LAPORAN KASUS
“KONJUNGTIVITIS VERNAL”
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada :
Vian Aprilya
H2A014023P
KONJUNGTIVITIS VERNAL
Disusun Oleh:
Vian Aprilya H2A014023P
Mengesahkan:
Koordinator Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. GAZ
Usia : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Gandekan 1/6 ambarawa
Pekerjaan : Pelajar
No RM : 134881-2017
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis tgl 10 september 2018 jam
11.00 di Poli Mata.
1. Keluhan Utama
Kedua mata terasa gatal ± sejak 1 bulan yang lalu
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Ambarawa dengan keluhan kedua mata
terasa gatal ± sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan mata terasa sangat gatal disertai
mata yang berwarna merah kecoklatan. Pasien sering mengucek-ngucek matanya
karena dirasakan sangat gatal, kadang keluar lodok. Awalnya keluhan dirasakan
ketika sedang bermain diluar ruangan dengan temannya dan saat terpapar sinar
matahari langsung, dengan lingkungan yang berdebu. Pasien merasa membaik
ketika berada di dalam rumah pada saat istirahat. Keluhan kadang timbul kembali
saat malam hari ketika pasien hendak tidur. Rasa nyeri pada kedua mata, silau,
pandangan kabur disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sering keluar lodok yang
kental saat bangun tidur.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 10 september 2018, jam 11.00 WIB
di poli mata RSUD Ambarawa.
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : compos mentis
3. Vital Sign :
a. Tensi :-
b. Nadi : 82 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
c. RR : 18 x/menit
d. Suhu : 36,50 C (axiller)
4. Status gizi
a. Berat Badan : 38 kg
b. Tinggi badan :143cm
c. IMT : 18,58 (Baik)
5. Status Generalisata :
Kulit :Warna kulit sawo matang
Kepala :Mesosefal
Hidung :Septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut :Bibir kering (-), dinding faring hiperemis (-)
Telinga :Normotia, tanda radang (-)
Leher :Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
tiroid (-)
Thorax :
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Abdomen :Dalam batas normal
Ekstremitas :Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)
6. Status Oftalmologi
TRANTAS DOT
No. Pemeriksaan Oculus Dextra Oculus Sinistra
1. Visus 6/6 6/6
Bulbus okuli
- Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
- -
2. - Enoftalmus
- Eksoftalmus - -
- Strabismus - -
Iris :
- Kripta Normal Normal
9. - Edema - -
- Sinekia - -
Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter ± 3 mm ± 3 mm
10.
- Isokoris isokor isokor
- Reflek pupil + +
Lensa:
11.
- Kejernihan Jernih Jernih
14. Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. TIO Tidak dilakukan Tidak dilakukan
G. INISIAL PLAN
1. Farmakologi:
Antibiotik Steroid Topikal: Cendo Xytrol Eye Drop 4x1 tetes ODS
Anti Histamin : Cetirizine tab 10 mg 1x1
R/ cendo xytrol ed fls no I
S 4 dd gtt I ODS
R/ Cetirizine tab 10 mg no VII
S 1 dd tab I
2. Edukasi
a. Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan
retensi allergen;
mata
H. PROGNOSIS
OD OS
TINJAUAN PUSTAKA
1. Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi
kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
2. Sel-sel epitel superfisial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan
untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel
epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat
limbus dapat mengandung pigmen.
3. Stroma konjungtiva, dibagi menjadi lapisan adenoid (superficial) dan lapisan
fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi
berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi
pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian
menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang
melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler
pada radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
4. Kelenjar air mata aksesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah.
Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.2
Konjungtiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di
forniks atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan
pada bangunan lekukan di belakang tepi kelopak mata.Air mata yang mengalir ke
bawah menuju forniks dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis.
