panas (19,1%) dengan mortalitas pasien luka
bakar mencapai 34%(6). Sebagian besar pasien dirawat karena luka bakar dengan
luas 20 50%, menempati angka mortalitas tertinggi (58,25%) dari keseluruhan
kasus kematian akibat luka bakar (34%).7
2.3. Etiologi
Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi:8,9,10
Suhu
- Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung
meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera
kontak.
4
2.4. Derajat
Derajat luka bakar dibedakan menjadi 3 tingkatan berdasarkan kedalaman
luka merusak lapisan kulit, yaitu:6,11,12
a. Luka Bakar Derajat I (Superficial burn)
Luka bakar derajat I hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam
5-7 hari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitifitas setempat dan tidak ada bulla. Contoh luka bakar derajat I seperti
akibat tersengat matahari. Luka dapat sembuh tanpa bekas. Karena tidak berbahaya,
luka bakar derajat I tidak memerlukan pemberian cairan intravena.
2.5. Klasifikasi
Luka bakar dibedakan menjadi 3, yaitu luka bakar ringan, sedang dan
berat.6
a. Kriteria luka bakar ringan:
Luka bakar derajat II < 15%.
Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak.
Luka bakar derajat III< 2%.
b. Kriteria luka bakar sedang:
Luka bakar derajat II 10-25% pada orang dewasa.
Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak.
8
Gambar 2.4. Diagram zona luka bakar pada luka bakar derajat dua. Gambar atas
dikutip dari Burn Module: Wound Management http://www.burnsurgery.org;
gambar bawah dikutip dari Song C. Total EarlyBurn Management. Proceeding
book. 3rd Meeting of the Wound Healing Society (Singapore): Stem Cells
and Tissue Engineering in Wound Healing & Burn Injuries. Aug 2005.
9
(a) (b)
Gambar 2.5. (a) dan 4(b). Perhitungan Luas Luka Bakar
Tabel 2.1. Rule of Nines untuk Penatalaksanaan Luka Bakar Pada Permukaan
Tubuh
Struktur Anatomi Area Permukaan
Kepala 9%
Badan Depan 18%
Punggung 18%
Tiap Kaki 18%
Tiap Lengan 9%
Genitalia/perineum 1%
2.7. Penanganan
2.7.1. Penanganan awal (primary survey)6,11
Penanganan awal (primary survey) pada pasien luka bakar, sebagai berikut:
a. Airway; membebaskan jalan napas, menilai adanya trauma inhalasi, dan
melakukan intubasi bila terdapat indikasi. Indikasi pemasangan intubasi
pada luka bakar, yaitu trauma inhalasi, stridor, luka bakar yang melingkari
leher sehingga mengakibatkan pembengkakan jaringan sekitar jalan napas.
b. Breathing; memberikan O2, mengenali dan mengatasi keracunan CO.
11
b. Rumus Baxter
Cara lain yang dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan rumus
Baxter, yaitu luas luka x BB dalam kg x 4 mL larutan Ringer.
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama sisanya
diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu larutan
Ringer Laktat. Hari kedua diberikan setengah cairan pertama. Contoh: seorang
dewasa dengan berat badan 50 kg dan luka bakar seluas 20% permukaan kulit akan
diberikan 50 x 20 mL = 1000 mL larutan NaCl 0,9% dan juga 1000 mL plasma
sebagai cairan tambahan, disertai 2000 cc larutan glukosa 5% sebagai kebutuhan
dasar. Jumlah cairan pada 8 jam pertama sama dengan jumlah cairan untuk 16 jam
berikut, masing-masing 2000 mL; 24 jam berikutnya = 2000 mL.
Menurut rumus Baxter, cairan diberikan dalam 2 hari, yaitu 20 x 50 mL x 4
= 4000 mL pada hari pertama, 2000 mL pada hari kedua. Pemberian cairan dapat
ditambah (jika perlu), misalnya bila penderita dalam keadaan syok, atau jika
diuresis kurang. Untuk itu, pemantauan yang ketat sangat penting, karena fluktuasi
perubahan keadaan sangat cepat terutama pada fase awal luka bakar.
Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terus-
menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari dieresis normal yaitu
sekurang-kurangnya 1000-1500mL/24 jam atau 1 mL/kgBB/jam pada pasien anak.
Yang penting juga adalah pengamatan apakah sirkulasi normal atau tidak.
Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi yang
tidak betul dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Hiponatremia
sebagai gejala keracunan air dapat menyebabkan udem otak dengan tanda kejang-
kejang. Kekurangan ion K akibat banyaknya kerusakan sel dapat diketahui dari
EKG yang menunjukkan depresi segmen ST atau gelombang U. ketidakseimbangan
elektrolit ini juga harus dikoreksi namun bukan menjadi prioritas utama dalam
resusitasi cairan emergensi manajemen primer pasien trauma.
Selain itu, ada pula beberapa formula yang biasa digunakan untuk resusitasi
cairan pada centre luka bakar.
13
Crystalloid formulas
Parkland Lactated Ringer 4 mL/kg/% burn
2.7.1.2.Monitoring Resusitasi15
Monitoring resusitasi dilakukan melalui urine output. Volume urin normal
pada orang dewasa adalah 0.5 ml/kgBB/jam (atau 30 50 ml/jam). Sedangkan pada
anak (<40 kg) sebesar 1 ml/kgBB/jam.
Kecepatan infus cairan harus ditingkatkan atau menurun berdasarkan
keluaran urin. Output yang diharapkan harus didasarkan pada berat badan ideal,
bukan berat sebelum trauma luka bakar aktual (yaitu pasien dengan berat badan 200
kg tidak memerlukan output urin 100 ml per jam). Kecepatan infus cairan harus
ditingkatkan atau dikurangi sepertiga jika output urin turun di bawah atau melebihi
batas tersebut lebih dari sepertiga selama dua jam berturut-turut.
a. Manajemen oligouria
Oliguria berkaitan dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik dan penurunan
curah jantung, paling sering merupakan hasil pemberian cairan yang tidak adekuat.
Dalam situasi seperti itu, diuretik dikontraindikasikan, dan laju infus cairan
14
resusitasi harus ditingkatkan untuk meningkatkan output urin. Setelah diuretik telah
diberikan, keluaran kencing tidak lagi menjadi alat yang akurat untuk memantau
resusitasi cairan.
2.7.2. Indikasi rawat inap11
Indikasi rawat inap pada pasien luka adalah sebagai berikut:
Penderita syok atau terancam syok
Anak: luas luka > 10%
Dewasa: luas luka > 15%
Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat
Wajah, mata
Tangan atau kaki
Perineum
Terancam oedem laring
Terhirup asap atau udara hangat
perdarahan. Biasanya eksisi dini dilakukan pada hari ketiga sampai ketujuh, dan
pasti boleh dilakukan pada hari kesepuluh. Eksisi tangensial sebaiknya tidak
dilakukan lebih dari 10% luas permukaan tubuh karena dapat terjadi perdarahan
yang cukup banyak.
Eksisi dini dan skin graft dapat menurunkan komplikasi infeksi,
menurunkan lama rawat, meningkatkan angka kehidupan pada pasien luka bakar,
dan menurunkan risiko parut hipertrofik; didukung oleh resusitasi, asupan nutrisi,
perawatan saat kritis yang tepat, dan pengobatan infeksi. Jika dibandingkan dengan
eksisi tertunda (> 5 hari), eksisi dini (< 5 hari) dapat menurunkan mortalitas,
menurunkan lama rawat, dan mengurangi komplikasi metabolik.18,20
Luka bakar yang diterapi dengan eksisi dini dan skin graft dibandingkan
dengan terapi konservatif, menurunkan mortalitas signifikan pada pasien usia 17
30 tahun dengan luas luka bakar lebih dari 30% tanpa trauma inhalasi. Sebaliknya,
pada pasien anak dengan luka bakar yang mirip, angka mortalitas meningkat
dengan meningkatnya ukuran luka bakar, seiring dengan adanya trauma inhalasi.
