Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

EPISODE DEPRESI SEDANG

Disusun oleh :
Sari Nurmalia (210.121.0022)

Pembimbing :
dr. Agustina Sjenny, Sp.KJ

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN JIWA


RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2016

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, wr.wb.
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul Episode Depresi Sedang tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
kesehatan jiwa dan untuk menambah wawasan penulis tentang diagnosis dan
penatalaksanaan gangguan depresi. Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus
ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran untuk penyempurnaan referat
sangat penulis harapkan. Semoga referat ini dapat berguna dan memberikan
manfaat bagi kita semua. Amin ya robbal alamin

Wassalamualaikum wr.wb

Banyuwangi, 21 November 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................... ..................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. ......... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II STATUS PASIEN .................................................................................... 3
2.1 Identitas. ............................................................................................... 3
2.2 Anamnesis ............................................................................................ 3
2.3 Pemeriksaan Psikiatri ........................................................................... 6
2.4 Kesimpulan .......................................................................................... 7
2.5 Diagnosis .............................................................................................. 7
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................... 7
2.7 Prognosis .............................................................................................. 8
BAB III PEMBAHASAN...................................................... ................................ 9
3.1 Diagnosis Kasus Tn.PD ....................................................................... 9
3.2 Depresi ................................................................................................. 10
3.3 Penatalaksanaan Depresi ...................................................................... 22
3.4 Prognosis .............................................................................................. 26
3.5 Luaran Penatalaksanaan ...................................................................... 26
BAB IV PENUTUP...................................................... ......................................... 28
4.1 Kesimpulan .......................................................................................... 28
4.2 Saran .................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang


Pada tahun belakangan ini, semakin banyak orang yang mengalami
depresi karena stress, kecemasan dan kegelisahan. Depresi merupakan satu
masalah kesehatan mental yang utama saat ini, yang mendapat perhatian
serius. Di negara berkembang, WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020
depresi akan menjadi salah satu penyakit mental yang banyak dialami dan
depresi berat akan menjadi penyebab kedua kematian setelah penyakit
jantung.
Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi
seumur hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10%
perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah
didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5%
dari komunitas memiliki gangguan depresif berat. Pada saat setelah pubertas
resiko untuk depresi meningkat 2-4 kali lipat, dengan 20% insiden pada usia
18 tahun. Perbandingan gender saat anak-anak 1:1, dengan peningkatan resiko
depresi pada wanita setelah pubertas, sehingga perbandingan pria dan wanita
menjadi 1:2.
PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa),
menyatakan bahwa seseorang menderita gangguan depresi ditandai dengan
adanya kehilangan minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi yang
menyebabkan seseorang tersebut mudah merasa lelah meskipun hanya bekerja
ringan.
Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada
sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan
diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana
pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi juga
kesehatan pasien selanjutnya.
Dokter

harus

mengintegrasikan

farmakoterapi

dengan

intervensi

psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya berkembang


dari masalah psikodinamika,

ambivalensi

mengenai

kegunaan obat dapat

menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang


tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter mengabaikan
kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin terganggu.

1.2 Rumusan Masalah


Laporan kasus ini mengangkat masalah yang dialami Tn. PD, yaitu:
1. Apa yang terjadi pada Tn. PD?
2. Penatalaksanaan apa yang dapt diberikan pada kasus Tn. PD?

1.3 Tujuan
Laporan kasus ini disusun untuk mengetahui dan memahami tentang
kasus Tn. PD, berupa:
1. Diagnosis kasus Tn.PD
2. Penatalaksanaan yang diberikan pada Tn. PD

BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama

: Tn. PD

Umur

: 28 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tempat Tanggal Lahir

: Pasuruan, 12 Juni 1986

Suku bangsa

: Jawa

Status Marital

: Menikah

Pendidikan Terakhir

: SD

Pekerjaan Terakhir

: Kuli bangunan

Alamat

Pasembon

4/2

sambirejo

Bongorejo,

Kab.

Banyuwangi
Tanggal Pemeriksaan

: 16 November 2016

Nomor RM

: 1528xx

2.2 Anamnesis
Autoanamnesa tanggal

: 16 November 2016

Heteroanamnesa tanggal : 16 November 2016


Keterangan heteroanamnesa :
Nama

Ny.T

Umur

27 tahun

Hubungan dengan pasien

Istri Tn. PD

Keluhan Utama
Sering merasa sedih
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien (Tn. PD) datang ke Poli Psikiatri RSUD Blambangan dengan
ditemani istri dan anak pasien. Pasien mengeluh sering merasa sedih sejak 3
tahun yang lalu dan memberat sejak seminggu terakhir. Keluhan ini muncul
saat pasien kecapekan saat bekerja. Saat kecapekan bekerja pasien merasakan

