TUMOR INTRAKRANIAL
TUMOR INTRAKRANIAL
Disusun Oleh:
Universitas Jambi
Pembimbing
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Tumor Intrakranial”.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna, penulis
juga dalam tahap pembelajaran, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran agar lebih baik kedepannya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor atau neoplasma susunan saraf pusat dibedakan menjadi tumor primer
dan tumor sekunder atau metastatik. Tumor primer bisa timbul dari jaringan otak,
meningen, hipofisis dan selaput myelin. Tumor sekunder adalah suatu metastasis
yang tumor primernya berada di luar susunan saraf pusat, bisa berasal dari paru-
paru, mammae, prostat, ginjal, tiroid atau digestives. Tumor primer dijumpai 10%
dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan. Selain itu, didapati (80%) tumor
otak terletak pada intracranial dan (20%) di dalam kanalis spinalis. Lokasi tumor
terbanyak berada di lobus parietalis (18,25%), sedangkan tumor-tumor lainnya
tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum,
brainsteam, cerebellopontineangle dan multiple.
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan
ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak.1
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas
(maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di
sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan
selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor
berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari
organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan
lain-lain disebut tumor otak sekunder.1
2.2 Epidemiologi2
Diperkirakan 79.270 kasus baru otak malignan dan bukan malignan utama
dan tumor CNS lain didiagnosis di Amerika Serikat pada 2017. Ini termasuk kira-
kira 26.070 kasus utama malignan dan 53,200 kasus bukan malignan yang akan
didiagnosis di Amerika Serikat dalam 2017. Kadar insiden di seluruh dunia, otak
malignan utama dan tumor CNS lain pada tahun 2012, umur terlaras menggunakan
penduduk dunia standard, adalah 3.4 bagi setiap 100,000.
Kadar insiden pada wanita adalah 3.9 dari setiap 100,000 dan 3.0 bagi setiap
100,000 laki-laki. Ini diperkirakan 139.608 orang lelaki dan 116.605 orang
perempuan yang didiagnosis di seluruh dunia dengan tumor otak malignan utama
pada tahun 2012, jumlah keseluruhan 256.213 orang. Kadar kejadian adalah lebih
tinggi di negara-negara yang lebih maju (5.1 kasus per 100,000) daripada di negara-
negara berkembang (3.0 kasus per 100,000).
2.3 Etiologi3
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang
perlu ditinjau, yaitu:3
a. Herediter
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi
setelah timbulnya suatu radiasi.3
d. Virus
e. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea.3
f. Trauma Kepala
Kanker dapat menyebar dari satu organ ke lainnya saat cukilan kecil tumor
pecah dan memasuki aliran darah. Lalu cukilan tumor terbawa ke organ lain, yang
memulai aksinya. kanker yang menyebar ke otak paling umum menimpa orang
lanjut usia; kanker paru, payudara, usus dan kanker kulit yang disebut melanoma
yang berbahaya. Kanker prostat adalah kasus khusus karena atas suatu alasan,
penyebarannya mengarah ke penutup otak daripada jaringan otak itu sendiri.5
Semua gejala klinis tumor otak adalah berlandaskan pada efek desak ruang.
Tekanan di intrakranial dipertahankan konstan sesuai dengan hukum Monroe Kelly
dengan memodifikasi aliran darah dan cairan serebrospinal. Oleh karena itu, jika
penambahan massa terus membesar, meningen akan meregang sehingga
merangsang reseptor nyeri. Efek desak ruang bukan hanya ditimbulkan oleh massa,
namun juga oleh edema di sekitarnya, sehingga lebih mudah menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial. Sesuai dengan pertumbuhan massa, nyeri akan
terasa semakin berat terutama jika ada penambahan volume ke intrakranial seperti
setelah aktivitas fisik, malam atau pagi hari, dan saat batuk, bersin atau mengedan.
