Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

BLOK XX : KEGAWATDARURATAN BEDAH


MODUL 4 : TRAUMA MULTIPEL

Disusun oleh :
Kelompok 3
Achmad Rizki Al-Hasani 1210015039
Andini Agustyana 1210015045
Dian Nurlita Anggraini 1210015078
Dwiki Fitrandy R R 1210015001
Maulinda Permatasari 1210015026
Nurdiana Oktavia 1210015014
Nur Indah Tri Widya Putri 1210015050
Phamella Esty Nuraini 1210015011
Revyta Salsabila Rachmadi 1210015052
Anindhita Anestya 1110015053
Gita Rosalina 1110015017
Claudia Purnamatika 1110015036
Eka Yuliana Sari 1010015027
Tutor : 1. dr. Hary Nugroho, M.Kes

2. dr. Mona Zubaedah, M.Kes

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK
BLOK XX : KEGAWATDARURATAN BEDAH
MODUL 4 : TRAUMA MULTIPEL

Disusun Oleh :
Kelompok 3

Achmad Rizki Al-Hasani 1210015039


Andini Agustyana 1210015045
Dian Nurlita Anggraini 1210015078
Dwiki Fitrandy R R 1210015001
Maulinda Permatasari 1210015026
Nurdiana Oktavia 1210015014
Nur Indah Tri Widya Putri 1210015050
Phamella Esty Nuraini 1210015011
Revyta Salsabila Rachmadi 1210015052
Anindhita Anestya 1110015053
Gita Rosalina 1110015017
Claudia Purnamatika 1110015036
Eka Yuliana Sari 1010015027

Tutor : 1. dr. Hary Nugroho, M.Kes

2. dr. Mona Zubaedah, M.Kes

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2015

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


II
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena
atas rahmat dan hidayah-Nyalah Laporan Hasil Diskusi Kelompok Kecil Blok 20
Modul 4 tentang Trauma Multiple dengan ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari
diskusi kelompok kecil (DKK) kami. Laporan ini secara menyeluruh membahas
tentang Appendicitis, Peritonitis dan Perforasi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini, antara lain :

1. dr. Hary Nugroho, M.Kes dan dr. Mona Zubaedah, M.Kes selaku tutor yang
telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil
(DKK).
2. Teman-teman kelompok 3 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya
sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik
dan dapat menyelesaikan makalah hasil diskusi kelompok kecil (DKK).
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Akhirnya, seperti pepatah mengatakan “tiada gading yang tak retak”,


tentunya laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik
yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan
dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) ini.

Samarinda, 8 November 2015

Penyusun

(Kelompok 3)

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


III
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. ii

Kata Pengantar ................................................................................................. iii

Daftar Isi .......................................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang .................................................................................. 1

Tujuan Modul .................................................................................. 2

BAB 2 PEMBAHASAN
Skenario ............................................................................................ 3
Step 1 ................................................................................................ 3
Step 2 ................................................................................................ 3
Step 3 ................................................................................................ 4
Step 4 ................................................................................................ 6
Step 5 ................................................................................................ 7
Step 6 ................................................................................................ 7
Step 7 ................................................................................................ 7
BAB 3 PENUTUP

Kesimpulan ........................................................................................ 28

Saran ................................................................................................. 28

Daftar Pustaka .................................................................................................. 29

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


IV
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Trauma merupakan suatu cedera atau rupadaksa yang dapat mencederai
fisik maupun psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus
(luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sprain), putus
atau robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah dan gangguan saraf.

Pada kasus kecelakaan lalu-lintas, korban biasanya mengalami trauma


multiple yang melibatkan lebih dari dua sistem organ tubuh. Korban dapat
mengalami trauma pada organ muskuloskeletalnya dan organ-organ yang terdapat
pada kepala, thorak maupun abdomen. Cedera pada tulang menimbulkan patah
tulang (fraktur) dan dislokasi. Fraktur juga dapat terjadi di ujung tulang dan sendi
(intra-artikuler) yang sekaligus menimbulkan dislokasi sendi.

Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi


(mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan
rehabilitasi. Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang
terjadi, baik pada jaringan lunaknya maupun tulangnya. Mekanisme trauma juga
harus diketahui, apakah akibat trauma tumpul atau tajam, langsung atau tak
langsung.

Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula


(reposisi). Dengan kembali ke bentuk semula, diharapkan bagian yang sakit dapat
berfungsi kembali dengan maksimal. Retaining adalah tindakan mempertahankan
hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi). Hal ini akan menghilangkan spasme otot
pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat.
Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan anggota gerak yang sakit agar
dapat berfungsi kembali.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


1
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
1.2 TUJUAN MODUL
Tujuan dari modul ini yaitu untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan
dengan Kegawatdaruratan bedah pada kasus trauma multipel , khususnya mengenai
fraktur dan trauma pada organ-organ visera. Kompetensi yang ingin dicapai mulai
dari definisi, etiologi, faktor resiko, klasifikasi, manifestasi klinis, diagnosa,
komplikasi, diagnosa banding serta penatalaksanaan dari fraktur yang secara
khusus akan dibahas pada diskusi PBL Modul 4 ini.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


2
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
BAB 2

ISI

Skenario

Seorang laki-laki 20 tahun bernama Tn X dibawa oleh polisi ke UGD


karena mengalami kecelakaan. Tn X tidak sadar saat tiba di UGD. Hasil
pemeriksaan dokter menunjukkan tanda vital : nadi lemah 100 kali/menit.
Pernapasan 28 kali/menit, tekanan darah 80/60 mmHg dengan akral dingin pada
ekstremitas. Ditemukan krepitasi dan luka robek pada paha kiri dan kanan.
Terdapat krepitasi dan memar pada dinding dada di atas iga 3 dan 4 kanan

Step 1 (Identifikasi Istilah Sulit)

1. Krepitasi : bunyi yang terdengar akibat gesekan pada ujung-ujung


patahan tulang.
2. Memar : cedera jaringan tubuh sehingga menyebabkan penumpukan
darah di jaringan tersebut, bisa terasa nyeri dan berwarna
kebiruan.

Step 2 (Identifikasi Masalah)

1. Mengapa Tuan X mengalami penurunan kesadaran?


2. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik?
3. Apa yang terjadi pada Tuan X bila didapatkan krepitasi dan luka robek?
4. Apa pemeriksaan yang bisa dilakukan?
5. Apa penatalaksanaan awal yang bisa diberikan?
6. Bagaimana mekanisme fraktur?
7. Apa komplikasi yang bisa terjadi?
8. Apa yang terjadi bila iga krepitasi?
9. Bagaimana prognosis dari kasus Tuan X?

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


3
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
Step 3 (Brain Storming)

1. Penurunan kesadaran bisa dikarenakan perdarahan yang terjadi akibat


patahnya tulang, perdarahan yang banyak baik yang bisa terlihat ataupun
tidak bisa menyebabkan syok hipovolemik yang menurunkan perfusi
oksigen ke otak sehigga terjadi penurunan kesadaran. Selain itu, pada tramu
seperti yang dialami Tuan X memungkinkan terjadinya multiple trauma
yang salah satunya bisa mengenai kepala. Akibatnya bisa terjadi cedera
kepala yang membuat turun kesadaran. Selain itu trauma juga merusak
jaringan dimana kerusakan jaringan ini bisa menimbulkan syok karena
penurunan cairan interstesial.
2. Nadi = 100x/menit, normal; frekuensi nafas = 28x/menit, takipneu; tekanan
darah 80/60 mmHg, hipotensi, dan akral dingin. Pemeriksaan fisik tersebut
menandakan terjadi syok hipovolemi pada Tuan X.
3. Krepitasi terjadi bila ditemukan diskontinuitas/fraktur pada tulang. Fraktur
pada tulang bisa disebabkan oleh :
a. Sudden injury misalnya kecelakaan.
b. Stress misalnya tekanan pada tulang yang berulang
c. Patology misalnya osteoporosis.

Fraktur juga bisa dibedakan menjadi :

a. Fraktur terbuka, terbagi menjadi derajat I (mengenai kulit dan otot),


derajat II (mengenai kulit dan otot serta ada ekimosis), dan derajat III
(robekan 6-8cm dan pembuluh darah robek).
b. Faktur tertutup
4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : deformitas yang dibandingkan kanan dan kiri, bengkak,
perubahan warna kulit, dan ada tidaknya gerakan tambahan.
b. Palpasi : Uji Krepitasi dan uji gerakan aktif-pasif.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


4
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
Pemeriksaan penunjang :

a. Foto Rontgen
b. MRI
c. CT-scan
5. Penatalaksanaan awal yang diberikan adalah dengan primary survey,
meliputi :
a. Pemeriksaan kesadaran dengan metode AVPU
b. Pemeriksaan ABCD
Airway : look, listen, feel, ada tidaknya suara nafas tambahan.
Breathing : reguler/tidak, bila tidak reguler bisa dilakukan
resusitasi.
Circulation : periksa nadi, Capillary Refill Test, bila sirkulasi
terganggu lakukan RJP.
Deformity : cek nervus kranial.
Exposure : buka pakaian dan nilai kondisi tubuh secara
menyeluruh.
c. Pemberian IV line dan kateter untuk memantau kondisi cairan tubuh.
6. Sudah dibahas pada nomor 3
7. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain :
a. Infeksi
b. Syok hipovolemik
c. Emboli paru
d. Hematothoraks
e. Pneumothoraks
f. Gangguan pertumbuhan tulang pada anak-anak
8. Bila iga krepitasi dikhawatirkan terjadi komplikasi yang mengenai rongga
thoraks dan paru seperti hematothoraks dan pneumothoraks.
9. Prognosis tergantung pada derajat injury dan cepat tidaknya penanganan
yang dilakukan.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


