Anda di halaman 1dari 27

ANATOMI-FISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN DAN KONSEP

LUKA BAKAR
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III
Dosen Pembimbing: Ns. Triana Arisdiani. M.Kep., Sp., KMB

Disusun oleh: Kelompok 5


Kelas: PSIK VB

NAMA NIM
1. LYVIA LATA SUTIYONO SK116035
2. OVILIA JAYANTI SK116046
3. SHANDY PRADIPTA A. SK116053
4. SOFIANA SK116056
5. WULAN MITHA SARI SK116062

Program Studi Ilmu Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Tahun Ajar 2018/ 2019
ANATOMI-FISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN DAN KONSEP
LUKA BAKAR
Dosen Pembimbing: Ns. Triana Arisdiani. M.Kep., Sp., KMB

Disusun oleh: Kelompok 5


Kelas: PSIK VB

NAMA NIM
1. LYVIA LATA SUTIYONO SK116035
2. OVILIA JAYANTI SK116046
3. SHANDY PRADIPTA A. SK116053
4. SOFIANA SK116056
5. WULAN MITHA SARI SK116062

Program Studi Ilmu Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Tahun Ajar 2018/ 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-
Nya sehingga tugas ini dapat diselesaikan tanpa suatu halangan yang amat berarti.

i
Tanpa pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan
tugas makalah ini dengan baik. Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas
ilmu tentang “Anatomi Fisiologi Sistem Integumen” yang disajikan berdasarkan
buku, jurnal, referensi dari berbagai sumber.
Atas dukungan moral dan materi yang diberikan, maka penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan dorongan untuk selalu semangat
belajar.
2. Ns. Triana Arisdiani. M.Kep., Sp., KMB beserta tim mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III.
3. Teman-teman yang selalu memberikan dukungan, semangat kritik dan saran
yang membangun.
4. Kelompok yang bekerjasama dengan baik.
5. Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini kurang dari sempurna, untuk itu
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen pembimbing
maupun teman-teman atau pembaca agar makalah ini dapat lebih sempurna.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca, dan semoga dengan adanya tugas ini Allah SWT senantiasa
meridhoinya dan akhirnya membawa hikmah untuk semuanya.

Kendal, 14 Oktober 2018

Kelompok

DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................i
Kata Pengantar................................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang............................................................................................1
B.Rumusan Masalah.......................................................................................2

ii
C.Tujuan Penulisan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.Anatomi Sistem Integumen........................................................................3
B.Fisiologi Sistem Integumen......................................................................12
C.Konsep Luka Bakar...................................................................................13
1.Definisi Luka Bakar..............................................................................13
2.Etiologi Luka Bakar..............................................................................14
3.Patofisiologi Luka Bakar......................................................................14
4.Pathway Luka Bakar.............................................................................16
5.Manifestasi Klinis Luka Bakar.............................................................17
6.Klasifikasi Luka Bakar..........................................................................17
7.Komplikasi Luka Bakar........................................................................19
8.Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar.....................................................20
9.Penatalaksanaan Luka Bakar.................................................................20
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan...............................................................................................22
B.Saran..........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar (combustio)merupakan salah satu trauma yang sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Luka bakar tidak hanya akan mengakibatkan
kerusakan kulit, tetapi juga sangat mempengaruhi seluruh sistem tubuh pasien.
Luka bakar disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi yang mengakibatkan kerusakan atau
kehilangan jaringan tubuh (Moenadjat, 2001 dalam Giovany, Pamungkas, &
Inayah 2015).
Menurut data dari World Health Organization (WHO), luka bakar
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di seluruh dunia.
Diperkirakan setiap tahunnya 300.000 kematian terjadi akibat luka bakar,
terbanyak disebabkan oleh air panas, listrik, kimia dan jenis lainnya. Lebih
dari 95% kejadian luka bakar sangat tinggi terjadi di negara berpenghasilan
rendah dan menengah. Angka kematian tertinggi akibat luka bakar ditempati
oleh Asia Tenggara (11,6 kematian per 100.000 populasi per tahun), kemudian
di ikuti oleh Mediterania Timur (6,4 kematian per 100.000 populasi per tahun)
dan Afrika (6,1 kematian per 100.000 populasi per tahun). Sedangkan di
Indonesia kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar setiap tahunnya.
Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan
100.000 pasien dirawat dirumah sakit. Bila ditinjau Rumah Sakit Pertamina
sebagai salah satu rumah sakit yang memiliki fasilitas perawatan khusus Unit
Luka Bakar, menerima antara 33 sampai dengan 53 penderita (rata-rata 40
penderita /tahun). Dari jumlah tersebut yang termasuk dalam kategori Luka
Bakar Berat adalah berkisar 21% . Oleh karena itu, kelompok akan membahas
tentang luka bakar untuk meningkatkan pengetahuan kelompok dan pembaca
sekalian (Giovany, Pamungkas, & Inayah 2015).

