PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penderita gangguan jiwa dari tahun ke tahun semakin bertambah. Sedikitnya 20% penduduk
dewasa Indonesia saat ini menderita gangguan jiwa denga 4 jenis penyakit langsung yang
ditimbulkannya yaitu: depresi, penggunaan alkohol, gangguan bipolar dan skizofrenia.
Sementara itu WHO mengatakan gangguan jiwa di seluruh dunia telah menjadi masalah serius.
Pada gangguan psikoaktif yang paling sering adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu
gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejalagejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja dan perawatan diri.
Gangguan psikotik akut adalah suatu gangguan yang jarang terjadi. Gangguan psikotik
singkat/akut didefinisikan sebagai suatu gangguan kejiwaan yang terjadi selama 1 hari sampai
kurang dari 1 bulan, dengan gejala psikosis dan dapat kembali ke tingkat fungsional premorbid.
Beberapa klinis menunjukkan bahwa gangguan paling sering terjadi pada pasien golongan
sosioekonomi rendah dan mereka yang mengalami musibah atau perubahan budaya yang nyata
(seperti imigran). Walaupun biasanya gangguan psikotik akut terjadi dalam rentang waktu di
bawah 1 bulan, perkembangan gangguan psikiatrik bermakna tertentu dapat menyatakan suatu
kerentanan mental pada pasien. Sejumlah pasien dengan persentasi yang tidak diketahui, yang
pertama kali diklasifikasikan menderita gangguan psikotik singkat selanjutnya menunjukkan
sindroma psikiatrik kronis, seperti skizofrenia dan gangguan mood.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai
kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau atau aneh.
Gangguan psikotik sementara (brief psychotic disorder) merupakan suatu sindrom psikotik
akut dan transien. Berdasarkan revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM-IV-TR), gangguan berlangsung dari 1 hari sampai 1 bulan, dan gejala
dapat menyerupai skizofrenia (cth., waham dan halusinasi).
2.2 Epidemiologi
Gangguan jarang terjadi dan lebih sering terjadi pada pasien muda (usia 20-an dan 30-an)
daripada pasien tua. Data yang dapat diandalkan berdasarkan determinan jenis kelamin dan
sosiokultural terbatas, meskipun beberapa gejala menunjukkan bahwa insiden lebih tinggi pada
perempuan dan penduduk Negara berkembang. Pola epidemiologi tersebut sangat berbeda
dengan pola pada skizofrenia.
Beberapa klinis menunjukkan bahwa gangguan paling sering terjadi pada pasien golongan
sosioekonomi rendah dan mereka yang mengalami musibah atau perubahan budaya yang nyata
(seperti imigran). Orang yang mengalami stressor psikososial yang berat dapat berisiko lebih
tinggi mengalami gangguan psikotik singkat.
Gangguan sering terjadi pada pasien dengan gangguan kepribadian (paling sering gangguan
histrionik, paranoid, schizoid, skizotipal dan kepribadian borderline).
2.3 Etiologi
Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tapi sebagian besar dijumpai pada pasien dengan
gangguan kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis atau psikologis terhadap
perkembangan gejala psikotik. Satu atau lebih stress berat, seperti peristiwa traumatis, konflik
keluarga, masalah pekerjaan, kecelakaan, sakit parah, kematian orang yang dicintai, dan status
imigrasi tidak pasti, dapat memicu psikosis reaktif singkat. Beberapa studi mendukung
kerentanan genetik untuk gangguan psikotik singkat.
2.4 Patofisiologi
Hipotesis dopamine pada gangguan psikosis serupa dengan penderita skizofrenia adalah yang
paling berkembang dari berbagai hipotesis dan merupakan dasar dari banyak terapi obat yang
rasional. Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya aktifitas
dopaminergik. Beberapa bukti yang terkait hal tersebut yaitu:
1. Kebanyakan obat-obat antipsikotik menyekat reseptor D2 pascasinaps di dalam sistem
saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik frontal
2. Obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa (suatu precursor),
amphetamine (perilis dopamine) atau apomorphine (suatau agonis reseptor dopamine
langsung), baik yang dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada beberapa
pasien
3. Densitas reseptor dopamine telah terbukti, meningkat di otak pasien skizofrenia yang
belum pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis
4. Positron emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas reseptor
dopamine pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak dirawat, saat
dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang tidak menderita
skizofrenia
5. Perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah jumlah
homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamine, di cairan serebrospinal, plasma dan
urine.
Namun, teori dasar tidak menyebutkan hiperaktifitas dopaminergik apakah karena terlalu
banyaknya pelepasan dopaminergik, terlalu banyaknya reseptor dopaminergik atau kombinasi
mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik di dalam jalur mesokortikal dan mesolimbik berjalan
dari badan selnya di otak tengah ke neuron dopaminergik di sistem limbik dan korteks serebral.
Kesulitan atau problem yang berkepanjangan tidak boleh dimasukkan sebagai sumber
stress dalam konteks ini
d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung
2. Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria episode manik (F30.-)
atau episode depresif (F32.-) walaupun perubahan emosi dan gejala-gejala afektif
individual dapat menonjol dari waktu ke waktu.
3. Tidak ada penyebab organic, seperti trauma kapitis, delirium, atau demensia. Tidak
merupakan intoksikasi akibat penggunaan alkohol atau obat-obatan.