5
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
Step 4 (Peta Konsep)

Multiple Trauma

Thoraks Femur

- Memar - Krepitasi
- Krepitasi - Luka robek

Fraktur Tertutup Fraktur Terbuka

Pemeriksaan Fisik :

1. Inspeksi
2. Palpasi

Pemeriksaan Penunjang :

Rontgen, CT scan, MRI

Penatalaksanaan

Prognosis Komplikasi

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


6
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
Step 5 (Lerning Objectives)

Mahasiswa mempelajari tentang Fraktur yang meliputi :

a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Klasifikasi
e. Patogenesis
f. Gejala Klinis
g. Penegakkan diagnosis
h. Penatalaksanaan
i. Komplikasi
j. Prognosis

Step 6 (Belajar Mandiri)

Mahasiswa melakukan belajar mandiri pada tanggal 3 November 2015 – 5


November 2015

Step 7 (Sintesis Laporan)

7.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang


biasanya disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabakan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa
tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada lengan yang menyebabkan tulang
klavikula atau radius distal patah.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


7
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
7.2 Klasifikasi Fraktur

1. Fraktur Lengkap
Fraktur lengkap adalah tulang benar – benar patah menjadi menjadi dua
fragmen atau lebih.
2. Fraktur Tidak Lengkap
Fraktur tidak lengkap adalah tulang terpisah secara tak lengkap dan periosteum
tetap menyatu.
3. Fraktur Tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur dengan kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang.
4. Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang yang menembus kulit.

(Price & Wilson, 2006; Solomon, Warwick, & Nayagam, 2010)

Klasifikasi Fraktur Terbuka Menurut Gustilo-Anderson

1. Tipe Tidak Lengkap


a. Tipe I : <1 cm
b. Tipe II : 1-10 cm
c. Tipe III : >10 cm atau energi tinggi
 A : jaringan yang memadai untuk perbaikan
 B : pengelupasan periosteal yang cukup besar dan
membutuhkan penutupan
 C : cedera vaskular dan membutuhkan perbaikan vaskular
2. Tipe Lengkap
a. Tipe I :
 Lesi kulit <1 cm
 Bersih
 Fraktur sederhana dengan minimal kominutif
b. Tipe II :
 Lesi kulit >1 cm
 Tidak ada kerusakan jaringan lunak yang luas

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


8
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
 Kerusakan minimal
 Kominutif sedang dan kontaminasi
c. Tipe III :
 Kerusakan kulit yang luas dengan atau tanpa kerusakan otot dan
neurovaskular
 Cedera dengan kecepatan tinggi
 Fraktur kominutif yang parah atau segmental
 Luka senjata kecepatan tinggi
 Kontaminasi yang luas dari dasar luka
 Segala ukuran luka terbuka dengan kontaminasi tanah
o A :
- Ulserasi jaringan lunak yang luas mencakup fragmen tulang
- Biasanya trauma kecepatan tinggi dengan kominutif parah
atau fraktur segmental
o B :
- Lesi yang luas dari jaringan lunak dengan pengelupasan
periosteal dan kontaminasi
- Kominutif parah akibat trauma kecepatan tinggi
- Biasanya membutuhkan penggantian tulang terbuka dengan
penutup
o C
- Fraktur terbuka dengan kerusakan arteri yang membutuhkan
perbaikan

Klasifikasi Fraktur Tertutup Menurut Tscherne

1. Grade 0 :
 Kerusakan jaringan lunak yang minimal
 Cedera tidak langsung pada ekstremitas (torsi)
 Pola fraktur sederhana

2. Grade 1 :

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


9
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
 Abrasio superfisial atau kontusio
 Pola fraktur ringan
3. Grade 2 :
 Abrasio dalam
 Kontusio kulit atau otot
 Pola fraktur berat
 Trauma langsung pada ekstremitas
4. Grade 3 :
 Kontusio kulit yang luas
 Kerusakan berat pada otot yang mendasarinya
 Sindroma kompartemen
 Avulsi subkutan

Klasifikasi Fraktur Berdasarkan AO/OTA Universal

1. Setiap tulang utama dan setiap segmen tulang diberi nomor :


 Humerus – 1, Radius/ulnar – 2, Femur – 3, Tibia – 4, dst
 Segmen proksimal – 1, Diafisis – 2, segmen distal – 3
Misalnya, proksimal femur diberi kode – 31 (3 – Femur, 1 – Proksimal)

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


10
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
2. Fraktur segmen proksimal dan distal diklasifikasikan beberapa tipe yaitu:
 A : Ekstra-artikular
 B : Artikular parsial
 C : Artikular lengkap
3. Fraktur diafisis diklasifikasikan beberapa tipe yaitu:
 A : Sederhana
 B : Baji
 C : Kompleks