B. Rumusan Masalah
Masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
1. Apa saja anatomi sistem integumen?

1
2. Bagaimana fisiologi sistem integumen?
3. Apa definisi luka bakar?
4. Apa etiologi luka bakar?
5. Bagaimana patofisiologi luka bakar?
6. Bagaimana pathway luka bakar?
7. Apa saja manifestasi klinis luka bakar?
8. Apa saja klasifikasi luka bakar?
9. Apa saja komplikasi luka bakar?
10. Apa saja pemeriksaan penunjang luka bakar?
11. Bagaimana penatalaksanaan luka bakar?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami
tentang anatomi, fisiologi sistem integumen dan konsep luka bakar
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengerti dan memaham anatomi sistem integumen
b. Mampu mengerti dan memaham fisiologi sistem integumen
c. Mampu mengerti dan memaham definisi luka bakar
d. Mampu mengerti dan memaham etiologi luka bakar
e. Mampu mengerti dan memaham patofisiologi luka bakar
a. Mampu mengerti dan memaham pathway luka bakar
f. Mampu mengerti dan memaham manifestasi klinis luka bakar
g. Mampu mengerti dan memaham klasifikasi luka bakar
h. Mampu mengerti dan memaham komplikasi luka bakar
i. Mampu mengerti dan memaham pemeriksaan penunjang luka bakar
j. Mampu mengerti dan memaham penatalaksanaan luka bakar.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Sistem Integumen


Kata integumen berasal dari bahasa Yunani "integumentum" yang berarti
"penutup. Sistem integumen adalah suatu sistem pada organ terluar yang
membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan tubuh
manusia terhadap lingkungan sekitar. Sistem ini meliputi kulit, rambut, dan
kuku. Kulit merupakan lapisan terluar pada tubuh manusia. Kulit ini melapisi
dan melindung organ di bawahnya terhadap kehilangan air, cedera mekanik

2
atau kimia dan mencegah masuknya mikroorganisme penyebab penyakit
(Potter& Perry, 2010). Selain itu, kulit juga cerminan kesehatan dan
kehidupan manusia. Rata-rata tebal kulit manusia 1-2 mm, paling tebal (6
mm) terdapat di telapak tangan dan kaki, sedangkan paling tipis (0,5 mm)
terdapat di bagian genetalia. Kulit beratnya mencapai 15 % dari berat tubuh
dan luasnya 1,5-1,75 m2 (Puspasari, 2018).

Gambar 1. Anatomi kulit.


Sumber: https://www.klikdokter.com/rubrik/read/2699456/kenali-lebih-dekat-
setiap-lapisan-kulit
1. Lapisan Kulit
Kulit terdiri atas 3 lapisan utama, yaitu lapisan epidermis, dermis, dan
hipodermis.
a. Epidermis
Epidermis merupakan permukaan kulit paling luar dengan tebal
0,07-0,12 mm. Epidermis tersusun dari lapisan epitelium bergaris,
mengandung sel-sel pigmen yang memberi warna pada kulit dan
berfungsi melindungi kulit dari kerusakan oleh sinar matahari. Di atas
permukaan epidermis terdapat garis lekukan yang berjalan sesuai dengan
alur papil dermis di bawahnya. Garis ini berbeda-beda dan pada ujung

3
jari berbentuk ukiran secara jelas. Garis ini yang menjadi sidik jari
dengan bentuk yang berbeda-beda setiap orang. Epidermis terdiri dari
beberapa lapis sel sebagai berikut.
1) Stratum Korneum/Lapisan Tanduk
Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari 20-25 lapis sel-sel tanduk
tanpa inti, gepeng tipis, dan mati. Lapisan ini mengandung 15-30
lapisan sel keratin. Keratin adalah suatu protein yang bersifat tahan
air. Lapisan ini merupakan "mantel" tubuh alami yang melindungi
jaringan jaringan yang lebih dalam dari kehilangan air. Lapisan ini
secara terus menerus mengalami gesekan dan mengelupas tanpa
terlihat dan secara terus menerus diganti oleh sel-sel yang berada di
bawahnya.
2) Stratum Lucidum
Stratum lucidum atau sel-sel jernih terdiri dari satu lapis sel-sel
gepeng tanpa inti. Lapisan yang terdapat di bawah lapisan korneum ini
hanya ada pada kulit yang tebal, terlihat jelas pada telapak tangan dan
kaki. Lapisan ini nampak terang karena akumulasi dari molekul
keratin.
3) Stratum Granulosum/Lapisan Granula
Lapisan granula merupakan sel gepeng berkulit kasar dan berinti yang
terdiri atas beberapa lapis sel yang sudah memipih seperti kumparan
yang berperan dalam mencegah dehidrasi.Pada lapisan ini juga
mengandung keratohialin yang merupakan cikal bakal keratin (zat
tanduk).
4) Stratum Spinosum/Lapisan Malpighi
Lapisan spinosum merupakan lapisan yang paling tebal dan terdiri
dari banyak glikogen. Ketebalan lapisan ini mencapai 0,2 mm,
berbentuk seperti poligon, dan mempunyai tanduk(spina). Dalam
lapisan ini terdapat sel Langerhans yang aktif memproduksi keratin.
Keratin merupakan protein yang tidak larut air dan berfungsi menjaga
kelembapan kulit terdapat berkas filamen tonofibril untuk
mempertahankan kohesi sel serta melindungi terhadap efek abrasi

