Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan,
memisahkan, melindungi,dan menginformasikan hewan terhadap
lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem
organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut,, bulu, sisik, kuku,
kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir). Kata ini berasal
dari bahasa Latin “integumentum“, yang berarti “penutup”.
Gangguan integumen yang biasanya sering ditemui pada lansia
adalah kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan
kurang elastik karena menurunnya cairan dan kehilangan jaringan
adiposa, kulit pucat dan terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya
aliran darah ke kulit dan menurunnya sel-sel yang memproduksi
pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki menjadi lebih tebal dan rapuh,
pada wanita usia lebih dari 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut
menipis atau botak dan warna rambut kelabu.
Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka
dapat memberikan dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Dampak
yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit infeksi
menurun sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler)
meningkat. Dampak lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebih
meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lebih
banyak.
Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor
lingkungan yang lain terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh.
Pada tingkat awal perubahan itu mungkin merupakan homeostatis
martial, kemudian bisa timbul homeostatis abnormal atau reaksi
adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel. Salah satu organ tubuh
yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya
usia seseorang adalah sistem integumen.
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat
timbul pula penyakit-penyakit yang di derita kelompok usia lanjut : (1)
kelanjutan penyakit yang di derita sejak umur muda; (2) akibat gejala
sisa penyakit yang pernah di derita sebelumnya; (3) penyakit akibat
kebiasaan-kebiasaan tertentu di masa lalu.

B. Tujuan
a. Untuk mengetahui defenisi proses penuaan pada system integumen
b. Untuk mengetahui teori-teori proses menua pada system integumen
c. Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi penuaan pada systen
integumen
d. Untuk mengetahui tanda klinis penuaan pada system integumen
e. Untuk mengetahui pencegahan proses penuaan dini pada system
integumen
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Proses Penuaan Pada System Integumen


Kulit adalah organ yang paling liuas pada tubuh, mewakili kira-kira 16%
dari berat badan orang dewasa. Kulit merupakan organ satu-satunya yang
dapat digosok, dipijat, diregangkan, dan dicium. Kulit bersifat fleksibel dan
tahan terdapat perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang kehidupan
sehari-hari. Tanpa fleksibilitas ini, suatu jabatan tangan yang sederhana
akan menimbulkan pengelupasan kulit akibat regangan dan tekanan.
Karena kulit dapat terlihat sangat jelas, kulit tersebut bertindak sebagai
suatu suatu jendela terhadap kematian seseorang. Walaupun benar
bahwa tidak seorangpun meninggal karena kulit yang sudah tua atau
terjadi kegagalan kulit karena suatu diagnosis, pemahaman tentang bukti-
bukti perubahan fisiologis pada kulit seiring peningkatan usia memberikan
banyak informasi bagi perawat tentang klien lansia.
Secara structural, kulit adalah suatu organ kompleks yang terdiri dari
epidermis, dermis, dan subkutis. Hal yang dikaitkan dengan penuaan
adalah khususnya perubahan yang terlihat pada kulit seperti atropi,
keriput, dan kulit yang kendur. Perubahan yang terlihat sangat abervariasi,
tetapi pada prinsipnya terjadi karena hubungan antara penuaan intreinstik
(alami) dan penuaan ekstrinsik (lingkungan).
Secara fungsional kulit memiliki berbagai kegunaan, dan kehadirannya
sangat penting untuk bertahan hidup secara keseluruhan. Karena kulit
mampu untuk melakukan sensasi, kulit dapat melindungi tubuh dari
cedera dan serangan tiba-tiba dari lingkungan. Kulit yang utuh lebih jauh
lagi dapat melindungi individu secara imunologis dengan cara mencegah
bakteri masuk kedalam tubuh. Kulit memainkan suatu peran utama dalam
termoregulasi dan adaptasi terhadap lingkungan. Kulit juga bertindak
sebagai organ ekskresi, sekresi, absorbsi, dan akumulasi. Akhirnya, kulit
mewakili kontak pertama individu dengan orang yang lain secara social
dan secara seksual. Bagaimana cara kita melihat diri sendiri cenderung
untuk menentukan bagaimana perasaan kita tentang diri kita sendiri dan
merupakan suatu komponen penting dari harga diri dan konsep diri.

