Anda di halaman 1dari 39

PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

PEMERIKSAAN RADIOLOGI ABDOMEN 3 POSISI


PADA ILEUS OBSTRUKTIF
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :
Muhammad Rizki Imannudin, S.Ked
(20090310194)

Dokter Pembimbing :
dr. Tuti Widowati, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disahkan presentasi kasus dengan judul :

PEMERIKSAAN RADIOLOGI ABDOMEN 3 POSISI


PADA ILEUS OBSTRUKTIF

Disusun oleh :
Muhammad Rizki Imannudin, S.Ked
(200903100194)

Telah Disetujui Oleh Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi


Pada tanggal : 4 Maret 2015

dr. Tuti Widowati, Sp.Rad

2
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Sinungrejo RT/RW 01/07 Ambal Kebumen
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : 22 Februari 2015

ANAMNESIS
a. Keluhan utama :
Autoanamnesa dilakukan tanggal 27 Februari 2015 pukul 20.00 WIB
Keluhan utama : Tidak bisa BAB sejak 1 minggu yang lalu
b. Riwayat penyakit sekarang :
Seorang pasien datang ke IGD RSUD Saras Husada Purworejo dengan keluhan tidak
bisa BAB sejak 1 minggu yang lalu, perut terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk sejak 2 hari
SMRS yang bersifat hilang timbul dan sejak 1 HSMRS nyeri perut relatif menetap
disertai rasa kembung dan sebah . Di pagi hari sebelum masuk RS pasien muntah
berwarna kehijauan yang menimbulkan bau busuk dan tidak bisa flatus. Pasien tidak
mengeluh adanya demam dan BAK normal.
c. Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat penyakit jantung, asma, diabetes mellitus disangkal
- Riwayat operasi daerah perut disangkal
- Riwayat benturan pada perut disangkal
- Riwayat dipijat daerah perut disangkal

3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


- Riwayat mengeluh keluhan nyeri perut sebelumnya disangkal
d. Riwayat penyakit keluarga :
- Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang serupa.
- Riwayat penyakit jantung, hipertensi, asma, diabetes mellitus pada keluarga
disangkal
e. Riwayat kebiasaan : pasien merupakan perokok aktif , minum alkohol (-), pemakaiaan
obat dalam jangka lama (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 22 Februari 2015, pukul 20.00 WIB
A. Status Generalis
a. Keadaan umum : tampak kesakitan
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Vital sign TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit, teratur
R : 20 x/menit, teratur
S : 36.5 0C
d. Kepala : Normocephal, tidak ada bekas luka.
e. Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor
d= 3mm, reflek cahaya (+/+) normal, perdarahan konjungtiva (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), discharge (-), luka laserasi (-), nafas cuping
f.
hidung (-)
g. Telinga : Simetris, discharge (-)
h. Mulut : Tidak kering, bibir pucat (-), bibir sianosis (-)
Leher : Tidak teraba pembesaran kelejar tiroid dan kelenjar limfe. Trakea
i.
ditengah.
j. Thorax
Paru Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi interkosta
(-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru kanan dan kiri

4
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


Auskultasi : Suara dasar : vesikuler normal
Suara tambahan : wheezing (-), rhonki (-)
Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V, linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : Batas kanan atas SIC II LPS Dextra
Batas kanan bawah SIC IV LPS Dextra
Batas kiri atas SIC II LMC Sinistra
Batas kiri bawah SIC V LMC Sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S1=S2 reguler, gallop (-), murmur
(-)
k. Abdomen (lihat status lokalis)
l. Costovertebrae Inspeksi : Deformitas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Nyeri ketok (-)
m. Ekstremitas Superior : sianosis (-/-), CRT (<2”/<2”), udem (-/-), akral
dingin (-/-), jejas(-/-), kekuatan otot (5/5), tonus
cukup,pembesaran nl (-/-)
Inferior : sianosis (-/-), CRT (<2”/<2”), udem (-/-), akral
dingin (-/-), jejas (-/-), kekuatan otot (5/5), tonus
cukup,pembesaran nl (-/-)

