Anda di halaman 1dari 32

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

LAPORAN KASUS
“KONJUNGTIVITIS VERNAL”
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan Kepada :

Pembimbing:Dr. Retno Wahyuningsih, Sp M


Disusun Oleh :

Vian Aprilya
H2A014023P

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata


FAKULTAS KEDOKTERAN – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
ILMU PENYAKIT MATA

Presentasi kasus dengan judul :

KONJUNGTIVITIS VERNAL

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Penyakit Mata

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh:
Vian Aprilya H2A014023P

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal

Dr. Retno W, Sp M ............................. .............................

Mengesahkan:
Koordinator Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata

Dr. Retno Wahyuningsih, Sp M


BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. GAZ
Usia : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Gandekan 1/6 ambarawa
Pekerjaan : Pelajar
No RM : 134881-2017

Tanggal Pemeriksaan : 10 Setember 2018

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis tgl 10 september 2018 jam
11.00 di Poli Mata.
1. Keluhan Utama
Kedua mata terasa gatal ± sejak 1 bulan yang lalu
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Ambarawa dengan keluhan kedua mata
terasa gatal ± sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan mata terasa sangat gatal disertai
mata yang berwarna merah kecoklatan. Pasien sering mengucek-ngucek matanya
karena dirasakan sangat gatal, kadang keluar lodok. Awalnya keluhan dirasakan
ketika sedang bermain diluar ruangan dengan temannya dan saat terpapar sinar
matahari langsung, dengan lingkungan yang berdebu. Pasien merasa membaik
ketika berada di dalam rumah pada saat istirahat. Keluhan kadang timbul kembali
saat malam hari ketika pasien hendak tidur. Rasa nyeri pada kedua mata, silau,
pandangan kabur disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sering keluar lodok yang
kental saat bangun tidur.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat sakit seperti ini : (+)
b. Riwayat Diabetes Melitus : (-)
c. Riwayat Hipertensi : (-)
d. Riwayat penggunaan kacamata : (-)
e. Riwayat penggunaan kontak lensa : (-)
f. Riwayat trauma pada mata : (-)
g. Riwayat penggunaan steroid jangka lama : (-)
h. Riwayat alergi makanan dan obat : (-)
i. Riwayat operasi mata sebelumnya : (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit serupa : (-)
b. Riwayat Diabetes Melitus : (-)
c. Riwayat Hipertensi : (-)
d. Riwayat Keganasan : (-)
e. Riwayat alergi : (-)
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sudah bersekolah SMP kelas 1. Ekonomi pasien tergolong dalam ekonomi
yang cukup, dimana biaya pengobatan dmenggnakan BPJS. Ibu pasien sebagai ibu
rumah tangga dan ayah pasien bekerja sebagai Karyawan.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 10 september 2018, jam 11.00 WIB
di poli mata RSUD Ambarawa.
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : compos mentis
3. Vital Sign :
a. Tensi :-
b. Nadi : 82 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
c. RR : 18 x/menit
d. Suhu : 36,50 C (axiller)
4. Status gizi
a. Berat Badan : 38 kg
b. Tinggi badan :143cm
c. IMT : 18,58 (Baik)
5. Status Generalisata :
Kulit :Warna kulit sawo matang
Kepala :Mesosefal
Hidung :Septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut :Bibir kering (-), dinding faring hiperemis (-)
Telinga :Normotia, tanda radang (-)
Leher :Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
tiroid (-)
Thorax :
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Abdomen :Dalam batas normal
Ekstremitas :Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)
6. Status Oftalmologi

TRANTAS DOT
No. Pemeriksaan Oculus Dextra Oculus Sinistra
1. Visus 6/6 6/6
Bulbus okuli
- Gerak bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
- -
2. - Enoftalmus
- Eksoftalmus - -
- Strabismus - -