Nyeri kepala hebat disertai penurunan kesadaran merupakan tanda-tanda herniasi
serebri.2,5
Fry dkk melaporkan bahwa gejala klinis dari tumor otak yang paling sering
dikeluhkan pasien adalah nyeri kepala (56%) diikuti dengan gangguan perilaku
(44%), dan gangguan visual atau penglihatan (38%). Pada anak-anak dapat
dijumpai gangguan pada proses belajar di sekolah, gangguan pertumbuhan dan
gangguan endokrin. Gangguan visual yang sering dikeluhkan adalah pandangan
ganda dan penglihatan kabur. Sedangkan gangguan visual lain yang lebih jarang
dikeluhkan adalah fotofobia, juling, gangguan pergerakan bola mata dan halusinasi
visual.9
Selain itu Tagoe dkk menyebutkan bahwa nyeri kepala (77,8%) adalah salah
satu gejala klinis yang paling awal dan umum dikeluhkan pasien-pasien dengan
tumor otak, diikuti oleh perubahan perilaku (19,4%), anosmia (19,4%), muntah
(13,9%), gangguan menstruasi (13,9%), kejang (11,1%), tinnitus (11,1%) dan
ataksia (5,6%). Sedangkan gejala neurooftalmik yang paling umum dikeluhkan
adalah penglihatan kabur (83,3%) diikuti fotofobia (31,4%) dan nyeri pada mata
(31,4%).10
Fry dkk menyebutkan bahwa tanda klinis yang sering dijumpai saat
pemeriksaan neurologi lengkap adalah abnormalitas nervus kranialis (49%), tanda-
tanda gangguan serebelar (48%), papil edema (38%), penurunan kesadaran (12%),
abnormalitas somatosensorik (11%). Dari abnormalitas nervus kranialis, gangguan
visual memiliki frekuensi tersering sebanyak 49% dimana terjadi gangguan
lapangan pandang sebanyak 23% dan gangguan visus sebanyak 26% diikuti
kelumpuhan nervus kranialis VI (37%) dan kelumpuhan nervus kranialis VII
(28%).9
Tabel 2. Tanda dan Gejala Klinis Tumor Otak Berdasarkan Jenis Tumor9
Deshmukh dkk melaporkan bahwa justru pasien tumor otak yang diteliti
100% mengalami gejala penurunan visus, kemudian gejala terbanyak kedua adalah
nyeri kepala sebanyak 41,17%, diikuti vertigo sebanyak 23,52%, serta muntah dan
tinnitus sebanyak 11,76%. Dan tanda yang paling sering dijumpai pada
pemeriksaan neurologi adalah papil atrofi sebanyak 76,46% dan papil edema
sebanyak 11,76%.11
Manifestasi Lokal2 :
2) Gangguan sensoris, antara lain tidak dapat merasakan (anestesia), atau sensasi
abnormal (Parestesia)
3) Gangguan bahasa
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis dimulai dari keluhan yang dialami pasien dapat berupa nyeri
kepala, mual, penurunan nafsu makan maupun berat badan, muntah menyembur,
kejang, gangguan penglihatan, gangguan keseimbangan, kelumpuhan anggota
gerak, perubahan perilaku atau penurunan fungsi kognitif.13
Gejala yang penting adalah gejala awal nyeri kepala sebagai tanda bahaya
adanya kelainan intrakranial. Anamnesis yang teliti terhadap nyeri kepala serta
defisit neurologis seminimal mungkin seperti gangguan fungsi kognitif yang
berdampak pada aktivitas sehari-hari pasien dapat membantu mendeteksi tumor
sekecil mungkin. Hal ini tentu ditunjang dengan pemeriksaan fisik lengkap yang
komprehensif hingga funduskopi untuk memastikan adanya gejala-gejala lesi desak
ruang.2
1. Usia
2. General Health
3. Ukuran Tumor
4. Lokasi Tumor
5. Jenis Tumor
Pada prinsipnya pada tumor otak terbagi atas terapi simtomatik, definitif,
dan paliatif. Hal ini dilakukan secara bersama dalam tim yang multidisiplin disertai
pembicaraan untuk menentukan kesepakatan bersama. Untuk menjalani itu semua,
pasien harus kuat secara mental dengan dukungan penuh dari keluarga. Pasien
dengan tumor otak dapat mengalami gangguan psikiatri hingga 78%, baik bersifat
organik akibat tumornya atau fungsional yang berupa gangguan penyesuaian,
depresi, dan ansietas. Hal ini dapat menghambat proses terhadap pasien.
