A. DEFINISI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional. Trauma adalah
luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat.
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan
tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematopneumothoraks.Trauma
thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa
tajam atau tumpul. Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan
manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat
pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa
mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau tumpul.
B. ETIOLOGI
1. Tamponade jantung
Disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2. Hematotoraks
Disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3. Pneumothoraks
Spontan (bula yang pecah) , trauma (penyedotan luka rongga dada), iatrogenik (“pleural
tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif).
C. KLASIFIKASI
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus dan tumpul
1. Trauma tembus (tajam).
a. Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
b. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
c. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
2. Trauma tumpul
a. Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
b. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
c. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
d. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
F. FAKTOR PENCETUS
Beberapa faktor pencetus yang dapat menimbulkan trauma dada antara lain:
1. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
2. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
3. Fraktu tulang iga
4. Tindakan medis (operasi)
5. Pukulan daerah torak.
6. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi
mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran
balutan.
G. EPIDEMIOLOGI
Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang berhubungan dengan
trauma di Amerika serikat dan sangat berkaitan dengan 50% kematian yang berhubungan dengan
trauma yang mencakup cedera sistem multipel. Trauma dada diklasifikasikan dengan tumpul
atau tembus (penetrasi). Meski trauma tumpul dada adalah lebih umum, pada trauma ini sering
timbul kesulitan dalam mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin
umum dan rancu. Pasien mungkin tidak segera mencari bantuan medis, yang selanjutnya dapat
mempersulit masalah. Kecelakaan tabrakan mobil, terjatuh dari sepeda motor adalah mekanisme
yang paling umum dari tauma dada. Mekanisme yang paling umum untuk trauma tembus dada
termasuk luka tembak dan luka tusuk.
Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan mengakibatkan satu atau lebih mekanisme
patologi berikut :
a. Hipoksemia akibat gangguan jalan napas, cidera pada parenkim paru, sangkar iga, dan otot
pernapasan, kolaps paru, dan pneumotoraks.
b. Hipovolemia akibat kehilangan cairan aktif dari pembuluh besar, ruptur jantung atau
hemotoraks.
c. Gagal jantung akibat temponade jantung, kontusio jantung, atau tekanan intratoraks yang
meningkat.
Mekanisme ini sering kali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusi yang
mengarah pada gagal nafas akut, syok hipovolemia, dan kematian.
H. GEJALA KLINIS
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Jantung melemah.
g. Bunyi
h. Pulse pressure.
i. Terdapat tanda-tanda paradoxical
j. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
k. Perikardiosentesis keluar darah
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
b. Gangguan pernapasan.
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar
jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik.
f. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta
yang ruptur.
g. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-
abdominal.
I. PATOFISIOLOGI
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga
thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau
kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan
dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia,
hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipoksia jaringan
merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena
hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation( contoh kontusio, hematoma, kolaps
alveolus ) dan perubahan dalam tekanan intra tthorax ( contoh : tension pneumothorax,
pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya
ventilasi akibat perubahan tekanan intra thorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis
metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga, merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami
trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga
terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang
tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan
pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru.
Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan
parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan
pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat
trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang
pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara
kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan
kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak
mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas
menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi
membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan
pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila
pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko.
Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap,
dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita
dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya
pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube
Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam
atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan
terjadinya hemotoraks.
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi : foto thorax (AP).
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah
9. Diagnosis fisik :
a) Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
b) Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
c) Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi.
d) Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc
segera thorakotomi.
L. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma thorax, yaitu :
1. Bullow Drainage / WSD
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,
cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung.
Indikasi:
a. Pneumothoraks
b. Hemothoraks
c. Thorakotomy
d. Efusi pleura
e. Emfiema
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan
tekanan rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c. Preventive
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga “mechanis
of breathing” tetap baik.
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (.
Doenges, 1999) meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan
nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke
leher,bahudanabdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
mengkerutkan wajah.
f. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru
kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;
pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ;
fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit
pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah,
pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
g. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru.
Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan :
1. Sesak napas
2. Nyeri, batuk-batuk
3. Terdapat retraksi klavikula/dada
4. Pengambangan paru tidak simetris
5. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
6. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
7. Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang
8. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
9. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
10. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler :
1 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
2 Takhikardia, lemah
3 Pucat, Hb turun /normal
4 Hipotensi
c. Sistem Persyarafan :
1 Tidak ada kelainan
d. Sistem Perkemihan :
1 Tidak ada kelainan
e. Sistem Pencernaan :
1 Tidak ada kelainan
f. Sistem Muskuloskeletal – Integumen
1 Kemampuan sendi terbatas
2 Ada luka bekas tusukan benda tajam
3 Terdapat kelemahan
4 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
g. Sistem Endokrine :
1 Terjadi peningkatan metabolisme
2 Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi
1 Tidak ada hambatan.
i. Spiritual :
1 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
1 Nyeri berhubungan Setelah 1). Beri posisi yang 1). Untuk menurunkan
dengan adanya diberikan nyaman dan ketegangan otot
trauma. asuhan menyenangkan
2). Membantu
keperawatan pasien
menentukan pilihan
selama 2x24
2). Kaji adanya intervensi dan
jam, diharapkan
nyeri pasien penyebab nyeri, memberikan dasar
berkurang seberapa kuatnya untuk perbandingan
dengan kriteria nyeri, minta pasien evaluasi terhadap
hasil : untuk menetapkan therapy.
pada skala nyeri
1. Skala (0-2) 3). Untuk
3). Observasi tanda- mengidentifikasi
2. Wajah klien
tanda vital adanya nyeri.
tampak rileks
4). Untuk mengurangi
3.TTV dalam
energi yang
batas normal 4). Anjurkan istirahat
berlebihan.
yang cukup
5). Untuk meningkatkan
efektivitas
5). Kolaborasi dengan pengobatan
dokter tentang
pemberian analgesik
:
2 Intoleransi aktivitas Setelah 1). Bantu klien dalam 1). Kebutuhan nutrisi
berhubungan diberikan memenuhi terpenuhi seperti
dengan adanya asuhan kebutuhan sehari- pada saat sebelum
nyeri. keperawatan hari yang tidak trauma.
selama 2x24 mampu dilakukan
jam, diharapkan sendiri. Misalnya
intoleransi Mandi, berpakaian,
akvitas dapat merapikan diri.
teratasi dengan
2). Kaji adanya
kriteria hasil : 2). Membantu
penyebab nyeri,
menentukan pilihan
1. Klien seberapa kuatnya
intervensi dan
menunjukan nyeri, minta pasien
memberikan dasar
usaha untuk untuk menetapkan untuk perbandingan
melakukan pada skala nyeri dan evaluasi
perawatan diri terhadap therapy.
secara bertahap.
3). Pasang
2. Klien mampu
pagar/pengaman 3). Mencegah risiko
melakukan
tempat tidur. cedera
perawatan diri
secara bertahap.4). Anjurkan Pasien 4). Mengurangi
untuk istirahat yang penggunaan energi
3. Klien dapat
cukup. berlebihan dan
memenuhi
metabolisme tubuh,
kebutuhan
sehingga dapat
dasarnya secara
menambah
mandiri.
kelemahan.
5). Anjurkan pasien
4. Klien tidak
untuk untuk 5). Mengurangi
lemah lagi.
menggunakan teknik ketegangan
relaksasi. otot/kelelahan, dapat
membantu
mengurangi nyeri,
spasme otot,
spastisitas/kejang
6). Kolaborasi dengan
dokter untuk 6). Untuk meningkatkan
pemberian vitamin efektivitas
neurobion 1 pengobatan.
amp/hari
3). Mengetahui
perkembangan klien.
3). Observasi TTV
4). Mengetahui tingkat
keparahan dan
4). Kaji penumpukan tindakan selanjutnya.
sekret.
5). Kerjasama untuk
menghilangkan
penumpukan sekret .
5). Kolaborasi dengan
tim medis untuk
pembersihan sekret.
IV. Implementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi atau rencana yang telah direncanakan.
V. Evaluasi
a. Dx 1 :
b. Dx 2 :
d. Dx 4 :
1. Klien mengatakan sudah mampu menghabiskan air minum 1 botol VIT besar.
2. Berat badan pasien delam batas normal.
3. Klien mengatakan mulut saya tidak kering lagi.
4. Turgor kulit pasien elastis, mukasa mulut lembab.
e. Dx 5 :
f. Dx 6 :
E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler. 1999. EGC:Rencana
Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 . Jakarta :
EGC.