B. Teori – Teori Proses Menua Pada System Integumen


Menjadi tua adalah suatu proses alamiah. Manifestasi proses menua
antara lain rambut rontok dan memutih atau abu-abu, permukaan kulit
keriput, banyak gigi yang tanggal (ompong), daya penglihatan atau
pendengaran berkurang, perubahan sistem saraf pusat, sistem endokrin,
dan lain-lain. Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari.
Walaupun proses penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang
normal, tetapi pada kenyataannya proses ini menjadi beban bagi orang
lain dibadingkan dengan proses lain yang terjadi. Perawat yang akan
merawat lansia harus mengerti sesuatu tentang aspek penuaan yang
normal dan tidak normal.Penuaan sesungguhnya merupakan proses
dediffensiasi (de-growth) dari sel, yaitu proses terjadinya perubahan
anatomi maupun penurunan fungsi dari sel. Ada banyak teori yang
menjelaskan masalah penuaan. Dalam makalah ini akan disampaikan tiga
teori: :

a. Teori Pertama
Teori pertama menyatakan bahwa semakin cepat suatu organisme
hidup maka semakin cepat pula mereka menua. Hal ini terjadi karena
kehidupan cepat didefinisikan sebagai proses differensiasi dari
pertumbuhan yang cepat serta metabolisme yang tinggi (Kimbal, 1983)
sehingga sel-sel lebih cepat mengalami penuaan. Apabila disandarkan
pada teori ini maka pertumbuhan seorang manusia yang terlalu cepat,
tidak baik bagi manusia tersebut karena dia akan cepat mengalami
penuaan. Namun demikian teori ini tidak menjelaskan bagaimana proses
tersebut dapat terjadi pada tingkat seluler sehingga pengambilan
kesimpulan yang hanya didasarkan pada teori ini banyak memiliki
kekurangan.

b. Teori Kedua
Teori kedua menyatakan bahwa setiap sel tidak dapat mengelak dari
penumpukan sisa metabolit yang bersifat racun. Penumpukan tersebut
secara berangsur-angsur mengurangi kemampuan sel untuk berfungsi
sehingga akhirnya menjadi tua. Sel tidak dapat mengelak dari
penumpukan ini karena kolagen sebagai protein struktural yang
merupakan selubung ekstraseluler sebagian besar sel tubuh menjadi tidak
lentur dan tidak mudah larut. Seperti diketahui, ketika kolagen pertama
kali dibentuk, zat ini bersifat lentur dan mudah larut dan hal ini
menunjukkan bahwa sel belum menua. Namun demikian lama-kelamaan
rantai polipeptida yang terbuat dari kolagen terikat terus bersama
sehingga kelarutan dan kelenturan (permeabilitas) dari bahan tersebut
berkurang. Akibat pengurangan permeabilitas ini maka lalu lintas bahan
antar-sel mengalami banyak hambatan. Kemungkinan ini pula yang
dijadikan dasar dalam pemunculan hipotesis bahwa penuaan
mengakibatkan terjadinya perubahan hormon (Hermann dan Berger,
1999) walaupun tidak ada hubungan antara penuaan tersebut dengan
perubahan komposisi asam lemak sel (Stulnig et al., 1996).

c. Teori Ketiga
Teori ketiga menyatakan bahwa penuaan terjadi sebagai akibat kondisi
lingkungan yang merugikan gen-gen yang berhubungan dengan sel badan
atau sel-sel somatik (Kanungo, 1994). Menurut Burnet dalam Kimbal
(1983) mutasi gen somatik yang tidak dengan cepat diperbaiki oleh enzim
DNA polimerase akan menumpuk pada sel sehingga gen-gen tersebut
mulai menghasilkan protein yang tidak sempurna yang mengakibatkan
efisiensi sel berkurang. Apabila protein yang tidak sempurna ini menjadi
enzim maka proses mutasi somatik akan terjadi secara lebih
cepat. Akibatnya, sel akan mati (merupakan proses penuaan) atau
bahkan mengalami kanker. Akibat lain penuaan adalah merangsang
mutasi DNA mitokondria (Fukagawa et al., 1999).
Proses penuaan (degeneratif) juga terjadi pada sistem
muskuloskeletal. Proses penuaan dibagi penuaan endogen dan penuaan
eksogen. Perubahan rambut menjadi beruban, osteoporosis merupakan
contoh dari perubahan endogen. Pengaruh penuaan eksogen biasanya
karena cara hidup yang merugikan seperti merokok, makan berlebihan,
minuman keras, stres dalam kehidupan, dan sebagainya.

Adapun juga dijelaskan oleh Dr. Maria Sulindro, Direktur Medis


Pasadena Anti-Aging di Amerika Serikat mengatakan proses menua tidak
terjadi serta merta melainkan secara bertahap, dan secara garis besar
dibagi menjadi 3 fase :
1. Pada saat mencapai usia 25 – 35 tahun. Pada masa ini produksi
hormon mulai berkurang dan mulai terjadi kerusakan sel tetapi tidak
memberi pengaruh pada kesehatan, tubuhpun masih bugar terus.

