Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh Ekstrak Etanolik Daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter) terhadap Lesi Mukosa

Gaster Tikus yang Diinduksi Boraks (Na2B4O7.10H2O)


1

Sari Nurmalia 1, Rima Zakiyah 2, Arif Yahya 2


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang
2
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang
ABSTRAK

Pendahuluan: Boraks merupakan bahan berbahaya yang disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan.1 Boraks
merupakan radikal bebas eksogen yang dapat memicu kerusakan organ akibat stres oksidatif.2 Stres oksidatif dapat
dihambat oleh antioksidan.3 Flavonoid pada ekstrak daun bambu (BLE) berfungsi sebagai antioksidan nonenzimatis.4 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanolik daun Bambu Jawa terhadap
lesi mukosa gaster tikus yang diinduksi boraks. Metode: Penelitian eksperimental laboratorium pada 25 tikus Wistar
jantan dalam lima kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (aquades 2 cc), kontrol positif (boraks 1 gr/KgBB),
perlakuan 1 (boraks dan BLE 10 mg/ml), 2 (boraks dan BLE 20 mg/ml) dan 3 (boraks dan BLE 40 mg/ml). Induksi
dilakukan setiap hari selama 21 hari, lalu dilakukan pengecatan Hematoxylen Eosin (HE) pada preparat histologi
gaster. Pengukuran lesi mukosa gaster dalam lima lapang pandang diamati melalui mikroskop dengan perbesaran
200 kali. Data dianalisa dengan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney (p0.05). Hasil: Pemberian BLE dosis 10
mg/ml (p=0.881), 20 mg/ml (p=0.881) dan 40 mg/ml (p=0.050) mampu menurunkan lesi mukosa mukosa gaster
akibat boraks sebesar 33.33% (10 mg/ml dan 20 mg/ml) sampai 50% (40 mg/ml). Kesimpulan: Ekstrak etanolik
daun Bambu Jawa dosis 40 mg/ml signifikan menurunkan lesi mukosa gaster tikus strain Wistar yang diinduksi
boraks.
Kata Kunci : Gigantochloa atter, Bambu Jawa, boraks, lesi mukosa lambung.

The Effect of Ethanolic Extract of Java Bamboo (Gigantochloa atter) Leaves to Gastric
Mucosal Lesion in Rat Induced Borax (Na2B4O7.10H2O)
Sari Nurmalia 1, Rima Zakiyah 2, Arif Yahya 2
Student of Medical Faculty of Malang Islamic University
2
Lecturer of Medical Faculty of Malang Islamic University
1

ABSTRACT
Introduction: Borax was hazardous ingredients that abused as food additives.1 Borax was exogenous free radicals
that can trigger organ damage due to oxidative stress.2 Oxidative stress can be inhibited by the antioxidants.3
Flavonoids in bamboo leaves extract (BLE) serves as a non-antioxidant enzimatis.4 This study aims to identifying the
effect of ethanolic extract of Java bamboo leaves to gastric mucosal lesion in rat induced borax. Method:
experimental laboratory design used 25 male Wistal rats divided into 5 groups; namely negative control (2 cc of
aquades), positive control (borax 1 gr/BW), treatment 1 (borax and 10 mg/ml dose of BLE), treatment 2 (borax and
20 mg/ml of BLE), and treatment 3 (borax and 40 mg/ml of BLE). The induction was carried out every day in 21
days, then done the colored histology preparation by Hematoxylen Eosin (HE). The measurement of the gastric
mucosal lesion in five fields of view observed through a microscope with magnification 200 times. Data were
analyzed with Kruskal-Wallis and Mann-Whitney (p0.05) tests. Result: 10 mg/ml (p=0.881), 20 mg/ml (p=0.881)
and 40 mg/ml (p=0.050) doses of BLE were able to decrease of gastric mucosal lesion caused by borax amount of
33.33% (10 mg/ml and 20 mg/ml) until 50% (40 mg/ml). Conclusion: 40 mg/ml dose of ethanolic extract of Java
bamboo leaves are decrease significantly to gastric mucosal lesion in rat induced borax.
Keywords: Gigantochloa atter, Java Bamboo, borax, gastric mucosal lesion.

722/MENKES/PER/IX/1988
tentang
larangan
penggunaan boraks sebagai bahan tambahan makanan
masih belum dipatuhi oleh lapisan masyarakat di
Indonesia.7 Penggunaan boraks sebagai BTP tidak
memenuhi kaidah Islam mengenai produk pangan yang
halal dan baik (halalan thoyiban). Kaidah tersebut
diatur secara jelas dalam Q.S Al-Baqarah (168), AlMaidah (88), An-Nahl (114) serta dipertegas dalam
hadist Nabi Muhammad SAW.8 Di dalam ajaran Islam
menghindari kemudaratan lebih diutamakan daripada
mengambil kemaslahatan. Boraks (Na2B4O7.10H2O)
biasa digunakan sebagai bahan pembersih, pengawet

PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini di Indonesia banyak terjadi
penyalahgunaan bahan tambahan pangan (BTP)
berbahaya.6 Berdasarkan hasil survei keamanan pangan
tahun 2013 yang dilakukan oleh Badan POM RI pada
1.504 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di 18
provinsi, ditemukan banyak penyalahgunaan bahan
berbahaya seperti boraks (8,80%), formalin (4,89%),
rhodamin B dan methanyl yellow (4,89%) pada produk
IRTP.1 Survei tersebut membuktikan bahwa SK
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.

