DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFENISI.....................................................................................................................
B. ETIOLOGI....................................................................................................................
C. PATOFISIOLOGI.........................................................................................................
D. MANIFESTASI KLINIS.............................................................................................
E. PENATALAKSANAAN...............................................................................................
F. KOMPLIKASI..............................................................................................................
A. PENGKAJIAN ...........................................................................................................
B. ANALISA DATA.......................................................................................................
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................................................
D. NURSING CARE PLANING.....................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN.........................................................................................................
B. SARAN.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “flail chest”, tepat pada
waktunya.
Penulisan makalah ini juga merupakan penugasan dari mata kuliah respirasi.Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dalam pembuatan makalah ini dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam pembuatan makalah
ini, serta rekan-rekan lain yang membantu pembuatan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memberikan sifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
mengingat penulis masih tahap belajar dan oleh karna itu mohon maaf apabila masih banyak
kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan yang berpengaruh terhadap system respirasi yang menuntut asuhan
keperawatan dapat dialami oleh orang pada berbagai tingkat usia. Bila salah satu organ
tersebut mengalami ganguan maka akan mengganggu semua system tubuh. Flail Chest masih
merupakan masalah dalam bidang penyakit paru karena secara signifikan masih
menyebabkan kecacatan dan kematian walaupun sudah ditunjang dengan kemajuan terapi
antibiotik dan drainase rongga pleura maupun dengan tindakan operasi dekortikasi.
Penyakit tersebut dapat pula disebabkan oleh :
trauma tumpulpada thorax, misalnya akiabt kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari
ketinggian, tindak kekerasan, atau benturan dengan energi yang besar
TUJUAN
Tujuan umum:
Tujuan dalam pembuatan makalah ini secara umum adalah untuk membantu dalam dapat
mengerti dan memahami flail chest.
Tujuan khusus:
1. Mengetahui pengertian dari fiail chest
2. Mengetahui penyebab dari fiail chest
3. Mengetahui tanda dan gejala dari fiail chest
4. Mengetahui klasifikasi dari fiail chest
5. Mempelajari asuhan keperawatan fiail chest
RUMUSAN MASALAH
1) Apa pengertian fiail chest ?
2) Apa saja penyebab flail chest?
3) Apa saja tanda dan gejala yang timbul pada pasien flail chest?
4) Bagaimana proses perjalanan flail chest?
5) Dan bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien flail chest?
BAB II
PEMBAHASAN
Anatomi dan fisiologi
Kerangka rongga toraks, merincing pada bagain atas torak dan berbentuk kerucut,
terdiri dari sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior dalam segmen tulang
rawan, dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari enam iga pertama memisahkan
artikulaso dari sternum; katilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk kostal-kostal
sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavikula
dan atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Pleura. Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh arah dan
limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal kebocoran udara
dan kapier. pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak sensitive. pleura berlanjut sampai
ke hilus dan mediastinum bersama pleura parietali, yang melapisi dinding dalam toraks dan
diafragma. Kebalikan dengan pleura viseralis, pleura parietalis mendapatkan persarafan dari
ujung saraf (nerveending); ketika terjadi penyakit atau cedera, mak timbul nyeri. Pleura
parietalis memiliki ujung saraf untuk nyeri; hanya bila penyaki-penyakit menyebar ke pleura
ini maka akan timbul. Pleura sedikit melebih tepi paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi
dengan ekspansi paru-paru normal; hanya ruang potensial yang masih ada.
Ruang interkostal. Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti
oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal.
Vena, arteri nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga. Karena
jarum torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang
melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.
Diafragma. Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan
kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular
melengkung membentuk tendo sentral. Nervis frenikus mempersarafi motorik, interkostal
bahwa mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putung susu, turut berperan
sekitar 75% dari ventilasi paru-paru selama respirasi biasa/tenang.
2.1 PENGERTIAN FLAIL CHEST
Flail chest adalah suatu keadaan apabila dua iga berdekatan atau lebih mengalami
fraktur pada dua tempat atau lebih. Bila fraktur terjadi pada dua sisi maka stabilitas dinding
dada lebih besar dan kurang mengancam ventilasi daripada bila terjadi pada satu
sisi.(Baswick,John A.1988)
Flail chest terjadi area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab adanya fraktur iga
multipel berturutan = 3 iga , dan memiliki garis fraktur = 2 (segmented) pada tiap iganya.
Akibatnya adalah: terbentuk area "flail" yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari
gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi
dan bergerak keluar pada ekspirasi.
Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada
dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail chest
(segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika
kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka
akan menyebabkan hipoksia yang serius.
Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang
mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan
gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak
akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama
disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma
jaringan parunya.
Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan
dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan
tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur
tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat
fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat.
Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga
membantu dalam diagnosis Flail Chest.
Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang
dilembabkan dan resusitasi cairan.
Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih
berhati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru
pada Flail Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi
cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar
optimal. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi
yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua
penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting
pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat
sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara
lengkap.
Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian
kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi
dan ventilasi.
a. Trauma Tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain :
Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada
dasar yang keras atau akibat perkelahian.
b. Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk dan luka
tembak
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran
rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress
fraktur,seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.
2. Insidensi
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001)
3. Prognosis Penyakit
1. Open Pneumothorak
Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi
kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap
inspirasi ( sucking chest wound ). Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter
trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan
melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat
2. Tension Pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada
mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi
rongga pleura, sehingga mengakibatkan :
a. Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
b. Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan pada auskultasi bunyi
vesikuler menurun.
3. Hematothorak masif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada.Ada perkusi terdengar redup,
sedang vesikuler menurun pada auskultasi.
4. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada
yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi
justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal
2.3 PATOFISIOLOGI
Dada merupakan organ besar yang membuka bagian dari tubuh yang sangat mudah terkena
tumbukan luka .karna dada merupakan tempat jantung ,paru dan pembuluh darah besar
.trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan .luka pada rongga thorak
dan isinya dapat membatasi kemampuan untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk
pertukaran udara dan oksigen darah .bahaya utama berhubungan denga luka dada berupa
pendarahan dalam dan tusukan terhadap organ luka dada dapat meluas dari benjolan yang
relatif kecil dan goresan yang dapat menghancurkan atau terjadi trauma penetrasi .luka dada
berupa penetrasi atau non penetrasi (tumpul).luka dada penetrasi mungkin disebabkan oleh
luka dada yang terbuka , memberi kesempatan bagi udara atmosfir masuk kedalam
permukaan pleura dan mengganggu mekanisme ventilasi normal . luka dada penetrasi dapat
menjadi kerusakan serius bagi paru,kantung dan struktur thorak lain
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya gerak
pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal flail chest yang ada akan
tertutupi. Pada mulanya, penderita mampu mengadakan kompensasi terhadap pengurangan
cadangan respirasinya. Namun bila terjadi dan penurunan daya pengembangan paru-paru
akan terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan didapat akral dingin positif dan wajah yag pucat
karena oksigen aliran darah ke daerah perifer berkurang akibat penurunan ekspansi
paru..Pada pasien flail chest akan didpat nyeri yang hebat karen terputusnya inegritas jaringan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
1. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun: Pemeriksaan analisis gas darah yaitu
adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga membantu dalam diagnosis Flail
Chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen
yang dilembabkan dan resusitasi cairan.
2. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
3. Hemoglobin : mungkin menurun.
4. Pa Co2 kadang -kadang menurun.
5. Pa O2 normal / menurun.
6. Saturasi O2 menurun (biasanya).
7. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
8. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi
Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase
cavumpleuradengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
9. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkanthorakotomi
10. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800
ccsegera thorakotom
2.5 PENATALAKSANAAN
Untuk cedera flail chest ringan sampai sedang, kontusio paru yang mendasari diatas dengan
membatasi masukan cairan dan meresepkan diuretik,kortikosteroit,dan albumin,sambil
meredakan nyeri dada.fisioterapi paru dilakukan dan pasien dipantau dengan ketat.
Jika dihadapi cedera flail chest berat, intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik dengan
ventilator siklus volume dan kadang PEEP digunakan untuk membebat dinding dada
(stabilitas pneumatik internal ) dan untuk memperbaiki abnormalitas pertukaran gas .hal ini
membantu untuk mengatasi kontusio paru yang mendasari,berfungsi untuk menstabilkan
sangkar toraks untuk memungkinkan fraktur menyembuh ,dan memperbaiki ventilasi alveolar
serta volume intratoraks dengan mengurangi kerja pernapasan ,modalitas pengobatan ini
membutuhkan intubasi endotrakeal dan dukungan ventilator jangka panjang.