1. Memenuhi kriteria (a), (b) dan (c) di atas yang khas untuk gangguan psikotik
polimorfik akut (F23.0);
2. Disertai gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia (F20.-)
yang harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran klinis
psikotik itu secara jelas
3. Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka diagnosis
harus diubah menjadi skizofrenia (F20.-)
2. Kalau waham-waham menetap untuk lebih dari 3 bulan lamanya, maka diagnosis harus
diubah menjadi gangguan waham menetap (F22.-). Apabila hanya halusinasi yang
menetap untuk lebih dari 3 bulan lamanya, maka diagnosis harus diubah menjadi
gangguan psikotik nonorganik lainnya (F28).
F23.8 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara Lainnya
Gangguan psikotik akut lain yang tidak dapat diklasifikasi ke dalam kategori manapun
dalam F23.
F23.9 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara YTT
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis lain yang dipikirkan dalam diagnosis banding meliputi gangguan buatan dengan
tanda dan gejala psikologis yang menonjol, malingering, gangguan psikotik yang disebabkan
kondisi medis umum dan gangguan psikotik akibat zat. Pada gangguan buatan, gejala timbul
dengan tujuan; pada malingering terdapat tujuan khusus dibalik munculnya gejala psikotik (cth.,
ingin dirawat di rumah sakit), dan bila disebabkan obat-obatan atau keadaan medis, penyebab
ditemukan melalui pemeriksaan medis atau obat. Jika pasien mengaku menggunakan zat
terlarang, klinis dapat membuat penilaian intoksikasi zat atau keadaan putus zat tanpa
pemeriksaan laboratorium.
2.8 Penatalaksanaan
1. Konseling pasien dan keluarga
a. Bantu keluarga mengenal aspek hokum yang berkaitan dengan pengobatan psikiatrik
antara lain : hak pasien, kewajiban dan tanggung jawab keluarga dalam pengobatan
pasien.
b. Dampingi pasien dan keluarga untuk mengurangi stress dan kontak dengan stressor
c. Motivasi pasien agar melakukan aktifitas sehari-hari setelah gejala membaik
2. Farmakoterapi
Dua golongan utama obat yang dipertimbangkan diberikan dalam pengobatan gangguan
psikotik singkat adalah obat-obat antipsikotik dan ansiolitik. Bila obat antipsikotik yang dipilih,
obat antipsikotik potensi tinggi atau atipikal seperti haloperidol (Haldol) atau risperidon
(Risperdal) dapat digunakan. Sebagai alternatif, ansiolitik seperti benzodiazepin dapat digunakan
7
pada pengobatan psikosis jangka pendek. Obat-obat tersebut dapat efektif untuk waktu singkat
dan disertai efek samping yang lebih sedikit daripada obat antipsikotik.
2.1 Prognosis
Sekitar separuh pasien yang pertama kali digolongkan sebagai penderita gangguan psikotik
sementara kemudian menunjukkan sindrom psikiatri kronik seperti skizofrenia dan gangguan
mood. Namun, pasien dengan gangguan psikotik sementara biasanya mempunyai prognosis yang
baik, dan studi di Eropa menunjukkan bahwa 50 sampai 80 persen pasien tidak lagi mempunyai
masalah psikiatri berat. Lamanya gejala akut dan residual sering hanya beberapa hari. Kadangkadang, gejala depresif terjadi setelah resolusi gejala psikotik, dan bunuh diri menjadi masalah
yang harus diperhatikan selama fase psikotik dan fase depresif pascapsikotik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan psikotik singkat atau akut didefinisikan sebagai suatu gangguan kejiwaan yang
terjadi selama 1 hari sampai kurang dari 1 bulan, dengan gejala psikosis dan dapat kembali ke
tingkat fungsional premorbid.
8
Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tapi sebagian besar dijumpai pada pasien dengan
gangguan kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis atau psikologis terhadap
perkembangan gejala psikotik. Satu atau lebih faktor stress berat, seperti peristiwa traumatis,
konflik keluarga, masalah pekerjaan, kecelakaan sakit parah, kematian orang yang dicintai dan
status imigrasi yang tidak pasti dapat memicu psikosis reaktif singkat.
Tatalaksana pasien meliputi konseling keluarga untuk membantu pasien mengurangi stress
dan kontak dengan stressor serta mendukung pelaksanaan aktifitas sehari-hari setelah gejala
membaik. Dua golongan utama obat yang dipertimbangkan diberikan dalam pengobatan
gangguan psikotik singkat adalah obat-obat antipsikotik dan ansiolitik. Bila obat antipsikotik
yang dipilih, obat antipsikotik potensi tinggi atau atipikal seperti haloperidol atau risperidon
dapat digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin J. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed.2. Jakarta: EGC,
2010.
2. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III Dan DSM-5.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, 2013.
3. Kumar R., et al. Acute Psychosis as the Initial Presentation of MS: A case Report. The
International MS Journal. 17.2:54-57.2011.
4. Maggina, P., et al. Anti N-Methyl D Aspartate Receptor Encephalitis Presenting eith Acut
Psychosis in A Preteenage girl: A Case Report. Journal of Medical Case Report. 2012.
5. Grover S. Akut dan Sementara Psikosis: Sebuah Ikhtisar. India: PGIMER.2010.
9