4. Setiap pola fraktur dibagi menjadi beberapa grup yaitu:


 Fraktur segmen proksimal dan distal

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


11
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
 Fraktur Diafisis

5. Menggunakan sistem AO/OTA


 Tulang yang mana? (Misalnya, Femur – 3)
 Segmen yang mana? (Misalnya, Diafisis – 2)
 Tipe yang mana? (Misalnya, Sederhana – A)
 Grup yang mana? (Misalnya, Transverse – 3)

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


12
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
Menggunakan contoh diatas, kode fraktur tersebut adalah 32-A3 (Simple
tranverse diaphyseal femoral fracture)

7.3 Epidemiologi Fraktur

Trauma adalah penyebab kematian yang paling umum terjadi didunia pada
umur sekitar 1-44 tahun. Proporsi terbesar penyebab trauma (1,2 juta pertahun)
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. WHO memprediksikan, pada tahun 2020,
trauma yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas akan menduduki peringkat
ketiga sebagai penyebab kematian dan disabilitas di dunia (Solomon, Warwick, &
Nayagam, 2010).

Kecelakaan lalu lintas yang dapat menyebabkan cedera serius maupun


kematian serin terjadi pada rentang umur dewasa muda, yaitu mulai sekitar usia 17
atau 23 (Solomon, Warwick, & Nayagam, 2010).

Kematian yang disebabkan oleh trauma, umumnya mengikuti pola “tri-


modal”, yaitu tiga model gelombang yang merupakan pola dari cedera. Sekitar 50%
dari cedera fatal yang terjadi merupakan cedera yang tidak dapat diselamatkan, baik
segera ataupun dalam beberapa menit setalah kejadian kecelakaan. Sedangkan 30%
lainnya selamat setelah kecelakaan, tetapi meninngal dalam 1-3 jam setelahnya.
Sedangkan sisa 20% lainnya meninggal dikarenakan komplikasi yang terjadi pada
stadium lanjut, yaitu sekitar enam minggu setelah kecelakaan (Solomon, Warwick,
& Nayagam, 2010).

7.4 Etiopatogenesis Fraktur

Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan


terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa
patologis.

1. Peristiwa Trauma (kekerasan)


a) Kekerasan langsung

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


13
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik
terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil,
maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang
demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau
miring.

b) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang


jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang
karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian
dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi
pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan
tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai
penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan tulang
lengan bawah.
c) Kekerasan akibat tarikan otot

Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang.


Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah
tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom,
karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.

2. Peristiwa Patologis
a) Kelelahan atau stres fraktur

Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang
– ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang
lebih berat dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural
akibat pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan
beban secara tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak
tulang.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


14
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
b) Kelemahan Tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu
tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya
osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah
tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur.

7.5 Diagnosis Fraktur

Riwayat

Biasanya terdapat riwayat cedera diikuti dengan ketidakmampuan


mrnggunakan tungkai yang mengalami cedera. Selalu tanyakan mengenai
gejala berkaitan seperti baal atau hilangnya gerakan , kulit yang pucat, darah
dalam urine, nyeri perut, hilang kesadaran sementara. Tanyakan tentang
cedera sebelumnya yang dapat menyebabkan kebingungan bila hasil sinar-
X dilihat. Akhirnya riwayat medis umum perlu diperoleh sebagai persiapan
untuk anestesi atau pembedahan

Tanda-tanda umum

Tulang yang patah merupakan bagian dari pasien penting untuk


mencari ada atau tidaknya

 Syok atau perdarahan


 Kerusakan yang berhubungan dengan otak, medulla spinalis atau visera
 Penyebab ataupun predisposisi (misal penyakit paget)

Tanda-tanda lokal

 Penampilan
Pembengkakan,memar, deformitas, kulit yang utuh atau tidak. Bila kulit
robek dan memilki hubungan dengan fraktur berarti cedera itu terbuka
 Rasa

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


15
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi juga perlu memeriksa bagian distal
fraktur untuk merasakan nyeri dan menguji sensasi
 Gerakan
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan. Minta juga pasien untuk
menggerakkan sendi di bagian distal cedera

Pemeriksaan Penunjang

1. Sinar x
Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan. Perangkap perangkap ini
harus dihindari.

Dua pandangan fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat dalam sinar-
X tunggal. Dan sekurang- kurangnya harus dilakukan dua sudut pandang
(antero-posterior dan lateral) .

Dua sendi. Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami
fraktur dan angulasi. Tetapi, angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau
tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-
sendi di atas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan pada foto
sinar-X .

Dua tungkai Pada sinar-X tulang anak-anak, epifisis yang normal dapat
mengacaukan diagnosis fraktur, foto pada tungkai yang tidak cedera akan
bermanfaat.

Dua cedera Kekuatan yang hebat dapat menyebabkan cedera pada lebih
pada satu tingkat. Karena itu, bila ada fraktur pada calcaneus atau femur,
perlu juga di ambil poto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.