2. Pada saat usia 35 – 45 tahun, produksi hormon sudah berkurang


sebanyak 25%. Tubuhpun mulai mengalami penuaan. Pada masa ini
mata mulai mengalami rabun dekat sehingga perlu kacamata
berlensa +, rambut mulai beruban, stamina tubuhpun berkurang. Bila
pada masa ini dan sebelumnya melakukan gaya hidup yang tidak sehat
bisa berisiko terkena kanker.

3. Terjadi pada usia 45 tahun ke atas. Pada masa ini produksi hormon
sudah berkurang hingga akhirnya berhenti sama sekali. Kaum wanita
mengalami menopause, dan kaum laki-laki mengalami masa
andropause. Pada masa ini kulitpun menjadi kering karena dehidrasi
dan tubuh menjadi cepat capek. Berbagai penyakit degeneratif seperti
DM, osteoporosis, hipertensi dan payah jantung koroner (PJK) mulai
menyerang.
Ahli teori mencoba mendiskripsikan proses biopsikososial penuaan
yang kompleks. Sebenarnya secara individual :
1. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda

2. Masing – masing lanjut usia [lansia] mempunyai kebiasaan berbeda

3. Tidak ada satu faktorpun ditemukan untuk mencegah proses


menua.

Proses Penuaan Normal


1). STRATUM KORNEUM
Lapisan paling luar dari epidermis, stratum korneum terutama terdiri dari
timbunan korneosit. Dengan peningkatan usia, jumlah keseluruhan sel-sel
dan lapisan sel secara esensial tetap tidak berubah, tetapi kohesi sel
mengalami penurunan. Waktu perbaikan lapisan sel menjadi lambat,
menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih lama. Penurunan
kekohesivan sel dalam hubungannya dengan penggantian sel beresiko
terhadap lansia. Pelembab pada stratum korneum berkurang, tetapi status
barier air tampaknya tetap terpelihara, yang berakibat pada penampilan
kulit yang kasar dan kering. Kekasaran ini menyebabkan pemantulan
cahaya menjadi tidak seimbang, yang menyebabkan kulit kurang
bercahaya yang sering dihubungkan dengan kemudahan dan kesehatan
yang baik.

2). EPIDERMIS
Epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit seiring
penuaan sesorang. Namun, terdapat perlambatan dalam proses
perbaikan sel, jumlah sel basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah
dan kedalaman rete ridge. Rete ritge dibentuk oleh penonjolan epidermal
dari lapisan basal yang mengarah kebawah kedalam dermis. Pendataran
dari rete ridge tersebut mengurangi area kontak antara epidermis dan
dermis, menyebabkan mudah terjadi pemisahan antara lapisan-lapisan
kulit ini. Akibatnya adalah proses penyembuhan kulit yang rusak ini lambat
dan merupakan predisposisi infeksi bagi individu tersebut. Kulit dapat
mengelupas akibat penggunaan plester atau zat lain yang dapat
menimbulkan gesekan. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan
suatu perekat yang tidak lebih kuat dari taut epidermal-dermal itu sendiri
untuk mencegah atau meminimalkan cedera akibat penggunaan plester.
Terjadi penurunan jumlah melanosit seiring penuaan, dan sel yang tersisa
mungkin tidak dapat derfungsi secara normal. Rambut mungkin menjadi
beruban, kulit mungkin mengalami pigmentasi yang tidak merata, dan
perlindungan pigmen dari sinar ultraviolet (UV) mungkin menurun.

3).DERMIS
Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami
penurunan, dermis menjadi tipis, dan jumlah sel biasanya menurun.
Konsekuensi fisiologis dari perubahan ini termasuk penundaan atau
penekanan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan penyembuhan
luka lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respon inflamasi, dan
penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topical.
Perubahan degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia 30
tahun. Serabut elastis dan jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan
oleh enzim-enzim, menghasilkan perubahan dalam penglihatan karena
adanya kantung dan pengeriputan pada daerah sekitar mata. Pada saat
elastisitas menurun, dermis meningkatkan kekuatan peregangannya;
hasilnya adalah lebih sedikit ‘’melentur’’ ketika kulit mengalami tekanan.
Organisasi kolagen menjadi tidak teratur, dan turgor kulit hilang.
Vaskularitas juga menurun, dengan lebih sedikit pembuluh darah kecil
yang umumnya terdapat pada dermis yang memiliki vaskuler sangat
tinggi. Dermis berisi lebih sedikit fibroblast, makrofag, dan sel batang.
Secara visual kulit tampak pucat dan kurang mampu untuk melakukan
termoregulasi. Lansia oleh karena hal tersebut beresiko tinggi untuk
mengalami hipertermia atau hipotermia.
4). SUBKUTAN
Secara umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan seiring
dengan peningkatan usia. Hal ini turut berperan lebih lanjut terhadap
kelemahan kulit dan penampilan kulit yang kendur/menggantung diatas
tulang rangka. Penurunan lapisan lemak terutama dapat dilihat secara
jelas pada wajah,tangan, kaki, dan betis, pembuluh darah menjadi lebih
cenderung untuk mengalami trauma. Deposit lemak cenderung untuk
meningkatkan pada abdomen baik pada wanita dan pria, seperti halnya
bagian paha pada wanita. Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh
lebih lanjut menimbulkan gangguan fungsi perlindungan dari kulit tersebut.