pusing, pandangan gelap dan dada terasa berat terutama saat berpindah posisi
dari duduk ke berdiri. Akibat keluhan ini pasien sering merasa sedih dan
cemas akan kesehatan pasien. Pasien takut mati akan penyakitnya yang tidak
kunjung sembuh meskipun sudah berobat sejak 7 bulan ini di RSUD Kediri.
Pasien sempat melakukan Ct-scan untuk memastikan tidak ada masalah di
kepala pasien, dan hasilnya normal. Selain ke poli Psikiatri di RSUD Kediri,
pasien juga berobat ke poli dalam untuk keluhan perut yang sering terasa
perih.
Istri Tn. PD mengeluh pasien sering murung di rumah, kurang
berminat berakitivitas/ bersosialisasi dengan tetangga, merasa kepercayaan
diri pasien berkurang sehinggak kurang mampu bersosialisasi dengan tetangga
dan teman kerja. Selain itu pasien sulit tidur. Sehari-hari pasien bekerja
sebagai kuli bangunan, jika keluhan muncul diantara saat kerja, pasien tidak
bisa menyelesaikan tugasnya pada hari itu.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat psikiatri
Pasien pernah berobat dengan keluhan yang sama 7 bulan yang lalu
di RSUD Kediri. Pasien didiagnosis menderita bipolar II dan
mendapat terapi kapsul 2X1 yang terdiri dari Hexymer 2 mg, Ikalep
250 mg, Noprenia 2 mg dan Noxetine 20 mg
b. Riwayat penggunaan napza psikoaktif
Pasien pernah mengkonsumsi rokok dan alkohol saat remaja dan
sudah berhenti sejak 3 tahun yang lalu. Pasien menyangkal pernah
menggunakan obat-obatan terlarang atau obat yang dikonsumsi
dalam jumlah berlebihan
c. Riwayat penyakit dahulu (medis)
Pasien menderita gastritis dan rutin berobat ke poli penyakit dalam.
Tidak didapatkan riwayat diabetes mellitus, tekanan darah tinggi,
kejang atau penyakit infeksi lainnya, dan riwayat trauma kepala.
d. Riwayat kepribadian sebelumnya
Sejak kecil pasien memiliki karakter pendiam, tertutup.

Riwayat Kehidupan Pribadi


a. Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan anak
Pasien lahir spontan, cukup bulan, persalinan normal, dan ditolong
oleh dukun bayi. Perkembangan pasien sesuai usia.
b. Riwayat sosial dan riwayat pekerjaan
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, kedua kakak
pasien sudah menikah dan ibu pasien sudah meninggal dunia. Pasien
tinggal bersama istri dan anak pasien. Sebelumnya pasien bertempat
tinggal di Kediri, dan baru 3 bulan ini pasien tinggal di banyruwangi,
di rumah pasien sendiri. Pasien mampu bersosialisasi dengan
tetangga di sekitar rumah dan tempat kerja. Sekitar 1 minggu ini
pekerjaan pasien sebagai kuli bangunan sering terganggu karena
keluhan yang dirasakan pasien menjadi semakin sering. Pasien
kurang percaya diri untuk beraktivitas sehari-hari.
c. Faktor keturunan
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien
d. Faktor organik
Pasien pernah mengalami kecelakaan kerja saat di Malaysia, Pasien
sempat tidak sadarkan diri dan mendapat beberapa jahitan di kepala
bagian belakang.
e. Faktor keagamaan
Tn. PD beragama islam, tidak rutin menjalankan ibadah sholat 5
waktu.
Riwayat Psikososial
a. Kepribadian premorbid
Pasien merupakan orang yang pendiam dan gampang cemas
b. Factor keluarga
Pasien tinggal satu rumah dengan istri dan 1 orang anak. Hubungan
dengan istri cukup baik, meskipun kadang kadang ada cekcok tetapi
segera akur.
c. Factor pekerjaan
Paien mengaku bekerja sebagai kuli bangunan

d. Factor lingkungan
Pasien cukup akrab dengan tetangga, meskipun baru 3 bulan tinggal
di Banyuwangi.
Riwayat Keluarga
a. Pola asuh keluarga
Pasien sejak kecil tinggal bersama kedua orang tua
b. Silsilah keluarga
Anak ke 3 dari 3 orang bersaudara
c. Genogram
Keterangan:
= laki-laki

=Tn. PD

= perempuan

2.3 Pemeriksaan Psikiatri


Kesan Umum : pasien datang bersama istri dan anak pasien, Pasien
berpakaian rapi, roman wajah sesuai dengan usianya,
perawatan diri cukup baik.
Sikap dan Perilaku: kooperatif, psikomotor tenang
Kontak

: verbal (+), non verbal (+)

Kesadaran

: composmentis, GCS 456

Pembicaraan

: spontan, artikulasi jelas, volume cukup, jawaban sesuai


dengan pertanyaan, intonasi cukup baik.