Dengan mengesampingkan jenis pengobatan,pasien akan dipantau dengan
cermatmenggunakan serangkai rontgen dada ,gas darah arteri,oksimetri nadi,dan pemeriksaan
fungsi paru.penatalaksanaan nyeri adalah kunci untuk keberhasilan pengobatan ,analgesi
yang dikontrol pasien,penyekat saraf interkosta,analgesia epidural dan pemberian narkotik
intrapleura dapat digunakan untuk mengontrol nyeri toraks.(keperawatan medikal bedah
.Brunner & Suddarth)
Besar kecil arti fraktura pada tulang iga tergantung pada derajat tergantungnya respirasi oleh
fraktura tersebut .fraktura tertutup pada 1 sampai 3 tulang iga biasanya akan membatasi
pernafasan dan batuk karena rasa nyeri sewaktu thorax bergerak . dalam keadaan ini
dianjurkan penggunaan anesthesi blok nervus intercostalis yang membantu pengeluanran
sekret tracheobronchial dan memungkinkan gerakan thorax yang bebas ,yang tidak dihalangi
oleh ras nyeri pada tempat fraktur .cedera bentur (crushing injury ) yang parah pada
dadadengan fraktur majemuk tulang iga pad beberapa tempat menghasilkan faktor lain yang
memperbesar ancaman bahaya kematian badi penderita .segmen dinding thorax yang “
mengambang “ yang dihasilkan oleh cedera di atas menimbulkan pernapasan paradoksal
seperti halnya pada kasus pneumothorax tetapi disini di timbulkan oleh mekanisme
lain.segmen yang patah bergerak keluar masuk mengikuti pernafasan ; jika daerah ini cukup
lebar ,maka oksigenasi paru paru dapat terganggu secara kritis .disini diperlukan stabilitas .
Ditemukannya positive pressure respirator telah mengubah keseluruhan terapi “flail chest
berbagai macam mesin kini tersedia , jika kedua mesin ini digunakan dengan baik ,makan
kedalam paru-paru dapat dialirkan udara dalam jumlah yang tepat di bawah tekanan yang
memadai secara sinkron mengikuti respirasi .atau mesin tersebut dapat digunakan untuk
mengambil alih seluruh fungsi respirasi . oleh karena fungsi respirasi sepenuhnya dapat
dipertahankan oleh salah satu diantara mesin –mesin ini yang dihubungkan dengan selang
tracheostomia ,maka gerakan abnormal dinding dada tidak lagi menimbulakan akibat yang
mengganggu dan penderita dapat dipertahankan dengan oksigenasi yang memadai sampai
dinding thoraxnya sudah stabil benar .pengalaman yang luas dalam cara terapi flail chest
dengan positive pressure respiration ini secara jelas menunjukkan bahwa metoda tetapi
tersebut lebih unggul dibandingkan cara – cara lain yang dikemukkan sebelumnya .
Namun demikian ,ada beberapa bahaya tertentu yang menyertai penggunaan mesin – mesin
ini :
1. kebocoran pada atau di sekitar tracheostomia dapat memperbesar luas emphysema
subcutan
2. tanpa dekompresi pleura yang memadai kalu di perlukan ,maka tension
pneumothoraks dapat terjadi. Sebaiknya digunkan drainagae tertutup yang baik
dengan tube thoracostomy
3. pada beberapa rumah sakit tertentu terjadi peningkatan kasusu penumonia
staphylococcus dan pseudomonas setelah penggunaan mesin-mesin ini.oleh karena
itu,semua elemen dalam mesin tersebut harus dibersihkan dengan cermat sekali ,
sterilisasi dilakukan dengan menaruh seluruh mesin dalam sebuah stabilizer gas
andaikata positive pressure respiratori tersebut tidak ada,segmen dinding dada yang
mengambang dapat distabilisasi dengan menggunakan jepitan handuk pada bagian tengah
segmen tersebut dan kemudian diberikan beban yang ringan sehingga terjadi traksi secara
terus menerus ,seutas tali yang dihubungankan dengan beban (biasanya beart beban tidak
melebihi sekitar 5 pon/2,25kg) dapat ditarik melalui saebuah katrol pada kerangka
(frame)bagian kepala ranjang dan ditalikan padi jepitan handuk tersebut.cara ini
memungkinkan gerakan dinding dada sedangkan segmen yang fraktur distabilisasi .tindakan
ini merupakan terai standart sebelum dilanjutkan dengan penggunaan positive pressure
respirator ,.meskipun kurang efektif,fiksasi dengan cara ini masi bermanfaat .flail chest yang
ringan sering kali dapat pula ditangani hanya dengan menempatkan sebuah kantong pasir
untuk stabilisasi segmen yang fraktura.