Dengan demikian konjuntiva dan kornea selalu basah. Kedudukan konjungtiva
mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau benda lain. Air mata akan
melarutkan materi infeksius atau mendorong debu keluar. Alat pertahanan ini
menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease. Selain air mata, alat
pertahanan berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan gerakan
memompa kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan mikroorganisme
patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat tumbuh di daerah hidung tetapi tidak
berkembang di daerah mata.1,2,5
III.2.1 Definisi
Gejala objektif paling ringan adalah hiperemi dan berair sampai berat dengan
pembengkakan bahkan nekrosis. Bangunan yang sering tampak khas lainnya adalah
folikel, flikten dan sebagainya.1,6
1. Hiperemi
Merupakan gejala yang paling umum pada konjungtivitis. Terjadi karena
pelebaran pembuluh darah sebagai akibat adanya peradangan. Hiperemi
mengakibatkan adanya kemerahan pada konjungtiva. Makin berat peradangan
itu makin terlihat merah pada konjungtiva.
III.2.3 Etiologi
1. Bakteri
Konjungtivitis Blenore
Konjungtivitis Gonorre
Konjungtivitis Difteri
Konjungtivitis Folikuler
Konjungtivitis kataral
Blefarokonjungtivitis
2. Virus
Keratokonjungtivitis epidemika
Demam Faringokonjungtivitis
Keratokonjungtivitis New castle
Konjungtivitis Hemoragik akut
3. Jamur
4. Alergi
Konjungtivitis vernal
Konjungtivitis flikten
III.3.1 Definisi
III.3.2 Epidemiologi
Konjungtivitis vernal mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis
kelamin sama. Namun, sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa
pubertas dan berhenti sebelum usia 20.Insidenkonjungtivitis vernal berkisar antara
0,1 %– 0,5 % dan cenderung lebih tinggi dinegara berkembang. Pada bumi di belahan
utara lebih sering pada musimpanas dan musim semi, sedangkan pada bumibelahan
selatan lebih sering pada musimgugur dan musim dingin.4
III.3.3 Klasifikasi
1. Bentuk palpebra
Terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil
yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal
bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk
limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak
dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler ditengahnya.6
2. Bentuk limbal
Hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea
atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit
eosinofil.6
Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada beberapa area dan
menular ke area lainnya. Kadangkala, eosinofil (warna kemerahan) tampak kuat di
antara sel-sel jaringan epitel. Perubahan yang menonjol dan parah terjadi pada
substansi propria. Pada tahap awal jaringan terinfiltrasi dengan limfosit, sel plasma,
eosinofil, dan basofil. Sejalan dengan perkembangan penyakit, semakin banyak sel
yang berakumulasi dan kolagen baru terbentuk, sehingga menghasilkan tonjolan-
tonjolan besar pada jaringan yang timbul dari lempeng tarsal. Terkait dengan
perubahan-perubahan tersebut adalah adanya pembentukan pembuluh darah baru
dalam jumlah yang banyak. Peningkatan jumlah kolagen berlangsung cepat.6
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai
meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah
ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyulitkan, muncul berulang, dan
sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat
beraktivitas normal.7
Pasien umumnya mengeluh gatal yang berlebihan dan terdapat kotoran mata
terutama bila berada dilapangan terbuka yang panas terik. Biasanya
terdapat riwayat keluarga alergi. Konjungtiva tampak putih sepertisusu, dan terdapat
banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior
sering terdapat papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk
poligonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler.Mungkin terdapat tahi
mata berserabut dan pseudomembran fibrinosa (tandaMaxwell-Lyons).7
Pada beberapa kasus, terutama pada orang negro turunan Afrika, lesi paling
mencolok terdapat di limbus, yaitu pembengkakan gelatinosa (papillae).
Sebuah pseudogerontoxon (arcus) sering terlihat pada kornea dekat papilla limbus.
Trantas dot adalah bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada beberapa
pasiendengan konjungtivitis vernalis selama fase aktif dari penyakit ini.Sering
tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal palpebra dan limbus,namun pannus
besar jarang dijumpai.7
Biasanya tidak timbul parut pada konjungtiva kecuali jika pasien telah
menjalani krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi atau prosedur lain yang dapat
merusak konjungtiva.7
1. Anamnesis
Terdapat keluhan rasa gatal pada kedua mata yang timbul ketika terpapar
panas atau sinar matahari, disertai dengan mata merah kecoklatan atau kotor.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada palpebra didaptkan hipertrofi papiler, gambaran cobble stone ataupun
giant papillae. Pada konjungtiva bulbi warna merah kecoklatan dan kotor pada
fissure interpalpebralis. Pada limbus didaptkan gambatan Trantas dot’s.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk
mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak
eosinofil dan granula-granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat
basofil dan granula basofilik bebas. Pada pemeriksaan darah ditemukan
eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.
Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau
parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan.
Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-kadang
didapatkan pannus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Perjalanan
penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering menimbulkan kekambuhan
terutama di musim panas.5
III.3.10 Penatalaksanaan
1. Terapi Non-medikamentosa
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu
mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis. Beberapa
tindakan tersebut antara lain:9,10
Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari
tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari
mediator-mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah
superinfeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya
glaukoma sekunder dan katarak.
Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak
dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus
dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi allergen;
Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter
Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa
serbuksari
Kompres dingin di daerah mata;
Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga
berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen
Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut
sebagai climato-therapy.
2. Terapi Medikamentosa
Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua
pasien tentang sifat kronis serta self limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu
juga dijelaskan mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang
dapat timbul dari pengobatan yang ada, terutama dalam pemakaian steroid.
Salah satu faktor pertimbangan yang penting dalam mengambil langkah untuk
memberikan obat- obatan adalah eksudat yang kental dan lengket pada
konjungtivitis vernalis ini, karena merupakan indicator yang sensitive dari
aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan memainkan peran penting dalam
timbulnya gejala. 9,10
A. Terapi Topikal
Untuk menghilangkan sekresi mucus
dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik seperti asetilsistein 10%-
20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitias eksudat serta beratnya
gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan
20%. Larutan alkalin seperti 1-2% sodium karbonat monohidrat dapat
membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak
efektif sepenuhnya
Antihistamin + Vasokonstriktor
Pemberian vasokonstriktor topical (phenileprine, tetrahidrolozine) dapat
mengurangi gejala kemerahan dan edema pada konjungtiva.Pemberian
vasokonstriktor dikombinasikan dengan antihistamin untuk mendapatkan efek
yang maksimal.
Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan
kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan
antihistamin yang berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast
konjungtiva.Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang
terutama eosinofil dalam konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan
suatu antihistamin yang spesifik terhadap konjungtivitis vernalis, dimana
symptom konjungtivitis vernalis hilang dalam 14 hari. Obat yang bisa
diberikan adalah Cendo Vernacel atau Vasocon ED 3x/hari.
Stabilisator Sel Mast
Pemberian stabilisator sel mast yaitu natrium kromoglikat 2% atau sodium
kromolyn 4% atau iodoksamid trometamin 0,1% dapat mencegah degranulasi
dan lepasnya substansi vasoaktif, sehingga dapat mengurangi kebutuhan akan
kortikosteroid topikal.
Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel mast, mencegah
terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I,
namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun
interaksi sel IgE dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium
kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat
pelepasan histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi.
Obat yang bisa diberikan adalah Cendo Conver 3x/hari.
.NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamasi Drugs)
Pemberian obat antiinflamasi non-steroid topikal seperti diklofenak, suprofen,
flubirofen dan ketorolac 0,5% dapat menghambat kerja enzim siklo-
oksigenase, namun saat ini hanya ketorolac 0,5% yang mendapat rekomendasi
dari Food Drug Administration
Kortikosteroid
Bila obat-obatan topikal seperti antihistamin, vasokonstriktor, atau sodium
kromolyn tidak adekuat maka dapat dipertimbangkan pemberian
kortikosteroid topical. Deksametason 1% topikal, diberikan tiap 2 jam, 8 kali
sehari kemudian diturunkan secara bertahap selama 1 minggu, dapat
mengobati inflamasi pada konjungtivitis Vernal, tetapi bila tidak dalam
serangan akut pemberian steroid topikal tidak diperbolehkan.
Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid topikal
prednisolon fosfat 1%, 6-8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian
dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai ke dosis terendah yang dibutuhkan
oleh pasien tersebut. Pemberianantibiotic-steroid juga terbukti sangat efektif.
Obat yang biasa diberikan adalah Cendo Xitrol atau Tobroson Eye drop
3x/hari..