Mood

: eutin

Afek

: luas

Kognitif

: baik (Tn. PD tamatan SD)

Persepsi

: Halusinasi auditorik/visual/taktil/olfaktori (-), ilusi (-)

Proses berpikir : Bentuk : non realistik (takut mati)


Arus

: koheren

Isi

: waham (-), ide (-)

Tilikan

:6

Kemauan

: sosial (menurun), pekerjaan (menurun)

Orientasi

: W/T/O +/+/+ baik

Daya ingat

: Tidak ditemukan kelainan daya ingat

2.4 Kesimpulan
Kepribadian premorbid

: sedih dan cemas

Factor organic

: Kecelakaan kerja 8 tahun yll

Factor keturunan

:-

Factor Resiko

:
a. Trauma kerja
b. Peralihan perkembangan single-partner
c. Adaptasi lingkungan tempat tinggal baru
d. Adaptasi lingkungan kerja

2.5 Diagnosis Multiaksial


Axis I

: F 32.1 Episode Depresi Sedang

Axis II : Ciri kepribadian cemas


Axis III : Gastritis
Axis IV : Pekerjaan dan ekonomi (kuli bangunan)
Axis V : GAF saat ini 60-51

2.6 Penatalaksanaan
Farmakologi
R/

Risperidone 0.5 mg
Nopres 10 mg
Clobazam 10 mg
Vit B 20 mg

Mfla pulv da in caps dtd No. XIV


S

2 dd caps 1

Nonfarmakologi
1.

Memotivasi pasien agar dapat menjalani pengobatan sesuai yang


dianjurkan

2.

Memotivasi pasien untuk dapat berkomunikasi dan terbuka dengan


permasalahan yang dihadapi

3.

Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai keadaan pasien, faktor


pencetus,

perjalan

penyakit,

pengobatan,

komplikasi,

dan

kemungkinan-kemungkinan atau prognosis kondisi pasien


4.

Menjelaskan dan memberi pengarahan tentang sikap dan peran


keluarga terhadap kondisi pasien

5.

Memotivasi untuk terus berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan,


meminta ridho atas kesembuhan pasien

6.

Menstimulasi dan mengajak pasien untuk turut beribadah sebisa


mungkin dan selalu berdoa.

2.7 Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: bonam

Quo ad sanantionam

: bonam

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Diagnosis Kasus Tn. PD


Keluhan Utama: Sering merasa sedih
Riwayat Penyakit Sekarang: Sering merasa sedih sejak 3 tahun yang lalu,
muncul saat pasien kecapekan saat bekerja. Saat kecapekan bekerja pasien
merasakan pusing, pandangan gelap dan dada terasa berat terutama saat berpindah
posisi dari duduk ke berdiri. Akibat keluhan ini pasien sering merasa sedih dan
cemas akan kesehatan pasien. Pasien takut mati akan penyakitnya yang tidak
kunjung sembuh meskipun sudah berobat sejak 7 bulan ini di RSUD Kediri.
Pasien sempat melakukan Ct-scan untuk memastikan tidak ada masalah di kepala
pasien, dan hasilnya normal. Selain ke poli Psikiatri di RSUD Kediri, pasien juga
berobat ke poli dalam untuk keluhan perut yang sering terasa perih.
Istri Tn. PD mengeluh pasien sering murung di rumah, kurang berminat
berakitivitas/ bersosialisasi dengan tetangga, merasa kepercayaan diri pasien
berkurang sehinggak kurang mampu bersosialisasi dengan tetangga dan teman
kerja. Selain itu pasien sulit tidur dan nafsu makan berkurang. Sehari-hari pasien
bekerja sebagai kuli bangunan, jika keluhan muncul diantara saat kerja, pasien
tidak bisa menyelesaikan tugasnya pada hari itu.

Pedoman Diagnosis:

Kurang berminat

Episode Depresi Sedang


dengan gejala somatic
F32.11

Kepercayaan diri menurun

F32.1 Episode depresif sedang

Sulit tidur

gejala yang paling khas yang ditentukan untuk

Sering merasa sedih

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3

Nafsu makan berkurang

episode

depresif

ringan,

ditambah

sekurang-

Sejak 3 tahun yang lalu

lainnya. Beberapa gejala mungkin tampil amat

kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala

menyolok, namun ini tidak esensial apabila secara

tidak bisa menyelesaikan tugasnya

keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya.


Lamanya seluruh episode berlangsung minimal

Gejala somatik

sekitar 2 minggu. Individu biasanya menghadapi


kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga.1

10

3.2 Depresi
3.2.1 Definisi Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. 1,2
Maramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi.
Afek ialah nada perasaan menyenangkan atau tidak (seperti kebanggaan,
kekecewaan, dan kasih sayang), yang menyertai suatu pikiran dan biasanya
berlangsung lama serta kurang disertai oleh komponen fisiologis. Sedangkan
emosi merupakan manifestasi afek keluar dan disertai oleh banyak komponen
fisiologis, biasanya berlangsung relative tidak lama (misalnya ketakutan,
kecemasan, depresi dan kegembiraan). Afek dan emosi dengan aspek-aspek yang
lain seorang manusia (umpama proses berpikir, psikomotor, persepsi, ingatan)
saling mempengaruhi dan menentukan tingkat fungsi dari manusia itu pada suatu
waktu.2
Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih, merasa
sendirian, rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda-tanda retardasi
psikomotor atau kadang-kadang agitasi, menarik diri dan terdapat gangguan
fisiologis seperti insomnia dan anoreksia. Menurut Kaplan, depresi merupakan
salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan
pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional
internal yang meresap dari seseorang.3

