TINJAUAN PUSTAKA
2.1 F9. Gangguan Perilaku Dan Emosional Dengan Onset Biasanya Pada
Masa Kanak Dan Remaja.
F9.0. Gangguan Hiperkinetik
Ciri utama: berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan, harus nyata
pada lebih dari satu situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik).1
Tabel 2.1 Kriteria Hiperkinetik1
Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan
ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak seringkali beralih dari
suatu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu
karena perhatiannya tertarik pada kegiatan lainnya
Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi
yang menuntut keadaan relative tenang. Tolak ukur penilaiannya ialah bahwa suatu
aktivitas dinyatakan berlebihan dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi
dibandingkan dengan anak lain yang sama umur dan nilai IQ-nya.
sendiri, merupakan area utama yang secara teori bertanggung jawab terhadap
patofisiologi ADHD. Mekanisme inhibitor di kortek, sistem limbik, serta sistem
aktivasi reticular juga dipengaruhi. ADHD dapat mempengaruhi satu, dua, tiga,
atau seluruh area ini sehingga muncul tipe dan profil yang berbeda dari ADHD.
Sebagaimana yang diketahui bahwa lobus frontal berfungsi untuk mengatur agar
pusat perhatian pada perintah, konsentrasi yang terfokus, membuat keputusan
yang baik, membuat suatu rencana, belajar dan mengingat apa yang telah kita
pelajari,serta dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang tepat. Mekanisme
inhibisi di kortek befungsi untuk mencegah agar kita tidak hiperaktif, berbicara
sesuatu yang tidak terkontrol, serta marah pada keadaan yang tidak tepat. Dapat
dikatakan bahwa 70 % dari otak kita berfungsi untuk menghambat 30 % yang
lain. 6,7
Pada saat mekanisme inhibitor dari otak tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya maka hasilnya adalah apa yang disebut dengan disinhibitor disorder seperti perilaku impulsif, quick temper, membuat keputusan
yang buruk, hiperaktif, dan lain-lain. Sedangkan sistem limbik mengatur emosi
dan kewaspadaan seseorang. Bila sistem limbik teraktivasi secara berlebihan,
maka seseorang memiliki mood yang labil, temperamen yang meledak-ledak,
menjadi mudah terkejut, selalu menyentuh apapun yang ada di sekitarnya,
memiliki kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik yang normal mengatur
perubahan emosional yang normal, level energi normal, rutinitas tidur normal, dan
level stress yang normal. Disfungsi dari sistem limbik mengakibatkan terjadinya
masalah pada hal tersebut. Beberapa data mendukung hal ini yaitu pemeriksaan
MRI pada kortek prefrontal mesial kanan penderita ADHD menunjukkan
penurunan aktivasi. Selama pemeriksaan juga terlihat hambatan respon motorik
yang berasal dari isyarat sensorik. MRI pada penderita ADHD juga menunjukkan
aktivitas yang melemah pada korteks prefrontal inferior kanan dan kaudatum
kiri.6,7
Neurotransmiter utama yang teridentifikasi lewat fungsi lobus frontal
adalah katekolamin. Neurotranmisi dopaminergik dan noradrenergik terlihat
sebagai fokus utama aktifitas pengobatan yang digunakan untuk penanganan
ADHD. Dopamin merupakan zat yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan
10
tingkatan
yang
maladaptif
dan
tidak
dengan
tingkat
perkembangan.5
Hiperaktivitas
a) Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering
menggeliat di kursi,
b) Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam
situasi lainnya di mana diharapkan agar anak tetap duduk,
c) Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di
mana hal ini tidak tepat. (Pada masa remaja atau dewasa terbatas
pada perasaan gelisah yang subjektif),
d) Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam
kegiatan senggang secara tenang,
e) Sering 'bergerak' atau bertindak seolah-olah 'dikendalikan oleh
motor', dan sering berbicara berlebihan.
Impulsivitas
a) Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesal.
11
12
\
Pemeriksaan fisik
Perlu observasi yang baik terhadap perilaku penderita ADHD karena pada
penderita ADHD menunjukkan gejala yang sedikit pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi : tanda vital, tinggi badan, berat badan,
tekanan darah dan nadi. Pemeriksaan fisik umum termasuk penglihatan, pendengaran
dan neurologis. Tidak ada pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik untuk
ADHD. Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara seksama, mungkin dapat membantu
dalam menegakkan diagnosa, dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.