Dua kesempatan Segera setelah cedera, suatu fraktur (misalnya pada


scafoid karpal) mungkin sulit dilihat. Kalau ragu – ragu, sebagai akibat
resorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat
memudahkan diagnosis.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


16
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
2. Pencitraan khusus

Kadang – kadang fraktur/ keseluruhan fraktur/ tidak nyata pada sinar x


biasa. Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus
tibia; CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara untuk
menunjukkan apakah fraktur vertebra mengancam akan menekan medula
spinalis; sesungguhnya, potret transeksional sangat penting untuk
visualisasi fraktur secara cepat pada tempat yang sukar misalnya calcaneus
atau asetabulum, dan potret rekontruksi tiga dimensi bahkan lebih baik.
Scaning radioisotop berguna untuk mendiagnosis fraktur- tekanan yang
dicurigai atau fraktur tidak bergeser yang lain

7.6 Penatalaksanaan Fraktur

Primary Survey

Penilaian keadaan pasien dan prioritas terapi didasarkan jenis perlukaan,


tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pengelolaan pasien berupa primary
survey yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi
definitif. Yang tercakup dalam primary survey ialah ABCDE, yang bertujuan untuk
mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan
pada urutan berikut :

1. Airway, menjaga airway atau patensi jalan nafas dengan control servikal

Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, meliputi


pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing,
faktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea.
Usaha untuk membebaskan airway harus melindungi vertebra servikal. Dalam hal
ini dapat dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw thrust. Pasien dengan

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


17
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 dan adanya gerakan motorik yang tak
bertujuan biasanya memerlukan pemasangan airway definitif.

Selama memeriksa dan memperbaiki airway, harus diperhatikan bahwa


tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher. Kecurigaan adanya
kelainan vertebra servikalis didasarkan pada riwayat perlukaan, pemeriksaan
neurologis tidak sepenuhnya dapat menyingkirkannya. Ke-7 vertebra servikalis dan
vertebra torakalis pertama dapat dilihat jelas dengan foto lateral, walaupun tidak
semua jenis fraktur akan terlihat dengan foto lateral ini.

Dalam keadaan kecurigaan fraktur servikal, harus dipakai alat imobilisasi.


Bila alat imobilisasi ini harus dibuka sementara, maka terhadap kepala harus
dilakukan imobilisasi manual. Alat imobilisasi ini harus dipakai sampai
kemungkinan fraktur servikal dapat disingkirkan. Proteksi vertebra servikalis
sangat penting. Foto servikal dapat dilakukan setelah keadaan yang mengancam
nyawa telah dilakukan resusitasi.

Resusitasi yang dilakukan dapat menggunakan headtilt chinlift dan jaw


thrust bila dicurigai adanya fraktur atau trauma cervical. Bila pasien tidak sadar dan
tidak ada reflex bertahak / gag reflex dapat dipakai oro-pharyngeal airway.

2. Breathing , menjaga pernapasan dengan ventilasi

Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik
meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Inspeksi dan
palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu
ventilasi. Saat di UGD dapat dilakukan look listen and feel, selain itu dada pasien
harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi dilakukan untuk
memastikan masuknya udara kedalam paru.

Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah


tension pneumotoraks, flail chest dengan kontusio paru, dan open pneumotoraks.
Keadaan-keadaan ini harus dikenali saat primary survey.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


18
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
Hematotoraks, simple pneumotoraks, patahnya tulang iga dan kontusio paru
mengganggu ventilasi dalam derajat yang lebih ringan, harus dikenali pada
secondary survey.

Resusitasi atau control jalan nafas ini harus dilakukan dengan control
terhadap vertebral servikal. Surgical airway dapat dilakukan bila intubasi
endotrakeal tidak memungkinakan karena kontraindikasi atau karena masalah
teknis. Bila didapatkan adanya tension pneumotoraks akan sangat mengganggu
ventilasi dan sirkulasi harus segera dilakukan dekompresi.setiap pasien trauma
diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaaiknya oksigen diberikan dengan face-
mask. Pemakaian pulse oximeter baik untuk menilai saturasi O2 yang adekuat.

3. Circulation dengan control perdarahan

Volume darah dan cardiac output

Perdarahan merupakan sebab utama kematian pascatrauma yang mungkin


dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit. Diperlukan
penilaian yang cepat dari status hemodinamik pasien agar tidak terjadi suatu
keadaan yang dapat mengancam jiwa pasien seperti syok hipovolemik akibat
perdarahan. Ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik ini, yakni tingkat kesadaran, warna kulit
dan nadi.

Tingkat kesadaran

Bila volume darah turun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan mengakibatkan
penurunan kesadaran

Warna kulit

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


19
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
Wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat, merupakan tanda
hipovolemia.

Nadi

Periksalah nadi yang besar seperti a.femoralis atau a.karotis, untuk kekuatan nadi,
kecepatan dan irama. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia,
walaupun dapat disebbakan oleh keadaan lain. Kecepatan nadi yang normal bukan
jaminan bahwa normovolemi. Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda
gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan
pertanda diperlukannya resusitasi segera untuk memperbaiki volume dan cardiac
output.