3.2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2010 di Amerika Serikat, CDC telah merilis laporan tentang
prevalensi depresi selama tahun 2006-2008. Dari 235.067 orang dewasa, 9% di
antaranya memenuhi kriteria depresi dan 3,4% diantaranya memenuhi kriteria
depresi berat. 4
Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur
hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% perawatan
primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi

11

sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki
gangguan depresif berat. Pada saat setelah pubertas resiko untuk depresi
meningkat 2-4 kali lipat, dengan 20% insiden pada usia 18 tahun. Perbandingan
gender saat anak-anak 1:1, dengan peningkatan resiko depresi pada wanita setelah
pubertas, sehingga perbandingan pria dan wanita menjadi 1:2. Hal ini
berhubungan dengan tingkat kecemasan pada wanita tinggi, perubahan estradiol
dan testosteron saat pubertas, atau persoalan sosial budaya yang berhubungan
dengan perkembangan kedewasaan pada wanita.4,5
3.2.3 Faktor Resiko
1. Jenis Kelamin
Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat prevalensi
gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar ada wanita
dibandingkan dengan laki-laki. Alasan untuk perbedaan tersebut didalilkan
sebagai keterlibatan dari perbedaan hormonal, efek kelahiran, perbedaan
stressor psikososial dan model perilaku keputusasaan yang dipelajari.
Ketidakseimbangan regulasi hormon dapat mempengaruhi substansi otak
yang mengatur emosi dan mood contohnya dapat dilihat pada situasi PMS
(Pre Menstrual Syndrome). Untuk wanita yang telah menikah, depresi
dapat diperparah dengan masalah keluarga dan pekerjaan, merawat anak
dan orangtua lanjut usia, kekerasan dalam rumah tangga dan
kemiskinan.2,3
2. Usia
Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat
adalah kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien mempunyai
onset antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga memiliki
onset selama masa anak-anak atau pada lanjut usia. Beberapa data
epidemiologis menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat
mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20
tahun.2,3
3. Status Perkawinan

12

Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada


orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, pasangan
yang bercerai atau berpisah. 2,3
4. Faktor Sosioekonomi dan Budaya
Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan
gangguan depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan
dibanding daerah perkotaan. 2,3

3.2.3 Etiologi
Etiologi depresi terdiri dari: 6
1. Faktor genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan
gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak
kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga
tersebut. 6
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting
di dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola
penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks.
Bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi
faktor non genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam
perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang.
Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari
penderita gangguan depresif berat berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih
besar daripada sanak saudara derajat pertama. 6
2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di
dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter
norepinefrin, serotonin dan dopamine. Dalam penelitian lain juga
disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di
atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya
depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA (Gamma-

13

Aminobutyric Acid) dan peptida neuroaktif, regulasi neurendokrin dan


neuroanatomis. 6
3. Faktor Kepribadian Premorbid
Personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan
selama hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab
eksterna. Kepribadian depresi ditunjukkan dengan perilaku murung,
pesimis dan kurang bersemangat. Personalitas hipomania berperilaku lebih
riang, energetik dan lebih ramah dari rata-rata.2,3,6
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya
dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres
besar, mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog
menyatakan

bahwa

mempunyai

riwayat

mereka

yang

pembelajaran

mengalami
depresi

gangguan
dalam

depresif

pertumbuhan

perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru


dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon
mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang
belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres
kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan
lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan
psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran
sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik
kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke
generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan
untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan
berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif. 3,6
4. Faktor Lingkungan
Kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan
tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis
dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif.
Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan
merupakan campuran yang membuat gangguan depresif muncul. 3,6

14

Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa


peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului
episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Satu teori
yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa
stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi
otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat
meyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut
akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk
menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stresor external. 3,6

3.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan PPDGJ-III, gangguan depresi dibedakan menjadi: 1
F32. Episode Depresif
Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di
bawah ini: ringan, sedang dan berat, individu biasanya menderita suasana
perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan
berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan
berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit
saja. Gejala lazim lainnya adalah: 1
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada
episode tipe ringan sekalipun)
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
7) Nafsu makan berkurang
Suasana perasaan (mood) yang menurun itu berubah sedikit dari hari ke
hari, dan sering kali tak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya, namun dapat
memperlihatkan variasi diurnal yang khas seiring berlalunya waktu. Sebagaimana

