Anda di halaman 1dari 9

REFLEKSI KASUS

Gangguan Afektif Tipe Depresi Episode Berat tanpa Gejala Psikotik (F32.2)

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. MY
Umur : 35 tahun
Alamat : Desa Balane, Kec. Marawola, Kab. Sigi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 15 Juni 2015

1. DESKRIPSI KASUS
ANAMNESIS
a. Keluhan Utama: Susah Tidur
b. Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis)
Seorang pasien laki-laki 35 tahun datang ke poli jiwa RSUD UNDATA Palu
dengan keluhan susah tidur disertai rasa gelisah, gemetar, jantung berdebar-debar,
pusing dan rasa lemas pada kedua kaki ini sudah berlangsung sejak2 bulan lalu.
Pasien mengatakan dia tidur malam hanya 3 jam saja,selanjutnya pasien terjaga
hingga pagi. Pasien mengeluh jika siang hari pasien sangat mengantuk, tetapi
tidak bisa tidur, kadang pasien mencoba untuk menutup matanya, tetapi pasien
terus berpikir. Pasien terus-terusan memikirkan ibunya yang sudah meninggal
sejak tahun2013. Pasien memikirkan kebaikan ibunya sewaktu masih hidup dan
mendidik pasien, pasien juga merasa menyesal, karena sewaktu ibunya masih
hidup, pasien sering membantah ibunya, sampai-sampai pernah mengeluarkan
kata-kata cacian pada ibunya. Pasien mengatakan alasan konflik bersama ibunya,
karena perbedaan pendapat. Pasien mengaku sedih dan merasa bersalah tidak
sempat membahagiakan ibunya. Pasien sekarang tinggal bersama kakaknya dan
iparnya. Pasien belum menikah, pasien mengatakan dia sudah tidak mempunyai

1
gairah untuk mencari pacar atau istri. Pasien bekerja di Kebun, namun semenajak
2 bulan lalu pasien sudah jarang bekerja, karena merasa sakit. Pasien juga tampak
susah untuk berkonsentrasi. Sebelumnya 2 bulan lalu pasien pernah berobat,
namun pasien belum merasakan keluhannya membaik.
c. Riwayat gangguan sebelumnya
 Penyakit : (-)
 NAPZA :
 Alkohol(+) 2 tahun lalu
 Ekstasi (+) 2 tahun lalu
 Merokok (+)
 Tidak ada riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya

d. Riwayat Kehidupan pribadi


1. Riwayat perinatal
Pasien lahir normal, di rumah dan ditolong oleh bidan. Pasien merupakan
anak ke-5 dari 6 bersaudara. Petbedaan usia antara pasien dan kakaknya
terbilang jauh, sehingga pasien sangat disayang ibunya.
2. Riwayat masa kanak-awal (1-3 tahun)
Pasien mendapatkan ASI. Pasien dirawat orang tuanya dengan kasih sayang.
Tidak ada peristiwa atau kejadian yang membekas
3. Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)
Pasien sekloah di SDN Desa Balane. Pasien masuk sekolah usia 7 tahun dan
pernah tinggal kelas di kelas 3. Pasien menyelesaikan pendidikan SD pada
usia 13 tahun.
4. Riwayat Masa Kanak akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Pasien melanjutkan SMP, namun hanya sampai kelas 2 SMP pasien berhenti.
Pasien sudah bekerja membantu ayahnya untuk berkebun dan berdagang
hewan.

5. Riwayat Masa dewasa


Pasien belum menikah. Pasien suka membantah orang tua, karena perbedaan
pendapat. Pasien bekerja dikebun.

e. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien merupakan anak ke lima dari enam orang bersaudara. Saudaranya
semua sudah menikah, kecuali pasien sendiri. Hubungan pasien dengan
keluarga baik.

2
f. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama kakak dan iparnya. Pasien jarang bekerja, karena
menurut pasien dia sudah tidak semangat. Pasien belum mempunyai pacar
atau istri, pasien mengatakan pasien sudah tidak mempunyai gairah untuk
mencari pacar atau istri. Pasien masih aktif mengikuti kegiatan di Mesjid.

2. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien laki-laki tampak menggunakan kaos berwarna hitam dan celana
olahraga berwarna merah tampak tidak rapi dan sesuai dengan usia.
2. Kesadaran
Komposmentis
3. Perilaku dan aktivitas motorik
Hipoaktif
4. Pembicaraan
Spontan,intonasi pelan
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif

B. Keadaan Afektif
1. Mood : Depersi
2. Afek : Depresi
3. Empati : Dapat diraba rasakan
C. Fungsi Intelektual atau Kognitif
1. Taraf pendidikan : Sesuai
2. Daya konsentrasi : Cukup
3. Orientasi : Baik
4. Daya ingat : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : ada, yaitu berkebun
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : tidak ada
2. Ilusi : tidak ada
3. Depersonalisasi : tidak aa
4. Derealisasi : tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus Pikir
 Produktivitas : cukup
 Kontinuitas : Relevan
 Hendaya berbahasa : tidak terdapat hendaya berbahasa

3
2. Isi Pikiran
 Preokupasi : ada, yaitu memikirkan ibunya terus-menerus
 Gangguan isi pikiran : tidak ada

F. Pengendalian impuls
Cukup
G. Daya Nilai
1. Norma Sosial : baik
2. Uji daya nilai : baik
3. Penilaian Realitas : baik

H. Tilikan (insight)
Derajat 6
I. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya

3. STATUS INTERNUS
1. Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 84 x/menit
 Pernapasan : 20x/menit
 Suhu : 36 ºC

2. EMOSI YANG TERLIBAT


Kasus ini menarik untuk untuk dibahas karena pasien sudah pernah berobat
selama 2 bulan sebelumnya, tetapi tidak kunjung membaik.