Pemeriksaan psikologis (mental)
Terdiri dari pemeriksaan terhadap kesan umum berupa refleksi menghisap, control
impuls, dan state of arousal. Pemeriksaan mental seperti: tes intelegensia, tes
visuomotorik, tes kemampuan bahasa, dan lain-lain.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Liver Function Test
b. Complete blood cell counts
Pemeriksaan Imaging
a. MRI
b. PET (Positron Emision Tomography)
13
14
sedang
rangsang
yang
tidak
menyenangkan
akan
15
Keluarga
Perkembangan
Anak
pekerjaan lambat,
d) Risiko kecelakaan
pada keluarga
b) Keharmonisan
meningkat
e)Risiko gangguan
keluarga terganggu
c) Perubahan status
keluarga.
penggunaan zat
meningkat.
pekerjaan.
16
Farmakoterapi (Medikamentosa)
Terapi perilaku
Kombinasi pengobatan medikamentosa dengan terapi perilaku
Edukasi pasien dan keluarga mengenai anak ADHD.
Terapi Medikamentosa
Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai CNS
stimulant, meliputi sediaan short dan sustained-release seperti methylphenidate,
dextroamphetamine, kombinasi dextroamphetamine dan amphetamine salt. Salah
satu keuntungan sediaan sustained-release untuk anak-anak adalah satu dosis di
pagi hari akan bertahan efeknya sepanjang hari sehingga anak-anak tidak perlu
minum dosis kedua maupun ketiga saat kegiatan di sekolah berlangsung.
Keuntungan lain adalah dipertahankannya obat ini pada level tertentu dalam tubuh
sepanjang hari sehingga fenomena rebound dan munculnya iritabilitas dapat
dihindari. FDA (The Food and Drug Administration) menyarankan penggunaan
dextroamphetamine pada anak-anak berusia 3 tahun atau lebih dan
methylphenidate pada anak-anak berusia 6 tahun atau lebih. Kedua obat inilah
yang paling sering dipakai untuk terapi ADHD. 6,7,8
17
Dosis
Methylphenidate
2,5-25 mg
0,3-0,7
Duration of
Action
2 3 jam
Regimen
Dose
2 x/hari
tab @ 10mg
mg/kg/hr
(tablet)
b. Intermediate acting (sustained
20 40 mg
3 8 jam
1 x/hari tab.
8 12 jam
1 x/hari cap.
8 12 jam
1 x/hari cap.
20 mg
18
Terapi Perilaku
Berupa : 6,7
1) Intervensi pendidikan dan sekolah
Hal ini penting untuk membangun kemampuan belajar anak.
2) Psikoterapi: pelatihan ADHD, suport group, atau penggunaan
keduanya pada orang dewasa dapat membantu menormalisasi
gangguan dan membantu penderita agar focus pada informasi umum.
2.2.9 Prognosis ADHD
Prognosis pasien ADHD umumnya baik bila: 6,7
a) Tidak ada faktor komorbid utama
b) Pasien dan yang merawatnya memperoleh cukup edukasi mengenai
ADHD dan manajemen penanganannya
c) Taat dalam melaksanakan terapi
d) Learning disabilities yang menyertai didiagnosa dan ditinjau ulang dan
ditangani.
e) Beberapa dan semua masalah emosional diinvestigasi dan ditangani
dengan baik oleh dokter umum atau pasien dirujuk ke pusat kesehatan jiwa
yang profesional.
