Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

KONSEP DASAR TRAUMA TUMPUL THORAX

A. DEFINISI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional. Trauma adalah
luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat.
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan
tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematopneumothoraks.Trauma
thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa
tajam atau tumpul. Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan
manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat
pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa
mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus atau tumpul.

B. ETIOLOGI
1. Tamponade jantung
Disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2. Hematotoraks
Disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3. Pneumothoraks
Spontan (bula yang pecah) , trauma (penyedotan luka rongga dada), iatrogenik (“pleural
tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif).

C. KLASIFIKASI
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus dan tumpul
1. Trauma tembus (tajam).
a. Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
b. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
c. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
2. Trauma tumpul
a. Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
b. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
c. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
d. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi

D. MEKANISME TRAUMA THORAX


1. Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya
perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi) sesuai dengan hukum
Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima
gaya perusak dari trauma tersebut.
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan
senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada
jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas
dibandingkan besar lubang masuk peluru.
2. Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi
pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena
pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ
visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding
toraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
3. Torsio dan rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi
organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti
Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-
tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik
tumpu atau porosnya.
Blast injury
a. Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan
penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom.
b. Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TRAUMA THORAX


1. Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat
menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada
bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang
dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk
atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.
2. Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita kerusakan,
terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.
3. Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam
memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
Perlu diingat adanya efek "ricochet" atau pantulan dari penyebab trauma pada tubuh
manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah
(lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang
terkena sulit diperkirakan.

F. FAKTOR PENCETUS
Beberapa faktor pencetus yang dapat menimbulkan trauma dada antara lain:
1. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
2. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
3. Fraktu tulang iga
4. Tindakan medis (operasi)
5. Pukulan daerah torak.
6. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi
mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran
balutan.

G. EPIDEMIOLOGI
Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang berhubungan dengan
trauma di Amerika serikat dan sangat berkaitan dengan 50% kematian yang berhubungan dengan
trauma yang mencakup cedera sistem multipel. Trauma dada diklasifikasikan dengan tumpul
atau tembus (penetrasi). Meski trauma tumpul dada adalah lebih umum, pada trauma ini sering
timbul kesulitan dalam mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin
umum dan rancu. Pasien mungkin tidak segera mencari bantuan medis, yang selanjutnya dapat
mempersulit masalah. Kecelakaan tabrakan mobil, terjatuh dari sepeda motor adalah mekanisme
yang paling umum dari tauma dada. Mekanisme yang paling umum untuk trauma tembus dada
termasuk luka tembak dan luka tusuk.
Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan mengakibatkan satu atau lebih mekanisme
patologi berikut :
a. Hipoksemia akibat gangguan jalan napas, cidera pada parenkim paru, sangkar iga, dan otot
pernapasan, kolaps paru, dan pneumotoraks.
b. Hipovolemia akibat kehilangan cairan aktif dari pembuluh besar, ruptur jantung atau
hemotoraks.
c. Gagal jantung akibat temponade jantung, kontusio jantung, atau tekanan intratoraks yang
meningkat.
Mekanisme ini sering kali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusi yang
mengarah pada gagal nafas akut, syok hipovolemia, dan kematian.

H. GEJALA KLINIS
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Jantung melemah.
g. Bunyi
h. Pulse pressure.
i. Terdapat tanda-tanda paradoxical
j. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
k. Perikardiosentesis keluar darah

2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
b. Gangguan pernapasan.
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar
jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik.
f. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta
yang ruptur.
g. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-
abdominal.

I. PATOFISIOLOGI
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga
thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau
kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan
dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia,
hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipoksia jaringan
merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena
hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary ventilation( contoh kontusio, hematoma, kolaps
alveolus ) dan perubahan dalam tekanan intra tthorax ( contoh : tension pneumothorax,
pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya
ventilasi akibat perubahan tekanan intra thorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis
metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga, merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami
trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga
terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang
tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan
pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru.
Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan
parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan
pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat
trauma tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang
pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara
kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan
kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak
mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas
menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi
membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan
pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila
pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko.
Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap,
dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita
dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya
pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube
Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam
atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan
terjadinya hemotoraks.
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi : foto thorax (AP).
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah
9. Diagnosis fisik :
a) Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
b) Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
c) Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi.
d) Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc
segera thorakotomi.

L. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma thorax, yaitu :
1. Bullow Drainage / WSD
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,
cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung.
Indikasi:
a. Pneumothoraks
b. Hemothoraks
c. Thorakotomy
d. Efusi pleura
e. Emfiema
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan
tekanan rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c. Preventive
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga “mechanis
of breathing” tetap baik.
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (.
Doenges, 1999) meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan
nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke
leher,bahudanabdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
mengkerutkan wajah.
f. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru
kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;
pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ;
fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit
pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah,
pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
g. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru.

Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan :
1. Sesak napas
2. Nyeri, batuk-batuk
3. Terdapat retraksi klavikula/dada
4. Pengambangan paru tidak simetris
5. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
6. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
7. Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang
8. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
9. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
10. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler :
1 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
2 Takhikardia, lemah
3 Pucat, Hb turun /normal
4 Hipotensi
c. Sistem Persyarafan :
1 Tidak ada kelainan
d. Sistem Perkemihan :
1 Tidak ada kelainan
e. Sistem Pencernaan :
1 Tidak ada kelainan
f. Sistem Muskuloskeletal – Integumen
1 Kemampuan sendi terbatas
2 Ada luka bekas tusukan benda tajam
3 Terdapat kelemahan
4 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
g. Sistem Endokrine :
1 Terjadi peningkatan metabolisme
2 Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi
1 Tidak ada hambatan.
i. Spiritual :
1 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan

II. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata
ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat
ditanggulangi atau dikurangi. Adapun masalah keperawatan yang ditemukan :
1. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri.
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya
masukan makanan dan cairan.
5. Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpirasi paru.

III. Rencana Keperawatan


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

1 Nyeri berhubungan Setelah 1). Beri posisi yang 1). Untuk menurunkan
dengan adanya diberikan nyaman dan ketegangan otot
trauma. asuhan menyenangkan
2). Membantu
keperawatan pasien
menentukan pilihan
selama 2x24
2). Kaji adanya intervensi dan
jam, diharapkan
nyeri pasien penyebab nyeri, memberikan dasar
berkurang seberapa kuatnya untuk perbandingan
dengan kriteria nyeri, minta pasien evaluasi terhadap
hasil : untuk menetapkan therapy.
pada skala nyeri
1. Skala (0-2) 3). Untuk
3). Observasi tanda- mengidentifikasi
2. Wajah klien
tanda vital adanya nyeri.
tampak rileks
4). Untuk mengurangi
3.TTV dalam
energi yang
batas normal 4). Anjurkan istirahat
berlebihan.
yang cukup
5). Untuk meningkatkan
efektivitas
5). Kolaborasi dengan pengobatan
dokter tentang
pemberian analgesik
:

2 Intoleransi aktivitas Setelah 1). Bantu klien dalam 1). Kebutuhan nutrisi
berhubungan diberikan memenuhi terpenuhi seperti
dengan adanya asuhan kebutuhan sehari- pada saat sebelum
nyeri. keperawatan hari yang tidak trauma.
selama 2x24 mampu dilakukan
jam, diharapkan sendiri. Misalnya
intoleransi Mandi, berpakaian,
akvitas dapat merapikan diri.
teratasi dengan
2). Kaji adanya
kriteria hasil : 2). Membantu
penyebab nyeri,
menentukan pilihan
1. Klien seberapa kuatnya
intervensi dan
menunjukan nyeri, minta pasien
memberikan dasar
usaha untuk untuk menetapkan untuk perbandingan
melakukan pada skala nyeri dan evaluasi
perawatan diri terhadap therapy.
secara bertahap.
3). Pasang
2. Klien mampu
pagar/pengaman 3). Mencegah risiko
melakukan
tempat tidur. cedera
perawatan diri
secara bertahap.4). Anjurkan Pasien 4). Mengurangi
untuk istirahat yang penggunaan energi
3. Klien dapat
cukup. berlebihan dan
memenuhi
metabolisme tubuh,
kebutuhan
sehingga dapat
dasarnya secara
menambah
mandiri.
kelemahan.
5). Anjurkan pasien
4. Klien tidak
untuk untuk 5). Mengurangi
lemah lagi.
menggunakan teknik ketegangan
relaksasi. otot/kelelahan, dapat
membantu
mengurangi nyeri,
spasme otot,
spastisitas/kejang
6). Kolaborasi dengan
dokter untuk 6). Untuk meningkatkan
pemberian vitamin efektivitas
neurobion 1 pengobatan.
amp/hari