3. Suprasilia Normal Normal


Palpebra Superior dan Inferior:
- Vulnus laceratum - -
- Edema - -
- Hematom - -
- Hiperemia - -
4.
- Entropion - -
- Ektropion - -
- Blefarospasme - -
- Silia Normal Normal
- Ptosis/ Pseudoptosis + +
Konjungtiva :
- Hiperemi + (kecoklatan) + (kecoklatan)
- Injeksi konjungtiva - -
5.
- Injeksi siliar - -
- Sekret - -
- Laserasi - -
6 Sklera Anikterik Anikterik
Kornea :
- Kejernihan Jernih Jernih
- Edema - -
- Infiltrat - -
7.
- Sikatrik - -
- Ulkus - -
- Penebalan Limbus Kornea + +
- Trantas Dot + +
COA :
- Kejernihan Jernih Jernih
- Kedalaman Normal Normal
8. - Hifema - -
- Hipopion - -

Iris :
- Kripta Normal Normal
9. - Edema - -
- Sinekia - -

Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter ± 3 mm ± 3 mm
10.
- Isokoris isokor isokor
- Reflek pupil + +

Lensa:
11.
- Kejernihan Jernih Jernih
14. Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. TIO Tidak dilakukan Tidak dilakukan

D. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kultur
E. DIAGNOSIS BANDING
a. Konjungtivitis vernal
b. Konjungtivitis folikularis
c. Trakoma
F. DIAGNOSIS
Konjungtivitis Vernal Tipe Limbus ODS

G. INISIAL PLAN
1. Farmakologi:
 Antibiotik Steroid Topikal: Cendo Xytrol Eye Drop 4x1 tetes ODS
 Anti Histamin : Cetirizine tab 10 mg 1x1
R/ cendo xytrol ed fls no I
S 4 dd gtt I ODS
R/ Cetirizine tab 10 mg no VII
S 1 dd tab I

2. Edukasi
a. Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan

atau jari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang

pembebasan mekanis dari mediator-mediator sel mast.

Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter;

b. Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga

membawa serbuk sari;

c. Menggunakan kaca mata dan topi untuk mengurangi kontak

dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak

justru harus dihindari karena lensa kontak akan membantu

retensi allergen;

d. Bila keluhan tidak kunjung membaik control kembali kepoli

mata
H. PROGNOSIS

OD OS

Quo ad visam ad bonam ad bonam

Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad fungsionam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam

Quo ad kosmeticam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam

Quo ad vitam ad Bonam ad Bonam


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang


membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea
limbus.1

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet.


Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.Konjungtiva terdiri dari:1,2

a. Konjungtiva palpebralis yang membungkus permukaan posterior kelopak


mata.
b. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan
dari tarsus.
c. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
d. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva1,2

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :5

1. Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi
kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
2. Sel-sel epitel superfisial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan
untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel
epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat
limbus dapat mengandung pigmen.
3. Stroma konjungtiva, dibagi menjadi lapisan adenoid (superficial) dan lapisan
fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi
berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi
pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian
menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang
melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler
pada radang konjungitiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
4. Kelenjar air mata aksesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah.
Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.2
Konjungtiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di
forniks atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan
pada bangunan lekukan di belakang tepi kelopak mata.Air mata yang mengalir ke
bawah menuju forniks dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis.
Dengan demikian konjuntiva dan kornea selalu basah. Kedudukan konjungtiva
mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau benda lain. Air mata akan
melarutkan materi infeksius atau mendorong debu keluar. Alat pertahanan ini
menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease. Selain air mata, alat
pertahanan berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan gerakan
memompa kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan mikroorganisme
patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat tumbuh di daerah hidung tetapi tidak
berkembang di daerah mata.1,2,5

Gambar 2.Saluran lakrimal.,2


III.2 Konjungtivitis

III.2.1 Definisi

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva.Konjungtivitis dapat


disebabkan oleh bakteri, virus, alergi maupun kontak dengan benda asing dan
mengakibatkan timbul keluhan mulai dari mata merah, gatal, produksi air mata yang
meningkat hingga perubahan anatomi pada konjungtiva.1,6

III.2.2 Gejala Klinis

Gejala objektif paling ringan adalah hiperemi dan berair sampai berat dengan
pembengkakan bahkan nekrosis. Bangunan yang sering tampak khas lainnya adalah
folikel, flikten dan sebagainya.1,6

1. Hiperemi
Merupakan gejala yang paling umum pada konjungtivitis. Terjadi karena
pelebaran pembuluh darah sebagai akibat adanya peradangan. Hiperemi
mengakibatkan adanya kemerahan pada konjungtiva. Makin berat peradangan
itu makin terlihat merah pada konjungtiva.