B. Status Lokalis
 Inspeksi : Distensi (+), darm contour (-), darm steifung (-)
 Auskultasi : BU (+) meningkat, borborigmi (+), metallic sound (-)
 Palpasi : NT (+) deffense muscular (-)
 Perkusi : Timpani ↑↑, splenomegali (-), hepatomegali (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin Otomatik tanggal 22 Februari 2015 jam 19.29

5
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

Nilai Nilai rujukan


Hemoglobin ↓ 7,2 g/dl (L) 11.7 – 15.5
Leukosit 5300/ul 3600 – 11000
Hematokrit ↓ 22% (L) 35 – 47
Eritrosit ↓ 6
3.1x10 /ul (L) 3.8 – 5.2
Trombosit ↑ 409000/ul (H) 150 – 400
MCV 82 fl (N) 80 – 100
MCH 29 pg (N) 26 – 34
MCHC 35 g/dl (N) 32 – 36
Diff Count
Eosinofil 2.40% (N) 2–4
Basofil 0.40% (N) 0–1
Neutrofil 65.20 % (N) 50 – 70
Limfosit↓ 21.5% (L) 25 – 40
Monosit↑ 10.5% (H) 2–8
Masa perdarahan /BT 2.55 menit 1–3
Masa Pembekuan/CT 3.4 menit 3–6
Kimia Klinik
GDS↑ 147 mg/Dl (H) 70 – 120
Ureum 37 mg/dL 10 – 50
Creatinin 0.91 mg/dL 0.40 – 0.90
SGOT 16 U/L 0 – 35
SGPT 14 U/L 0 – 35
Kalium 4,26 mmol/L 3,5-5,3
Natrium ↓ 132 mmol/L 135-148
klorida↓ 93,9 mmol/L 98-107
HbsAg negative

6
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

Radiologi Abdomen 3 Posisi

Gambaran Radiologi :
Preperitoneal fat dan psoas line samar-samar, distribusi udara usus merata, tampak distensi
udara usus halus, udara colon (+), tampak air fluid level, tak tampak udara bebas cavum
peritoneum
Kesan : Ileus obstruktivus partialis letak tinggi

DIAGNOSA KLINIS
7
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


Ileus Obstruksi Letak Tinggi

PENATALAKSANAAN
Guyur Ringer Laktat 2 flabot
Inj. Ceftriaxone 2x1g
Inj. Ketorolac 3x30mg
Inj. Ranitidin 2x1A
Puasa
Pasang NGT, DC
Tranfusi PRC 2 kolf
Pro Laparotomi Eksplorasi s/d colostomy

DIAGNOSA AKHIR
Post laparotomi eksplorasi ec Tumor colon transversum sunting ileodesendentomi side to
side dan biopsy.

8
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi
Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya

obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus ada 2 macam,

yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.

Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen

saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan

mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang

menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose

segmen usus tersebut.

Sedangkan ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal/

tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan

neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya obstruksi mekanik.

2. 2. Anatomi
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari

pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki

pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung

proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis

tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm (Price & Wilson, 1994).

Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak tidak

tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting

9
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus

sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz,

suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus

dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai

ligamentum suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah

jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di regio abdominalis

media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di abdominalis bawah kanan (Price &

Wilson, 1994). Jejunum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura

ileocaecalis.

Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen

dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai

messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum

parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari

kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium

memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara

kedua lapisan peritoneum yang memgbentuk messenterium (Snell. 1997)

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki

(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah

pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin

dekat anus semakin kecil (Price & Wilson, 1994).

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup

ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau

tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke

10
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid (Price

& Wilson, 1994). Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus

kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon

ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon

transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai

fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerahlimpa, membengkok ke

bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon

descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan

kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan.

Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior

rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan

sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri

sebagai anus dalan perineum (Snell, 1997)

Gambar 1. Sistem saluran pencernaan (Hurd, 2007)

11
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

2.3. Fisiologi Usus Halus


Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan- bahan

nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam

klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama

oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi

zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu

menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari

hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehimgga memberikan

permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan disempurnakan oleh

sejumnlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini

terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi.

Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu

segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan

segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar,

dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain

dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.

Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan

protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui dinding usus ke

sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan

vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif

dan pasif yang sebagian kurang dimengerti.

Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase pankreas ; hasilnya

bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian memasuki membran sel

12
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu

yang kembali ke dalam lumen usus dan asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel

kemudian membentuk kembali trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan

apoprotein untuk membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal. Asam

lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam

empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari kumpulan 5

gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari;

kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.

Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis. Enzim

protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi tripsin, dan

endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan asam

amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke

dalam sel untuk diabsorpsi.

Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan dengan menghidrolisis pati

menjadi maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian disakarida ini,

bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida

glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk

pemecaha disakarida terletak di dalam mikrovili ’brush border’ sel epitel. Disakarida ini

dicerna menjadi monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka

berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan

fruktosa, kemudian segera disbsorpsi ke dala darah porta.

Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan duodenum

menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi. Air secar osmotik dan

13
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif. Natrium dan khlorida diabsorpsi dengan

pemasangan zat telarut organik atau secara transport aktif. Bikarbonat diabsorpsi secara

pertukaran natrium/hidrogen. Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam duodenum dan

jejenum, dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium diabsorpsi secara

difusi pasif.

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir

isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang

sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir

yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung.

Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta

mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air adan

elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua, kecualim100-200 ml

diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari.

Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,

meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum, mengisolasi

segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh

makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad

melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg,

tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi.

Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10¹¹-10¹²/gram. Anaerob > aerob.B akter

oide s paling umum, Escherichia coli berikutnya. Umber penting vitamin K.

14
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen.

Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan

dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari.

2. 4. Epidemiologi
Hernia strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang sering dijumpai oleh

dokter bedah dan merupakan penyebab obstruksi usus terbanyak. Mc Iver mencatat 44% dari

obstruksi mekanik usus disebabkan oleh hernia eksterna yang mengalami strangulasi. Di

RSCM, pada tahun 1989, Kartowisastro dan Wiriasoekarta melaporkan 58% kasus obstruksi

mekanik usus halus disebabkan oleh hernia.

Sutjipto (1990) dalam penelitiannya mengungkapkan indikasi relaparatomi karena

obstruksi usus akibat adhesi sebesar 17,7%. Walaupun di negara berkembang seperti di

Indonesia, adhesi bukanlah sebagai penyebab utama terjadinya obstruksi usus. Penyebab

tersering obstruksi usus di Indonesia, khususnya di RSUPNCM, adalah hernia, baik sebagai

penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%).

Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan jaringan, sebagai

akibat insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya. Dari laporan terakhir pasien

yang telah menjalani sedikitnya sekali operasi intra abdomen, akan berkembang adhesi satu

hingga lebih dari sepuluh kali. Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang

penting. Di negara maju, adhesi intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya

obstruksi usus. Pada pasien digestif yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-41% disebabkan

obstruksi usus akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini meningkat hingga 65-

75%. (Kasminata, 2013)

15
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

2.5.Klasifikasi

Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan

menjadi, antara lain :

1. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari gaster sampai ileum

terminal).

2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai

rectum).

Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antara

lain :

1. Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan

masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.

2. Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/sumbatan yang tidak disertai

terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).

3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan terjepitnya

pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau

gangren.

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok

(Bailey,2002):

a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.

b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.

c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

16
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


2.6.Etiologi

Etiologi Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh (Doherty et al 2002) :

1. Hernia inkarserata : usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat

dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan

reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi

segera.

2. Non Hernia inkaserata, antara lain:

a. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar

50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal

sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh

adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam

hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam

masa anak-anak.

b. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal)

merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif , dan merupakan

penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen.

Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow)

juga bisa menyebabkan hernia.

c. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,

sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi

melalui kompresi eksternal.

17
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang

mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus

dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.

e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama

masa infeksi atau karena striktur yang kronik.

f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi

usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.

g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu

menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang

menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar

dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal

yang menyebabkan obstruksi.

h. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi,

atau trauma operasi.

i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan

cairan.

j. Benda asing, seperti bezoar.

k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.

l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan

kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.

Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma, terutama pada daerah

rektosigmoid dan kolon kiri distal. Selain itu, obstruksi dapat pula disebabkan oleh

divertikulitis, striktur rektum, stenosis anus, volvulus sigmoid, dan penyakit Hirschprung.

18
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

2. 7. Patofisiologi

Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif dapat dilihat pada Gambar-2.3.

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas

yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan

natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran

cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan

cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber

kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang

cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan

perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan

lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek

lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat
19
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga eritoneum dan sirkulasi

sistemik untuk menyebabkan bakteriemia (Price & Wilson, 1995).

Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena

adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan

penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkanpasase lumen usus

terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian

20
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus

(distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi

kelenjar pencernaan.

Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang menyebabkan

distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang

usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat

(hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan antiperistaltik. Hal

ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi usus

yang lanjut, peristaltik sudah hilang oleh karena dinding usus kehilangan daya kontraksinya.

2. 8. Manifestasi Klinis

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :

1. Nyeri abdomen

2. Muntah

3. Distensi

4. Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).

Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada :

1. Lokasi obstruksi

2. Lamanya obstruksi

3. Penyebabnya

4. Ada atau tidaknya iskemia usus

Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik,

pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang

21
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa (Winslet, 2002). Nyeri

abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Ia sekunder

terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi episode

tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif

usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus

obstruktif usus halusl demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen,

sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intraumbilikus.

Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik

menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal

generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik,

parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai.

Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang

memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan

duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2001). Setelah ia mereda, maka

muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah

terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus

didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus

besar, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan

berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap

stagnasi. Karena panjang usus yang terisi dengan isi demikian, maka muntah tidak

mendekompresi total usus di atas obstruksi (Sabiston, 1995).

Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obstruksi dan

makin membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat

22
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


dilihat. Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada

keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus (Sabiston, 1995).

Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan

gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar) (Winslet, 2002).

Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif.

Tetapi setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya

sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam panjang

bermakna dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar

ini memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari.

Sebaliknya, jika ileus obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam

ileus obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi

(Sabiston, 1995).

Dehidrasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah

yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah

kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan

hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder (Winslet, 2002).

Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana.

Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai

pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia (Winslet, 2002).

Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan sebagai petanda (Winslet, 2002):

1. Mulainya terjadi iskemia

2. Perforasi usus

3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi

23
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen yang

terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi. Perkembangan

peritonitis menandakan infark atau prforasi (Winslet, 2002).

Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan

tanpa strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung

gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan (Winslet, 2002):

1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung

2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total

3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang.

4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat penting,

tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin. Pada ileus obstruktif tanpa

strangulasi kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri tekan lokal pada tempat yang

mengalami obstruksi; pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal yang berhubungan

dengan kekakuan abdomen.

5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness menandakan

perlunya laparotomy segera.

6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah diterapi konservatif,

walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus didiagnosa.

7. Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak,

ireponibel, tidak hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin membesar.

Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang sama

kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya lebih rendah. Keluhan

rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang pandai menahan nafsu.

24
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup ileocaecal kompeten. Muntah-muntah

fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat perubahan kebiasaan berdefekasi dan darah dalam

feses yang baru terjadi sering terjadi karena karsinoma dan divertikulitis adalah penyebab

yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan obstipasi dengan ketidakmapuan

mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul setelah satu minggu (Harrison’s,

2001).

Gejala klinik tersebut bisa dibedakan juga dengan stadium obstruksinya :

1. Obstruksi sederhana

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai

dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari

obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut,

disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang

banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa

berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut

bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat

kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen

dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan

di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai

dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.

2. Obstruksi disertai proses strangulasi

Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri

hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila

25
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat,

menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah

terjadinya nekrosis usus.

3. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya

terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau

peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau

obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada

penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal

mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan

tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula

Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena

tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan

menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang

kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya

massa menunjukkan adanya strangulasi.