C. Hal-Hal Yang Mempengaruhi Penuaan Pada System Integumen


Faktor internal, yaitu :
a. Keturunan (genetik), pada orang tertentu cenderung berjenis kulit
kering dan mengalami penuaan lebih awal.
b. Ras, kulit putih cenderung lebih mudah terbakar matahari, lebih
mudah terjadi kulit menua dini, maupun terjadinya pra kanker atau
kanker kulit dibanding kulit berwarna.
c. Hormonal, hormon sangat erat hubungannya dengan usia,
pada wanita yang memasuki menopause, fungsi ovariumnya
menurun sehingga estrogen yang di produksi berkurang.
d. Penyakit kronis seperti diabetes, kanker, penyakit autoimun dan lain -
lain dapat memudahkan terjadinya proses penuaan dini.
e. Kurang gizi (malnutrisi), misalnya kekurangan protein dan vitamin
menyebabkan reaksi biologis tubuh menjadi terganggu sehingga proses
penuaan menjadi lebih awal.
Faktor eksternal, yaitu :
a. Pengaruh sinar matahari.
b. Dianggap patologis karena terjadi kerusakan jaringan akibat paparan
sinar matahari (photodamage).
c. Daerah yang sering terkena terutama wajah, leher dan punggung
tangan
d. Perubahan yang tampak adalah kombinasi proses
penuaan ekstrinsik maupun intrinsik. Dikatakan 80% penuaan
pada wajah merupakan tanda photoaging, walaupun faktor seperti
merokok,alcohol, stres dan lain lainnya berperan pula pada
proses timbulnya kerut wajah dini
e. Efek berbahaya sinar UVA dan UVB pada kulit adalah
terjadinya kerusakan sel, jaringan dan enzim- enzim tertentu
oleh karena pembentukan radikal bebas.

D. Tanda Klinis Penuaan Pada System Integumen


a.Kulit kering.
b.Permukaan kulit kasar dan bersisik.
c.Bercak pigmentasi yang tidak merata di permukaan kulit.
d.Pembentukan tumor baik jinak maupun ganas.

E. Pencegahan Proses Penuaan Dini Pada System Integumen


a.Lakukanlah perawatan dan pemeliharaan kulit.
b.Menjaga pola makan yang sehat, perhatikan asupan gizi, lakukan diit
yang sehat.
c.Pencegahan proses penuaan dini pada kulit akibat paparan sinar
matahari.
d.Hindari faktor lingkungan yang merangsang terbentuknya radikal
bebas.
e.Menghindari/mengurangi kontak dengan bahan kimia eksogen seperti
detergen, kosmetika terutama krim pemutih yang mengandung
merkuri.
f. Istirahat yang teratur.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem integumen merupakan sistem susunan tubuh manusia terluar
yang berfungsi sebagai alat perlindungan utama dari benda asing atau
ultraviolet.kulit memiliki dua kelenjar keringat yaitu kelenjar apokrin dan
merokrin.kedua jenis kelenjar ini tersusun atas sel mioepitel. (dari
bahasa latin: myo,- “otot”) sel epitel khusus yang terletak antara
selkelenjar dan lamina basalis di bawahnya. Kontraksi sel mioepitel
memeras kelenjar dan melepaskan sekret yang sudah menumpuk.
Aktivitas sekretorik sel kelenjar dan kontraksi sel mioepitel dikendalikan
oleh system saraf otonom dan hormone yang beredar dalam tubuh.

B. Saran
Kami sadari dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak
kesalahan dan mungkin jauh dari tahapan kesempurnaan. Maka dari
itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami
harapkan demi tercapainya penyusunan makalah yang jauh lebih baik
dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek
Klinis”, Edisi ke-6, EGC, Jakarta, 2000.
Anonymous, Teori Penuaan
dalam http://keperawatangun.blogspot.com/2007/07/teori-
penuaan.html

Potter A. patricia dan Anne G. perry; Fundamental Keperawatan


Buku 1 Edisi 7; Penerbit Salemba Medika; 2010.
Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett Beare; Buku Ajar
Keperawatan Gerontik, ed 2; Jakarta; EGC ; 2006
Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
frieska.wordpress.com/2010/05/23/penuaan-kulit/

SUMBER dari internet :

http://keperawatan-gerontik.blogspot.com/2013/10/proses-penuaan-pada-
system-integumen_21.html

Anda mungkin juga menyukai