Rerata lama rawat pasien anak dan dewasa adalah kurang dari 1 hari/% TBSA.21
Meta-analisis menunjukkan bahwa eksisi dini dapat mengurangi mortalitas (pada
pasien tanpa trauma inhalasi) dan lama rawat, tetapi lebih banyak kehilangan
darah.21 Pada pasien dewasa dengan luas luka bakar dalam lebih dari 70% TBSA,
eksisi tangensial dan alloskin untuk penutupan sementara, efektif menutup luka dan
menjaga jaringan subkutan yang sehat. Operasi harus dilakukan pada keadaan
relatif stabil. Saat tepat untuk eksisi tangensial pertama adalah hari ke-3 sampai 5
setelah kejadian, dan area yang dieksisi direstriksi maksimal 35 40% TBSA.21
Eksisi eskar pada hari pertama setelah kejadian dapat menurunkan sitokin
proinflamasi secara signifikan pada tikus dengan luka bakar 30% TBSA. Makin
cepat eksisi dilakukan, jumlah sitokin proinflamasi lebih rendah dan proses
inflamasi setelah luka bakar menjadi lebih baik.22 Eksisi dini dan skin graft pasien
luka bakar berat pada kaki, karena penggunaan sandal pada musim dingin di
Uzbekistan 4-5 hari setelah kejadian, bermanfaat mengembalikan fungsi kaki,
deformitas sendi dan kontraktur lebih sedikit, lama rawat lebih singkat, serta lebih
hemat dibandingkan terapi konservatif.22 Eksisi dini dan skin graft disertai
17
fisioterapi akan mengembalikan fungsi lebih cepat, yaitu gerakan aktif tiap jari
secara total, kekuatan genggaman tangan dan kegiatan sehari-hari, serta lama rawat
dan lebih cepat kembali ke normal.23
Manfaat eksisi dini juga pada pasien usia tua. Eksisi dini dapat dilakukan
pada pasien usia tua secara aman, menurunkan lama rawat dan angka sepsis.
Tatalaksana operatif juga efektif mengurangi durasi nyeri. Eksisi pada luka bakar
adalah lifesaving, dapat meningkatkan hasil kosmetik dan fungsi, dan lebih cepat
mengembalikan pasien ke lingkungan normal.20
putih berkilau dengan titik-titik perdarahan, sedangkan pada luka bakar dalam,
eksisi dilanjutkan lapis demi lapis sampai tercapai jaringan subkutan sehat dengan
penampakan kuning berkilau. Jaringan lunak, keunguan, atau pembuluh darah
trombosis menandakan jaringan rusak dan membutuhkan eksisi lebih dalam.19,20
Jika mungkin, eksisi dini dimulai hari ke-3 setelah kejadian pada luka bakar mayor
yang jelas derajat dalam. Operasi dapat dijeda 2 3 hari sampai seluruh eskar
dibuang dan luka ditutup. Luka yang telah dieksisi dapat ditutup sementara dengan
dressing biologis atau allograft dari cadaver sampai autograft tersedia.18
III. Eksisi Fascia
Pada eksisi fascia, kulit dan jaringan subkutan dibuang menggunakan
elektrokauter. Hal ini untuk mengurangi perdarahan jika terjadi luka bakar masif,
untuk mengontrol infeksi pada kasus dengan infeksi berat, atau pada luka bakar
yang sampai ke jaringan subkutan. Eksisi fascia dapat membatasi perdarahan
karena dapat mengontrol pembuluh darah perforator yang lebih dalam, melewati
pembuluh darah kapiler secara ekstensif pada kulit dan jaringan subkutan. Kasus
lain yang diindikasikan adalah infeksi luka invasif atau sepsis yang mengancam
nyawa, biasanya berhubungan dengan infeksi jamur, dan pada luka bakar luas di
mana graft-nya tidak take pada pasien kritis. Kerugian eksisi fascia adalah
limfedema dan deformitas bentuk tubuh.