Saat ini preparat steroid digunakan dengan cara injeksi supratarsal pada kasus
konjungtivitis vernal yang refrakter. Siklosporin bekerja menghambat aksi
interleukin 2 pada limfosit T dan menekan efek sel T dan eosinofil, terbukti
bermanfaat menurunkan gejala dan tanda konjuntivitis vernal. Terapi untuk
kasus berulang yang tidak dapat diobati dengan natrium kromoglikat atau
steroid, diberikan Siklosporin topikal 2% dan mitomisin-C topikal 0,01%.
B. Terapi Sistemik
Pengobatan dengan antihistamin sistemik bermanfaat untuk menambah
efektivitas pengobatan topikal.
Pemberian aspirin dan indometasin (golongan antiinflamasi non-steroid) yang
bekerja sebagai penghambat enzim siklooksigenase dilaporkan dapat
mengurangi gejala konjungtivitis vernal.
Kortikosteroid sistemik diberikan bila ada indikasi khusus yaitu inflamasi
berat pada kornea dan konjungtiva, bertujuan untuk mencegah kerusakan
jaringan. Dapat diberikanprednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau
deksamethason fosfat 2–3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal
yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah
“gunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.
Pemberian montelukas dilaporkan dapat mengurangi gejala pada pasien
konjungtivitis vernal yang juga menderita asma atau pada pasien yang
mempunyai risiko terhadap terapi steroid. Namun hal ini masih dalam
perdebatan. Efektivitas pemberian imunoterapi sebagai terapi alergi pada mata
sampai saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan.
3. Terapi Bedah
Terapi pembedahan exterpasi cobble stone apabila terdapat cobble stone yang
besar dan mengganggu. Namun, terapi ini kini sudah ditinggalkan mengingat
banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat
akan tumbuh lagi.Terapi bedah lainnya yang dapat dilakukan adalah otograf
konjungtiva dan cryoterapi, namun kelemahan kedua terapi ini dapat
menyebabkan terjadinya sikatriks, trikiasis, defisiensi air mata dan
entropion.Keratotomi superfisial dapat dilakukan untuk reepitelisasi kornea.
III.3.11 Prognosis
1. Diagnosis:
Konjungtivitis vernal tipe limbus ods
2. Identifikasi masalah pasien:
a. Usia:
Usia pasien masih anak-anak, sehingga pasien memiliki faktor
predisposisis menderita konjungtivitis vernal, dimana konjungtivitis
vernal sering terjadi pada usia 5-10 tahun
b. Anamnesis
Berdasarkan keluhan pasien, hal ini mengarah kepada suatu kondisi
konjungtivitis karena adanya mata yang gatal, merah dan berair.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh banyak hal, dimulai dari infeksi
bakteri, virus,alergi dan paparan benda asing. Pada kasus ini konjungtivitis
yang terjadi lebih mengarah kepada konjungtivitis alergi karena pada
konjungtivitis alergi rasa gatal dan berair lebih dominan. Melihat keluhan
pasien disertai adanya mata merah kecoklatan dan rasa gatal yang
bertambah ketika terpapar sinar matahari dan pasien sering mengucek-
ngucek matanya, kondisi tersebut merupakan keluhan yang khas terjadi
pada konjungtivitis vernal, ditambah pada pasien ini tidak ditemukan
adanya riwayat alergi,asma, maupun atopi pada pasien yang dapat
menyingkirkan adanya konjungtivitis atopi. Selain itu didapatkan orang
tua pasien pernah mengalami keluhan yang sama seperti pasien, dimana
kondisi ini semakin memperkuat kearah konjungtivitis vernal. Diagnosis
banding lainnya yang paling mungkin adalah hay-fever konjungtivitis
dimana kondisi ini juga termasuk kedalam konjungtivitis alergi dan
keluhan tidak jauh berbeda, namun untuk hay fever konjungtivitis ini
biasanya terjadi musiman dan disebabkan oleh suatu alergen seperti debu
maupun serbuk sari, dan rerumputan.
c. Pemeriksaan fisik
1. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
2. Vaughan & Asbury. General Ophthalmology, Edisi 18, Singapore: Mac Graw Hill
Education, 2011. Pg 97-99.
3. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ed
3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. Hal 179-188.
4. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta 2013.Hal
332-342.
5. Bielory L.Allergic and immunology disorder of the eye. Part II:ocular allergy.
J Allergy Clin Immunol 2000;106:805-16