3. EVALUASI
 Pengalaman baik
Selama proses anamnesis pasien kooperatif
 Pengalaman buruk
Tidak ada
4. EVALUASI MULTI AKSIAL
 Axis I : Episode Depresi Berat tanpa Gejala Psikotik (F32.2)
 Axis II : Tidak terdiagnosis
 Axis III : Tidak ada diagnosis
 Axis IV : Pasien terus-terusan mengingat ibunya yang sudah meninggal,
pasien merasa bersalah dan sangat menyesal pada ibunya
 Axis V: GAF Scale 60-51 (Gejala sedang (moderate)) disabilitas sedang

5. RENCANA TERAPI
1. Terapi farmakologis
Antipsikotik: Sandepril 75-150 mg/hari

4
2. Terapi Psikososial
- Terapi suportif

6. ANALISIS

Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan


munculnya gejala penurunan mood. Pada pasien diatas masalah emosional yang
terkait adalah walaupun sudah dilakukan psikoterapi dan farmakoterapi, namun
pasien tetap mengeluh sakit, sehingga perlu diketahui apa saja penyebab
depresi,dengan demikian jika mengetahui penyebab utamanya, maka dapat pula
ditentukan terapinya.

Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga
faktor-faktor dibawah ini berperan :

a) Faktor Biologis

Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan


depresi berat adalah berhubungan dengan disregulasi pada amin biogenik
(norepineprin dan serotonin). Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi dan
pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolik serotonin di
dalam cairan serebrospinal yang rendah serta konsentrasi tempat ambilan
serotonin yang rendah di trombosit. 1

Faktor neurokimiawi lain seperti adenylate cyclase, phospotidylinositol dan


regulasi kalsium mungkin juga memiliki relevansi penyebab. Kelainan pada
neuroendokrin utama yang menarik perhatian dalam adalah sumbu adrenal, tiroid
dan hormon pertumbuhan. Neuroendokrin yang lain yakni penurunan sekresi
nokturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin karena pemberian
tryptopan,

penurunan kadar dasar folikel stimulating hormon (FSH), luteinizing hormon


(LH) dan penurunan kadar testoteron pada laki-laki.1

5
b) Faktor Genetika

Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita
gangguan depresi berat kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar daripada
sanak saudara derajat pertama subyek kontrol untuk penderita gangguan.
Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan angka kesesuaian pada kembar
monozigotik adalah kira-kira 50 %, sedangkan pada kembar dizigotik mencapai
10 sampai 25 %.1

c) Faktor psikososial

Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis yang


telah lama direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih
sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya,
hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi berat.

Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling


berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang
tua sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan
onset satu episode depresi adalah kehilangan pasangan.1

Beberapa artikel teoritik dan dari banyak laporan, mempermasalahkan


hubungan fungsi keluarga dan onset dalam perjalanan gangguan depresi berat.
Selain itu, derajat psikopatologi didalam keluarga mungkin mempengaruhi
kecepatan pemulihan, kembalinya gejala dan penyesuaian pasca pemulihan.1

Penatalaksanaan

Bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf hebatnya gejala
depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan dengan
bijkasana dan penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan pikiran-
pikiran bunuh diri kepada orang yang memahami masalahnya, tetapi pada
beberapa penderita ada yang tidak memberitahukan keinginan bunuh dirinya

6
kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila sering terdapat pikiran-pikiran atau
rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit dengan
pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti depresan.1

Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan
farmakoterapi adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi
berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi
interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti tentang manfaatnya di dalam
pengobatan gangguan depresi berat.1

Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan


dibagi dalam beberapa golongan yaitu :

1. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine dan


opipramol.
2. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan amoxapine.

3. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono Amine


Oxsidase-A), seperti : moclobemide.

4. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.

5. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti : sertraline,


paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.3

Prognosis

Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan


ini cenderung merupakan gangguan yang kronis dan pasien cenderung mengalami
relaps. Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan
depresif memiliki kemungkinan 50 % untuk pulih di dalam tahun pertama.

Rekurensi episode depresi berat juga sering, kira-kira 30 sampai 50 % dalam


dua tahun pertama dan kira-kira 50 sampai 70 % dalam 5 tahun. Insidensi relaps

7
adalah jauh lebih rendah dari pada angka tersebut pada pasien yang meneruskan
terapi psikofarmakologis profilaksis dan pada pasien yang hanya mengalami satu
atau dua episode depresi.

KESIMPULAN

Gangguan depresi berat merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia


yang berkaitan dengan perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

8
perubahan pada psikomotor, kemampuan kognitif, pembicaraan dan fungsi
vegetatif.

Penyebab dari gangguan depresi terdiri dari faktor biologis, faktor genetika
dan faktor psikososial. Pada hipotesis timbulnya depresi dihubungkan dengan
peran beberapa neurotransmiter aminergik. Hipotesis tersebut menjadi dasar
penggunaan dan pengembangan obat-obat anti depresan.

Kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah pengobatan yang paling


efektif untuk gangguan depresi berat.

DAFTAR PUSTAKA

1) Sadock, B, J.,et all. 2010. Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.
EGC : Jakarta. Page 204-217
2) Elvira, S,D., et all. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Edisi kedua. FKUI : Jakarta.
Page 228-243
3) Maslim, R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi
ketiga.Nuh Jaya : Jakarta. Page 23-29
4) Maslim, R. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ- III. Nuh Jaya : Jakarta. Page 64-67.
5) WHO. 2015. Depression.,(Online http://www.who.int/topics/depression/en/
diakses pada tanggal 10 Juni 2015).

Anda mungkin juga menyukai