4
5) Stratum Germinativum/Lapisan Basale
Lapisan epidermis yang paling dalam tersusun dari sel-sel epidermal
yang berkontak dengan dermis. Lapisan ini terdiri atas sel-sel
berbentuk kubus/ kolumnar dan sel-sel pembentuk melanin yang
mengandung pigmen atau melanosit. Perbandingan sel-sel basal
terhadap melanosit adalah 10:1. Didalam melanosit disintesis granula-
granula pigmen yang disebut melanosom. Melanosom mengandung
biokroma coklat yang disebut melanin. Ditinjau dari sel penyusunnya,
epidermis mengandung empat jenis sel. Keempat jenis sel tersebut
sebagai berikut:
a) Keratinosit, sel epidermis yang sedang dalam pembentukan keratin,
paling banyak terdapat di epidermis. Selalu mengelupas pada
permukaan epidermis, pergantian dilakukan oleh aktivitas mitosis
dari lapisan basal (di malam hari).
b) Sel Langerhans, seperti makrofag yang berasal dari sumsum tulang.
Sel ini penting dalam pembentukan imunitas.
c) Sel granstein berperan dalam penyajian antigen pada suppressor-T
sel. Sel ini juga berperan dalam imunitas.
d) Melanosit berperan dalam pembentukan pigmen melanin yang
melindungi tubuh dari sinar UV.
b. Dermis
Dermis atau korium atau kulit jangat yang terletak di bawah
epidermis tersusun atas 3 jenis jaringan yaitu jaringan kolagen dan serat
elastis, otot, dan saraf. Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung
saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat,
kelenjar-kelenjar palit (sebacea) atau kelenjar minyak, pembuluh-
pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus
arektor pili) (Andriyani, Triana & Juliarti, 2015).
Kulit jangat sering disebut kulit sebenarnya dan 95% kulit jangat
membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata kulit jangat diperkirakan
antara 1-2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak mata serta yang
paling tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki. Susunan dasar

5
kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriks interfibrilar yang
menyerupai selai dan sel-sel. Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam
kulit jangat, memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar.
Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf
dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan
dingin (Andriyani, Triana & Juliarti, 2015).
Menurut Puspasari (2018) pada lapisan dermis terdapat dua lapisan
utama, yaitu lapisan papilar dan lapisan retikula
1) Lapisan Papilar
Lapisan dermal paling atas, sangat tidak rata, bagian bawah papila ini
tampak bergelombang. Lapisan ini menonjol ke arah epidermis yang
disebut papila dermal. Hal tersebut diproyeksikan pada sidik jari yang
merupakan pola unik yang tidak berubah selama hidup. Lapisan ini
terdiri dari serabut saraf dan pembuluh darah. Jaringan kapiler pada
lapisan papilar menyediakan nutrien untuk lapisan epidermal dan
memungkinkan panas merambat ke permukaan kulit. Reseptor
sentuhan juga terdapat dalam lapisan dermal.
2) Lapisan Retikular
Lapisan kulit paling dalam, menonjol ke arah subkutan, mengandung
pembuluh darah (arteri dan vena), saraf, rambut, kelenjar keringat dan
kelenjar minyak, serta reseptor tekanan. Terdapat pula serabut
penunjang, seperti serabut kolagen, elastin, dan serabut retikulus. Baik
lapisan papilar maupun lapiran retikuler banyak mengandung serabut
kolagen dan serabut elastin. Serabut kolagen memberikan kekuatan
pada kulit, sedangkan serabut elastis memberikan kelenturan pada
kulit. Selain itu, serabut elastis juga memberi kekuatan pada alat
sekitar kelenjar dan folikel rambut sehingga kuilt orang muda lebih
elastis. Sementara itu, kulit lanjut usia cenderung menjadi keriput
karena serabut elastis dan lapisan lemak subkutan berkurang. Pada
seluruh dermis juga mengandung fibroblas, sel-sel adiposa, berbagai
jenis makrofag yang sangat penting bagi pertahanan tubuh, dan
berbagai jenis sel yang lain.