kayu, antiseptik, dan insektisida.9 Boraks ditambahkan


dalam produk makanan sebagai food additive dan food
preservative. Food additive seperti menambah
kerenyahan pada krupuk dan menambah kekenyalan
pada bakso, sebagai food preservative boraks membuat
makanan lebih awet. Boraks bersifat toksik bagi
manusia dan hewan.10,11 Kandungan dari boraks (asam
boron) merupakan sumber radikal bebas eksogen.2
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang
terdiri dari satu atau lebih elektron yang tidak
berpasangan pada orbit terluarnya, yang dapat memicu
terjadinya stres oksidatif dalam tubuh melalui
peroksidasi lipid, protein, dan DNA.2 Hal inilah yang
memicu terjadinya kerusakan sel pada semua organ
yang terpapar boraks salah satunya organ gaster.12
Paparan boraks yang berlangsung lama (kronik) akan
menyebabkan radang pada organ gaster yang disebut
gastritis dan bisa mengakibatkan terjadinya ulkus
peptikum.1,7 Gastritis dan ulkus peptikum secara
konvensional dapat diobati dengan obat golongan
antasida
dan
mukoregulator
tetapi
banyak
menimbulkan dilema di kalangan masyarakat antara
lain kepatuhan pasien untuk minum obat dan banyak
efek obat yang tidak diinginkan.13 Efeknya mulai dari
yang ringan seperti mual, muntah, masalah
kardiovaskuler sampai yang parah seperti Burnett
syndrome (hiperkalsemia, hiperfosfatemia, dengan
kemungkinan kalsinosis ginjal dan meluas menjadi
insufisiensi ginjal).14 Hal inilah yang mendorong para
ilmuan untuk memanfaatkan keanekaragaman hayati
yang ada (back to nature) sebagai antioksidan alami
untuk upaya preventif dan kuratif dengan harapan lebih
ekonomis dan sedikit memberikan efek samping.
Eksplorasi kekayaan alam botani merupakan salah satu
contoh ajaran islam yang dijelaskan pada QS Abasa
(24-31) dan Ar-Radu (3-4). Pada ayat-ayat tersebut
menjelaskan tentang ajakan bagi kaum muslim untuk
memanfaatkan kekayaan alam dengan sebaik-baiknya.
Salah satu contoh kekayaan alam sebagai sumber
antioksidan alami adalah ekstrak daun Bambu Jawa
(Gigantochloa atter).
Di negara Indonesia, distribusi Bambu Jawa
(Gigantochloa atter) sangat luas hampir ada di seluruh
wilayah Indonesia, mulai dari pulau Jawa, Sumatera,
dan Kalimantan. Sudah dibuktikan pada penelitian
sebelumnya pada tahun 2012 bahwa daun bambu
mengandung multi biological effect yang dapat
berfungsi sebagai penangkal radikal bebas, anti-aging,
antimikroba, antikanker, antidiabetes dan bisa
mencegah penyakit kardiovaskuler.15 Kandungan utama
ekstrak daun bambu adalah flavonoid yang merupakan
metabolit sekunder, dimana berperan sebagai
antioksidan dalam tubuh.4
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
ekstrak etanolik daun Bambu Jawa sebagai antioksidan
yang bisa menangkal senyawa radikal bebas, khususnya
terhadap mukosa gaster tikus strain Wistar yang
diinduksi boraks dosis (1 gr/KgBB) sebagai sumber
radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh ekstrak etanolik daun Bambu

Jawa (Gigantochloa atter) dosis 10 mg/ml, 20 mg/ml


dan 40 mg/ml terhadap mukosa gaster tikus strain
Wistar yang diinduksi boraks 1 gr/KgBB.16,17
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian
dilaksanakan
dengan
metode
eksperimental laboratorium desain control group post
test only secara in vivo menggunakan hewan coba tikus
strain Wistar jantan.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 Juli
2013 di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Malang, Laboratorium FAAL
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, dan
Laboratorium AKAFARMA SMK Putera Indonesia
Malang.
Ethical Clearance
Penelitian ini telah mendapat surat laik etik dari
Komisi Etik Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya No.320/EC/KEPK-S1/05/2014
dan disetujui pada tanggal 9 mei 2014.
Prosedur Kerja
Pengelompokan Kelompok Kontrol dan Perlakuan
Pengelompokan hewan coba dilakukan secara acak.
Dari 25 hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok, 2
kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan. Tiap
kelompok terdiri dari 5 tikus.
Pembuatan Larutan Boraks
Serbuk boraks (Na2B4O7.10H2O) diperoleh dari
Laboratorium
Biokimia
Fakultas
Kedokteran
Universitas Islam Malang. Seratus gram boraks
dilarutkan dalam 100 mL aquades.
Pembuatan Ekstrak Etanolik Daun Bambu Jawa
Simplisia daun Bambu Jawa (Gigantochloa atter)
diperoleh dari Materia Medika Batu dengan nomor
determinasi 074/058/A/101.8/2013. Daun ini berasal
dari pemilihan daun segar, diambil 2-3 daun dari
pucuk, tidak keriting, tidak berbintik dan tidak terlalu
muda maupun terlalu tua.18 Sebanyak 20 gram serbuk
daun Bambu Jawa diekstrak dengan metode maserasi
dalam 200 ml etanol 96% dengan suhu 60C selama 12
jam, kemudian disaring. Hasilnya dievaporasi, untuk
memisahkan etanol dan ekstrak murni daun Bambu
Jawa. Ekstrak etanolik daun Bambu Jawa kemudian
dibagi dalam tiga dosis 10 mg/ml (1 gr ekstrak
diencerkan dalam 100 ml aquades), 20 mg/ml (2 gr
ekstrak diencerkan dalam 100 ml aquades) dan 40
mg/ml (4 gr ekstrak diencerkan dalam 100 ml aquades).
Perlakuan
Tikus diadaptasikan didalam kandang hewan coba
yang diletakkan di laboratorium selama 7 hari dan
diberi makan serta minum sesuai standar. Kelompok
kontrol negatif (induksi aquades 2cc), kelompok