15

pada episode manik, gambaran klinisnya juga menunjukkan variasi individual


yang mencolok, dan gambaran tak khas adalah lumrah, terutama di masa remaja.
Pada beberapa kasus, anxietas, kegelisahan dan agitasi motorik mungkin pada
waktu-waktu tertentu lebih menonjol daripada depresinya, dan perubahan suasana
perasaan (mood) mungkin juga terselubung oleh cirri tambahan seperti iritabilitas,
minum alkohol berlebih, perilaku histrionik, dan eksaserbasi gejala fobik atau
obsesif yang sudah ada sebelumnya, atau oleh preokupasi hipokondrik. Untuk
episode depresif dari ketiga-tiganya tingkat keparahan, biasanya diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat. 1,2,3,6
Beberapa di antara gejala tersebut di atas mungkin mencolok dan
memperkembangkan cirri khas yang dipandang secara luas mempunyai makna
klinis khusus. Contoh paling khas dari gejala somatik ialah kehilangan minat atau
kesenangan pada kegiatan yang biasanya dapat dinikmati, tiadanya reaksi
emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya menyenangkan,
bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih daripada biasanya, depresi yang lebih
parah pada pagi hari, bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang
nyata (disebutkan atau dilaporkan oleh orang lain), kehilangan nafsu makan
secara mencolok, penurunan berat badan (sering ditentukan sebagai 5% atau lebih
dari berat badan bulan terakhir), kehilangan libido secara mencolok. 1,2,3,6

F32.0 Episode depresif ringan


Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan,
dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala depresi yang paling
khas; sekurang-kurangnya dua dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala
lazim di atas harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala
yang berat di antaranya. Lamanya seluruh episode berlansung ialah sekurangkurangnya sekitar 2 minggu. 1
Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang
gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan
social, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali. 1,2,3,6

16

F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik


Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan
atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi merupakan ciri
terkemuka. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin
mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus
berat. Anggapan di sini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada
episode dpresif berat. Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode
depresif ringan dan sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala
lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat. Namun, apabila
gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien mungkin
tidak mau atau tidak mampu utnuk melaporkan banyak gejalanya secara terinci.
Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat
masih dapat dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset
sangat cepat, maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam
waktu kurang dari 2 minggu. 1,2,3,6
Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin penderita akan
mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali
pada taraf yang sangat terbatas. 1,2,3,6
Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif berat
tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus digunakan
subkategori dari gangguan depresif berulang. 1,2,3,6

F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik


Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 terssebut di
atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan
pasien dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau
olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran
atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood). 1,2,3,6

17

Diagnosis banding. Stupor depresif perlu dibedakan dari skizofrenia


katatonik, stupor disosiatif, dan bentuk stupor organik lainnya. Kategori ini
hendaknya hanya digunakan untuk episode depresif berat tunggal dengan gejala
psikotik; untuk episode selanjutnya harus digunakan subkategori gangguan
depresif berulang. 1,2,3,6

F32.8 Episode depresif lainnya


Episode yang termasuk di sini adalah yang tidak sesuai dengan gambaran
yang diberikan untuk episode deprresif pada F32.0-F32.3, meskipun kesan
diagnostik menyeluruh menunjukkan sifatnya sebagai depresi. Contohnya
termasuk campuran gejala depresif (khususnya jenis somatik) yang berfluktuasi
dengan gejala non diagnostik seperti ketegangan, keresahan dan penderitaan; dan
campuran gejala depresif somatik dengan nyeri atau keletihan menetap yang
bukan akibat penyebab organik (seperti yang kadang-kadang terlihat pada
pelayanan rumah sakit umum). 1,2,3,6
F32.9 Episode depresif YTT
F33. Gangguan Depresif Berulang
Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari depresi sebagaimana
dijabarkan dalam episode depresif ringan, sedang, atau berat, tanpa riwayat
adanya episode tersendiri dari peninggian suasana perasaan dan hiperaktivitas
yang memenuhi kriteria mania dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria
hipomania segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya
dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi). Usia dari onset, keparahan,
lamanya berlangsung, dan frekuensi episode dari depresi, semuany sangat
bervariasi. Umumnya episode pertama terjadi pada usia lebih tua dibanding
dengangangguan bipolar, dengan usia onset rata-rata lima puluhan. Episode
masing-masing juga lamanya antara 3 dan 12 bulan (rata-rata lamanya sekitar 6
bulan) akan tetapi frekuensinya lebih jarang. Pemulihan keadaaan biasanya
sempurna di antara episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat
depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini,
kategori ini harus tetap digunakan). Episode masing-masing dalam berbagai
tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh

18

sters; dalam berbagai budaya, baik episode tersendiri maupun depresi menetap
dua kali lebih banyak pada wanita daripada pria. 1,2,3,6
Bagaimanapun seringnya seseorang pasien gangguan depresif berulang
mengalami episode depresif sebagai penderitaan, tidak mustahil baginya akan
mengalami episode manik. Jika ternyata terjadi episode manik, maka
diagnosisnya harus diubahmenjadi gangguan afektif bipolar. 1,2,3,6

3.2.5 Manifestasi Klinis


PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa),
menyatakan bahwa seseorang menderita gangguan depresi ditandai dengan
adanya kehilangan minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi yang
menyebabkan seseorang tersebut mudah merasa lelah meskipun hanya bekerja
ringan. Gejala lain yang sering muncul antara lain:1
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang.
2) Harga diri dan kepercayaan berkurang.
3) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna.
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri.
6) Tidur terganggu
7) Nafsu makan berkurang.

