Anda di halaman 1dari 9

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kerusakan Integritas Kulit


Kerusakan integritas kulit adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau beresiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan dermis
(Carpenito, 2000; 302). Batasan karakteristik mayor harus terdapat gangguan
jaringan epidermis dan dermis. Batasan minor mungkin terdapat pemasukan
kulit, eritema, lesi (Primer, skunder) pruritus (Carpenito, 2000;302).
Dalam pembenaran penulis hanya akan menambahkan data yang
mendukung yaitu adanya warna kemerahan pada daerah luka, terjadi nekrosis
sekitar ulkus, karena pada data sebelumnya penulis hanya menuliskan
terdapatnya luka dikepala, keluar pus, luka terbalut kasa (Carpenito, 2000;
302).
Diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit ini penulis prioritaskan
sebagai prioritas ketiga karena menurut Maslow, integritas kulit masuk dalam
kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang terdapat pada piramida kedua
(Potter and Perry, 2005; 615). Kerusakan integritas kulit juga diprioritaskan
sebagai diagnosa ketiga setelah nutrisi karena dengan meningkatnya kebutuhan
nutrisi dapat mempercepat penyembuhan luka (Smeltzer, S, C., 2001 : 918).
Kerusakan integritas kulit terjadi karena kerusakan sel yang
menyebabkan produksi insulin berkurang dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gula darah meningkat, darah
menjadi pekat dan mengakibatkan kerusakan sistem vaskuler, terjadi gangguan
fungsi imun, penurunan aliran darah menjadikan gangguan penyembuhan luka
pada ulkus (Corwin, E.J. 2000, 547).

B. Pengerian Luka
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (R. Sjamsuhidajat dan Wim
De Jong, 2004).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.
b. Respon stress simpatis.
c. Pendarahan dan pembekuan darah.
d. Kontaminasi bakteri.
e. Kematian sel.
C. Jenis Dan Tipe Luka
1. Menurut Aziz Alimul (2008 ) berdasarkan sifat kejadian, Luka dibagi
menjadi dua, yaitu :
a. Intendonal Traumas ( luka disengaja)
Luka terjadi karena proses terapi seperti operasi atau radiasi.
b. Luka terjadi karena kesalahan seperti fraktur karena kecelakaan
lalu lintas( luka tidak disengaja)
Luka tidak disengaja dapat berupa :
a) Luka tertutup : Jika kulit tidak robek atau disebut juga
dengan luka memar yang terjadi.
b) Luka terbuka : Jika kulit atau jaringan dibawahnya
robek dan kelihatan seperti luka abrasio (Luka akibat gesekan),
Luka Puncture (Luka akibat tusukan), hautration ( Luka akibat
alat perawatan luka).
2. Menurut tingkat kontaminasi terhadap luka. Menurut Delaune dan
Ladner (2002) menurut kontaminasi terhadap luka, luka dibagi menjadi:
a. Luka bersih ( clean wounds), yaitu luka takterinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan dan infeksi pada system
pernapasan, pencernaan, genital dan urinary tidak terjadi.
b. Luka bersih terkontaminasi ( clean contamined wounds)
merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan,
genital atau perkemihan dalam kondisi terkontol, kontaminasi tidak
selalu terjad.
c. Luka terkontaminasi ( contamined wounds), termasuk luka terbuka.
fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar
dengan teknik aseptic atau kontaminasi dari saluran cerna.
d. Luka kotor atau infeksi (dirty or infected wounds) yaitu
terdapatnya mikor organisme pada luka.
3. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka. Menurut R.Sjamsuhidajat
dan Wim de Jong (2004) berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka
dibagi menjadi :
a. Stadium I : Luka superficial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit.
b. Stadium II: Luka partial thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis.
c. Stadium III : Luka full thickness, yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.
d. Stadium IV:Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dam tulang dengan adanya destruksi/ kerusakan yang luas.

4. Menurut DeLauner dan Ladner (2002), berdasarkan waktu


penyembuhan luka, luka dibagi menjadi:
a. Luka akut :Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan
konsep penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka Kronis:Luka yamg mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dam endogen.
5. Menurut Aziz Alimul (2008) berdasarkan penyebabnya, luka dibagai
menjadi dua yaitu :
a. Luka Mekanik yaitu terdiri atas
1) Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam.
Pinggir luka kelihatan rapi.
2) Vulnus contusum, luka memar dikarenakan cedera pada
jaringan bawah kulit akibat benturan benda tumpul.
3) Vulnus kaceratum, luka robek akibat terkena mesin atau
benda lainnya yang menyebabkan robeknya jaringan
rusak yang dalam.
4) Vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar
( bagian mulut luka), akan tetapi besar di bagian
dalamnya.
5) Vulnus seloferadum, luka tembak akibat tembakan
peluru. Bagian tepi luka tampak kehitam-hitaman.
6) Vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya
pada bagian luka.
7) Vulnus abrasion, luka terkikis yang terjadi pada bagian
luka dan tidak sampai ke pembuluh darah.
b. Luka nonmekanik terdiri atas luka akibat zat kimia, termik,
radiasi, atau sengatan listrik
D. Pathway
E. Fase Penyembuhan Luka
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses
peradangan dengan ditandai bengkak, kemerahan, nyeri, panas dan kerusakan
fungsional.
Proses penyembuhan mencakup beberapa fase , Menurut (R.Sjamsuhidajat
dan Wim de Jong, 2004 hlm: 66-67 ) fase-fase tersebut adalah :
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira
hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan
menyebabkan pendarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya
dengan vasokon-striksi, pengerutan pembuluh ujung yang putus
(retraksi), dan reaksi hemotasis. Hemotasis terjadi karena trombosit
yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan bersama jala
fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh
darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin histamin
yang meningkat permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi,
penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang
menyebabkan udem dan pembekakan. Tanda dan gejala klinis reaksi
radang menjadi jelas yang berupa warna kemerahan karena kapiler
melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan
(tumor). Aktivitas selular yang terjadi adalah pergerakan leukosit
menembus dinding pembuluh darah (diapetesiso) menuju penyembuhan
luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik
yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosot dan
monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan
kotoran luka dan bakteri (fagositosis)
2. Fase poliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karen ayang menonjol
adalah proses prolifirasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase
inflamsi kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel
mesenkim yang belum diferensiasi, menghasilkan ukopolisakarida,
asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen
serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini, serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk
penyesuain diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mebgerut.
Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan
tarikan pada tepi luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam
proses penyudahan, kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan
intramolekul.
Pada fase fiblroflasi ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan
kolagen., membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan
yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi yang
terdiri dari atas sel basal terlepas dari dasar dan perpindah mengisi
parmukaan luaka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang yang
terbentuk dari sel proses mitosis. Proses migrasi hanya terjadi kearah
yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel
saling menyentuhdan menutup semua permukaan luka. Dengan
tertutupnya permukaan luka, proses fibro flasia dengan pembentukan
jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pamatangan
dalam fase penyudahan.
3. Fase penyudahan/remodeling
Fase Penyudahan ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas
penyerapan kembali jaringan berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya
gravitasi, dan akhirnya perumpamaan kembali jaringan yang baru
dibentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan
berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha
menormalkan kembali semua yang abnormal karena proses
penyembuhan. Udem dan sel radang diserap dan sisanya mengerut
sesuai dengan regangan yang ada. Selama ini dihasilkan jaringan parut
yang pucat tipis dan lemas, serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat
pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini permukaan luka
kulit mampu menahan regangan kira-kira 80 % kemampuan kulit
normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
Permukaan luka tulang (patah tulang) memerlukan waktu satu tahun
atau lebih untuk membentuk jaringa yang normal secara histologi
secara bentuk.

F. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka


Menurut Aziz Alimul (2008) Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh
faktor, yaitu :
1. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan peredaran
darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat
perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu,
orang yang mengalami kekurangan kadar haemoglobin dalam darah
akan mengalami proses penyembuhan lebih lama.
3. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan
atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan
dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat
proses penyembuhan luka.
4. Penyakit lain, memengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya
penyakit seperti diabetes melitus dapat memperlambat proses
penyembuhan luka.
5. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaiakn sel,
terutama karena terdapat kandungan zat gizi di dalamnya. Sebagai
contoh, vitamin A diperlukan untuk membantu proses epitelisasi atau
penutupan luka dan sintesis kolagen ; vitamin B kompleks sebagai
kofaktor pada sistem enzim yang mengatur metabolisme protein,
karbonhidrat dan lemak ; vitamin C dapat berfungsi sebagai fibroglas,
mencegah timbulnya infeksi dan membentuk kapiler-kapiler darah,
Vitamin K membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat
pembekuan darah.
6. Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stres, memengaruhi proses
penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi
obat-obatan, merokok, atau stress, akan mengalami proses
penyembuhan luka yang lebih lama.

G. Masalah Yang Terjadi Pada Luka


Menurut Aziz Alimul (2008) beberapa masalah yang dapat terjadi dalam proses
penyembuhan luka adalah :
1. Pendarahan, ditandai dengan adanya pendarahan disertai perubahan
tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernapasan,
penurunan tekanan darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta
keadaan kulit yang dingin dan lembab.
2. Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan,
demem atau panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar
luka meneras, serta adanya kenaikan leukosit.
3. Dehiscene, merupakan pecahnya luka sebagian atau seluruhnya yang
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, sepertikegemukan, kekurangan
nutrisi, terjadi trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan
suhu tubuh ( demam ), takikardia,dan rasa nyeri pada daerah luka.
4. Eviceration, yaitu menonjolnya organ tubuh bagian dalam ke arah luar
melalui luka. Hal ini dapat terjadi luka tidak segera menyatu dengan
baik atau akibat proses penyembuhan yang lambat.

Anda mungkin juga menyukai