kontrol positif (induksi boraks 1 gr/KgBB), kelompok


perlakuan 1 (induksi boraks 1 gr/KgBB dan ekstrak
daun bambu/BLE 10 mg/ml), kelompok perlakuan 2
(induksi boraks 1 gr/KgBB dan BLE 20 mg/ml) dan
kelompok perlakuan 3 (induksi boraks 1 gr/KgBB dan
BLE 40 mg/ml). Induksi dilakukan personde lambung.
Boraks diberikan 1 jam sebelum BLE dan diberikan
sehari sekali selama 21 hari.
Pengorbanan Hewan Coba dan Pembuatan
Preparat Histologi
Pada akhir penelitian, hewan coba dikorbankan
dengan diberi eter perinhalasi kemudian diambil organ
gaster untuk dibuat preparat histologi. Pembuatan
preparat histologi dilakukan di Laboratorium Patologi
Anatomi Welirang RSIA Malang.
Pemeriksaan Mikroskopis Mukosa Gaster
Pengukuran mukosa gaster tikus dilakukan dengan
mengukur panjang mukosa, panjang lesi, kedalaman
mukosa dan kedalaman lesi, menggunakan mikroskop
trinokular perbesaran 200x yang dilakukan oleh 2
peneliti yaitu peneliti utama dan peneliti pohon.
Pemeriksaan mikroskopis lesi mukosa gaster
ditunjukkan oleh gambar dibawah ini.

Cara Pengukuran Mikroskopis Gaster


b

Keterangan gambar: cara pengukuran panjang lesi (a), kedalaman


lesi (b), panjang mukosa (c) dan tebal mukosa gaster (d).

Pengukuran dilakukan pada lima lapang pandang


untuk setiap preparat. Panjang lesi di ukur dari bagian
mukosa gaster yang mengalami erosi. Pengukuran
panjang mukosa dilakukan dengan mengukur panjang
mukosa dengan arah horisontal per lapang pandang.
Jadi panjang mukosa sama pada setiap preparat
histologi. Kedalaman lesi di ukur dari garis sejajar
epitel permukaan mukosa sampai dasar erosi,
sedangkan untuk kedalaman mukosa di ukur dari epitel
permukaan mukosa sampai batas antara muskularis
mukosa dengan submukosa gaster . Hasil pengukuran
diratarata dan diubah menjadi data ordinal atau score
menurut kriteria Sibilia et al (2003).5 Luas lesi dinilai
dari skor 0-3 berdasarkan kiteria berikut:
Skor 0 = tidak ada lesi
Skor 1 = lesi yang melibatkan 1-10% mukosa
Skor 2 = lesi yang melibatkan 11-20% mukosa

Skor 3 = lesi yang melibatkan >20% mukosa


Kedalaman lesi dinilai berdasarkan kriteria berikut:
Skor 0 = tidak ada perubahan
Skor 0,5 = erosi superfisial
Skor 1 = ulkus yang melibatkan 1/3 atas mukosa
Skor 2 = ulkus yang melibatkan 2/3 mukosa
Skor 3 = ulkus yang melibatkan hampir seluruh
ketebalan mukosa.
Skor luas panjang dan dalamnya lesi dijumlahkan
menjadi skor total mikroskopis yang mempunyai
rentang 0-6.
Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan uji statistik KruskalWallis (Analysis of variance) yang dilanjutkan dengan
uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbandingan
antar kelompok. Hasil dikatakan bermakna jika p0.05.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Populasi
Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus strain
Wistar berjenis kelamin jantan dengan umur 2-3 bulan.
Populasi dalam penelitian ini memiliki karakteristik
yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1: Karakteristik Populasi
Kelompok
Hewan
Coba
Jenis
kelamin
Usia-Awal
(minggu)
Lama
Adapasi
(minggu)
Usia-Akhir
(minggu)

K(-)
Tikus
Wistar

K(+)
Tikus
Wistar

Pk1
Tikus
Wistar

Pk2
Tikus
Wistar

Pk3
Tikus
Wistar

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

Jantan

12

12

12

12

12

Gerakan
BB awal
(gr)
BB
prakondisi
(gr)
BB akhir
(gr)
Aquades 2
cc
Boraks
1gr/KgBB

Aktif
150180

Aktif
150180

Aktif
150180

Aktif
150180

Aktif
150180

197241
220252

202250
249302

198243
212251

216257
234285

203242
224259

+
10
mg/ml

+
20
mg/ml

+
40
mg/ml

BLE
Jumlah
tikus per
kelompok
5
5
5
5
5
Keterangan : K(-) = Kontrol (-), K(+) = Kontrol (+), Pk1 =
Perlakuan 1, Pk2 = Perlakuan 2, Pk3 = Perlakuan 3, BB = berat badan
gr = Gram, KgBB = Kilogram berat badan, mg/ml = milligram per
milliliter, BLE = Bamboo Leave Extract Ekstrak etanolik daun
Bambu Jawa (Gigantochloa atter)

Tikus putih (Rattus novergicus) strain Wistar


memiliki kemiripan struktur DNA dengan manusia.17
Sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat
direpresentasikan pada manusia.

maka skor mikroskopis kerusakan gaster (Y) adalah:


Y = (1.14/3.498 mm)100 % = 3.25 % ( panjang lesi
antara 1-10% maka skor mikroskopisnya adalah 1).