Sedikitnya 80% dari anak-anak yang menderita ADHD, gejalanya menetap
sampai remaja bahkan dewasa. Dengan peningkatan usia, maka gejala hiperaktif
akan berkurang tetapi gejala inatensi, impulsivitas, disorganisasi, dan kesulitan
dalam membangun hubungan dengan orang lain biasanya menetap dan semakin
menonjol. 6,7
2.3 Sindrom de la Tourette
2.3.1 Definisi Sindrom de la Tourette
Menurut revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM-IV-TR), Tic pada gangguan Tourette merupakan Tic
motorik multipel dan satu atau lebih Tic vokal. Tic adalah suatu gerakan motorik
(yang lazimnya mencakup suatu kelompok otot khas tertentu) yang tidak dibawah
pengendalian, berlangsung cepat dan berulang, tidak berirama ataupun suatu hasil
vocal yang timbul mendadak dan tidak ada tujuannya yang nyata.1,2,5
Gangguan Tourette menimbulkan penderitaan atau hendaya yang
signifikan di dalam area fungsi yang penting. Gangguan ini memiliki onset
19
sebelum usia 18 tahun,dan tidak disebabkan olah suatu zat atau keadaan medis
umum. 1,2,5
2.3.2 Epidemiologi Sindrom de la Tourette
Prevelansi seumur hidup gangguan Tourette diperkirakan 4 hingga 5 per
10.000. Lebih banyak anak yang menunjukkan gangguan ini dibandingkan orang
dewasa. Onset komponen motorik gangguan ini umumnya terjadi pada usia 7
tahun; Tic vokal muncul rata-rata pada usia 11 tahun. Gangguan Tourette terjadi
kira-kira tiga kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan pada anak
perempuan. Gangguan ini juga lebih lazim pada anak kulit putih daripada ras yang
lain.9,10
2.3.3 Etiologi Sindrom de la Tourette
Faktor Genetik
Fakta bahwa gangguan Tourette dan gangguan tic vokal atau motorik
kronis lebih besar kemungkinannya untuk terjadi di keluarga yang sama
memberikan dukungan pada pandangan bahwa gangguan ini merupakan bagian
dari spektrum yang ditentukan secara genetik. Bukti ada beberapa keluarga
menunjukkan bahwa gangguan Tourette diturunkan dengan cara dominan
autosom. Hingga setengah dari pasien gangguan Tourette juga mengalami
gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas (ADHD). Hingga 40 persen pasien dengan
gangguan Tourette juga memiliki gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Di samping
itu, kerabat orang dengan gangguan Tourette memiliki risiko tinggi untuk
mengalami gangguan ini, gangguan tic vokal atau motorik kronis, dan gangguan
obsesif-kompulsif. Mengingat adanya gejala ADHD pada lebih dari setengah
pasien dengan gangguan Tourette, timbullah pertanyaan mengenai hubungan
genetik antara kedua gangguan ini. 10
Faktor Neurokimia dan Neuroanatomis
Bukti kuat adanya keterlibatan sistem dopamin di dalam gangguan tic
mencakup pengamatan bahwa agen farmakologis yang mengantagonisasi
dopamin-haloperidol (Haldol) menekan tic dan bahwa agen yang meningkatkan
aktivitas dopaminergik sentral (amfetamin) cenderung memperburuk tic.
20
Hubungan tic dengan sistem dopamin tidak sederhana, karena pada beberapa
kasus obat antipsikotik, seperti haloperidol, tidak efektif di dalam mengurangi tic,
dan efek stimulan pada gangguan tic dilaporkan beragam. Pada beberapa kasus,
gangguan Tourette muncul selama terapi dengan obat antipsikotik.10
Opiat endogen dapat terlibat di dalam gangguan tic dan gangguan obsesifkompulsif. Beberapa bukti menunjukkan bahwa agen farmakologis yang
mengantagonis opiat endogen. Kelainan di dalam sistem nonadrenergik terkait di
dalam beberapa kasus melalui pengurangan tic dengan clonidine (Catapres).
Agonis adrenergik ini mengurangi pelepasan norepinefrin di sistem saraf pusat
(SSP) sehingga dapat mengurangi aktivitas di dalam sistem dopaminergik.
Kelainan di ganglia basalis menimbulkan berbagai gangguan gerakan, seperti
pada penyakit Huntington, dan gangguan ganglia basalis juga mungkin terjadi
pada gangguan Tourette, gangguan obsesif-kompulsif, dan ADHD. 10
Faktor Imunologis dan Pascainfeksi
Proses autoimun akibat infeksi streptokokus diidentifikasi sebagai
mekanisme yang berpotensi menimbulkan gangguan Tourette. Proses ini dapat
bekerja secara sinergis dengan kerentanan genetik untuk gangguan ini. Sindrom
pascastreptokokus juga dikaitkan dengan satu faktor penyebab yang potensial di
dalam timbulnya OCD, yang terdapat pada hampir 40 persen orang dengan
ganggguan Tourette. 10
2.3.4 Diagnosis dan Gambaran Klinis Sindrom de la Tourette
Untuk menegakkan diagnosis gangguan Tourette, klinisi harus
mendapatkan riwayat tic motorik multipel dan munculnya sedikitnya satu tic
vokal pada suatu saat di dalam gangguan ini. Menurut DSM-IV-TR, tic harus
terjadi beberapa kali dalam sehari hampir setiap hari atau secara intermitten
selama lebih dari 1 tahun. Usia rerata onset tic adalah 7 tahun, tetapi tic dapat
muncul sedini usia 2 tahun. Onset harus terjadi sebelum usia 18 tahun. 1,2,5,10
Tabel 2.5 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Gangguan Tourette 5
Tic motorik multipel dan satu atau lebih tic vokal telah ada pada suatu saat selama penyakit, meskipun
tidak harus bersamaan.