IV. Kontrol Perdarahan
Risiko eksisi adalah perdarahan. Cara paling sederhana untuk
membatasinya adalah melakukan eksisi dalam 24 jam setelah kejadian karena
metabolit vasokonstriktor paling banyak pada masa ini. Faktor lain yang
berhubungan dengan bertambahnya perdarahan selama eksisi luka bakar adalah
usia lebih tua, laki-laki, ukuran tubuh lebih besar, total area luka bakar dalam,
jumlah bakteri pada luka, total area yang dieksisi, dan durasi operasi. Hal lain yang
dapat dilakukan selama operasi adalah tourniquet ekstremitas, pre-debridement
tumescence, yaitu injeksi cairan epinefrin dosis rendah, aplikasi epinefrin 1:10.000
1:20.000 topikal, aplikasi trombin topikal, fibrin sealant, gel autolog keping
darah, lembar kalsium alginate, penutupan segera dengan graft, elektrokauter, dan
terapi sistemik, misalnya Terlipressin.20,24
19
2.8. Nutrisi 11
Kebutuhan nutrisi pada pasien luka bakar antara lain:
a. Minuman diberikan pada pasien luka bakar:
Segera setelah peristalsis menjadi normal.
Sebanyak 25 ml/kgBB/hari
Sampai diuresis minimal mencapai 30 ml/jam atau 1 ml/kgBB/jam
20
2.9. Rujukan 12
Kriteria merujuk pasien luka bakar yang perlu dirujuk ke pusat luka bakar
menurut American Burn Association, sebagai berikut:
a. Luka bakar derajat II dan III >10% luas permukaan tubuh pada pasien
berumur <10 tahun atau >50 tahun.
b. Luka bakar derajat II dan III >20% di luar usia tersebut diatas.
c. Luka bakar derajat II dan III yang mengenai wajah, mata, telinga, tangan,
kaki, genitalia, atau perineum atau yang mengenai kulit sendi-sendi utama.
d. Luka bakar derajat III >5% luas permukaan tubuh pada semua umur.
e. Luka bakar listrik, termasuk tersambar petir (kerusakan jaringan bawah kulit
hebat dan menyebabkan gagal ginjal akut serta komplikasi lain).
f. Luka bakar kimia
g. Trauma inhalasi
h. Luka bakar pada pasien yang karena penyakit yang sedang dideritanya dapat
mempersulit penanganan, memperpanjang pemulihan, atau dapat
mengakibatkan kematian.
i. Luka bakar dengan cedera penyerta yang menambah resiko morbiditas dan
mortalitas, ditangani dahulu di UGD sampai stabil, baru dirujuk ke pusat
luka bakar.
j. Anak-anak dengan luka bakar yang dirawat di rumah sakit tanpa petugas
dan peralatan yang memadai, dirujuk ke pusat luka bakar.
21
2.10. Komplikasi16
Komplikasi luka bakar dapat bermacam-macam sesuai dengan fase yang
sedang berlangsung. Pada fase akut, komplikasi yang sering terjadi adalah syok dan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada fase subakut dapat terjadi
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS) dan Sepsis. SIRS adalah suatu bentuk respon klinik
yang bersifat sistemik terhadap berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi
ataupun non-infeksi seperti luka bakar. Respon ini merupakan dampak dari
pelepasan mediator-mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat
fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun secara berlebihan dan
mengakibatkan kerusakan pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi
(MODS).