Histopatologi Mukosa Gaster


K(-)

K(+)

Tabel 2: Hasil Pengukuran Mikroskopis Mukosa Gaster

K
(-)

Rerata Rerata Skor Panjang


tebal dalam Dalam mukosa
mukosa lesi
lesi
per
(mm) (mm)
lapang
pandang
(mm)
1.22 0.08 0.5
3.49
0.08 0.16

0.01
0.21

0.5

K
(+)
Pk
1

1.23
0.03
1.21
0.03

0.41
0.10
0.37
0.08

3.49

3.49

1.14
1.15
1.13
0.35

Pk
2

1.21 0.35
0.07 0.04

3.49

0.84
0.33

Pk
3

1.19 0.19
0.09 0.27

0.5

3.49

0.57
0.68

1.5

b
c

d
e

Pk1

Pk2

f
f

Rerata Skor
Skor
panjang Panjang total
lesi
lesi mikrosko
(mm)
opis

Keterangan tabel: K(-) = kelompok kontrol negatif (aquades 2 cc),


K(+) = kelompok kontrol positif (boraks 1 gr/KgBB), Pk1 =
kelompok perlakuan 1 (boraks 1 gr/KgBB + BLE 10 mg/ml), Pk2 =
kelompok perlakuan 2 (boraks 1 gr/KgBB + BLE 20 mg/ml), Pk3 =
kelompok perlakuan 3 (boraks 1 gr/KgBB + BLE 40 mg/ml). Score
total mikroskopis: 0-6

Skor total mikroskopis adalah penjumlahan skor


kedalaman lesi (X) dan panjang lesi (Y). Konversi
dilakukan pada semua kelompok penelitian dan
hasilnya ditunjukkan histogram di bawah ini.

Pk3
f

Gambar. Histopatologi Mukosa Gaster (HE, 100X)


Keterangan: K(-) = Kontrol (-), K(+) = Kontrol (+), Pk1 = Perlakuan
1, Pk2 = Perlakuan 2, Pk3 = Perlakuan 3 a = epitel permukaan, b =
kelenjar gaster, c = sel parietal, d = sel zymogen, e = mukosa
muskularis, f = lesi mukosa gaster.

Luas Kerusakan Mukosa Gaster


Uji kuantitatif dilakukan dengan cara mengukur
luas panjang dan kedalaman dari erosi mukosa gaster.
Konversi data berdasarkan Sibilia et al (2003). Sebagai
contoh pada K(-) kedalaman mukosa 1.22 mm dan
kedalaman lesi 0.08 mm maka skor mikroskopis
kerusakan gaster (X) adalah:
X = 0.08/1.22 mm = 0.06 mm (X kurang dari
sepertiga mukosa gaster skor = 1)
Sebagai contoh skor panjang lesi pada K(+) dimana
panjang mukosa 3.49 mm dan panjang lesi 1.14 mm

Keterangan: p = 0.04 ( p0.05)


a
= Signifikan antara kontrol (-) dengan kontrol (+) dengan nilai
p=0.007 (p0.05), kontrol (-) dibandingkan perlakuan 1 (p=0.028)
dan perlakuan 2 (p=0.028). Sedangkan pada kontrol (-) dengan
perlakuan 3 tidak signifikan karena nilai p=0.368 (p>0.05).
b
= Signifikan antara kontrol (+) dengan kontrol (-) dengan nilai
p=0.007 (p0.05) dan kontrol (+) dibandingkan perlakuan 3 dengan
nilai p=0.05 (p0.05). Sedangkan kontrol (+) dengan perlakuan 1 dan
2 tidak signifikan dengan nilai p=0.881
c
= Signifikan antara perlakuan 1 dibandingkan kontrol (-) dengan
nilai p=0.028 (p0.05).
d
= Signifikan antara perlakuan 2 dibandingkan kontrol (-) dengan
nilai p=0.028 (p0.05).
e
= Signifikan antara perlakuan 3 dibandingkan kontrol (+) dengan
nilai p=0.05 (p0.05).

Histogram tersebut menunjukkan penurunan skor


lesi (erosi) mukosa gaster pada kelompok perlakuan
yaitu kelompok tikus dengan induksi boraks 1 gr/KgBB
dan ekstrak etanolik daun Bambu Jawa (Gigantochloa
atter) dibanding kelompok kontrol positif yang
diinduksi boraks 1 gr/KgBB saja. Dosis 10 mg/ml dan
20 mg/ml mampu menurunkan skor lesi mukosa gaster