6
Menurut Andriyani, Triana & Juliarti (2015) di dalam lapisan kulit
jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu:
1) Kelenjar keringat (Sudorifera)
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar)
dan duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada
permukaan kulit membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh
dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat
dipermukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah
ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu
membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama
dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu.
Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu:
a) Kelenjar keringat ekrin
Kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat
yang mengandung 95-97 persen air dan mengandung beberapa
mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida
dan sampingan dari metabolism seluler Kelenjar keringat ini
terdapat di seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak
kaki sampai ke kulit kepala Jumlahnya di seluruh badan sekitar
dua juta dan menghasilkan 14 liter keringat dalam waktu 24 jam
pada orang dewasa. Bentuk kelenjar keringat ekrin langsing,
bergulung-gulung dan salurannya bermuara langsung pada
permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
b) Kelenjar keringat apokrin
Hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar daerah
kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital) menghasilkan
cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta berbau
khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya
alkali sehingga dapat menimbulkan bau. Muaranya berdekatan
dengan sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar keringat
apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya sedikit cairan
yang disekresik dari kelenjar ini. kelenjar apokrin mulai aktif

7
setelah usia akil baligh dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh
hormon.
2) Kelenjar Palit (Sebacea)
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan
dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil
yang bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut
mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan
rambut. Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali
pada telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di
semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.

c. Lapisan Hipodermis/Jaringan Subkutan


Lapisan hipodermis terdiri atas jaringan ikat longgar yang berisi
sel-sel lemak. Lapisan sel lemak disebut parnikulus adiposus yang
berfungsi sebagai shock absorbers atau pegas bila terjadi tekanan trauma
mekanis yang menimpa kulit dan sebagai cadangan makan. Dalam
lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah
bening. Kulit menukar oksigen, nutrisi, dan cairan dengan pembuluh
darah di bawahnya. Sel membutuhkan nutrisi dan hidrasi yang cukup
untuk regenerasi dan proses penyembuhan luka. Di bawah subkutan
terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.

2. Organ Aksesoris Sistem Integumen

8
Gambar 2. Anatomi rambut manusia
Sumber: https://www.isplbwiki.net/2014/01/makanan-penambah-kesuburan-
dan.html

a. Rambut
Folikel rambut adalah suatu insersi sel-sel epidermal ke dalam
dermis yang membentuk selubung akar bagian sebelah luar dari sehelai
rambut. Berada di tengah-tengah dari selubung akar bagian sebelah luar
adalah selubung akar bagian sebelah dalam yang mengelilingi berkas
rambut. Bergerak secara vertikal ke bawah dari folikel rambut,
ditemukan sejumlah struktur anatomis. Bukaan pada epidermis, yang
disebut kanal rambut, diikuti oleh saluran kelenjar sebasea. Di bawahnya
adalah otot arrector pili. Folikel rambut terletak membentuk suatu sudut
dengan kulit, dan ketika kulit dikenai suhu dingin, otot arrector pili
menarik folikel rambut hingga bergerak secara vertikal. Piloereksi (atau
“guncangan angsa”) meningkatkan ketebalan relatif kulit, yang lebih
lanjut melindungi kulit terhadap cedera akibat dingin.
Pada bagian dasar dari folikel adalah papila, yang di dalamnya
terjadi pertumbuhan sel Folikel rambut tidak terus-menerus
memproduksi rambut. Sebaliknya mereka melalui tiga siklus
pertumbuhan, degenerasi, dan istirahat. Kecuali folikel janggut dan kulit

9
kepala, siklus yang umum bertahan selama beberapa bulan; folikel kulit
kepala melalui suatu siklus yang bertahan rata-rata 1.100 hari. Walaupun
jumlahnya beragam kurang lebih 10% tergantung warna rambut, rata-
rata kulit kepala mengandung kurang lebih 100.000 folikel. Kurang
lebih 100 rambut rontok dari kulit kepala setiap harinya. Rambut kulit
kepala tumbuh pada laju kurang lebih 35 hingga 37 mm/hari, tetapi
pertumbuhan ini dapat dipengaruhi oleh beragam obat, seperti hormon
seks laki-laki dan perempuan, hormon tiroid, dan kortikosteroid. Setiap
rambut individu disusun oleh sel-sel epitelial yang terkeratinasi, yang
dipersatukan satu sama lain oleh beragam protein khusus. Latar
belakang etnik menghasilkan perbedaan-perbedaan pada struktur dan
tekstur rambut kulit kepala, tetapi efek keetnisan ini tidak ditemukan
pada rambut bagian-bagian tubuh yang lain (Puspasari, 2018).
b. Kuku