Perdarahan

Perdarahan eksternal dihentikan degan penanganan luka. Tourniquet


sebaiknya jangan digunakan karena dapat merusak jaringan dan menyebabkan
iskemia distal. Sumber perdarahan internal (tidak terlihat) adalah perdarahan dalam
rongga toraks, abdomen, sekitar fraktur dari tulang panjang, retroperitoneal, atau
fraktur pelvis.

Resusitasi yang dilakukan bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang


sedikitnya 2 IV line. Kateter IV yang dipakai harus berukuran besar. Pada saat
pemasangan IV harus diambil contoh darah untuk permintaan darah dan
pemeriksaan laboratorium rutin, termasuk tes kehamilan pada semua pasien wanita
berusia subur. Terapi definitive untuk perdarahan meliputi operasi, angioembolisasi
dan stabilisasi pelvis. Pada saat datang pasien di-infus cepat dengan 1-2 liter cairan
kristaloid, sebaiknya ringer lactate. Cairan harus dihangatkan sebelumnya 37-40
derajat celcius. Bila tidak ada respon dengan pemberian bolus kristaloid tadi,
diberikan transfuse darah.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


20
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
4. Disability : status neurologis

Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan


neurologis secara cepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal. Tingkat kesadaran
dapat diperiksa menggunakan sistem scoring GSC (Glasgow Coma Scale).

5. Exposure / environmental control

Pasien harus dibuka keseluruhan pakaianannya sering dengan cara


menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. Setelah pakaian dibuka,
penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia. Harus dipakaikan
selimut hangat, ruangan cukup hangat, dan diberikan cairan intravena yang sudah
dihangatkan.

Tambahan pada primary survey

Tambahan pada primary survey meliputi monitoring EKG, Kateter Gaster


dan uretra, monitoring lain seperti laju pernafasan, analisis gas darah,
pulseoximetry, tekanan darah, pemeriksaan x-rays dan pemeriksaan tambahan lain.

Secondary Survey

Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah


anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah mencari
cedera cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun
terlewatkan dan tidak terobati. Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka kita
harus mengambil riwayat AMPLE dari pasien, yaitu Allergies, Medication, Past
Medical History, Last Ate dan Event (kejadian atau mekanisme kecelakaan).
Mekanisme kecelakaan penting untuk ditanyakan untuk mengetahui dan
memperkirakan cedera apa yang dimiliki oleh pasien, terutama jika kita masih
curiga ada cedera yang belum diketahui saat primary survey, Selain riwayat 9

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


21
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
AMPLE, penting juga untuk mencari informasi mengenai penanganan sebelum
pasien sampai di rumah sakit.

Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk dievaluasi
adalah (1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan infeksi, (2)
fungsi neuromuskular (3) status sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan tulang.
Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada Look, kita
menilai warna dan perfusi, luka, deformitas, pembengkakan, dan memar. Penilaian
inspeksi dalam tubuh perlu dilakukan untuk menemukan pendarahan eksternal
aktif, begitu pula dengan bagian punggung. Bagian distal tubuh yang pucat dan
tanpa pulsasi menandakan adanya gangguan vaskularisasi. Ekstremitas yang
bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush injury dengan
ancaman sindroma kompartemen. Pada pemerikasaan Feel, kita menggunakan
palpasi untuk memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi neurologi, dan krepitasi. Pada
periksaan Move kita memeriksa Range of Motion dan gerakan abnormal.

Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara meraba pulsasi bagian distal


dari fraktur dan juga memeriksa capillary refill pada ujung jari kemudian
membandingkan sisi yang sakit dengan sisi yang sehat. Jika hipotensi mempersulit
pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan alat Doppler yang dapat mendeteksi aliran
darah di ekstremitas. Pada pasien dengan hemodinamik yang normal, perbedaan
besarnya denyut nadi, dingin, pucat, parestesi dan adanya gangguan motorik
menunjukkan trauma arteri. Selain itu hematoma yang membesar atau pendarahan
yang memancar dari luka terbuka menunjukkan adanya trauma arterial.

Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat cedera


muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan iskemia sel
syaraf. Pemeriksaan fungsi syaraf memerlukan kerja sama pasien. Setiap syaraf
perifer yang besar fungsi motoris dan sensorisnya perlu diperiksa secara sistematik.

Tujuan penanganan fraktur selanjutnya adalah mencegah sumber – sumber


yang berpotensi berkontaminasi pada luka fraktur. Adapun beberapa cara yang
dapat dilakukan adalah mengirigasi luka dengan saline dan menyelimuti luka

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


22
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
fraktur dengan ghas steril lembab atau juga bisa diberikan betadine pada ghas.
Berikan vaksinasi tetanus dan juga antibiotik sebagai profilaksis infeksi. Antibiotik
yang dapat diberikan adalah.

Generasi pertama cephalosporin (cephalotin 1 – 2 g dibagi dosis 3 -4 kali


sehari) dapat digunakan untuk fraktur tipe I Gustilo.