akibat induksi boraks 1 gr/KgBB sebesar 33.33%,


sedangkan pada dosis 40 mg/ml mampu menurukan
skor lesi mukosa gaster sebesar 50 %. Jadi, penurunan
skor lesi mukosa gaster ini tergantung dari dosis
ekstrak daun bambu (BLE). Semakin tinggi dosis BLE,
semakin sedikit total skor mikroskopisnya. Hasil uji
Kruskal-Wallis menunjukkan nilai p=0.031 (p0.05)
yang berarti penelitian ini bermakna secara statistik.
PEMBAHASAN
Karakteristik Populasi
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
tikus putih (Rattus novergicus) strain Wistar dengan
pertimbangan bahwa hewan ini mudah didapatkan,
tahan terhadap kondisi laboratorium dan berbagai
perlakuan, mempunyai sensitifitas tinggi terhadap obat
serta kemiripan struktur DNA dengan manusia.17
Sehingga
penelitian
ini
diharapkan
dapat
direpresentasikan pada manusia. Tikus putih (Rattus
novergicus) strain Wistar didapat dari Laboratorium
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Semarang. Tikus putih yang
dipilih berumur 2-3 bulan, berat badan 150-180 gram,
keadaan sehat, tidak cacat, aktif dan berjenis kelamin
jantan karena tidak terpengaruh oleh faktor hormonal
dan kehamilan yang dapat menimbulkan bias hasil
penelitian. Hewan coba diaklimatisasi selama 1 minggu
agar terbiasa dengan lingkungan laboratorium.
Pada waktu penelitian mulai dari awal aklimatisasi
sampai akhir penelitian tikus Wistar mengalami
kenaikan berat badan terutama pada kelompok kontrol
(+). Hal tersebut diduga akibat stres yang dialami
hewan coba tikus selama proses induksi boraks. Stres
memicu terjadinya peningkatan nafsu makan dengan
menstimulasi hormon pengatur rasa lapar yaitu grelin
dan kolesistokinin. 19
Pengaruh Ekstrak Etanolik Daun Bambu Jawa
(Gigantochloa atter) terhadap Lesi Mukosa Gaster
yang Diinduksi Boraks (Na2B4O7.10H2O)
Kontrol negatif adalah kelompok tikus penelitian
dengan kondisi fisiologis, dimana tidak menerima
induksi boraks sebagai sumber radikal bebas. Jika
terjadi erosi mukosa gaster, maka diduga disebabkan
oleh faktor-faktor fisiologis seperti pola makan dan
stres.20 Pola makan yang tidak teratur meningkatkan
resiko iritasi mukosa. Secara fisiologis pada keadaan
lapar kelenjar pilorus akan mensekresi hormon gastrin.
Gastrin dihasilkan oleh sel gastrin (sel G) yang terletak
dibagian ujung distal gaster yang memicu peningkatan
sekresi asam hidroklorida (HCl). Keadaan tersebut
meningkatkan resiko kerusakan mukosa gaster akibat
factor agresif (HCl) lambung meningkat. Salah satu
respon dari stres adalah sekresi hormon kortisol yang
berlebihan. Peningkatan kortisol memicu peningkatan
produksi HCl yang meningkatkan resiko iritasi mukosa
lambung jika tidak ada makanan yang masuk ke
lambung.21 Pada kelompok kontrol positif yaitu
kelompok tikus yang diinduksi boraks mengalami

kerusakan mukosa dengan ditandai diskontinuitas


mukosa gaster. Pada kelompok perlakuan 1, 2 dan 3
ditemukan adanya tanda-tanda erosi tetapi tidak
sebanyak dan sedalam kelompok kontrol (+). Hasil skor
kerusakan
mikroskopis
mukosa
gaster
tikus
menunjukkan adanya peningkatan jumlah skor yang
signifikan dari kelompok kontrol (-) dengan kelompok
kontrol (+) dengan nilai p=0.007 (nilai p0.05). Hal ini
memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Galih (2013) mengenai pengaruh boraks terhadap
gambaran mikroskopis mukosa gaster.3
Boraks merupakan sumber radikal bebas eksogen
yang dapat menyebabkan reaksi berantai dengan
molekul-molekul di dalam tubuh seperti DNA, protein
dan lipid.7 Di mukosa gaster, boraks akan memicu
terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid
merupakan mekanisme dari trauma membran sel yang
tersusun oleh asam lemak tidak jenuh ganda atau yang
biasa disebut poly unsaturated fatty acid (PUFA).22
Menurut Winarsi (2007), mekanisme peroksidasi lipid
yang diperantarai oleh Reactive Oxigen Species (ROS)
mempunyai tiga komponen utama reaksi, yaitu pertama
pembentukan awal radikal bebas (inisiasi), kemudian
perambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi),
dan tahap terakhir (terminasi), yaitu pemusnahan atau
pengubahan menjadi radikal bebas stabil dan tidak
reaktif.23,24 Induksi boraks dapat mempengaruhi
gambaran mikroskopis mukosa gaster tikus dengan
ditandai kerusakan struktur mukosa gaster tikus berupa
deskuamasi, erosi dan ulkus.3 Deskuamasi adalah
pelepasan elemen epitel. Erosi adalah hilang atau
terkikisnya lapisan mukosa superfisial. Sedangkan
ulkus adalah kerusakan seluruh epitel dan jaringan
dibawahnya.25
Pada penelitian ini digunakan ekstrak etanolik daun
Bambu Jawa (Gigantochloa atter) karena daun bambu
mengandung protein, serat, mineral (seperti kalsium,
Mg, Mn, Cu, Zn, P, Na, kalium), flavonoid,
polisakarida, klorofil, asam amino, vitamin,
mikroelemen dan sebagainya, sehingga baik untuk
menurunkan lemak darah dan kolesterol.15,26 Ekstrak
daun bambu (BLE) dipercaya sebagai antioksidan
alami dan juga mempunyai efek farmakologi.27,28
Kandungan dari BLE adalah flavonoid, asam fenolik
dan lakton. Flavonoid di dalam tubuh berfungsi sebagai
anti-oksidan, anti-aging, anti-diabetik, vasodilator, antiiskemia, anti-bakteri, anti-virus, anti-fatigue, antiobesitas, anti-mikroba, anti-kanker, anti-hiperlipidemia,
anti-inflamasi, gastroprotektif, kardioprotektif dan
imunomodulator.15,29,30 Mekanisme flavonoid dalam
menghambat proses terjadinya inflamasi melalui dua
cara, yaitu dengan menghambat permeabilitas kapiler
dan menghambat metabolisme asam arakidonat dan
sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel
endothelial.31 Flavonoid sebagai vasodilator berperan
penting dalam meningkatkan sirkulasi darah ke mukosa
gaster. Sehingga ATP dan O2 yang dibutuhkan mukosa
dapat terpenuhi. Asam fenolik merupakan derivat asam
sinamik seperti asam klorogenik, caffeic acid dan asam
ferulik. Ketiga komponen tersebut telah diuji secara invitro berfungsi sebagai penangkal radikal bebas. Hasil