10
Kuku terbentuk dari sel-sel terkeratinasi dan memiliki beberapa
segmen anatomis kunci. Yang pertama adalah akar kuku atau matriks,

yang bermula pada bagian dasar dari kuku. Bagian paling proksimal
ditutupi oleh jaringan epidermal (lipatan kuku) dan tidak terlihat oleh
mata. Jaringan pada bagian ujung lipatan kuku adalah kutikula, yang
melekat pada lempeng kuku, bergerak bersamanya dalam jarak yang
pendek saat lempeng bertumbuh, dan kemudian lepas. Area yang terang,
berbentuk sabit yang terproyeksi dari bawah lipatan kuku ibu jari adalah
bagian dari matriks yang dapat terlihat. Area ini disebut lunula (bulan
kecil) dan umumnya tidak terihat pada kuku jari tangan yang lain atau
pada jari kaki. Bagian utama dari kuku adalah lempeng kuku, yang
terbentuk saat sel-sel matriks berubah dan menjadi sel-sel pipih
bertanduk dengan tingkat perlekatan yang tinggi. Di bawah lempeng
kuku adalah dasar kuku, yang tumbuh keluar dari lapisan sel basal
epidermis. Dasar kuku tidak memanjang hingga ke bagian ujung
lempeng kuku. Area dari bagian ujung dasar kuku ke lekukan distal dari
kuku disebut hiponikium. Area ini penting, karena banyak kondisi medis
yang berbeda muncul dari lokasi ini.

Gambar 3. Anatomi kuku

11
Sumber: https://www.4muda.com/inilah-pengetahuan-tentang-kuku-
yang-mungkin-jarang-diketahui/

Kuku ibu jari tumbuh dalam laju yang lebih lambat daripada jari
kuku lain. Sebagai tambahan, kuku-kuku jari dari individu yang sama
tumbuh pada laju yang berbeda. Beberapa faktor dapat mempengaruhi
laju pertumbuhan kuku dan meliputi genetik, usia (laju pertumbuhan
melambat selama dekade ketiga kehidupan), dan cuaca (laju
pertumbuhan meningkat selama masa-masa yang lebih hangat dalam
tahun) (Puspasari, 2018).

B. Fisiologi Sistem Integumen


Menurut Wijaya (2018) fungsi integumen atau kulit secara garis besar, yaitu:
1. Proteksi
Kulit memiliki banyak sel yang berfungsi sebagai pelindung. Lapisan
korneum dari epidermis berfungsi mencegah masuknya mikroorgnisme
dan benda asing ke dalam tubuh. Sel makrofag yang terdapat pada lapisan
dermis akan memakan bakteri atau jaringan mati sebagai mekanisme
pertahanan tubuh. Selain itu, sel langerhan juga sebagai deteksi faktor
alergen yang melindungi tubuh dan sel mast sebagai pengatur reaksi alergi.
Lapisan hipodermis yang berisi jaringan adipose juga melindungi organ
bagian dalam tubuh dari tekanan atau trauma mekanikal. Kulit menjadi
pembatas permeabilitas yang menentukan substansi apa yang masuk
kedalam atau keluar dari permukaan tubuh dan yang utama mencegah
kehilangan air
2. Pengaturan suhu
Termoregulasi diatur oleh hipotalamus dalam merespon bagian inti
internal suhu tubuh. Reseptor suhu perifer di kulit akan membantu dalam

12
proses homeostasis suhu. Pengontrolan suhu dilakukan oleh kulit dengan
cara dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Ketika suhu tubuh naik,
maka terjadi dilatasi untuk meningkatkan aliran darah dan melepaskan
panas melalui konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi. Sebaliknya jika
suhu tubuh menurun, maka vasokontriksi yang dikuti adanya aksi otot
arektor pili yang terikat pada folikel rambut akan menghasilkan rambut
berdiri vertikal dan meningkatkan kehangatan (Bryant dan Nix, 2007).
3. Sensasi
Lapisan dermis memiliki banyak badan sel atau reseptor sensasi.
Sensasi disebarkan oleh ujung saraf bebas yang tidak ber-myelin, sel
merkel, korpus meissner's, krause's end bulbs, terminal ruffini's dan korpus
pacini's. Korpus meissner's untuk resepsi sentuhan; korpus pacini untuk
tekanan, vibrasi dan tegangan; ujung saraf bebas untuk rasa nyeri,
sentuhan dan suhu; sel merkel sebagai mekanoreseptor dan jalur
neuroendokrin serta dapat menjadi kanker yang disebut Merkel Cell
Carcinoma" (Halata, Grim dan Baumann, 2003: Bryant dan Nix, 2007
Munde et al, 2013).
4. Ekskresi
Kulit juga berperan sebagai ekskresi yaitu membuang produk sisa
metabolisme dari tubuh. Keringat mengandung air, garam, urea, asam urat
dan amonia. Lingkungan yang panas atau olahraga akan menyebabkan
keringat keluar berlebihan, sehingga air dan garam akan banyak hilang.
Oleh karena itu, cairan dan elektrolit perlu segera diganti untuk tetap
menjaga homeostasis.
5. Metabolisme
Vitamin D disintesis ketika kulit terpapar pada sinar matahari
(ultraviolet) yang akan mengaktifkan metabolisme kalsium dan fosfat
sebagai unsur penting dalam pembentukan tulang. Radiasi ultraviolet akan
mengubah sterol (7-dehidrokolesterol) menjadi cholecalciferol (vitamin
D). Vitamin D berperan dalam metabolisme kalsium dan fosfor serta
mineralisasi tulang (Bryant dan Nix, 2007; Baranoski dan Ayello, 2014).
6. Komunikasi