Aminoglikosid (antibiotik untuk gram negatif) seperti gentamicin (120 mg


dosis 2x/hari) dapat ditambahkan untuk tipe II dan tipe III klasifikasi Gustilo.

Metronidazole (500 mg dosis 2x/hari) dapat ditambahkan untuk mengatasi


kuman anaerob. Pemberian antibiotik dapat dilanjutkan hingga 72 jam setelah luka
ditutup. Debridement luka di kamar operasi juga sebaiknya dilakukan sebelum 6
jam pasca trauma untuk menghindari adanya sepsis pasca trauma8 . Reduksi,
Reposisi dan imobilisasi sesuai posisi anatomis dapat menunggu hingga pasien siap
untuk dioperasi kecuali ditemukan defisit neurovaskular dalam pemeriksaan.
Apabila terdapat indikasi untuk reposisi karena defisit neurovaskular, maka
sebaiknya reposisi dilakukan di UGD dengan menggunakan teknik analgesia yang
memadai.

Ada beberapa pilihan teknik analgesia untuk managemen pasien fraktur


ekstrimitas bawah di UGD. Untuk pasien yang mengalami isolated tibia atau ankle
fractures, Inhaled Nitrous oxide dan Oxygen (Entonox) mungkin berguna untuk
manipulasi, splintage dan transfer pasien.

Dalam strategi meredakan nyeri akut yang sekiranya berat dalam patah
tulang digunakan srategi “Three Step Analgesic Ladder” dari WHO. Pada nyeri
akut, sebaiknya di awal diberikan analgesik kuat seperti Opioid kuat13 . Dosis
pemberian morfin adalah 0.05 – 0.1 mg/kg diberikan intravena setiap 10/15 menit
secara titrasi sampai mendapat efek analgesia. Terdapat evidence terbaru di mana
pada tahun terakhir ini Ketamine juga dapat dipergunakan sebagai agen analgesia
pada dosis rendah (0.5 – 1 mg/kg). Obat ini juga harus ditritasi untuk mencapai
respon optimal agar tidak menimbulkan efek anastesi. Efek menguntungkan dari

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


23
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
ketamine adalah ketamine tidak menimbulkan depresi pernafasan, hipotensi, dan
menimbulkan efek bronkodilator pada dosis rendah. Kerugian ketamine adalah
dapat menimbulkan delirium, tetapi dapat dicegah dengan memasukkan
benzodiazepine sebelumnya (0.5 – 2 mg midazolam intravena).

Peripheral nerve blocks juga menjadi pilihan baik dilakukan tunggal


maupun kombinasi dengan analgesik intravena. Yang umumnya digunakan adalah
femoral nerve block.

7.7 Komplikasi Fraktur

1. Komplikasi segera
a. Lokal :
 kulit dan otot : berbagaivulnus ( abrasi, laserasi, sayatan,dll.), kontusio,
avulasi
 vaskular : terputus, kontusio, perdarahan
 organ dalam : jantung, paru-paru, hepar, limpa( pada fraktur kosta), bul
i-buli (pada fraktur pelvis)
 neurologis : otak, medula spinalis, kerusakan syaraf perifer
b. Umum
 trauma multipel, syok
2. Komplikasi dini
a. Lokal
 nekrosis kulit otot, syndrom kompartmen, trombosis, infeksi sendi, oste
omielitis
b. Umum
 ARDS, emboli paru, tetanus
3. Komplikasi lama
a. Lokal

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


24
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
 Tulang : malunion,nonunion, delayed union
 Osteomielitis
 Gangguan pertumbuhan
 Patah tulang rekuren
 Sendi : ankilosis, penyakit degeneratif sendi pascatrauma
 Miositis osifikan
 Distrofi reflex
 Kerusakan syaraf

b. Umum
 batu ginjal (akibat imobilisasi lama ditempat tidur dan hiperkalsemia)
 neurosis pssca trauma

7.8 Prognosis Fraktur

Prognosis pada fraktur akan baik jika dengan penanganan tyang cepat dan
tepat, serta bergantung pada jenis fraktur yang terjadi, misalnya saja pada fraktur
terbuka penyembuhan akan lebih lama dibandingkan fraktur tertutup. Selain itu
dipengaruhi juga dari usia, pada anak-anak biasanya akan lebih cepat tumbuh
kembali dalam masa penyembuhannya. Bisa juga dipengaruhi faktor-faktor yang
menghambat atau mempercepat pertumbuhan tulang, antara lain :

a. Faktor yang mengganggu penyembuhan fraktur


1. Imobilisasi yang tidak cukup
» Imobilisasi dalam balutan gips umumnya memenuhi syarat imobilisasi,
asalkan persendian proksimal dan distal dari patah tulang turut
diimobilisasi.
» Lingkaran kulit dalam gips, yang misalnya disebabkan oleh latihan
ekstremitas yang patah tulang tidak mengganggu, bahkan dapat
merangsang perkembangan kalus. Hal ini berlaku nutuk atah tulang
yang ditangani gips maupun traksi.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


25
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
2. Infeksi

» Hematom merupakan lingkungan subur untuk kuman patologik yang


dapat menyebabkan osteomyelitis di kedua ujung patah tulang, sehingga
proses penyembuhan sama sekali tidak dapat berlangsung.