3 Resiko Setelah 1). Anjurkan klien 1). Untuk mencegah


perubahan nutrisi diberikan makan porsi kecil badan agar tidak
kurang dari asuhan tapi sering lemah
kebutuhan tubuh keperawatan
berhubungan selama 3x24 2). Kaji tanda-tanda 2). Untuk mengetahui
dengan penurunan jam, diharapkan kurang nutrisi tingkat nutrisi pasien
masukan. kebutuhan (turgor kulit, kelopak
nutrisi dapat mata, mukosa mulut)
terpenuhi 3). Untuk mengetahui
3). Kaji pola makan
dengan kriteria pola makan pasien
pasien
hasil :
4). Dengan nutrisi yang
1. Klien cukup, dapat
mengatakan 4). Jelaskan pasien mempercepat
sudah ada nafsu tentang pentingnya penyembuhan
makan, turgor penemuan nutrisi pasien.
kulit elastis untuk penyembuhan
pasien
2. Klien mampu
5). Perubahan fungsi
menghabiskan 15). Auskultasi bising
lambung sering
porsi makanan, usus, evaluasi
terjadi sebagai akibat
mukosa mulut adanya distensi
dari paralisis atau
lembab, kelopak abdomen
mobilisasi
mata merah

6). Untuk meringankan


6). Kolaborasi dengan penyakit yang
tim medis tentang diderita pasien.
pemberian nutrisi
parentral.
4 Resiko tinggi Setelah 1). Kaji turgor kulit, 1). Indikator langsung
kekurangan volume diberikan kelembaban keadekuatan volume
cairan tubuh asuhan membran mukosa cairan, meskipun
berhubungan keperawatan (bibir, lidah). membran mukosa
dengan tidak selama 3x24 mulut mungkin
adekuatnya jam, diharapkan kering karena nafas
masukan makanan kebutuhan mulut dan oksigen
dan cairan. cairan tubuh tambahan.
pasien terpenuhi
2). Peningkatan
dengan kriteria
suhu/memanjangnya
hasil :
2). Kaji perubahan demam,
1. Klien TTV, contoh : meningkatkan
mengatakan peningkatan lajunya metabolisme
sudah mampu suhu/demam dan kehilangan
menghabiskan memanjang, cairan melalui
air minum 1 takikardi, hipotensi evaporasi, tekanan
botol VIT besar. ortostatik. darah dan ortostatik
berubah dan
2. Berat badan
peningkatan
pasien delam
takikardi
batas normal.
menunjukan
3.Klien kekurangan cairan
mengatakan sistemik.
mulut saya tidak
3). Catat laporan 3). Adanya gejala ini
kering lagi.
mual/muntah menurunkan
4.Turgor kulit masukan oral.
pasien elastis,
4). Memberikan
mukasa mulut 4). Pantau masukan dan
informasi tentang
lembab. haluaran, catat
keadekuatan volume
warna, karakter
urine, hitung cairan dan
keseimbangan cairan kebutuhan pengganti
waspadai kehilangan
yang tak tampak,
ukur berat sesuai
indikasi.