Terapi Simtomatik
Pasien dengan tumor otak bisa datang dalam keadaan peningkatan TIK,
sehingga harus ditatalaksana segera. Perlu dilakukan analisis penyebab peningkatan
tekanannya segera berdasarkan gambaran klinis dan imajing, karena berbeda
tatalaksananya. Gejala peningkatan TIK akibat ukuran masa tumor yang besar
biasanya berlangsung secara perlahan dalam durasi yang lama dalam hitungan
minggu atau bulan, memerlukan tindakan operatif segera. Namun jika gejala
berlangsung singkat dalam hitungan jam atau hari maka peningkatan TIK biasanya
disebabkan oleh edema peritumoral atau hidrosefalus akibat sumbatan sistem
ventrikel. Bahkan peningkatannya juga bisa berlangsung mendadak menyerupai
gejala stroke, yang ditemukan pada tumor berdarah seperti apopleksia hipofisis,
astrositoma derajat tinggi yang kaya akan pembuluh darah yang rapuh, atau tumor
metastasis.
Penyebab peningkatan TIK tersering adalah edema vasogenik, sesuai
dengan patofisiologi tumor untuk cenderung menyebabkan edema di sekitarnya.
Obat pilihan utama adalah kortikosteroid golongan deksametason dosis tinggi,
loading lO mg IV dilanjutkan dosis rumatan 16-20mg/hari dan dapat dinaikkan
dosisnya. Secara teori dosis maksimal bisa hingga 96mg/hari, namun kenyataannya
dosis 30mg/hari juga sudah berefek bermakna. Pemberian antiedema ini sebenarnya
bersifat sementara, sambil mempersiapkan pasien untuk tindakan operatif. Namun
kenyataannya persiapannya sering cukup lama.
Pada pemberian yang lebih dari 5-7 hari, steroid tidak boleh dihentikan tiba-
tiba karena dapat menyebabkan rebound phenomenon, sehingga dilakukan
penurunan secara bertahap (tapering off), Penurunan dilakukan sebanyak 20% dari
dosis harian setiap 3-5 hari tergantung keadaan klinis. Sebaliknya dosis juga dapat
dinaikkan jika dianggap terjadi perburukan klinis akibat edemanya. Manitol tidak
dianjurkan diberikan karena dapat memperburuk edema, kecuali bersamaan dengan
deksametason pada situasi yang berat atau pascaoperasi.
Terapi Definitif
Terapi definitf tumor otak adalah biopsi dan reseksi tumor. Terutama pada
tumor-tumor di ekstraaksial seperti meningioma, tata laksana utamanya hanya
reseksi luas beserta kapsulnya. Untuk lokasi yang lebih dalam, dapat dilakukan
biopsi stereotaktik, Semakin banyak tumor yang dapat direseksi maka keluarannya
akan lebih baik. Selain efek desak ruangnya teratasi, kemungkinan untuk rekuren
juga lebih kecil. Oleh karena itu lebih disukai jika tumor dapat didiagnosis dalam
ukuran kecil berdasarkan deteksi dini.
Kemoterapi untuk tumor otak lebih terbatas pilihannya, karena harus dapat
menembus sawar darah otak. Tujuannya untuk menghambat pertumbuhan tumor
dan meningkatkan kualitas hidup (quality of life) pasien semaksimal mungkin.
Sejauh ini yang menjadi pilihan adalah temozolamid, untuk glioblastoma dan
metastasis.
Terapi Paliatif
Kata paliatif berasal dari bahasa Yunani 'pallium' yang berarti 'cloak' dalam
bahasa Inggris atau 'mantel' yang dimaksudkan untuk menutupi hal-hal yang tidak
nyaman. Biasanya dilakukan setelah pasien menjalani terapi definitif namun masih
terdapat keluhan akibat gejala sisa tumornya. Terapi ini juga diindikasikan jika
pasien tidak dapat dilakukan terapi definitif oleh karena ukuran tumor yang terlalu
besar, kondisi buruk, dan terlalu berisiko untuk dilakukan terapi definitif.
Penetapan terapi ini perlu disepakati oleh semua tim secara multidisiplin
bersama dokter penanggung jawab utama, serta dokter gizi, rehabilitasi medik,
psikiatri, dan ahli terapi paliatif.