13
Kulit di wajah merupakan bagian penting dalam mengidentifikasi
setiap individu. Cedera pada kulit tidak hanya mengakibatkan gangguan
fungsi fisiologis akan tetapi juga perubahan gambaran tubuh. Skar akibat
trauma atau pembedahan akan menurunkan harga diri individu (Bryant dan
Nix, 2007). Sentuhan kulit juga menjadi salah satu komunikasi pada orang
lain seperti memberikan sensasi nyaman yang berbeda tiap individu.

C. Konsep Luka Bakar


1. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan oleh kontak dengan sumber panas (api, air, panas), bahan
kimia (senyawa yang asam, alkali atau zat yang menimbulkan lepuhan),
listrik, dan radiasi (terpajan cahaya matahari berlebihan). Luas permukaan
tubuh yang terbakar dapat mempengaruhi metabolisme dan fungsi sel
terganggu terutama pada sistem kardiovaskular (Puspasari, 2018)
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus
listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam (Irna 2001 dalam Padila, 2012)

2. Etiologi
Menurut Padila (2012) etiologi luka bakar terdiri dari 4 sebab yaitu
sebagai berikut:
a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn)
1) Gas
2) Cairan
3) Bahan Padat (Solid)
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
c. Luka bakar sengatan listrik (Elektrical Burn)
d. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Sedangkan menurut Puspasari (2018) luka bakar disebabkan oleh:
a. Air panas
b. Sinar matahari
c. Bahan kimía (asam atau basa kuat)

14
d. Listrik, petir, radiasi
e. Api
f. Ledakan bom (Puspasari, 2018)

3. Patofisiologi
Luka bakar yang menyebabkan cedera akan menimbulkan denaturasi
sel protein. Sebagian sel mati karena mengalami nekrosis traumatik atau
iskemik. Pembuluh kapiler mengalami trombosis, padahal pembuluh ini
membawa oksigen menyebabkan sel perifer kekurangan oksigen, nutrisi,
sistem pertahanan tubuh atau antibiotik, permeabilitas kapiler akan
meningkat mengakibatkan kebocoran cairan intravaskuler sehingga terjadi
oedem. Jika terdapat oedem yang luas, maka akan terjadi pembengkakkan,
aliran darah dari extremitas dapat mengalami obstruksi. Sirkulasi untuk
otot tangan intrinsic dapat terganggu akibat oedem, dapat terjadi nekrosis
yang lama kelamaan menjadi kontraktur.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan
bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume
cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan nyeri
dan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan
ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan
dari keropeng luka bakar derajat tiga. Bila luas luka bakar kurang dari
20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya,
tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala
yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat,
tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang.
Reaksi infalamasi yang paling awal terlihat adalah erythema, yang
disebabkan karena respon neurovaskular mengakbibatkan vasodilatasi
pembuluh darah. Makin berat kerusakan jaringan, respon inflamasi yang
muncul akan makin lama bertahan. Makrofag akan menghasilkan mediator
inflamasi seperti cytokine dan sel fagosit nekrotik. Netrofil dan limfosit
akan menghalangi terjadinya infeksi. Luka bakar merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, biasanya akan menyebabkan

15
infeksi dalam 24-48 jam. Dalam kondisi yang lebih berat akan muncul
bakteriemi atau septikemi yang kemudian akan tejadi penyebaran infeksi
ke tempat yang lain.
Kegagalan progresif dari ginjal dan hepar di akibatkan karena
kehilangan cairan, toxemia karena infeksi, sepsis. Ganguan sirkulasi ke
ginjal menyebabkan iskemia ginjal (tubulus) berlanjut dengan Akut
Tubular Necrosis yang akhirnya terjadi gagal ginjal (ARF).
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap
panas ayang terrisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga (Jong, 2005).

4. Pathway
Menurut Jong (2005), pathway luka bakar adalah sebagai berikut:

Arus Listrik Radiasi Api Bahan Kimia Asap

Inhalasi
Asap
Kontak dengan permukaan kulit
Edema Laring dan Trakheal
Kerusakan integritas kulit/jaringan
Spasme dan akumulasi lendir

Keusakan integritas jaringan


Ketidakefektifan bersihan
Dilatasi sel jalan napas
Permeabilitas kapiler menurun
pemajanan ujung saraf