2. 9. Diagnosis
1) Anamnesis

Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan

penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau

terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2011; Sabara, 2007). Pada ileus obstruksi usus halus

kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan

26
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijaun dan pada

ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.

2) Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan

turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut

abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus

(Gambar 2.4) yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan

muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995;

Sabara, 2007)

Palpasi

Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri

tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau

massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).

Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing

logam bernada tinggi (metallic sound) dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah

beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas

peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri

usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata (Sabiston,

1995). Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis.

Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di dalam kubah

rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik atau feses postif

27
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan

atas lesi intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot; penyakit

Hirdchprung (Anonym, 2007).

3) Pemeriksaan Laboratorium

Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi,

tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase

serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis

strangulasi (Harrison’s, 2001)

4) Pemeriksaan Radiologi

Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting dalam mendiagnosis

secara awal ileus obstruktifus secara dini.

3.0. Gambaran Radiologi


Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan foto

abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain :

1. Ileus obstruksi letak tinggi :

- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal junction) dan

kolaps usus di bagian distal sumbatan.

- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)

2. Ileus obstruksi letak rendah :

- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi

- Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan di kolon) dan kolaps usus di

bagian distal sumbatan

28
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen

- Coil spring appearance

- Herring bone appearance

- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon

Sedangkan pada ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang

menyeluruh dari gaster sampai rectum.

29
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus paralitik :

Gambar 2. Ileus Obstruktif . Tampak coil

spring dan herring bone appearance

Gambar 3. Ileus Paralitik. Tampak dilatasi

usus keseluruhan.

30
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

Gambar 4. Gambaran air fluid level pada ileus

obstruktif

Gambar 5. Ileus Obstruktif karena adanya

volvulus

31
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

Gambar 6. Ascariasis yang bisa menyebabkan ileus obstruktif

Gambar 7. Ileus obstruktif yang

disebabkan oleh massa tumor

extraintestinal

32
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus obstruksi.

Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi datar perlu untuk

melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk melihat batas udara dan air serta letak

obstruksi. Secara normal lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus

biasanya tidak tampak.

Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid level,

distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus halus. Obstruksi

kolon biasanya terlihat sebagai distensi usus yang terbatas dengan gambaran haustra, kadang-

kadang gambaran massa dapat terlihat. Pada gambaran radiologi, kolon yang mengalami

distensi menunjukkan gambaran seperti ‘pigura’ dari dinding abdomen.

Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan barium

kontras ganda. Kolonoskopi lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis neoplasma dan

bahkan bisa langsung dilakukan biopsi.

3.1. Komplikasi
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir

dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis

umum.

3.2. Tatalaksana
Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang

mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.

Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan

33
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan.

Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit.

1. Persiapan

Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan

mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga

resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum

tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen

dengan pemantauan dan konservatif.

2. Operasi

Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi

secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera

mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :

- Strangulasi

- Obstruksi lengkap

- Hernia inkarserata

- Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,

oksigen dan kateter)

3. Pasca Bedah

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita

harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu

diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.

3.3. Prognosis

34
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


Angka Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,

etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka

toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah

sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi

dibandingkan obstruksi usus halus.

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat

segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi

atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.

Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

35
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam menegakkan diagnosis ileus obstruktif pada pasien ini dapat secara klinis

meliputi anamnesis lengkap dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat

penting untuk dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen

untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.

Dari gejala subjektif dan temuan objektif pada kasus ini diperoleh manifestasi klinis

berupa tidak bisa BAB sejak 1 minggu yang lalu, nyeri perut seperti ditusuk-tusuk yang pada

awal kemunculannya berupa hilang timbul menjadi relative menetap, kembung, dan sebah.

Pasien mulai tidak bisa flatus dan muntah berwarna kehijauan sejak pagi hari sebelum masuk

RS, riwayat operasi di daerah perut disangkal, riwayat trauma disangkal. Pasien menyangkal

riwayat hipertensi, DM dan asma. Pasien menyangkal riwayat keluhan yang sama di keluarga.