3.2.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis Depresi menurut DSM-IV-TR
Kriteria DSM-IV-TR untuk episode mayor depresif 7
A. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah ada selama dua minggu dan
menggambarkan perubahan dari fungsi dari yang sebelumnya, setidaknya salah
satu gejala dari (1) depresi suasana hati atau (2) kehilangan minat atau
kesenangan. Catatan: Apakah catatan termasuk gejala yang jelas akibat
kondisi medis umum, atau tidak sesuai suasana hati delusi atau halusinasi.
a) Depresi hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, seperti dilihat pada
laporan subjektif (misalnya, merasa sedih atau kosong) atau observasi yang
dibuat oleh orang lain (misalnya, tampak berurai air mata). Catatan: Pada

19

anak-anak dan remaja, dapat mudah tersinggung.


b) Minat atau kesenangan dalam semua hal sangat berkurang pada kegiatan
hamper sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti dilihat pada laporan
subjektif atau observasi oleh orang lain)
c) Penurunan berat badan yang signifikan atau peningkatan berat badan
(misalnya, perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam sebulan), atau
penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan: Pada
anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk meningkatkan berat badan.
d) Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
e) Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (diamati oleh orang
lain, bukan hanya perasaan subjektif kegelisahan atau menjadi melambat)
f) Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari
g) Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak
tepat (yang mungkin khayalan) hampir setiap hari (bukan hanya
menyalahkan diri sendiri atau merasa bersalah sehingga menjadi sakit)
h) Kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi menurun, atau ragu-ragu,
hamper setiap hari (dari subjektif atau dari yang diamati oleh orang lain)
i) Memikirkan tentang kematian secara berulang-ulang (tidak hanya takut
mati), ide bunuh diri berulang tanpa rencana spesifik, atau usaha bunuh diri
atau rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri
B. Gejala-gejala yang tidak memenuhi kriteria untuk Episode Campuran.
C. Gejala-gejala klinis yang signifikan menyebabkan stres atau tekanan sosial,
pekerjaan, atau fungsi bidang-bidang penting lainnya.
D. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya, penyalahgunaan obat, obat) atau kondisi medis umum (misalnya,
hipotiroidisme).
E. Gejala lain yang terdapat pada rasa kehilangan, yaitu, setelah kehilangan orang
yang dicintai, yang gejalanya menetap selama lebih dari dua bulan atau
ditandai oleh gangguan fungsional, perasaan tidak berharga, ide untuk bunuh
diri, gejala psikotik, atau keterbelakangan psikomotorik.

20

Kriteria DSM-IV-TR untuk episode minor depresif 7


A. Gangguan suasana hati, seperti berikut:
1. Setidaknya dua (tapi tidak lebih dari lima) dari gejala berlangsung selama
dua minggu dan menggambarakan perubahan fungsi dari yang sebelumnya,
paling sedikit satu dari gejala yang ada :
a. Depresi hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, seperti dilihat
pada laporan subjektif (misalnya, merasa sedih atau kosong) atau
observasi yang dibuat oleh orang lain (misalnya, tampak berurai air
mata). Catatan: Pada anakanak dan remaja, dapat mudah tersinggung.
b. Minat atau kesenangan dalam semua hal sangat berkurang pada
kegiatan hamper sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti dilihat pada
laporan subjektif atau observasi oleh orang lain)
c. Penurunan berat badan yang signifikan atau peningkatan berat badan
(misalnya, perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam sebulan),
atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
Catatan:

Pada

anak-anak,

pertimbangkan

kegagalan

untuk

meningkatkan berat badan.


d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (diamati oleh orang
lain, bukan hanya perasaan subjektif kegelisahan atau menjadi
melambat)
f. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari
g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau
tidak tepat (yang mungkin khayalan) hampir setiap hari (bukan hanya
menyalahkan diri sendiri atau merasa bersalah sehingga menjadi sakit)
h. Kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi menurun, atau raguragu, hampir setiap hari (dari subjektif atau dari yang diamati oleh
orang lain
i. Memikirkan tentang kematian secara berulang-ulang (tidak hanya takut
mati), ide bunuh diri berulang tanpa rencana spesifik, atau usaha bunuh
diri atau rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
2. Gejala-gejala klinis yang signifikan menyebabkan stres atau tekanan sosial,

21

pekerjaan, atau fungsi bidang-bidang penting lainnya.


3. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya, penyalahgunaan obat, obat) atau kondisi medis umum
(misalnya, hipotiroidisme).
4. Gejala lain yang terdapat pada rasa kehilangan (misalnya, reaksi normal
karena kehilangan orang yang dicintai
B. Tidak pernah terjadi episode mayor depresif, dan criteria tidak termasuk dalam
dystimic disorder
C. Tidak pernah terjadi epidode manic, episode campuran, atau episode
hypomanic, dan kriteria tidak termasuk dalam cyclothymic disorder. Catatan:
pengecualian tidak berlaku jika episode seperti, manic, campuran, atau
hypomanic karena zat atau pengobatan.
D. Gangguan

suasana

hati

tidak

terjadi

hanya

selama

schizophrenia,

schizophreniform disorder, schizoaffective disorder, delusional disorder, atau


psychotic disorder atau yang lain yang tidak spesifik.

Pemeriksaan Gangguan Depresi


Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa
instrumen-instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk membantu
memberikan penilaian yang objektif terhadap kondisi depresi yang dialami oleh
pasien. Berikut ini adalah beberapa instrumen yang sering digunakan, yaitu: 6
a. Becks Depression Inventory
b. Hamilton Depression Scale
c. The Zung Self-Rating Depression Scale
Beck Depression Inventory (BDI) adalah tes depresi untuk mengukur
keparahan dan kedalaman dari gejala gejala depresi seperti yang tertera dalam
the American Psychiatric Association's Diagnostik and Statistical Manual of
Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV) pada pasien dengan depresi klinis.
BDI dapat digunakan untuk dewasa ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke
atascan be used for both adults and adolescents 13 years of age and older, dan

22

merupakan sebuah ukuran standar dari depresi yang terutama digunakan dalam
penelitian dan untuk mengevaluasi dari efekttivitas pengobatan dan terapi. 6
BDI tidak dapat digunakan sebagai instrumen untuk mendiagnosis, tetapi
lebih kepada identifikasi dari adanya depresi dan tingkat keparahannya sesuai
dengan criteria dari DSM-IV. Pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada BDI II
menilai gejala-gejala khas dari depresi seperti gangguan mood, pesimisme,
perasaan gagal, ketidakpuasan diri, perasaan bersalah, merasa dihukum,
ketidaksukaan terhadap diri sendiri, pendakwaan terhadap diri, pikiran untuk
bunuh diri, menangis, irittabilitas, penarikan diri dari kehidupan sosial, gambaran
tubuh, kesulitan bekerja, insomnia, kelelahan, nafsu makan, kehilangan berat
badan dan kehilangan libido. 6

3.7 Diferensial Diagnosis


Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tidak cermat dan teliti pada
penderita

depresi,

dapat

menyebabkan

kesalahan

diagnostik

sehingga

menyebabkan terapi yang inadekuat untuk pasien. Berdasarkan kepustakaan, ada


beberapa kondisi yang harus benar-benar diperhatikan sebagai diagnosa banding
dari depresi, diantaranya adalah: 6
a) Penyakit sistem saraf pusat (misal: Parkinson disease, dementia, multiple
sclerosis, neoplasma)
b) Kelainan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
c) Kondisi yang berkaitan dengan obat-obatan (cocaine abuse, efek samping
obat antidepressan)
d) Penyakit infeksi (mononucleosis, pneumonia)

3.3 Penatalaksanaan
Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada
sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan
diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana
pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi
juga kesehatan pasien selanjutnya. 8

23

Dokter

harus

mengintegrasikan

farmakoterapi

dengan

intervensi

psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya


berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat
dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis
yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter
mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin
terganggu. Ada tiga fase pengobatan depresi: 8
1) Fase akut, biasanya berlangsung selama 6-10 minggu
2) Fase lanjutan, sering berlangsung sekitar 16-20 minggu dan dapat hingga
9-12 bulan
3) Fase rumatan; pada pasien depresi rekuren, fase ini dapat berlangsung selama hidup.

Terapi Farmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek
farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa
pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi
tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat
pada antidepresan.
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses
farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek
farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali
(reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja
untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin
dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan
etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem
neurotransmitter di otak (NIMH, 2002). Obat antidepresan yang akan dibahas
adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan
kedua (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs). 6,8
a) Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan
sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat (Kaplan,

24

2010). Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan,


yaitu

trisiklik

primer,

tetrasiklik

amin

sekunder

(nortriptyline,

desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga


golongan obat tersebut, yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik
amin sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat
golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi
dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari
obat ini tersedia dalam formulasi generik. 2,8
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake
neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga
bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier
menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai
implikasi bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsive
terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin
akan lebih responsive terhadap amin tersier. 8
b) MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)
MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang
lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi
oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar epinefrin,
noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik. Obat ini sekarang jarang
digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan depresi karena bersifat
sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat menyebabkan krisis
hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari makananmakanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat
menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya
akan mengganggu metabolisme obat di hati. Contoh obat golongan ini
adalah moclobemide. 6,8
c) SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini
pertama pada gangguan depresif berat selain golongan trisiklik. Obat
golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering
dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data penelitian bahwa