5). Kolaborasi dengan


5). Untuk pemenuhan
dokter tentang
kebutuhan cairan
pemberian cairan
tambahan dan
infus.
menurunkan risiko
dehidrasi.

5 Ansietas atau Setelah 1). Libatkan dalam 1). Belajar metode


ketakutan diberikan program peningkatan diri
berhubungan asuhan pengembangan dapat meningkatkan
dengan penyakit keperawatan pribadi, lebih disukai harga diri. Umpan
yang dideritanya. selama 2x24 dalam susunan balik dari orang lain
jam, diharapkan kelompok. Berikan meningkatkanharga
pasien tidak informasi tentang diri.
mengalami penerapan yang tepat
kecemasan, dalam berpakaian.
dengan kriteria
2). Gunakan pendekatan
hasil :
psikotherapy 2). Interaksi di antara
1. Klien tampak interpersonal, orang-orang
tenang daripada therapy membantu pasien
penafsiran untuk menemukan
2. Klien tidak
perasaan dari dalam
cemas lagi
diri sendiri
3). Kaji perasaan tak 3). Kurang kontrol
berdaya/ tidak ada umum/masalah dasar
harapan. pasien ini dapat
disertai
dengan gangguan
4). Waspadai ide bunuh emosi lebih serius
diri
4). Cemas/panik terus
menerus tentang
peningkatan berat
badan. Depresi,
perasaan tak berdaya
dapat menimbulkan
usaha bunuh diri.

5). Peting untuk


5). Dorong pasien untuk mengetahui bahwa
mengekspresikan marah adalah bagian
marah dan mengakui diri dan padat
bila dinyatakan. diterima.

6 Pola nafas tidak Setelah 1). Awasi kecepatan/ 1). Pernafasan


efektif diberikan kedalam pernafasan. mengorok atau
berhubungan denga asuhan Ausklutasi bunyi pengaruh anestesi
n penurunan keperawatan nafas, selidiki menurunkan
ekpirasi paru. selama 3x24 adanya sianosis. ventilasi. Potensial
jam, diharapkan atelektasis dapat
pola nafas mengakibatkan
pasien efektif hipoksia.
dengan kriteria
2). Tinggikan kepala 2). Mendorong
hasil :
tempat tidur 30 pengembangan
1. Pasien tidak diafragma/ ekspansi
sesak derajat paru optimal dan
meminimalkan
2.TTV dalam
tekanan isi abdomen
batas normal
pada rongga torak.

3). Mengetahui
perkembangan klien.
3). Observasi TTV
4). Mengetahui tingkat
keparahan dan
4). Kaji penumpukan tindakan selanjutnya.
sekret.
5). Kerjasama untuk
menghilangkan
penumpukan sekret .
5). Kolaborasi dengan
tim medis untuk
pembersihan sekret.

IV. Implementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi atau rencana yang telah direncanakan.
V. Evaluasi
a. Dx 1 :

1. Skala nyeri (0-2)


2. Wajah pasien tampak rileks
3. TTV dalam batas normal

b. Dx 2 :

1. Klien menunjukan usaha untuk melakukan perawatan diri secara bertahap.


2. Klien mampu melakukan perawatan diri secara bertahap.
3. Klien dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.
4. Klien tidak lemah lagi.
c. Dx 3 :

1. Klien mengatakan sudah ada nafsu makan, turgor kulit elastis


2. Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan, mukosa mulut lembab, kelopak mata
merah

d. Dx 4 :
1. Klien mengatakan sudah mampu menghabiskan air minum 1 botol VIT besar.
2. Berat badan pasien delam batas normal.
3. Klien mengatakan mulut saya tidak kering lagi.
4. Turgor kulit pasien elastis, mukasa mulut lembab.

e. Dx 5 :

1. Klien tampak tenang


2. Klien tidak cemas lagi

f. Dx 6 :

1. Pasien tidak sesak


2. TTV dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA

E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler. 1999. EGC:Rencana
Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC.

Price,Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi. Jakarta :EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 . Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai