Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

SISTEM INTEGUMEN : LUKA BAKAR

Oleh:

NURBAITI

DOSEN PEMBIMBING : Ns. NURLELI, S.Kep, MNS

REKOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU (RPL) PIDIE POLTEKKES KEMENKES


ACEH PRODI D III KEPERAWATAN BANDA ACEH 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas Rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Gawat Darurat Sistem Integumen : Luka Bakar”

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.

Sigli, 2020

penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4

A.Latar belakang......................................................................................................4
B.Tujuan penulisan .................................................................................................5
C.Manfaat penulisan ...............................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................7

A.Definisi.................................................................................................................7
B.Etiologi.................................................................................................................7
C.Manifestasi Klinis.................................................................................................8
D.Klasifikasi.............................................................................................................8
EPatofisiologi...........................................................................................................9
F.Komplikasi..........................................................................................................10
G.Penatalaksanaan.................................................................................................11

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .................................................13

BAB IV PENUTUP...................................................................................................21

A.Kesimpulan ......................................................................................................21
B.Saran .................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar adalah luka yang paling sering dialami oleh manusia dibandingkan
dengan luka lain. Luka bakar dapat terjadi karena adanya kontak dengan sumber panas
ataupun suhu yang sangat rendah, zat kimia, listrik, radiasi dan cahaya. Berbagai aktifitas
sehari-hari yang dilakukanpun dapat menjadi penyebab terjadinya luka bakar misalnya
kecelakaan yang menyebabkan meledaknya kendaraan, memegang peralatan dalam
keadaan panas sewaktu memasak, tersengat arus listrik ataupun karena sebab lainnya
(Azhari, 2012).
Luka bakar telah menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang
bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 195.000 orang per tahun. Berdasarkan
angka kejadian di Amerika Serikat luka bakar menjadi penyebab kematian terbesar yang
setiap tahunnya sejumlah 2,5 juta orang mengalami luka bakar dan sekitar 12.000 orang
meninggal dunia yang disertai cedera inhalasi. Menurut World Fire Statistics Centre
pada tahun 2003 sampai 2005 mengenai terjadinya luka bakar negara dengan prevalensi
terendah yaitu Singapura dengan persentase 0,12% per 100.000 orang. Dan yang
tertinggi adalah Hongaria dengan persentase 1,98% (Artawan, 2013 dan Adhy dkk,
2014).
Prevalensi luka bakar di dunia masih tergolong tinggi, dibuktikan dengan angka
kematian yang mencapai sekitar 180.000 korban meninggal setiap tahunnya. Kejadian
luka bakar di dunia mayoritas terjadi di negara dengan penghasilan rendah sampai
menengah, data menunjukkan wilayah Afrika dan Asia Tenggara menyumbangkan angka
terbanyak sebesar 60% kematian setiap tahunnya (WHO, 2018).
Menurut Riskesdas 2013, prevalensi luka bakar di Indonesia adalah 7,25% dari
seluruh kejadian cedera total. Penyebab luka bakar terbesar adalah ledakan tabung gas
LPG (30,4 Persen) diikuti kebakaran (25,7 %) dan tersiram air panas (19,1 %) dengan
mortalitas pasien luka bakar mencapai 34 %. Sebagian besar pasien dirawat karena luka
bakar dengan luas 20-50%, yang menempati angka mortalitas tertinggi (58,25%) dari
keseluruhan kasus kematian akibat luka bakar (34%) (Riskesdas, 2013).

4
Tujuan penatalaksanaan luka bakar di unit gawat darurat yaitu untuk
mempertahankan jaringan yang ada, mencegah infeksi, menghentikan proses luka bakar
dan mempertahankan jalan pernapasan dan sirkulasi (Pamela, 2011).
Pasien dengan cedera luka bakar dianggap sebagai pasien trauma multiple
dikarenakan efek fisiologik dari luka bakar pada sistem organ dan seringkali pasien juga
mengalami cedera traumatik. Oleh karenanya asuhan keperawatan komprehensif yang
diberikan ketika terjadi luka bakar merupakan hal penting untuk pencegahan kematian
dan kecacatan. Sehingga penting bagi perawat untuk memiliki pengertian yang jelas
tentang perubahan yang saling berhubungan pada semua sistem tubuh setelah terjadinya
cedera dan motivasi terhadap dampak emosional dari cedera pada korban luka bakar dan
keluarganya (Swetha, 2015).
B. Tujuaan Penelitian
1. Tujuan Umum
Dapat melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada kasus luka bakar secara
komprehensif.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian gawat darurat terhadap pasien luka bakar.
b. Penulis mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien luka bakar.
c. Penulis mampu menentukan intervensi keperawatan pada pasien luka bakar.
d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien luka bakar.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada asuhan keperawatan gawat darurat
dengan kasus luka bakar.

C. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis
Sebagai wadah pengembangan pengetahuan, wawasan serta sebagai sarana untuk
mengaplikasikan ilmu dan teori keperawatan gawat darurat yang telah dipelajari.
b. Bagi pasien
Memberikan bekal pengetahuan pada pasien dan keluarga tentang tanda gejala yang
terjadi pada pasien dengan luka bakar.
c. Institusi pelayanan (Rumah Sakit)
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi institusi rumah sakit dalam memberikan
asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien luka bakar.

5
d. Institusi Pendidikan
Dapat menjadi sebuah masukan materi dan penyempurnaan dalam penatalaksanaan
gawat darurat pada kasus luka bakar.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Artawan,
2013).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas dan suhu sangat rendah (Adhy dkk, 2014).
Luka bakar adalah salah satu cedera yang paling luas yang berkembang di dunia.
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar
merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Pitoyo,
2013).

B. Etiologi
Etiologi luka bakar antara lain adalah sebagai berikut: 1) Luka bakar suhu tinggi
(thermal burn) yang disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan
panas dan bahan padat. Luka bakar api berhubungan dengan asap atau cedera inhalasi. 2)
Luka bakar bahan kimia (chemical burn) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa yang kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya
jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia
dapat terjadibmisalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering digunakan
untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang
industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat
menyebabkan luka bakar kimia. 3) Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
disebabkan karena lewatnya tenaga listrik bervoltase tinggi melalui jaringan
menyebabkan perubahan menjadi tenaga panas, ia menimbulkan luka bakar yang tidak
hanya mengenai kulit dan jaringan subkutis, tetapi juga semua jaringan pada jalur arus
listrik tersebut. Luka bakar listrik biasanya disebabkan oleh kontak dengan sumber
tenaga bervoltase tinggi. Anggota gerak merupakan kontak yang terlazim, dengan tangan
dan tangan yang lebih sering cedera daripada tungkai dan kaki. Kontak sering
menyebabkan gangguan jantung dan atau pernafasan, dan resusitasi kardiopulmonal

7
sering diperlukan pada saat kecelakaan tersebut terjadi. Luka pada daerah masuknya
listrik biasanya gosong dan tampak cekung. 4) luka bakar radiasi (radiasi injury)
disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali
berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau sumber dari radiasi untuk
keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar
yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi (Musliha, 2010).

C. Manifestasi
Manifestasi luka bakar antara lain adalah nyeri lokal, eritema, kemerahan, pucat,
menggigil, sakit kepala, mual dan muntah, lepuh berisi air dan berselaput tipis, area yang
rusak berlilin dan putih, perubahan suara, batuk, mengi, sputum gelap pada luka bakar
mukosa (Wolters dkk, 2013).
Manifestasi tentang luka bakar dapat ketahui dengan derajat luka yang dibagi
menjadi 4 derajat yaitu: 1) Grade I dengan kerusakan jaringan hanya terjadi pada
epidermis, nyeri, warna kulit kemerahan, kering, pada tes jarum terdapat hiperalgesia,
lama sembuh ±7 hari kulit menjadi normal. 2) Grade II: terdapat grade II a dimana
jaringan yang rusak adalah sebagian dermis, folikel rambut, dan kelenjar keringat utuh,
rasa nyeri, warna kemerahan pada lesi, adanya cairan pad bula, waktu sembuh 7-14 hari.
Dan pada grade II b dimana jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar keringat
yang utuh, eritema, terkadang ada sikatrik, waktu sembuh 14-21 hari. 3) Grade III yaitu
jaringan yang rusak meliputi seluruh epidermis dan dermis, kulit kering, kaku, terlihat
gosong, terasa nyeri karena ujung saraf rusak, waktu sembuh lebih dari 21 hari. 4) Grade
IV dimana luka bakar mengenai seluruh lapisan kulit, otot bahkan tulang, penderita tidak
akan merasakan nyeri karena kerusakan saraf, warna kulit menjadi abu-abu, kehitaman,
kering dan mengelupas (Muttaqin dan Kumala, 2011).
.
D. Klasifikasi
Macam-macam luka bakar antara lain yaitu:
1. Berdasarkan kedalaman luka:
a. Derajat 1 (superficial)luka bakar akan sembuh dalam waktu singkat, paling lambat
satu minggu tanpa dilakukannya pengobatan atau dapat diberikan analgetik apabila
merasa kesakitan dan berikan obat-obatan topikal pada kulit yang tampak
kemerahan tanpa ada kerusakan jaringan kulit.