25

SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi
oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena
kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik
dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi
bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi
peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom
serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan
gangguan tanda vital.6,8
d) SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors )
Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih
ada beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada
pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih
jelas pada gambar di bawah ini. Golongan antidepresan SNRIs bekerja
dengan mekanisme yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja
pada SNRIs juga menghambat dari reuptake norepinefrin. Contoh obat
dari golongan ini adalah desvenlafaxine dan duloxetine. 6,8

Terapi Non Farmakologis


Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan
depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku. Saat
ini telah ditemukan predictor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai
berikut ini : (1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik
terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan
respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3)
disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap
farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik
terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi.6,9,10
Pada awalnya, terapi ini memusatkan pada distorsi kognitif yang
didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk
menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan membantu
pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif. 9,10

26

Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, memusatkan pada satu


atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan
menggunakan

dua

anggapan:

pertama,

masalah

interpersonal

sekarang

kemungkinan memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua,


masalah interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau
memperberat gejala depresif sekarang. 9,10

3.4 Prognosis Depresi


Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang
dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak
diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang
diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3
bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala. 2,6
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan
depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama.
Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik
yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan,
tidak adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yangstabil, tidak adanya gangguan
kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang
singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator
prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta
gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan
kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya. 2,6

3.5 Luaran Terapi pada Gangguan Depresi


Depresi merupakan penyakit kronik yang cenderung rekuren. Tujuan pengobatan
depresi adalah asimptomatik atau pulih. Ada tiga jenis luaran terapi depresi:4
1) Responsif, yaitu berkurangnya gejala depresi, bila dibandingkan dengan
saat terapi dimulai (baseline), sebanyak 50%, dinilai dengan HAM-D17,
selama tiga minggu berturut-turut.
2) Remisi, yaitu gejala depresi hampir atau tidak ada sama sekali. Nilai skor
HAM-D17 7 atau skor MADRS 3, tiga minggu berturut-turut.

27

3) Pulih, yaitu menetapnya remisi (asimptomatik) dalam waktu yang lebih


lama ( 4-6 bulan). Fungsi pekerjaan dan sosial kembali pulih seperti
semula.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan psikiatri Tn.PD didiagnosis
dengan gangguan episode depresi sedang dengan gejala somatik. Depresi adalah
suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih, merasa sendirian, rendah diri, putus asa,
biasanya disertai tanda-tanda retardasi psikomotor atau kadang-kadang agitasi, menarik
diri dan terdapat gangguan fisiologis seperti insomnia dan anoreksia. Faktor resiko
terjadinya depresi yang ada pada Tn. PD adalah usia dan factor social ekonomi.
Penatalaksanaan yang diberikan pada Tn. PD adalah kapsul yang terdiri dari Risperidone

0.5 mg, Nopres 10 mg, Clobazam 10 mg dan Vit B 20 mg

4.2 Saran
Perlunya dilakukan sosialisasi tentang gangguan depresi di masayarakat
agar gangguan ini bisa ditangani secara dini. Sosialisasi dapat dilakukan secara
langsung atau dengan menggunakan media cetak atau elektronik.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. 2001. Buku Saku Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas
PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya
2. Sadocks and Kaplan. 2009. Comprehensive Textbook of psychiatry. In:
Dimsdale, I.R Michael, F.J Keefe & Murray B, editors. Stein. Stress and
Psychiatry. Volume II p. 2407, 2411-12.
3. Maramis W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press. p. 63-9.
4. Amir, Nurmiati. 2012. Luaran Terapi pada Gangguan Depresi Mayor.
CDK-190. Vol 39. Hal 92
5. Darmayanti, Nervi. 2011. Gender dan Depresi pada Remaja. Fakultas
Psikologi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
6. Husna, Roza. 2013. Portofolio Kasus Jiwa: Depresi. RSUD Ngudi Waluyo
Wlingi. Blitar
7. American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and statistical
manual of mental disorder Fourth Edition Text Revision DSM-IV-TR.
Airlington, VA: American Pshycitaric Association
8. Maslim, Rusdi. 2007. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik
(Psychotropic medication) Edisi 3. Jakarta: Bagian ilmu Kedokteran Jiwa
FK Unika Atma Jaya.
9. Departemen Kesehatan Ri. 2007. Pharmacetical Care Untuk Penderita
Gangguan Depresi. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik.
Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
10. Amir Nurmiati. Gangguan depresif Aspek Neurobiologi dan Tatalaksana.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2005. hal1-140

Anda mungkin juga menyukai