Terapi oksigen dan tindakan suportif lainnya diperlukan bagi penderita cedera toraks yang
parah
Introduction
A. Defined as 3 or more ribs with segmental fractures
B. Epidemiology
1. bimodal distribution
a. younger patients involved in trauma
b. older patients with osteopenia
C. Mechanism
1. blunt forces
2. deceleration injuries
D. Associated Injuries
1. scapula fractures
2. clavicle fractures
3. hemo/pneumothorax
E. Prognosis
1. varies depending on underlying pulmonary injury or other concomitant injuries
Anatomy
A. Osteology
1. 12 ribs per side
2. the first seven pairs are connected with the sternum
3. the next three are each articulated with the lower border of the cartilage of the preceding rib
4. the last two have pointed extremities
5. can have an accessory clavicular rib
6. anterior ribs articulate with the sternum via the costal cartilage
B. Blood Supply
1. derived from intercostal vessels
Presentation
A. Symptoms
1. pain
2. respiratory difficulty
3. hemopneumothorax
B. Exam
1. paradoxical respiration
a. area of injury "sinks in" with inspiration, and expands with expiration (opposite of
mechanics)
2. chest wall deformity can be seen
3. bony or soft-tissue crepitus is often noted
Imaging
A. Radiographs
1. may be hard to distinguish non- or minimally-displaced rib fractures
2. may see associated hemothorax
B. CT
1. improved accuracy of diagnosis with CT (vs. radiographs)
Treatment
A. Nonoperative
1. observation
a. indications
i. no respiratory compromise
ii. no flail chest segment (>3 consecutive segmentally fractured ribs)
b. techniques
i. pain control
ii. systemic narcotics or local anesthetics
iii. positive pressure ventilation
Operative
A. open reduction internal fixation
i. indications
a. displaced rib fractures associated with intractable pain
b. flail chest segment (3 or more consecutive ribs with segmental
c. rib fractures associated with failure to wean from a ventilator
d. open rib fractures
ii. technique
a. approach
a. full thoracotomy approach
b. limited exposure approach
b. open reduction and internal fixation
a. plate and screw constructs
b. intramedullary splinting
iii. postop
a. early shoulder and periscapular range of motion
Complications
a. Intercostal neuralgia
b. Periscapular muscle weakness
c. Pneumonia
d. Restrictive type pulmonary function
Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat menolong
penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan menyatukan fragmen-
fragmen yang terpisah dengan pembedahan. Takipnea, hipoksia, dan hiperkarbia merupakan
indikasi untuk intubasi endotrakeal dan ventilasi dgn tekanan positif.
Stabilisasi eksternal dapat dilakukan dengan merekatkan bantalan, gulungan pakaian atau
kantong IV diatas segmen yang longgar sehingga ia dipertahankan di dalam. Maka gerakan
keluar menjadi tidak mungkin.Sedangkan stabilitas internal dengan memasang pipa
endotrakea yang memberi fentilasi tekanan positif
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan
perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.Mengembalikan tekanan
rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" tetap baik.
3. Therapy
a. Chest tube / drainase udara (pneumothorax)
b. WSD (hematotoraks)
c. Pungsi.
d. Torakotomi.
e. Pemberian oksigen
f. Antibiotika.
g. Analgetika.
h. Expectorant.
2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air
movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien
dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara
eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan
mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.
Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest
a. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb).
b. Gagal/sulit weaning ventilator.
c. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif).
d. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif).
e. Menghindari cacat permanent.
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area
"flail"
Trauma hancur pada sternum atau iga dapat berakibat terjadinya pemisahan total dari suatu
bagian dinding dada, sehingga dinding dada tersebut bersifat lebih mobil. Pada setiap gerakan
respirasi, maka fragmen yang mobil tersebut akan terhisap ke arah dalam. Pengembangan
normal rongga pleura tidak dapat lagi berlangsung, sehingga pertukaran gas respiratorik yang
efektif sangat terbatas.
ASUHAN KEPERAWATAN FLAIL CHEST
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data
mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung
jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada dada saat bernafas.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif
atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana
nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S)
yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman
dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat
sebelumnya.
3. Pengkajian Sistem
B1 (Breath) S:
Kesulitan bernafas
Batuk
O:
Takipnea
Peningkatan kerja napas
Bunyi napas turun atau tak ada
Fremitus menurun
Perkusi dada hipersonan
Gerakkkan dada tidak sama
Kulit pucat
Sianosis
Berkeringat
Krepitasi subkutan
Mental ansietas
Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
B2 (Bleed) O:
Takikardia
Disritmia
Irama jantunng gallops
Nadi apical berpindah
Tanda Homman
D : hipotensi/hipertensi
Distensi Vena Jugularis
B3 (Brain) S:
Nyeri uni lateral
O:
Bingung
Gelisah
Pingsan
B4 (Blader) Tidak ada kelainan
B5 (Bowel) Tidak ada kelainan
B6 (Bone) O:
Perilaku distraksi
Mengkerutkan wajah.
Analisa Data
Intervensi
3).Kolaborasi:
-radiologi dan
fisioterapi.
o -Pemberian
antibiotika.
o -Pemberian
analgetika.
o -Fisioterapi
dada.
o -Konsul photo
toraks.
Saran
Dalam pembahasan teori dan asuhan keperawatan tentang Flail Chest, diharapkan
mahasiswa mampu memahami, mengetahui , dan menjelaskan tentang asuhan keperawatan
Flail Chest beserta pengaplikasiannya dalam dunia keperawatan
DAFTAR PUSTAKA