8
b. Derajat 2 (partial thickness) terdiri dari superfisial (superficial partial thickness)
dan dalam (deep partial thickness). Pada luka derajat 2 superfisial kulit berwarna
merah dan adanya bula (gelembung), organ kulit seperti kelenjar sebasea dan
kelenjar kulit masih utuh. Pada luka bakar ini terjadi keruskan epidermis yang
ditandai rasa nyeri dan akan sembuh dalam waktu 10 sampai dengan 14 hari dan
dapat dilakukan kompres dengan menggunakan NaCl. Untuk luka bakar derajat 2
dalam kulit menjadi kemerahan disertai adanya jaringan yang terkelupas
(kerusakan dermis dan epidermis), organ-organ kulit seperti kelenjar keringat
folikel rambut, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh, proses penyembuhan
pada luka derajat 2 dalam biasanya memerlukan waktu penyembuhan yang lama
tergantung jaringan epitel yang masih tersisa.
c. Derajat 3 (full thickness)ditandai dengan seluruh dermis dan epidermis mengalami
kerusakan, tidak dijumpai rasa nyeri dan kehilangan sensasi karena ujung-ujung
saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian bahkan bisa merusak jaringan lemak
dan otot walaupun jaringan tersebut tidak mengalami nekrosis. Proses
penyembuhan terjadi lama karena tidak terbentuk epitelisasi jaringan dari dasar
luka yang spontan. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Terjadi
koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
d. Derajat 4 (fourth degree)semua jaringan sudah terjadi kerusakan bahkan dapat
menimbulkan jaringan nekrotik.
2. Berdasarkan ukuran luas luka Rule Of Nine menunjukkan persentase luas luka bakar
yaitu: Kepala dan leher 9%, Dada depan dan belakang 18%, Abdomen depan dan
belakang 18%, Tangan kanan dan kiri 18%, Paha kanan dan kiri 18%, Kaki kanan dan
kiri 18%, Genitalia 1%.
3. Berdasarkan diagram penentuan luas luka dijelaskan dengan diagram Lund dan
Bowder pada orang dewasa yaitu sebagai berikut: kepala 7, leher 2, dada dan perut 13,
punggung 13, pantat kiri 2,5, pantat kanan 2,5, kelamin 1, lengan atas kanan 4, lengan
atas kiri 4, lengan bawah kanan 3, lengan bawah kiri 3, tangan kanan 2,5, tangan kiri
2,5, paha kanan 9,5, paha kiri 9,5, tungkai bawah kanan 7, tungkai bawah kiri 7, kaki
kanan 3,5 dan kaki kiri 3,5 (Musliha, 2010: 208).

E. Patofisiologi
Jaringan lunak akan mengalami cedera bila terkena suhu diatas 115 0F (460C).
Luasnya kerusakan bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak. Sebagai contoh

9
pada kasus luka bakar tersiram air panas pada orang dewasa, kontak selama 1 detik
dengan air yang panas dari shower dengan suhu 68,9 0C dapat menimbulkan luka bakar
yang merusak epidermis dan dermis sehingga terjadi cedera derajat tiga (full-thickness
injury). Sebagai manifestasi dari cedera luka bakar panas, kulit akan melakukan
pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan pembentukan oksigen reaktif dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan menyebabkan penurunan tekanan
onkotik. Hal ini menyebabkan kehilangan cairan serta viskositas plasma meningkat
dengan menghasilkan suatu formasi mikrotrombus. Cedera luka bakar dapat
menyebabkan keadaan hipermetabolik yang dimanifestasikan dengan adanya demam,
peningkatan laju metabolisme, peningkatan ventilasi, peningkatan curah jantung,
peningkatan glukoneogenesis, serta meningkatkan katabolisme otot viseral dan rangka.
Adanya luka pada sistem pernafasan misalnya pada wajah yang merusak mukosa
sehingga terjadi udema pada laring dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan
menyebabkan ketidakefektifan pola nafas. Terjebak kebakaran dalam ruangan tertutup
juga dapat menyebabkan cedera inhalasi sehingga terjadi cedera alveolar yang ditandai
dengan adanya sputum berkarbon yang memunculkan diagnosa ketidakefektifan bersihan
jalan nafas yang diakibatkan karena keracunan gas (PCO 2 yang meningkat sedangkan
PO2 turun). Keracunan gas tersebut dan sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas
kapiler akan menyebabkan adanya penurunan cairan intravaskuler sehingga terjadi
hipovolemia dan hipoksia jaringan dan memunculkan diagnosa ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer (Muttaqin & Kumala, 2012: 200, Nurarif dan Hardhi, 2015: 212 ).
Masalah yang dapat timbul pada luka bakar yang luas yaitu gangguan pada sistem
hormonal dan gangguan keseimbangan cairan elektrolit. Hal tersebut terjadi akibat
kehilangan cairan serta dapat menyebabkan penurunan jumlah limfosit sehingga luka
beresiko mengalami sepsis. Mediator inflamasi seperti (sitokin, TNF-α dan sel fagosit
nekrotik) dan gangguan metabolisme (protein, karbohidrat dan lemak) dapat muncul
sebagai akibat dari luka bakar yang luasnya >20% . Meningkatnya stress oksidatif juga
dapat menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas sehingga akan mengganggu
fungsi imun (Adhy dkk, 2014: 386, Artawan, 2013).

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus luka bakar yaitu infeksi luka yang
gejalanya sama dengan proses penyembuhan luka yaitu adanya eritema, edema, dan
nyeri tekan. Demam, malaise, dan gejala yang lebih buruk dapat menyebabkan sepsis

10
dan kerusakan yang lebih dalam. Luka bakar juga dapat menyebabkan timbulnya syok,
cedera inhalasi apabila pasien menghirup udara di dalam ruangan tertutup (Lalani, 2013,
Pamela, 2011: 189).
Luka bakar terutama dengan luas >20% dapat menyebabkan gangguan
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Selain itu, semakin berat kerusakan
jaringan maka proses inflamasi juga semakin lama terjadi dan tidak terkendali. Hal
tersebut akan menyebabkan terjadinya inflamasi sistemik dan penekanan sistem imun
yang berbahaya karena dapat menjadi SIRS dan MODS (Adhy dkk, 2014: 386).

G. Penatalaksanaan
Prioritas pertama perawatan pasien luka bakar adalah menghilangkan sumber
panas bila masih ada. Pakaian dan perhiasan yang menghasilkan panas harus dilepas, dan
setiap bahan kimia dalam bentuk bubuk kering harus disingkirkan dari kulit. Bila sumber
luka bakar telah dihilangkan, perhatian pemberi perawatan beralih pada ABC (Airway,
Breathing dan Circulation). Cedera inhalasi harus dicurigai pada pasien yang berada
dalam lingkungan yang terbakar dalam ruangan tertutup atau pasien yang tampak
mengalami perubahan tingkat kesadaran. Cedera inhalasi mungkin gejalanya tidak
muncul selama beberapa jam setelah waktu cedera. Siapkan untuk intubasi endotrakea
profilaktik kemudian beri oksigen melalui mask face atau endotracheal tube pada setiap
pasien yang menunjukkan mekanika pernapasan meragukan atau yang mempunyai
indikasi klinis adanya cedera inhalasi yang ditandai dengan hangusnya bulu hidung,
suara serak, batuk, sputum berkarbon, wheezing, takipne, dispnea, agitasi dan stridor
yang gejalanya mungkin tidak muncul beberapa jam setelah cedera terjadi (Pamela,
2011: 189).
Luka bakar yang meliputi semua ekstremitas menyebabkan reaksi kulit yang
melepaskan zat vasoaktif yang menimbulkan pembentukan oksigen reaktif sehingga
permeabilitas kapiler meningkat. Kehilangan cairan secara masif akan terjadi pada 4 jam
pertama setelah cedera dengan akumulasi maksimum edema pada 24 jam pertama setelah
luka terjadi sehingga akan sulit untuk melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada
pasien. Oleh karena itu perlu dilakukan pemasangan selang infus dengan diameter besar
untuk resusitasi cairan dan pemasanngan kateter urin sebagai indikator status sirkulasi
yang harus dipantau dan diukur setiap jam. Untuk resusitasi cairan formula yang sering
digunakan yaitu formula Parkland pada 24 jam pertama cidera. Pada formula tersebut
cairan yang digunakan adalah cairan Ringer Laktat dengan rumus 4ml/kgBB/% luka

11
bakar dimana setengah dari hasil penjumlahan yang telah dilakukan diberikan dalam 8
jam pertama dan sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya (Muttaqin dan Kumala,
2012 , Nurarif dan Hardhi, 2015).

12
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Umum
Berisi mengenai identitas pasien yang meliputi nama, umur, No.RM, jenis
kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, jam datang, jam
diperiksa, tipe kedatangan dan informasi data.
2. Keadaan umum pada pasien luka bakar dengan gawat darurat yang berisi tentang
observasi umum mengenai penghentian proses luka bakar dan pemeriksaan status
ABC (Airway, Breathing dan Circulation) (Pamela, 2011).
3. Pengkajian primer
a. Airway: mengkaji ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas, sumbatan total atau
sebagian, distress pernafasan, ada tidaknya aliran udara dan adanya gangguan pada
jalan nafas misalnya edema tipe torniket pada daerah leher yang dapat menyumbat
pernafasan (Karika, 2011).
Masalah airway yang timbul pada pasien luka bakar yaitu pasien sulit bernafas,
terdapat edema di jalan nafas, batuk, suara serak, stridor, takipne, dispnea, agitasi
adanya sputum mengandung karbon (Pamela, 2011).
b. Breathing: mengkaji adanya henti nafas dan adekuatnya pernafasan, frekuensi
nafas dan pergerakan dinding dada(naik turunnya dinding dada), suara pernafasan
melalui hidung atau mulut, merasakan udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
(Kartika, 2011:44). Masalah breathing yang timbul pada pasien luka bakar yaitu
terganggunya ekspansi dada akibat adanya krustal tebal pada luka bakar derajat 3
yang mengelilingi dada, adanya penggunaan otot bantu pernafasan, pasien sulit
bernafas, RR > 24x/menit, irama nafas tidak teratur, nafas cepat dan pendek, suara
nafas wheezing (Pamela, 2011).
c. Circulation: mengkaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan syok, dan adanya
perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan dan keteraturan, warna kulit dan
kelembaban, tanda-tanda perdarahan eksternal, tanda- tanda jejas atau trauma.
Masalah circulation yang timbul pada pasien luka bakar yaitu peningkatan curah
jantung dalam beberapa menit pertama cedera, nadi tidak dapat diraba, tingkat
kesadaran menurun (Pamela, 2011).

13
d. Disability: mengkaji kondisi neuromuskular pasien, keadaan status
kesadaran(GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan motorik dan sensorik.
Pada pasien luka bakar yang diakibatkan oleh luka bakar listrik dapat terjadi
penurunan kesadaran, paralisis motorik, disorientasi dan defisit sensorik (Lalani,
2013).
e. Exposure and environment control: pemaparan dan kontrol lingkungan tentang
kondisi pasien secara umum (Kartika, 2011).
4. Pengkajian sekunder
a. Riwayat keperawatan :
Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama pasien, riwayat penyakit
saat ini, riwayat pengobatan, pengobatan yang sedang dijalani, riwayat keluarga dan
sosial, serta review sistem (Kartika, 2011).
Pengkajian subjektif nyeri meliputi: P (penyebab, yang menimbulkan nyeri,
adakah hal yang menyebabkan kondisi memburuk/membaik), Q (kualitas, keluhan
klien), R (arah perjalanan nyeri, daerah nyeri), S (skala nyeri 1-10), T (lamanya
nyeri dirasakan, terus menerus/ hilang timbul) (Kartika , 2011).
Pengkajian Objektif tanda-tanda vital meliputi tekanan darah meliputi
systole > 100-140 mmHg, diastole > 60-90 mmHg, nadi 60-100 kali/ menit atau
lebih, suhu: 36-37,5 C atau meningkat dan pernafasan lebih dari 16- 24 kali/menit
(Kartika, 2011).
b. Pemeriksaan fisik per sistem yang biasa timbul pada luka bakar yaitu:
1) Sistem neurologi
Menurut metode Glascow Coma Scale (GCS) dengan penilaian Eye (4
untuk buka mata spontan, nilai 3 dengan suara, nilai 2 dengan nyeri dan 1 tanpa
respon), penilaian Verbal (5 apabila orientasi bagus, 4 jika pasien bingung, 3
apabila kalimat tidak jelas, 2 jika suara tidak jelas/bergumam dan 1 jika tidak ada
respon) serta motorik (6 bila pasien dapat mengikuti perintah dengan baik, 5 bila
pasien mampu melokalisasi nyeri, 4 bila pasien menghindari nyeri, 3 bila fleksi
abnormal, 2 bila ekstensi abnormal dan 1 bila tanpa respon) (Kartika, 2011).
Pada kasus luka bakar dapat ditemukan penurunan kesadaran yaitu nyeri
pada respon membuka mata, gangguan verbal, dan gangguan motorik karena
adanya cedera (Lalani, 2013).