2. Epifora atau mata berair, nrocos.


Biasa terjadi pada mata yang terkena benda asing dan meradang. Adanya
hiperemi yang berat, terjadi transudasi pembuluh darah dan menambah cairan
air mata tersebut. Eksudat adalah produksi dari peradangan konjungtiva.
3. Peradangan
Pada infeksi lebih banyak eksudat dibandingkan peradangan alergi. Jenis
eksudat akan berbeda pada infeksi dengan Neisseria Gonococcus , eksudat
akan berupa nanah. Sedang infeksi coccus lain akan memberi sekret mukoid.
4. Kemosis
Sembab pada konjungtiva bulbi yang meradang. Biasanya menunjukkan
adanya peradangan yang berat, baik di dalam maupun diluar.
5. Folikel
Merupakan bangunan khas sebagai benjolan kecil pada konjuntiva palpebra
atau forniks. Terdapat pada semua infeksi virus, klamidia, alergi dan
konjungtivitis akibat obat-obatan, berwarna pucat atau abu-abu.
6. Granula
Merupakan bentuk ukuran besar dari follikel, terutama folikel trakoma.
7. Flikten
Bangunan khas berbentuk benjolan seperti gunung. Dilereng terlihat hiperemi
dipuncak menguning pucat. Ini merupakan manifestasi alergi bakteri.
8. Membran dan pseudomembran,
Merupakan hasil proses koagulasi protein di permukaan konjungtiva. Pada
pseudomembran, hasil koagulasi hanya menempel di permukaan, sedangkan
sekret membran koagulumnya menembus keseluruh tebal epitel.Pengelupasan
membran akan menimbulkan perdarahan hebat.

III.2.3 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dapat diklasifikasikan menjadi :1,5,6

1. Bakteri

 Konjungtivitis Blenore
 Konjungtivitis Gonorre
 Konjungtivitis Difteri
 Konjungtivitis Folikuler
 Konjungtivitis kataral
 Blefarokonjungtivitis
2. Virus

 Keratokonjungtivitis epidemika
 Demam Faringokonjungtivitis
 Keratokonjungtivitis New castle
 Konjungtivitis Hemoragik akut
3. Jamur

4. Alergi

 Konjungtivitis vernal
 Konjungtivitis flikten

III.3 Konjungtivitis Vernal

III.3.1 Definisi

Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang


(recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi (hipersensitivitas tipe I).
Penyakit ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan “konjungtivitis
musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”. Sering terdapat pada musim panas
di negeri dengan empat musim, atau sepanjang tahun di negeri tropis (panas).3,4

III.3.2 Epidemiologi

Konjungtivitis vernal mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis
kelamin sama. Namun, sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa
pubertas dan berhenti sebelum usia 20.Insidenkonjungtivitis vernal berkisar antara
0,1 %– 0,5 % dan cenderung lebih tinggi dinegara berkembang. Pada bumi di belahan
utara lebih sering pada musimpanas dan musim semi, sedangkan pada bumibelahan
selatan lebih sering pada musimgugur dan musim dingin.4
III.3.3 Klasifikasi

Terdapat dua bentuk utama konjungtivitis vernal (yang dapat terjadi


bersamaan) , yaitu:6

1. Bentuk palpebra
Terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil
yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal
bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk
limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak
dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler ditengahnya.6

2. Bentuk limbal
Hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea
atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit
eosinofil.6

Gambar 3. Konjungtivitis vernalis Gambar 4. Konjungtivitis vernalis


bentuk palpebra dengan cobble stone bentuk limbal dengan trantas dot’s.
III.3.4 Patofisiologi

Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang


interstisial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada
konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan
diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan
jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan
menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone.
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan
sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada
konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi
papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam
kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea.6,7

Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan


hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada
limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam
kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin
berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di
kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga
terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi.6,7

Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada beberapa area dan
menular ke area lainnya. Kadangkala, eosinofil (warna kemerahan) tampak kuat di
antara sel-sel jaringan epitel. Perubahan yang menonjol dan parah terjadi pada
substansi propria. Pada tahap awal jaringan terinfiltrasi dengan limfosit, sel plasma,
eosinofil, dan basofil. Sejalan dengan perkembangan penyakit, semakin banyak sel
yang berakumulasi dan kolagen baru terbentuk, sehingga menghasilkan tonjolan-
tonjolan besar pada jaringan yang timbul dari lempeng tarsal. Terkait dengan
perubahan-perubahan tersebut adalah adanya pembentukan pembuluh darah baru
dalam jumlah yang banyak. Peningkatan jumlah kolagen berlangsung cepat.6

Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaituperkembangan


jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi sel plasma, limfosit,
eosinofil dan basofil ke dalam stroma. Penggunaan jaringan yang dilapisi plastik yang
ditampilkan melalui mikroskopi cahaya dan elektron dapat memungkinkan beberapa
observasi tambahan. Basofil sebagai ciri tetap dari penyakit ini, tampak dalam
jaringan epitel sebagaimana juga pada substansi propria. Walaupun sebagian besar sel
merupakan komponen normal dari substansi propia, namun tidak terdapat jaringan
epitel konjungtiva normal.6

Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernalis telah


digambarkan secara luas, namun patogenesis spesifik masih belum dikenali.6

III.3.5 Gambaran Histopatologi

Tahap awal konjungtivitis vernal ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam


kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang
ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara
papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan
infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast.6,8

Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalisis mata


yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma
pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid.
Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil,
menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan konjungtivitis.
Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak
hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa kasus
melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar.6,8
Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen,
hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel
radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler
mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada
pemeriksaan klinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil
bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun pembuluh darah akan
mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 5–10 lapis sel epitel yang
edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya papil, lapisan
epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang
kemudian akan mengalami keratinisasi.6,8

Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa


pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel
(acanthosis). Horner-Trantas dot`s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri
atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan
limfosit.6,8

Gambar 5. Histologi Konjungtivitis Vernal terlihat banyak sel radang terutama


eosinofil
III.3.6 Manifestasi Klinis

Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai
meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah
ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyulitkan, muncul berulang, dan
sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat
beraktivitas normal.7

Pasien umumnya mengeluh gatal yang berlebihan dan terdapat kotoran mata
terutama bila berada dilapangan terbuka yang panas terik. Biasanya
terdapat riwayat keluarga alergi. Konjungtiva tampak putih sepertisusu, dan terdapat
banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior
sering terdapat papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk
poligonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler.Mungkin terdapat tahi
mata berserabut dan pseudomembran fibrinosa (tandaMaxwell-Lyons).7

Pada beberapa kasus, terutama pada orang negro turunan Afrika, lesi paling
mencolok terdapat di limbus, yaitu pembengkakan gelatinosa (papillae).
Sebuah pseudogerontoxon (arcus) sering terlihat pada kornea dekat papilla limbus.
Trantas dot adalah bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada beberapa
pasiendengan konjungtivitis vernalis selama fase aktif dari penyakit ini.Sering
tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal palpebra dan limbus,namun pannus
besar jarang dijumpai.7

Biasanya tidak timbul parut pada konjungtiva kecuali jika pasien telah
menjalani krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi atau prosedur lain yang dapat
merusak konjungtiva.7