Sodium, klorida, Na+ , Protein hilang


Nyeri Akut

16
Dehidrasi Jaringan
Perlindungan oleh kulit kurang

Masuknya patogen
kekurangan volume cairan

Resiko infeksi

5. Manifestasi Klinis
a. Luka bakar derajat pertama ditandai oleh kemerahan dan nyeri. Dapat
timbul lepuh setelah 24 jam dan kemudian kulit mungkin terkelupas.
b. Luka bakar derajat kedua superfisial ditandai lepuh dan nyeri hebat.
Terbentuk lepuhan yang terjadi beberapa menit setelah cedera. Ketika
lepuhan pecah, ujung-ujung saraf terpajan dengan udara. Karena
respons nyeri dan taktil masih utuh, penanganan luka bakar ini
menimbulkan nyeri yang sangat.
c. Luka bakar derajat kedua dalam ditandai lepuh dan rasa nyeri. Apabila
dibandingkan dengan luka bakar derajat kedua superfisial, pada luka
bakar ini tidak begitu nyeri karena neuron sensoris sudah mengalami
destruksi yang luas.
d. Luka bakar derajat ketiga nampak datar, tipis, dan kering. Dapat
ditemukan koagulasi pembuluh-pembuluh darah. Mungkin kulit tampak
putih atau hitam dengan tekstur kasar.
e. Luka bakar derajat empat menimbulkan edema atau bula. Dalam
beberapa jam, cairan dan protein berpindah dari kapiler ke ruang
interstisial sehingga terjadi bula. Pada keadaan ini timbul respons

17
imunologi berupa peningkatan laju metabolisme yang berdampak
terhadap peningkatan kebutuhan kalori. (Puspasari, 2018)

6. Klasifikasi
a. Berdasarkan kedalaman luka bakar dapat diklasifikasikan menjadi
sebagai berikut:
1) Tingkat 1: Ketebalan partial superfisial, disebabkan jilatan api, sinar
UV/terbakar sinar matahari. Memiliki penampilan kering tidak ada
gelembung, oedem minimal atau tidak ada. Pucat bila ditekan
dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. Warna
bertambah merah dan nyeri.
2) Tingkat II: Lebih dalam dari ketebalan partial yaitu superfisial dan
dalam. Penyebab dikarenakan kontak dengan bahan air atau bahan
padat. Jilatan api kepada pakaian, jilatan langsung kimiawi, sinar
UV. Memiliki penampilan blister besar dan lembab yang ukurannya
bertambah besar. Pucat bila ditekan dengan ujung jari, bila tekanan
dilepas berisi kembali. Warna berbintik-bintik yang kurang jelas,
putihm coklat, pink, daerah merah coklat dan sangat nyeri.
3) Tingkat III: Ketebalan sepenuhnya. Penyebab karena kontak dengan
bahan cair atau padat, nyala api, kimia, kontak dengan arus listrik.
Memiliki penampilan kering disertai kulit mengelupas. Pembuluh
darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas,
gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar dan
tidak pucat bila ditekan. Warna putih, kering, hitam, coklat tua,
hitam dan merah. Tidak sakit, sedikit sakit, rambut mudah lepas bila
dicabut (Padila, 2012)
b. Berdasarkan derajat dan luasnya kulit yang terkena
Berdasarkan derajat dan luasnya kulit yang terkena, luka bakar
dikategorikan menjadi tiga yaitu ringan, sedang, dan berat.
1) Luka bakar ringan, jika ada luka bakar derajat I sebesar <15% atau
derajat Il sebesar <2%.
2) Luka bakar sedang, jika ada luka bakar derajat I sebesar 10-15%
atau derajat Il sebesar 5-10%.

18
3) Luka bakar berat, jika ada luka bakar derajat Il sebesar 20% atau
derajat III sebesar>10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat
kelamin, persendian, sekitar ketiak atau akibat listrik tegangan
tinggi (>1000 V) atau dengan komplikasi patah tulang maupun
kerusakan jaringan lunak/gangguan jalan napas. Berat ringannya
luka bakar ditentukan berdasarkan luas permukaan tubuh yang
terkena dalam % (Total body surface area atau TBSA). Terdapat
tiga metode pengukuran TBSA yaitu:
1) Rule of Nine dari Wallace

2) Lund Browder
3) Metode palmar
Dilakukan dengan menggunakan estimasi bahwa luka bakar
seluas telapak tangan klien (termasuk jari) ekuivalen dengan
luas luka bakar sebesar 19% Rumus ini digeneralisasi untuk
semua usia. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat
efektivitas dan ketepatan metode pengukuran TBSA.
Berdasarkan tiga metode diatas, Lund Browder dikatakan lebih
akurat dibandingkan rule of nine dan metode palmar. Rule of
nine lebih cepat untuk menghitung TBSA luka bakar pada
kondisi kegawatan, namun kurang akurat untuk menghitung