Asam klorogenik mempunyai aktivitas antioksidan


yang lebih tinggi dibanding -tokoferol.32 Sedangkan
lakton merupakan bagian dari hidroksil kumarin.
Hidroksil kumarin mampu meningkatkan aktifitas
antioksidan dalam menangkal radikal bebas.32 Sehingga
ketiga komponen penting dalam BLE tersebut bekerja
secara sinergistik sebagai antioksidan. Pelarut etanol
dipilih karena mengacu pada hasil penelitian PKM-P
Teh Van Java oleh Rosida et al (2013) yang
membuktikan bahwa ekstrak etanolik mempunyai kadar
antioksidan yang lebih tinggi dibanding ekstrak
metanol dan infusa daun Bambu Jawa.33
Pada dosis BLE 10 mg/ml dan 20 mg/ml dapat
menurunkan total skor mikroskopis tetapi tidak
signifikan secara statistik. Hal ini diduga berhubungan
dengan kurangnya dosis herbal sebagai antioksidan.
Pada penelitian oleh Lv et al dosis BLE 10 mg/ml
kurang mampu meningkatkan kadar katalase ginjal
dibanding BLE dosis 40 mg/ml.16 Teori inilah yang
mendukung bahwa BLE dosis 10 mg/ml dan 20 mg/ml
mempunyai kadar antioksidan yang rendah, sehingga
belum signifikan menurunkan lesi mukosa gaster akibat
paparan boraks. Sehingga pada penelitian ini, dosis 40
mg/ml merupakan dosis minimum ekstrak etanolik
daun Bambu Jawa yang signifikan menurunkan luas
lesi mukosa gaster tikus akibat induksi boraks 1
gr/KgBB. Penurunan total skor mikroskopis sesuai
dengan
penelitian-penelitian
terdahulu
yang
menyebutkan bahwa ekstrak daun bambu (BLE) dapat
berfungsi sebagai antioksidan (penangkal radikal bebas
boraks) dalam tubuh.15,30
Antioksidan adalah senyawa atau bahan bioaktif
yang dapat berfungsi untuk mencegah, menurunkan
reaksi oksidasi serta menghentikan reaksi radikal.34
Antioksidan merupakan substansi yang diperlukan
tubuh untuk menetralisir radikal bebas serta mencegah
kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas
terhadap DNA, protein dan lemak. Flavonoid dalam
daun bambu merupakan bagian dari golongan flavon cglycosides yang terdiri dari beberapa jenis yaitu
orientin, isoorientin, vitexin dan isovitexin.4 Flavonoid
termasuk dalam golongan antioksidan nonenzimatik.
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antioksidan yaitu
memutus reaksi berantai radikal bebas dengan cara
mendonorkan atom hidrogen. Antioksidan dapat
memberikan atom hidrogen secara cepat pada radikal
bebas, sementara radikal antioksidanyang terbentuk
memiliki keadaan yang lebih stabil dibanding radikal
bebas tersebut.35 Mekanisme kerja flavonoid sebagai
gastroprotektif melalui kerja antiinflamasi dengan
menekan pembentukan netrofil/sitokin dalam saluran
cerna, memicu perbaikan jaringan melalui ekspresi
berbagai faktor pertumbuhan, melalui aktivitas
antioksidan, bereaksi dengan spesies oksigen reaktif,
berfungsi
sebagai
anti-nukleolitik,
aktivitas
penghambatan sitokrom P450 2F1, aktivitas
antinekrotik dan anti-karsinogenik.36,37,38,39 Efek
gastroprotektif tersebut dapat meningkatkan factor
defensif mukosa gaster.40 Faktor defensif meliputi
produksi
mukus
yang
didalamnya
terdapat
prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam

mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa


lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja
mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan
produksi asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler
yang ada di lapisan subepitelial sebagai komponen
utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral
asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien
dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek
toksik metabolik yang merusak mukosa lambung.
Lapisan mukus merupakan barrier pertahanan mukosa
lambung dan jika produksi mukus meningkat akan
terjadi hambatan produksi asam hidroklorida (HCl) dan
pepsin yang merupakan faktor agresif mukosa gaster.
Faktor agresif mukosa merupakan bahan yang dapat
merusak/mengiritasi mukosa lambung baik dari internal
maupun eksternal. Dari internal meliputi asam lambung
dan pepsin, sedangkan dari eksternal bisa berupa
bahan-bahan
korosif,
kafein,
makanan
panas/asam/pedas, obat-obatan (NSAID, aspirin,
sulfonamid, steroid dan digitalis) dan alkohol. Sehingga
dapat meningkatkan integritas mukosa lambung.
Hasil penelitian yang dilakukan di Cina pada bambu
jenis Phyllostachyis nigra var. henonis menunjukkan
bahwa daun bambu bebas racun dengan nilai LD50
lebih besar dari 10 gr/KgBB. Penelitian toksikologi
daun bambu Jawa (Gigantochloa atter) masih belum
pernah dilakukan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan
pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1) Ekstrak etanolik daun Bambu Jawa (Gigantochloa
atter) dosis 10 mg/ml dan 20 mg/ml tidak signifikan
menurunkan lesi mukosa gaster tikus strain Wistar
yang diinduksi boraks 1 gr/KgBB.
2) Ekstrak etanolik daun Bambu Jawa (Gigantochloa
atter) dosis 40 mg/ml signifikan menurunkan lesi
mukosa gaster tikus strain Wistar yang diinduksi
boraks 1 gr/KgBB.
SARAN
Untuk pengembangan penelitian ini, maka saran
yang dapat diberikan untuk meningkatkan dan
mengembangkan penelitian ini adalah perlunya
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai:
1) Dosis optimum ekstrak daun Bambu Jawa
(Gigantochloa atter) sebagai antioksidan dengan
dosis minimum 40 mg/ml.
2) Uji toksisitas daun Bambu Jawa (Gigantochloa
atter).
UCAPAN TERIMA KASIH
Artikel ini merupakan bagian dari penelitian
program kreativitas mahasiswa bidang penelitian
(PKM-P) yang dikembangkan menjadi tugas akhir
penulis di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Malang. Oleh karenanya,

penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.


H. Arif Yahya, M.Kes selaku pembimbing I, dan dr.
Rima Zakiyah, Sp.Rad selaku pembimbing II, yang
telah memberikan bimbingan secara intensif dalam
penyusunan tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan
Pengabdian kepada MasyarakatDirektorat Jenderal
Pendidikan Tinggi dengan surat perjanjian penugasan
PKM-P No.220/SP2H/KPM/Dit.Litabmas/V/2013 dan
Ikatan Orang tua Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Malang yang telah mendanai
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anggara, Norma. 2013. Formalin dan Boraks Masih
Sering Dijumpai di Produk Industri Rumahan.
www.detikNews.com diunduh pada tanggal 10 april
2014.
2. Puspadewi, Angelique. 2012. Pemberian Alpha
Lipoic Acid (ALA) Oral Dapat Menurunkan Kadar
Malondialdehid (MDA) Darah Tikus Wistar (rattus
norvegicus) Yang Diinduksi Boraks Secara Oral.
Kumpunlan Tesis Pasca Sarjana Unud. Bali
3. Aryyagunawan, Galih. 2013. Pengaruh Pemberian
Boraks Dosis Bertingkat Terhadap Perubahan
Makroskopis dan Mikroskopis Gaster Tikus Wistar
Selama 4 Minggu. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Semarang
4. Zhang Y, Bao BL, Lu BY, Ren YP, Tie XW, Zhang
Y. 2005. Determination of flavone C-glucosides in
antioxidant of bamboo leaves (AOB) fortified foods
by reversed-phase high performance liquid
chromatography with ultraviolet diode array
detection. J. Chromatogr. A. 1065:177-185.
5. Sibilia V, Rindi F, Pagani D, Rapetti V, Locatelli A,
Torsello N, et al. 2003. Ghrellin Protects Against
Ethanol-Induced Gastritis in Rats: Studies of
Mechanism of Action. Endocrinology. p: 353-359.
6. Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan
Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara
7. Suhendra, Mela S. 2013. Analisa Boraks Dalam
Bakso Daging Sapi A dan B di Daerah Tenggilis
mejoyo Surabaya Menggunakan Spektrofotometri.
Universitas Surabaya
8. Lailia, Sevi. 2007. Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan (Pengawet) Dalam Makanan Ditinjau Dari
Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam.
Universitas Muhammadiyah Malang. Malang
9. Suhanda, Rikky. 2012. Higiene Sanitasi Pengolahan
dan Analisa Boraks pada Bubur Ayam yang Dijual
di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara. Medan
10. Murray, FJ. 1999. A Human Health Risk Assessment
of Boron (Boric Acid and Borax) in Drinking
Water. Regul Toxicol Pharmacol 1999, 22:221-23
11. Widayat, Dandik. 2011. Uji Kandungan Boraks
pada Bakso (Studi pada Warung Bakso di

Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Jember: Jember
12. Elziyad, Muhammad. et al. 2013. Pengaruh Boraks
terhadap Gambaran Histopatologi Duodenum Tikus
Putih (Rattus norvegicus). Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Airlangga: Surabaya
13. Sutadi, Sri M. Gastritis. Divisi Gastroenterologi dan
Hepatologi FK USU/RSUP Adam Malik. Sumatera
Utara
14. Fauci, Anthony S., Kasper, Dennis L., Longo, Dan
L., Braundwald, Eugene., Hauser, Stephen L.,
Jameson, J. Larry., 2008, Haarisons Principles of
Internal Medicine, 7th Ed, McGraw-Hills, USA,
Chapter 287. Peptic Ulcer Disease and Related
Disorders.
15. Tang LL, Ding XL. 2012. Extraction of bamboo
amylase and its biological functions. Dev. Res.
Food. 21:8-10.
16. Lv, Zhao-Lin., Lin, Xi., Miao, Zhi-Hui., Guo,
Hong-Xuan., Wang, Jun-An-Hong., Lei, Mei-Ling.,
Pan, Yue., Zhang, Bo-Lin. 2012. Antioxidant
activity of bamboo-leaf extracts from the species
Dendrocalamopsis oldhami. Beijing Forestry
University. Cina
17. Ekanova, Femiastutik. 2011. Pengaruh Pemberian
Perasan Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica
Val.) Dan Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza
Roxb.) Terhadap Kadar Malondialdehyde (Mda)
Hepar Tikus Jantan Galur Wistar Setelah Diinduksi
Boraks
(Nab4o7.10h2o)
Subakut.
Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Malang. Malang
18. Noryawati, Mulyono. 2012. Original Research
Article: Antibacterial Activity Of Petung Bamboo
(Dendrocalamus Asper) Leaf Extract Against
Pathogenic Escherichia Coli And Their Chemical
Identification. Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto
19. Stanlay, S., Wynne, K., McGowan, B., Bloom,S.
2005. Hormonal Regulation of Blood Intake.
Physiol Rev 85: 1131-1158
20. Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 3nd ed, Vol 2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; p. 119-31.
21. Guyton, A.C. & Hall, J.E. 2007. Buku ajar fisiologi
kedokteran (11th ed.). Jakarta: EGC
22. Droge, W. 2002. Free Radicals In The
Physiological Control Of Cell Function. Physiol
Rev. 82:47-95
23. Winarsi, Henry. 2007. Antioksidan Alami dan
Radikal Bebas. Kanisius: Yogyakarta.
24. Sofia, Dinna. 2005. Antioksidan dan Radikal Bebas.
Majalah ACID FMIPA Universitas Lampung Edisis
III/Tahun V/Mei 2005, ISSN: 1410-1858.
Lampung.
25. Kumala, P. 2000. Kamus Saku Kedokteran
Dorland/ Alih Bahasa. Edisi 25. Jakarta: EGC
26. Zhang Y, Bao BL, Lu BY, Ren YP, Tie XW, Zhang
Y. 2005. Determination of flavone C-glucosides in
antioxidant of bamboo leaves (AOB) fortified foods
by reversed-phase high performance liquid