14
2) Sistem respirasi
Periksa bagian wajah, dada, dan leher pasien atas adanya tanda-tanda
distress pernafasan seperti penggunaan otot aksesori, keteraturan retraksi dada,
keteraturan pola nafas, dan suara nafas abnormal (Kartika, 2011: 61).
Pada kasus luka bakar dapat ditemukan adanya batuk, suara serak, stridor,
takipne, dispnea, agitasi adanya sputum mengandung karbon, penggunaan otot
bantu pernafasan, pasien sulit bernafas, RR lebih atau kurang dari 24x/menit,
irama nafas tidak teratur, nafas cepat dan pendek, suara nafas wheezing(Pamela,
2011).
3) Sistem kardiovaskuler
Kaji atas adanya keluhan nyeri pada dada, normalitas tanda-tanda vital,
dan denyut jantung yang cepat, pelan atau tidak teratur (Kartika, 2011).
Dalam pengkajian sistem kardiovaskuler pada kasus luka bakar akan
terjadi peningkatan curah jantung dalam beberapa menit cedera, dan nadi sulit
diraba (Pamela, 2011).
4) Sistem pencernaan
Periksa adanya distensi abdomen, jejas, dan adanya luka. Auskultasi
keempat kuadran dan pastikan status peristaltik usus. Palpasi adanya nyeri,
hepatomegali, dan limpa. Perkusi untuk mngetahui ukuran organ dan memeriksa
daerah cairan atau rongga intra abdominal (Kartika, 2011).
Pada luka bakar akan ditemukan adanya penurunan metabolik sebagai
akibat dari respon sistemik pada 24 jam pertama cedera (Gurnida, 2011).
5) Sistem muskuloskeletal
Gangguan muskuloskeletal di unit gawat darurat berhubungan dengan
trauma dan infeksi. Kaji luka atas adanya edema, eritema, jejas, dan nyeri.
Periksa pergerakan dan status neurovaskular pasien untuk mendeteksi masalah.
Lepaskan semua perhiasan dan pakaian ketat dari daerah luka (Kartika, 2011: 62).
Pada pasien luka bakar dapat ditemukan edema jaringan dan nekrosis
(Lalani, 2013).
6) Sistem perkemihan
Catat frekuensi urin, adanya inkontinensia, terasa panas, atau bau aneh
dan status nyeri pada sistem urinaria.