Kriteria sepsis pada luka bakar menurut American Burn Association antara
lain17:
1. Suhu > 37oC atau < 36,5oC
2. Takikardi yang progresif
a. Dewasa > 110 x/menit
b. Anak > 2 SD sesuai nilai normal pada tiap umur
3. Takipneu yang progresif
a. Dewasa > 25 x/menit tanpa ventilasi mekanik
b. Anak > 2 SD sesuai nilai normal pada tiap umur
4. Trombositopenia
a. Dewasa < 100.000/mm3
b. Anak < 2 SD sesuai nilai normal pada tiap umur
5. Hiperglikemia (sebelumnya tidak ada DM)
a. KGD yang tidak diobati (> 200 mg/dL)
b. Insulin resisten, contoh:
22
Pada fase lanjutan, komplikasi yang dapat terjadi adalah parut hipertrofik
dan kontraktur. Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi yang sulit dicegah,
dan terbentuk akibat beberapa faktor sebagai berikut; kedalaman luka bakar, sifat
kulit, usia pasien, lamanya waktu penutupan kulit. Kontraktur adalah komplikasi
yang hampir selalu menyertai luka bakar dan menimbulkan gangguan fungsi
pergerakan.
2.11. Prognosis11
Prognosis pasien luka bakar ditentukan oleh:
Derajat luka bakar (dalam)
Luas permukaan
Daerah
Usia
Keadaan kesehatan
23
BAB 3
STATUS PASIEN
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Luka bakar pada kedua kaki.
Telaah : Hal ini dialami pasien 2 hari SMRS. Pasien
mengalami kecelakaan di tempat kerja dimana pasien tersiram cairan bensin
bercampur lem dan terbakar oleh api. Mekanisme kejadian tidak jelas.
Pasien telah mengalami luka bakar di kedua kaki. Sebelumnya pasien
dirawat oleh bidan selama 2 hari. Kemudian pasien dirujuk oleh bidan
tersebut ke RSUP Haji Adam Malik untuk penanganan lebih lanjut.
Sebelumnya pasien diberi obat kampung oleh bidan dan telah diverban.
Nama dan jenis obat tidak diketahui. Riwayat pingsan (-), riwayat kejang
(-), riwayat mual dan muntah (-), penurunan kesadaran (-).
Kepala
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm),
konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), preorbital edema
(-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Tenggorokan : Dalam batas normal
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)
HEMATOLOGI
Hematokrit 40 % 39-54 %
GINJAL
Ureum 34 19 - 44 mg/dL
ELEKTROLIT
METABOLISME
KARBOHIDRAT
3.6. Terapi
- IVFD Ringer Lactat 40 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1 g/IV
- Inj. Ketorolac 30 mg/IV
- Inj. Ranitidine 50mg/IV
- Inj. Cefatoxim 1g/IV
- R/ Foto Thorax
- R/ Debridement di KBE
29
BAB 4
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Epidemiologi Pada kasus luka bakar disebabkan oleh
Luka bakar merupakan masalah tersiram cairan bensin bercampur lem
kesehatan masyarakat global, angka lalu terbakar oleh api.
kematiannya sekitar 195.000 orang per
tahun. Data yang diperoleh dari Unit
Luka Bakar RSCM dari tahun 2009
2010 menunjukkan bahwa penyebab
luka bakar terbesar adalah ledakan
tabung gas LPG (30,4%), kebakaran
(25,7%), dan tersiram air panas
(19,1%) dengan mortalitas pasien luka
bakar mencapai 34%(6).
Etiologi Pada kasus ini luka bakar disebabkan
Suhu karena kontak langsung antara jaringan
- Flame: Akibat kontak langsung tubuh dengan zat kimia yaitu bensin
antara jaringan dengan api bercampur lem lalu terbakar oleh api.
terbuka, dan menyebabkan cedera
langsung ke jaringan tersebut..
- Benda panas (kontak): Terjadi
akibat kontak langsung dengan
benda panas.
- Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air
panas
- Uap panas
Terutama ditemukan di daerah
industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil.
- Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran
listrik yang lewat menembus
jaringan tubuh.
- Zat kimia.
Asam kuat menyebabkan
nekrosis koagulasi, denturasi
protein, dan rasa nyeri yang
hebat.
- Radiasi
Terpapar radiasi, seperti pada
radioterapi superfisial yang
33
I. Penanganan awal (primary survey) Pada kasus ini, telah dilakukan Primary
Terdapat enam tahap yang harus survey dan secondary survey pada
dilakukan pada survei primer, yaitu: pasien datang ke IGD RSUP HAM.