chromatography with ultraviolet diode array


detection. J. Chromatogr. A. 1065:177-185.
27. Goyal AK, Middha SK & Sen A,. 2010. Evaluation
of the DPPH radical scavenging activity, total
phenols and antioxidant activities in Indian wild
Bambusa vulgaris Vittata methanolic leaf
extract. Jounral of Natural Pharmaceuticals, 1(1),
p:40-45.
28. Goyal AK, Middha SK & Sen A. 2013. Bambusa
vulgaris Schrad. ex J. C. Wendl. var. vittata Riviere
& C. Riviere leaves attenuate oxidative stress- An in
vitro biochemical assay . Indian Journal of Natural
Products and Resources, 4(4), p:436-440.
29. Singhal P, Satya S & Sudhakar P,. 2011.
Antioxidant and pharmaceutical potential of
bamboo leaves. Bamboo Science and Culture,
24(1),p:19-28
30. Arvind, K., Birendra, K. 2014. Antioxidant and
nutraceutical potential of bamboo: an overview.
Bamboo
Technology,
Department
of
Biotechnology, Bodoland University, Kokrajhar783370, B.T.A. D, Assam, India
31. Kurniawati, A. 2005. Uji Aktivitas Anti Inflamasi
Ekstrak Metanol Graptophyllum griff pada Tikus
Putih. Majalah Kedokteran Gigi Edisi Khusus Temu
Ilmiah Nasional IV, 11-13, Agustus 2005: 167-170.
32. Jun, Wu., Tohru, Uheara., jianzhang, Li., Takesi,
Furuno. 2010. Identification and Evaluation of
Antioxidant Activities of Bamboo Extract. Shimane
University. Jepang
33. Rosida, Eliyah., Nurmalia, Sari., Pramudya, Rizki.,
Nizuar, Triari. 2013. TEH VAN JAVA, Teh dari
Daun Bambu Jawa (Giggantochloa atter) untuk
Mengeliminasi Efek Negatif Boraks dalam Tubuh.
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang.
Malang
34. Sunarno. 2009. Profil Antioksidan Copper Zinc
Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) pada Sel-Sel
Ginjal Tikus Sprague dawley melalui Pewarnaan
Imunohistokimia
Polimer
Peroksidase.
Laboratorium Biologi dan Struktur Fungsi Hewan
Jurusan Biologi FMIPA Undip. Bioma Vol. 11, No.
1, Hal. 33-39
35. Lacasa CI, Villegas CA, Lastra T, Motilva MJM,
Calero. 2000. Evidence for protective and
antioksidant properties of rutin, a natural flavone,
against
ethanol
induced
gastric
lesions.
JEthnopharmacol. 71: 45-53.
36. Kim S.C., Byun S.H., and Yang C.H. 2004.
Cytoprotective effects of Glycyrrhizae radix extract
and its active component liquiritigenin against
cadmium-induced toxicity (effects on bad
translocation and cytochrome c-mediated PARP
cleavage).Toxicology 197(3): 239-251.
37. Liu, C.F., Lin, C.C., Lin, M.H., Lin, Y.S., and Lin,
S.C. 2002. Cytoprotection by propolis ethanol
extract of acute absolute ethanol-induced gastric
mucosal lesions. Am J Chin Med 30(2-3): 245-254.
38. Pastrada-Bonilla, E., Akoh, C.C., Sellappan, S., and
Krewer, G. 2003. Phenolic content and antioxidant

capacity of muscadine grapes. J Agric Food Chem


51(18): 5497-5503.
39. Bagchi, D., Ray, S.D., Bagchi, M., Preuss, H.G.,
and Stohs, S.J. 2002. Mechanistic pathways of
antioxidant cytoprotection by a novel IH636 grape
seed proanthocyanidin extract. Indian.J Exp Biol
40(6): 717-726.
40. Hussain, Md. Talib. 2009. Regular Articles: Rutin, a
natural flavonoid, protects against gastric mucosal
damage in experimental animals. Pharmacognosy
and Ethnopharmacology Division, National
Botanical Research Institute Lucknow 226 001.
India

Anda mungkin juga menyukai