15
Pada pasien luka bakar akan ditemukan urine berwarna kemerahan yang
menunjukkan adanya hemokromogen dan mioglobin akibat kerusakan otot karena
luka bakar yang dalam (Muttaqin dan Kumala, 2012).
7) Sistem integumen
Meliputi pemeriksaan warna, tekstur, turgor, suhu, kepucatan, sianosis dan
kekuningan (Kartika, 2011).
Pada sistem integumen pasien luka bakar mengalami gangguan integritas
kulit seperti kulit berwarna abu-abu dan pucat, dan adanya krustal (Pamela, 2011,
Nurarif dan Hardhy, 2015).
8) Sistem endokrin
Perhatikan adanya gangguan endokrin jika pasien merasa sering lelah,
lemah, terjadi penurunan BB, poliuri, polidipsi dan polifagi (Kartika, 2011).
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan pada luka bakar meliputi laboratorium meliputi kadar
elektrolit serum yang mungkin normal pada awalnya tetapi akan berubah selama
program tindakan awal, BUN (nitrogen urea darah) dan kreatinin mungkin
meningkat palsu berkaitan dengan kekurangan cairan, glukosa darah yang mungkin
meningkat sebagai akibat respon stres, gas darah arteri awalnya Po 2 mungkin
normal pada cedera inhalasi tetapi penting untuk mendokumentasikan pH pada
pasien yang menderita luka bakar listrik karena umumnya akan mengalami asidosis
metabolik ringan yang akan membaik dengan resusitasi secara adekuat, hitung
darah lengkap dimana pada awalnya hemoglobin dan hematokrit mungkin
meningkat sebagai akibat pergeseran cairan intraseluler, albumin serum kadarnya
mungkin rendah karena protein plasma terutama albumin hilang ke dalam jaringan
yang cedera sekunder akibat peningkatan permeabilitas kapiler, skrining obat dan
alkohol serum serta skrining obat dalam urine secara khusus apabila pasien tidak
sadar atau tingkat kewaspadaannya menurun, karboksihemoglobin serum pada
pasien dengan dugaan cedera inhalasi dengan peningkatan kadar >10%,
mioglobulin urine harus dilakukan untuk pasien luka bakar listrik karena
mioglobulin dilepaskan ketika jaringan otot mengalami kerusakan dimana
mioglobulin dapat menyebabkan kerusakan pada tubulus ginjal bila ginjal tidak
dibilas dengan baik dan urine akan berubah menjadi merah terang atau berwarna
teh, radiografi dada untuk mengetahui perubahan radiograf dada yang biasanya
terlihat sekitar 48 jam setelah cedera inhalasi, elektrokardiogram terutama di

16
indikasikan pada luka bakar listrik karena disertai komplikasi disritmia jantung dan
juga CT scan untuk menyingkirkan hemoragi intrakranial pada pasien dengan
penyimpangan neurologik yang menderita cedera listrik (Pamela, 2011).

B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya cedera alveolar
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya edema dan efek inhalasi.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan edema seluruh tubuh,
jaringan vaskular, penurunan curah jantung, dan hipovolemia.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif akibat
peningkatan evaporasi

C. Intervensi

No. Intervensi
NOC & KH NIC
Dx
1. NOC: a. Kaji kepatenan jalan jalan
9) Respiratory status: nafas.
ventilation. b. Lakukan pembebasan jalan
10) Respiratory status: nafas.
airway patency. c. Berikan O2 sesuai resep.
KH: d. Siapkan untuk intubasi
a. Suara nafas bersih, tidak endotrakea
ada dyspnea. e. Pasang slang nasogastrik
b. Tidak ada sputum. untuk mencegah aspirasi
c. Irama dan frekuensi nafas pada pasien tidak sadar.
dalam rentang normal f. Kolaborasi pemberian
(RR=16-24x/menit, irama bronkodilator jika perlu.
nafas teratur).

2. NOC: 1. Kaji karakteristik pola


a. Respiratory status: nafas (frekuensi,
ventilation. kedalaman, irama).

17
b. Respiratory status: airway 2. Kaji adanya penggunaan
patency. otot bantu pernafasan.
c. Vital sign status 3. Berikan posisi kepala lebih
KH: tinggi 30˚
a. Pola nafas pasien 4. Kolaborasi pemberian O2
regular(RR=16-24x/menit),
irama nafas teratur.
b. Tidak tampak adanya
retraksi dinding dada
c. Tanda vital dalam rentang
normal (TD: sistole <130,
diastol <90 mmHg, S: 36,5-
37,5˚C, RR: 16-24x/menit,
HR: 60-100x/menit).