3. Ruang diantara kedua fragmen serta Interposisi oleh jaringan lunak

» Menjadi halangan perkembangan kalus antara ujung patahan tulang

» Traksi atau karena tonus dan tarikan otot.

4. Gangguan perdarahan setempat

5. Trauma lokal ekstensif

6. Kehilangan tulang

7. Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang

8. Keganasan lokal

9. Penyakit tulang metabolik (mis; penyakit paget)

10. Radiasi (nekrosis radiasi)

11. Nekrosis avaskuler - Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasiyang


baik, maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi akan tetapi bila salah
astu sisi fraktur vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian maka
akan menghambat penyembuhannya.

12. Fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin, yang akan
melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendalan)

13. Usia (lansia sembuh lebih lama) Waktu penyembuhan tulang pada anak-
anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan
karena aktifitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum dan

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


26
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
juga berhubungan dengan proses remodeling tulang pada bayi sangat aktif
dan makin berkurang apabila umur bertambah.

14. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

b. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur

1. Imobilisasi fragmen tulang


2. Kontak fragmen tulang maksimal
3. Asupan darah yang memadai (dengan syarat imobilisasi yang baik)
4. Nutrisi yang baik
5. Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang panjang
6. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid kalsitonin, vitamain D, steroid
anabolic
7. Potensial listrik pada patahan tulang - Penyembuhan fraktur berkisar antara
3 minggu sampai 4 bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara kasar ½
waktu penyembuhan pada dewasa.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


27
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan


ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Hal ini diakibatkan oleh adanya gaya yang
melebihi elastisitas dari tulang. Fraktur terbagi menjadi beberapa macam,
tergantung dari lokasi, luas, konfigurasi, hubungan antar tulang yang
mengalami fraktur dan hubungan antara tulang yang fraktur dengan jaringan
sekitar. Diagnosis fraktur dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang (foto rontgen). Biasanya pada pasien yang
mengalami kecelakaan lalu lintas dilakukan primary survey yang terdiri dari
ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disabillity, Exposure) dan secondary
survey. Penatalaksaan pada pasien fraktur pun didasarkan pada jenis dari fraktur
tersebut. Adakalanya pasien hanya membutuhkan terapi resusitasi dan kadang
kala pasien juga memerlukan transfusi. Semua hal ini dilakukan sesuai dengan
indikasi masing-masing.

3.2 Saran

Laporan ini tentu masih belum sempurna, sehingga diperlukan bimbingan


dari dosen-dosen klinik untuk mengarahkan teori yang telah didapatkan
mahasiswa agar bisa diterapkan di lapangan secara optimal. Mahasiswa juga
diharapkan terus belajar tentang materi terkait untuk memperkaya ilmu
pengetahuannya.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


28
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
Daftar Pustaka

American College of Surgeons Comittee on Trauma. Advanced Trauma Life


Support for Doctors (ATLS) Student Course Manual. 8th ed. Chicago, IL :
American College of Surgeons ; 2008

Corso P, Finkelstein E, Miller T, Fiebelkorn I, Zaloshnja E. Incidence and lifetime


costs of injuries in the United States. Inj Prev. Aug 2006;12(4):212-8.

Canale ST. Campbell's Operative Orthopaedics. 10th ed. St Louis, Mo: Mosby-
Year Book; 2003.

Court-Brown CM, Rimmer S, Prakash U, McQueen MM. The epidemiology of


open long bone fractures. Injury. Sep 1998;29(7):529-34

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22361/4/Chapter%20II.pdf di
akses pada 4 November, 2015 jam 12.00 WITA

Lee C, Porter KM. Prehospital Management of Lower Limb Fracture. Emerg Med
J 2005;22:660–663

Mangku G, Senapathi T.G.A. eds Wiryana I.M.W, Sinardja K, Sujana I.B.G,


Budiarta I.G. Penatalaksanaan Nyeri. Dalam : Buku Ajar Ilmu Anestesia
dan Reanimasi. Jakarta Barat : Indeks. 2010

O.T., A. (2013). Fracture Classification in Orthopaedics. Nigeria: UITH Surgery.

Patel M dkk. Open Tibial Fracture. Diakses di


http://emedicine.medscape.com/article/1249761-overview . Tanggal akses
11 Februari 2012. Update Terakhir 23 Mei 2011.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit (6th ed.). Jakarta: EGC.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


29
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL
Solomon, L., Warwick, D., & Nayagam, S. (2010). Apley's System of Orthopaedic
and Fractures. UK: HODDER ARNOLD AN HACHETTE UK
COMPANY.

BLOK 20 KEGAWATDARURATAN BEDAH


30
MODUL 4 TRAUMA MULTIPEL

Anda mungkin juga menyukai