1. Airway, yaitu memastikan jalan Pada ekstremitas inferior dijumpai luka
napas bebas bakar grade IIA-B seluas 18%.
2. Breathing, pastikan pasien mendapat Dilakukan debridement di KBE (24
asupan oksigen yang adekuat Septermber 2017), dan 10 hari
3. Circulation, pastikan sirkulasi kemudian (tanggal 4 Oktober 2017)
pasien adekuat, pasang dua jalur telah dilakukan penutupan luka dengan
intravena jika diperlukan dan ambil autograft teknik STSG (split thickness
darah untuk pemeriksaan skin graft).
4. Disability, cek kesadaran pasien
35
Eksisi Tangensial
Pada tindakan eksisi tangensial, kulit
yang terkena luka bakar dibuang
sampai terlihat jaringan sehat. Bentuk
tubuh lebih terjaga dibanding jika
dilakukan eksisi fascia, dan merupakan
standar metode untuk luka bakar kecil
Eksisi Fascia
Pada eksisi fascia, kulit dan jaringan
subkutan dibuang menggunakan
elektrokauter. Hal ini untuk
mengurangi perdarahan jika terjadi
luka bakar masif, untuk mengontrol
infeksi pada kasus dengan infeksi
berat, atau pada luka bakar yang
sampai ke jaringan subkutan.
Kontrol Perdarahan
Risiko eksisi adalah perdarahan. Cara
paling sederhana untuk membatasinya
adalah melakukan eksisi dalam 24 jam
setelah kejadian karena metabolit
vasokonstriktor paling banyak pada
masa ini.
Penutupan Luka
Setelah eksisi, dilakukan penutupan
luka dengan autograft, yang dapat
diklasifikasikan menjadi FTSG (full
thickness skin graft) atau STSG (split
thickness skin graft).
37
BAB 5
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2008. A WHO plan for burn prevention and care. Geneva: World Health
Organization.
2. Martina, N.R dan Wardhana, A. Mortality Analysis of Adult Burn Patient.
Jurnal Plastik Rekonstruksi. 2013.
3. Brusselaers, N et al. 2010. Severe Burn Injury in Europe: A Systematic Review
of the Incidence, Etiology, Morbidity and Mortality. Critical care 14(5).
BioMed Central.
4. Peck, M.D. Epidemiology and Prevention o a Burns throughout the World.
Handbook of Burns volume 1 Acute Burn Care. Springer Wien New York.
2012.
5. Gauglitz, G.G. dan Jeschke, M.G. 2012. Pathophysiology of burn injury.
Handbook of Burns Volume 1 Acute Burn Care. Springer Wien New York.
6. Surgery Medical Mini Notes: 2015. p 124-132.
7. Terapi Sel Punca pada Luka Bakar. Tempo: 25 November 2013. Jakarta
Available from: [m.tempo.com]
8. Hasibuan, L., Soedjana, H., Bisono. Luka. Dalam Sjamsuhidajat, R.,
karnadihardja, w., Prasetyono, T., Rudiman, R. Buku Ajar Ilmu Bedah
Sjamsuhidajat-De Jong. Ed 3. Jakarta: EGC; 2010: Hal 103-20.
9. Ellis H, Calne S.R, Watson C. Lecture Note General Surgery. Ed 11th. USA:
Blackwell Publishing. 2006:41-46
10. Kryger & Sisco M. Practical Plastic Surgery. USA: Vademecum Landes
Bioscience: 2007:154-156
11. Wim DJ. Luka, Trauma, Syok, Bencana dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC.
Jakarta. hal 81-91.
12. American College of Surgeon. Advanced Trauma Life Support. 8th ed: 2008
13. Yasti, A C., et al. Guideline and treatment algorithm for burn injuries. Turkish
Journal of Trauma and Emergency Surgery. 2015;(21):79 89.
14. Reproduced with permission from Warden GD: Burn shock resuscitation.
World J Surg 1992;16:16.
39