3. NOC: 1. Kaji keadaan umum dan


a. Circulation status TTV.
b. Tissue perfusion: cerebral 2. Observasi perubahan pasien
KH: dalam merespon stimulus.
a. Tidak ada tanda-tanda 3. Kolaborasi pemberian obat.
peningkatan tekanan 4. Batasi gerakan pada kepala,
intrakranial (tidak lebih dari leher dan punggung.
15 mmHg). 5. Sambungkan monitor
b. TTV dalam batas jantung, monitor saluran
normal(TD: sistole<130, oksigen, dan manset TD
diastol<90 mmHg, S: 36,5- otomatis ke pasien.
37,5˚C, RR: 16-24x/menit,
HR: 60-100x/menit).
c. Komunikasi jelas.
d. Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi.

4. NOC:
18
a. Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake
b. Hydration dan output yang akurat.
c. Nutritional Status: food and 2. Monitor status hidrasi
fluid (kelembapan membran
d. Intake mukosa dan nadi adekuat).
3. Monitor status cairan intake
KH: dan output.
a. Urine output sesuai dengan 4. Dorong pasien untuk
usia dan BB menambah intake oral.
b. Tanda-tanda vital dalam 5. Kolaborasi pemberian
batas normal cairan IV
c. Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab,
tidak ada rasa haus
berlebihan.

D. Implementasi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya cedera alveolar
a. Kaji kepatenan jalan jalan nafas.
b. Lakukan pembebasan jalan nafas.
c. Berikan O2 sesuai resep.
d. Siapkan untuk intubasi endotrakea
e. Pasang slang nasogastrik untuk mencegah aspirasi pada pasien tidak sadar.
f. Kolaborasi pemberian bronkodilator jika perlu.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya edema dan efek inhalasi.
a. Kaji karakteristik pola nafas (frekuensi, kedalaman, irama).
b. Kaji adanya penggunaan otot bantu pernafasan.
c. Berikan posisi kepala lebih tinggi 30˚
d. Kolaborasi pemberian O2

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan edema seluruh tubuh,


jaringan vaskular, penurunan curah jantung, dan hipovolemia.
a. Kaji keadaan umum dan TTV.

19
b. Observasi perubahan pasien dalam merespon stimulus.
c. Kolaborasi pemberian obat.
d. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
e. Sambungkan monitor jantung, monitor saluran oksigen, dan manset TD otomatis ke
pasien.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif akibat
peningkatan evaporasi
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
b. Monitor status hidrasi (kelembapan membran mukosa dan nadi adekuat).
c. Monitor status cairan intake dan output.
d. Dorong pasien untuk menambah intake oral.
e. Kolaborasi pemberian cairan IV

BAB IV

PENUTUP

20
A. Kesimpulan
Luka bakar adalah luka yang paling sering dialami oleh manusia dibandingkan
dengan luka lain. Luka bakar dapat terjadi karena adanya kontak dengan sumber panas
ataupun suhu yang sangat rendah, zat kimia, listrik, radiasi dan cahaya. Berbagai aktifitas
sehari-hari yang dilakukanpun dapat menjadi penyebab terjadinya luka bakar.
Pasien dengan cedera luka bakar dianggap sebagai pasien trauma multiple
dikarenakan efek fisiologik dari luka bakar pada sistem organ dan seringkali pasien juga
mengalami cedera traumatik. Oleh karenanya asuhan keperawatan komprehensif yang
diberikan ketika terjadi luka bakar merupakan hal penting untuk pencegahan kematian
dan kecacatan. Sehingga penting bagi perawat untuk memiliki pengertian yang jelas
tentang perubahan yang saling berhubungan pada semua sistem tubuh setelah terjadinya
cedera dan motivasi terhadap dampak emosional dari cedera pada korban luka bakar dan
keluarganya.

B. Saran
1. Bagi mahasiswa diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai pada
pasien dengan luka bakar sesuai dengan teori yang telah dipaparkan.
2. Bagi pelayanan kesehatan dan tenaga medis diharapkan dapat memberikan pelayanan
sesuai dengan asuhan keperawatan yang telah ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Nusa Medika: Yogyakarta.

21
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Salemba Medika: Jakarta.
Nugroho, Dr. Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.
Nusa Medika: Yogyakarta.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma Hardhy. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NOC-NIC, Media Action: Yogyakarta.
Pamela S. Kidd,2011, “Pedoman Keperawatan Emergensi”. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.

Doengoes, Marilynn E.2012.Rencana AsuhanKeperawatan.Jakarta :EGC

Mansjoer, Arif.2010.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta:Media Aesculapis

Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G.2010.Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Jakarta :


EGC

22

Anda mungkin juga menyukai