Tic terjadi beberapa kali dalam sehari (biasanya dalam serangan) hampir setiap hari atau secara
21
intermitten sepanjang suatu periode lebih dari 1 tahun, dan selama periode ini tidak pernah ada
periode bebas tic selama lebih dari 3 bulan berturut-turut.
Onsetnya sebelum usia 18 tahun.
Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis lansung dari suatu zat (misalnya stimulan) atau
keadaan medis umum (misalnya penyakit Huntington).
22
23
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ADHD merupakan gangguan yang ditandai dengan adanya
ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang
dihadapi, sehingga rentang waktu perhatian yang dimiliki sangat singkat
dibandingkan anak lain yang seusianya. Gangguan perilaku ini biasanya disertai
dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif. Penatalaksanaan ADHD
meliputi terapi farmakoterapi (medikamentosa), terapi perilaku, kombinasi
pengobatan medikamentosa dengan terapi perilaku dan edukasi pasien dan
keluarga mengenai anak ADHD. Sedangkan Tic adalah suatu gerakan motorik
(yang lazimnya mencakup suatu kelompok otot khas tertentu) yang tidak dibawah
pengendalian, berlangsung cepat dan berulang, tidak berirama ataupun suatu hasil
vocal yang timbul mendadak dan tidak ada tujuannya yang nyata. Tic pada
gangguan Tourette merupakan Tic motorik multipel dan satu atau lebih Tic vokal.
3.2 Saran
Perlunya informasi kepada masyarakat tentang gangguan yang bisa
muncul pada masa kanak dan remaja, sehingga dapat ditangani dengan tepat dan
mencegah dampak yang bisa muncul akibat gangguan tersebut secara cepat.
Pemberian informasi kepada masyarakat bisa melalui kontak langsung dengan
masyarakat atau dengan menggunakan media cetak/elektronik.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. 2001.Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III.
Jakarta: PT Nuh Jaya
2. Maramis W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press. p. 63-9.
3. Mangindaaan L. 2010. Buku Ajar Psikiatri: Diagnosis Psikiatrik. Jakarta:
Penerbit FKUI. P. 71-83
4. N.B Moersintowati, Titi S. Sularyo, Soetjiningsih, Hariyono Suyitno dan
IG.N Gde Ranuh. 2008. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Nancy
Pardede. Masa remaja. Jakarta: CV Sagung Seto. p. 138-9, 159-63.
5. American Psychiatric Association. 2005. Diagnostic and statistical
manual of mental disorder (4th. ed) Washington DC: American Psychiatric
Association.
6. Wirawanni, A. 2007. Efek penerapan konsep sensori integrasi yang
dilakukan di rumah untuk menurunkan hiperaktivitas pada anak adhd.
(Tesis tidak diterbitkan). Universitas Katolik Soegija Pranata, Semarang.
7. Grskovic A. Janice. 2010. Understanding Adhd in Girls: Identification
and Social Characteristics. International Journal of Special Education 25,
(1): 172
8. Maslim, Rusdi. 2007. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik
(Psychotropic medication) Edisi 3. Jakarta: Bagian ilmu Kedokteran Jiwa
FK Unika Atma Jaya.
9. Sadocks and Kaplan. 2009. Comprehensive Textbook of psychiatry. In:
Dimsdale, I.R Michael, F.J Keefe & Murray B, editors. Stein. Stress and
Psychiatry. Volume II p. 2407, 2411-12.
26
10. Hawley J.S., Gray S.K. Pediatric Tourette Syndrome. Diunduh dari :
file:///C:/Users/acer/Desktop/PSIKIATRI/289457overview%20tourette
%27s%20disor
der.htm 8 November 2016