2.9 Komplikasi
2.10 Prognosis
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. E
b. Usia : 46 Tahun
d. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Petani
II ANAMNESIS (alloanamnesis)
a. Keluhan Utama
Sebelumnya 2 bulan yang lalu pasien sering mengeluhkan sakit kepala, dan
mudah marah kepada keluarganya, pasien sering mengantuk. Kemudian, +/- 1
bulan yang lalu pasien masih bisa berbicara dan mengeluarkan kalimat namun
keluarga mengatakan bahwa bicara pasien tidak jelas dan sulit diajak
berkomunikasi. +/- 3 minggu SMRS, keluarga sering melihat bahwa pasien
sering menyeret kakinya saat berjalan, sering tertidur dimana saja dan mulai
jarang makan dan kurangnya aktivitas sehari-hari. Untuk keluhan lain saat ini
kejang tidak ada, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sering lupa dengan
aktivitas sehari-hari yang sering dilakukan, mengeluh nyeri kepala (+) dan
sempat mengalami muntah (+) beberapa kali, muntah berupa isi makanan dan
cairan tanpa didahului adanya mual dan kejang (-). Keluhan lain berupa demam
juga sering dialami oleh pasien. Namun demam naik turun dan tidak pernah
mengonsumsi obat penurunan demam. Pasien tidak dapat makan sejak 10 hari
SMRS. Pasien tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan
secara lisan, tulisan dan isyarat. Pasien tidak dapat mengontrol BAB dan BAK.
Setelah kondisi pasien semakin memberat akhirnya keluarga memutuskan
untuk membawa pasien ke RSUD Raden Mattaher Jambi.
Riwayat darah tinggi tidak ada. Riwayat diabetes tidak ada. Riwayat sakit
jantung tidak ada. Riwayat stroke sebelumnya tidak ada. Riwayat trauma kepala
tidak ada. Riwayat merokok dan konsumsi alkohol tidak ada. Penyakit ini di
derita untuk pertama kalinya.
Tidak ada riwayat diabetes melitus dalam keluarga, tidak ada riwayat asma
dalam keluarga, dan tidak ada riwayat hipertensi dalam keluarga
B. Status Generalis
1) Kepala
Normocephal, ukuran normal, simetris, hematom (-), deformitas (-), fraktur (-
), pulsasi tidak ada kelainan.
2) Leher
Lurus, torticollis (-), kaku kuduk (-), deformitas (-), tumor (-)
3) Mata
Reflek pupil isokor, Konjungtiva anemis (-), sklera ikerik (-)
4) Hidung
Normosepta, sekret atau cairan yang mengalir keluar (-)
5) Mulut
Tidak ditemukan adanya kelainan
6) Thoraks
Paru
Jantung
Palpasi : supel, turgor baik, massa (-), organomegali (-), hepar tidak
teraba, lien tidak teraba
Ekstremitas
Tonus : Normotonus
Massa : Eutrofi
C. Pemeriksaan Neurologis
Saraf-saraf otak :
1. N. Olfaktorius
Kanan Kiri
Hyposmia : - -
Parosmia : - -
2. N. Optikus
Kanan Kiri
Visus : - -
Kanan Kiri
Pupil
Ukuran : 3 mm 2 mm
4. N. Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
Sensorik
Dahi : Sulit dinilai Sulit dinilai
5. N. Facialis
Kanan Kiri
Motorik :
Bentuk Muka
Istirahat : Simetris
Sensorik
Otonom
6. N. Statoacusticus
N. Cochlears
Kanan Kiri
N. Vestibularis
Nistagmus : Sulit dinilai
Refleks
Sensorik
8. N. Accessorius
9. N. Hypoglossus
D. Motorik
Kekuatan : 1 1
Tonus : Menurun Menurun
Refleks Patologi
Tungkai
Kekuatan : 1 1
Klonus
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Babinsky : Tidak ada Tidak ada
a. Laboratorium
Darah Rutin (10 Mei 2022)
Parameter Hasil Nilai Rujukan
b. CT-Scan Kontras
Massa di fossa anterior, regio mid frontal, dengan ukuran +/- 8,27 x 6,79 x
5,12 cm , yang mendesak dan menyempitkan ventrikel lateralis kanan kornu
anterior, ventrikel lateralis kiri kornu anterior, ventrikel III dan
menyebabkan herniasi subfalchine ke sisi kiri sejauh +/- 4,3 cm.