Pada pemeriksaan inspeksi abdomen, perut terlihat distensi, tidak didapatkan adanya darm

contour dan darm steifung, pada auskultasi didapatkan suara bising usus meningkat dengan

borborigmi (+). Pada pemeriksaan perkusi didapatkan hipertimpani dan pada palpai pasien

mengeluhkan nyeri tekan.

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan anemia dan pada pemeriksaan

radiologi abdomen 3 posisi didapatkan kesan ileus obstruktivus letak tinggi. Dengan

pemeriksaan klinis kita sudah dapat mencurigai adanya kelainan akut pada abdomen. Foto

abdomen 3 posisi dilakukan untuk menunjang anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelumnya

dan melihat penyebab dan lokasi terjadinya kelainan. Dari pembacaan rontgen abdomen 3

posisi didapatkan adanya kesan ileus obstruktivus letak tinggi.

36
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


Tujuan pemeriksaan radiologis pada pasien ini untuk dapat memutuskan apakah

pasien dengan nyeri akut abdomen memerlukan operasi atau tidak dan bila perlu dioperasi

apakah bersifat segera atau masih dapat ditunda sehingga masih dapat dilakukan pemeriksaan

lain yang mendukung diagnosis. Foto polos abdomen 3 posisi berguna untuk mendeteksi:

udara bebas peritonium, gas retroperitonium dan intramural, obstruksi usus halus dan usus

besar, massa jaringan lunak dan cairan bebas.

Untuk radiologi ileus perlu diperhatikan beberapa hal :


1. Posisi terlentang (supine). Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di
proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring Bone
Appearance). Gambaran ini didapat dari pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar.
2. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis didapatkan adanya air
fluid level dan step ladder appearance.
3. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air
fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus
letak tinggi, sedangkan jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran
yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
Gambaran yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain :

Ileus obstruksi letak tinggi :

- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal junction) dan

kolaps usus di bagian distal sumbatan.

- Coil spring appearance

- Herring bone appearance

- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)

Ileus obstruksi letak rendah :

- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi

37
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI


- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen

- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon

Sedangkan pada ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang

menyeluruh dari gaster sampai rectum. Pada foto polos abdomen, 60-70% dapat dilihat adanya

pelebaran usus dan hanya 40% dapat ditemukan adanya air fluid level. Walaupun pemeriksaan

radiologi hanya sebagai pelengkap saja, pemeriksaan sering diperlukan pada obstruksi ileus

yang sulit atau untuk dapat memperkirakan keadaan obstruksinya pada masa pra-bedah

38
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU RADIOLOGI

Daftar Pustaka

Ansari P. Intestinal obstruction. [Online]. 2007 September [cited 2008 May 21];[4 screens].
Available from:URL:http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html.

Beauchamp, Evers, Mattox, Sabiston, Textbook of Surgery, 16th edition, W.B.Saunders,


Philadelphia, 2001, hal 887-888

Brunicardi, F.C., et all, Schwartz’s Principles of Surgery, volume II, 8th edition, McGraw-Hill,
New York, 2005, hal 1031-1032

Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. http://www.scribd.com/ileus_obstruktif.

Guyton A.C., Hall J.E. 1997a. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta : EGC.

Manif Niko, Kartadinata. 2008. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran No.29.
http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.

Maulana, Razi. 2011. Ileus Obstruktif. http://razimaulana.wordpress.com.

Middlemiss, J.H. 1949. Radiological Diagnosis of Intestinal Obstruction by Means of Direct


Radiography. Volume XXII No. 253.

Mukherjee S. Ileus. [Online]. 2008 January 29 [cited 2008 May 21];[7 screens]. Available
from: URL:http://www.emedicine.com/med/topic1154.htm.

Nobie BA. Obstruction, small bowel. [Online] 2007 Sept 17 [cited 2008 June 2];[6 screens].
Available from: URL:http://www.emedicine.com

Sari, Dina Kartika dkk. 2005. Chirurgica. Yogyakarta : Tosca Enterprise. pp : 32-26.

Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hal : 623.

39

Anda mungkin juga menyukai