19
TBSA pada pediatrik dan pada orang dewasa yang obese
(Victorian Adult Burns, 2018 dalam Puspasari, 2018).

7. Komplikasi
Komplikasi luka bakar menurut Puspasari (2018) adalah sebagai berikut:
a. Cacat lebih lanjut atau kematian akibat luka bakar yang terinfeksi.
b. Penyumbatan total sirkulasi dalam ekstremitas.
c. Cerebrovascular accident, infark miokardium, atau emboli paru akibat
lambatnya aliran darah.
d. Kerusakan paru akibat inhalasi asap atau pembentukan embolus.
e. Gangguan elektrolit dapat menyebabkan disritma jantung.
f. Gagal ginjal akibat hipoksia ginjal.
g. Dapat terjadi ulkus peptikum akibat penurunan aliran darah ke saluran
cerna.
h. Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) arena destruksi jaringan yang
luas.
i. Gejala psikologis dapat timbul setiap saat pada klien.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik laboratorium
b. EKG untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
c. Fotografi luka bakar untuk memberikan catatan dalam penyembuhan
luka.
d. Pengeluaran urine diawasi secara cermat selama periode syok. Hal ini
penting untuk mengevaluasi keberhasilan pemberian cairan selama syok
(Puspasari, 2018)

9. Penatalaksanaan
a. Luka bakar derajat pertama dapat diberi kompres dengan air pada suhu
netral (raungan) atau obat anti inflamasi. Luka bakar derajat pertama
akibat bahan kimia harus dibilas dengan air mengalir selama beberapa
menit.

20
b. Semua luka bakar yang lebih dalam memerlukan terapi antibiotik.
c. Luka bakar yang luas memerlukan pemberian cairan intravena yang
cepat untuk mengatasi hilangnya cairan akibat kebocoran kapiler. Untuk
mempertahankan tekanan darah dan mencegah syok, infus pada orang
dewasa dapat mencapai 30 liter dalam 24 jam. Tingginya pemberian
cairan ini juga mencegah penurunan perfusi ginjal dan mengurangi
risiko gagal ginjal. Rumus koreksi cairan koloid berdasarkan Formula
Park-land (Baxter) pada dewasa untuk 24 jam pertama: 4cc/KgBB/%
TBSA. 50% dari hasil perkalian tersebut diberikan pada delapan jam
pertama dan 50% pada 16 jam berikutnya. Rumus koreksi cairan koloid
berdasarkan Formula Parkland (Baxter) pada pediatrik untuk 24jam
pertama: 3cc/KgBB/6TBSA (Procter, 2010). Cairan koloid ditambahkan
untuk maintenance pada anak-anak dengan rumus:
1) BB 0-10 kg: 4cc/kg/jam
2) BB 10-20 kg: 40cc/jam+2 cc/kg/jam
3) BB lebih dari 20 kg: 60 cc/jam + 1cc/kg/jam
d. Luka bakar derajat kedua yang dalam dan luka bakar derajat tiga
memerlukan tindakan pembersihan luka secara bedah dan skin graft.
Apabila mungkin, kulit diambil dari bagian kulit klien yang tidak
terbakar.
e. Klien dengan luka bakar yang luas memerlukan peningkatan pemberian
kalori untuk memenuhi kebutuhan metabolik jaringan yang besar,
terutama bagi jaringan yang mulai sembuh. Diet yang
direkomendasikan adalah tinggi protein (Puspasari, 2018).

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem integumen adalah suatu sistem pada organ terluar yang
membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan tubuh
manusia terhadap lingkungan sekitar. Sistem ini meliputi kulit, rambut, dan
kuku. Kulit berfungsi untuk proteksi/ sebagai pelindung mencegah masuknya
mikroorgnisme dan benda asing ke dalam tubuh, pengaturan suhu dilakukan
oleh kulit dengan cara dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Fungsi
sensasi/penerima rangsangan. Fungsi ekskresi yaitu membuang produk sisa
metabolisme dari tubuh berupa keringat. Fungsi metabolism dengan bantuan
sinar UV. Funsgi komunikasi yaitu kulit di wajah merupakan bagian penting
dalam mengidentifikasi setiap individu. Luka bakar adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan sumber panas (api,
air, panas), bahan kimia (senyawa yang asam, alkali atau zat yang
menimbulkan lepuhan), listrik, dan radiasi (terpajan cahaya matahari
berlebihan).
B. Saran
Sebagai tenaga medis yang akan membantu pasien, sebaiknya perawat
mengetahui anatomi dan fisiologi sistem integument serta konsep luka bakar
agar dapat membantu menyelesaikan masalah klien.

22
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, Rika; Triana, Ani; Juliarti, Widya. (2015). Buku Ajar Biologi
Reproduksi Dan Perkembangan. Yogyakarta: Deepublish
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika
Puspasari, Scholastica Fina Aryu. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Integumen. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Wijaya, I Made Sukma. (2018). Perawatan Luka Dengan Pendekatan
Multidisiplin. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET
Giovany, Lisa; Pamungkas, Kuswan Ambar; Inayah. (2015). JOM FK Volume 2
No. 2 Oktober 2015: Profil Pasien Luka Bakar Berat Yang Meninggal Di
Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2011 -Desember 2013

23

Anda mungkin juga menyukai