V. Diagnosis Kerja
Tumor Intrakranial
VI. Tatalaksana
1. Non Medikamentosa :
a) Pemantuan kesadaran, tanda-tanda vital, dan perkembangan
defisit neurologi.
b) Head up 30 ͦ
c) Intake nutrisi yang adekuat, diet lunak 1500 kalori
d) Pemasangan NGT dan Kateter
e) Edukasi keluarga
2. Medikamentosa :
a) IVFD RL 0,9% 20 tpm
b) Lansoprazole 1x30mg (IV)
c) Tramadol 2x1gr (IV)
d) Dexamethasone 2x1gr (IV)
e) Paracetamol 3 x 500 mg (IV)
f) N-Acetyl 3x1 (PO)
VII. Prognosis
1. Quo ad vitam : dubia ad malam
2. Quo ad fungsionam : dubia ad malam
3. Quo ad sanationam : dubia ad malam
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari anamnesis juga didapatkan pula bahwa keluarga sering melihat pasien
berjalan sambil menyeret kakinya. Hal ini sesuai dengan adanya kemungkinan
tumor berdasarkan lobus fokal, dalam hal ini dicurigai terjadi di bagian frontal.
Apabila tumor terletak di basis lobus frontalis, kehilangan sensasi penciuman
(anosmia), gangguan penglihatan dan pembengkakan pada nervus optikus
(papiloedema) dapat terjadi. Apabila tumor mengenai bagian kanan dan kiri lobus
frontalis, perubahan status mental atau tingkah laku, dan jalan yang tidak
terkoordinasi (ataxic gait) dapat terjadi. Bila tumor menekan jaras motorik dapat
menimbulkan hemiparase (Contralateral). Bisa juga terjadi dysphasia (brocca). Bila
menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia. Bila tumor terletak
di basis frontal menimbulkan sindrom Foster kennedy. Pada lobus dominan dapat
menimbulkan gejala afasia.
Selain itu hasil MRI, juga mendukung kenapa pasien dapat mengalami
penurunan kesadaran, dan refleks cahaya yang menurun. didapatkan kesan MRI
berupa Massa padat ekstraaksial di regio midline, inferior lobus frontal, dengan
katakteristik massa menyebabkan pendesakan parenkim lobus frontal kanan dan
kiri, midline shift sejauh +/- 1 cm, herniasi uncal kanan, pendesakan midbrain ke
arah kiri. Sesuai dengan teori bahwa herniasi uncal adalah bagian paling dalam pada
lobus temporal yaitu uncus bisa sangat terhimpit sehingga melewati tentorium dan
menyebabkan tekanan yang tinggi pada batang otak terutama midbrain. Jika ada
massa yang menyebabkan herniasi uncal, maka uncus ini akan menekan nervus
kranialis ke-3 yang berfungsi mengontrol input parasimpatis pada organ mata.
Keadaan ini akan mengganggu transmisi neural parasimpatis sehingga
menyebabkan pupil pada mata terkait akan berdilatasi dan gagal untuk berkonstriksi
apabila adanya respon cahaya seperti mana seharusnya. Maka dengan adanya gejala
dilatasi pupil yang tidak berespon dengan cahaya, itu merupakan tanda penting
adanya peningkatan Tekanan Intrakranial. Dilatasi pupil sering diikuti dengan
beberapa gejala lain kompresi nervus kranialis ke-3 yaitu deviasi bola mata kearah
atas atau bawah akibat dari hilangnya innervasi ke semua otot motilitas kecuali oto
rectus lateralis yang diinervasikan oleh N. VI dan m. rectus obliqus superior yang
diinervasikan oleh N. IV. Dengan peningkatan tekanan intracranial, postur
dekortikasi akan terlihat. Herniasi tipe ini juga akan menyebabkan kerusakan pada
batang otak, yang berefek letargi, bradikardi, kelainan respiratori dan dilatasi pupil.
Herniasi uncal akan berlanjut dengan herniasi sentral sekiranya tidak ditangani.20