Gambaran klinis konjungtivitis vernal:7,8


1. Rasa Gatal
Merupakan keluhan utama pada pasien konjungtivitis vernal. Rasa gatal
sangat dominan dan biasanya terjadi ketika terkena paparan panas. Keluhan
gatal inimenurun pada musim dingin.
2. Ptosis
Terjadi ptosis bilateral, kadang-kadang yang satu lebih ringan
dibandingkanyang lain. Ptosis terjadi karena infiltrasi cairan ke dalam sel-sel
konjungtiva palpebra dan infiltrasi sel-sel limfosit plasma, eosinofil, juga
adanya degenerasi hyalin pada stroma konjungtiva.
3. Kotoran mata
Keluhan gatal umumnya disertai dengan bertahi mata yang berserat-serat.
Konsistensi kotoran mata/tahi mata elastis ( bila ditarik molor).
4. Kelainan pada palpebra
Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Konjungtiva tarsalis
pucat, putih keabu-abuan disertai papil-papil yang besar (papil raksasa). Inilah
yang disebut “cobble stone appearance”. Susunan papil ini rapat dari samping
tampak menonjol. Seringkali dikacaukan dengan trakoma. Dipermukaannya
kadang-kadang seperti ada lapisan susu, terdiri dari sekret yang mukoid. Papil
ini permukaannya rata dengan kapiler di tengahnya. Kadang-kadang
konjungtiva palpebra menjadi hiperemi, bila terkena infeksi sekunder.
5. Horner Trantas dots
Gambaran seperti renda pada limbus, dimana konjungtiva bulbi menebal,
berwarna putih susu, kemerah-merahan, seperti lilin Merupakan
penumpukaneosinofil dan merupakan hal yang patognomosis pada
konjungtivitis vernalyang berlangsung selama fase aktif.
6. Kelainan di kornea
Dapat berupa pungtat epithelial keratopati. Keratitis epithelial difus khas ini
sering dijumpai. Kadang-kadang didapatkan ulkus kornea
yang berbentuk bulat lonjong vertikal pada superfisial sentral atau para
sentral,yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatrik yang
ringan. Kadang juga didapatkan pannus, yang tidak menutupi seluruh
permukaan kornea, sering berupa mikropannus. Penyakit ini mungkin juga
disertai keratokonus. Kelainan di kornea ini tidak membutuhkan pengobatan
khusus, karena tidak satu pun lesi kornea ini berespon baik terhadap terapi
standar.
III.3.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang/laboratorium.8,9

1. Anamnesis
Terdapat keluhan rasa gatal pada kedua mata yang timbul ketika terpapar
panas atau sinar matahari, disertai dengan mata merah kecoklatan atau kotor.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada palpebra didaptkan hipertrofi papiler, gambaran cobble stone ataupun
giant papillae. Pada konjungtiva bulbi warna merah kecoklatan dan kotor pada
fissure interpalpebralis. Pada limbus didaptkan gambatan Trantas dot’s.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk
mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak
eosinofil dan granula-granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat
basofil dan granula basofilik bebas. Pada pemeriksaan darah ditemukan
eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.

III.3.8 Diagnosis Banding

Pembanding Trakoma Konjungtivitis Konjungitvitis


folikularis vernalis
Gambaran (kasus dini) papula kecil Penonjolan Nodul lebar datar
lesi atau bercak merah merah-muda dalam susunan
bertaburan dengan bintik pucat tersusun “cobble stone” pada
putih-kuning (folikel teratur seperti konjungtiva tarsal
trakoma). Pada deretan “beads” atas dan bawah,
konjungtiva tarsal (kasus diselimuti lapisan
lanjut) granula susu
(menyerupai butir sagu)
dan parut, terutama
konjungtivatarsal atas
Ukuran lesi Penonjolan besar lesi Penonjolan kecil Penonjolan besar
Lokasi lesi konjungtiva tarsal atas terutama tipe tarsus atau
dan teristimewa lipatan konjungtiva palpebra;
retrotarsal kornea-panus, tarsal bawah dan konjungtiva tarsus
bawah infiltrasi abu-abu forniks bawah terlibat, forniks
dan pembuluh tarsus tarsus tidak bebas. Tipe limbus
terlibat. terlibat. atau bulbus; limbus
terlibat forniks
bebas, konjungtiva
tarsus bebas (tipe
campuran lazim)
tarsus tidak terlibat.
Tipe sekresi Kotoran air berbusa atau Mukoid atau Bergetah, bertali,
“frothy” pada stadium purulen seperti susu
lanjut.
Pulasan Kerokan epitel dari Kerokokan tidak Eosinofil
konjungtiva dan kornea karakteristik karakteristik dan
memperlihatkan ekfoliasi, (Koch-Weeks, konstan pada
proliferasi, inklusi Morax-Axenfeld, sekresi
seluler. mikrokokus
kataralis
stafilokokkus,
pneumokokkus)
Penyulit atau Kornea: panus, kekeruhan Kornea: ulkus Kornea: infiltrasi
sekuela kornea, xerosis, kornea kornea kornea (tipe limbal)
Konjungtiva: simblefaron Palpebra: Palpebra:
Palpebra: ektropion atau blefaritis, pseudoptosis (tipe
entropion trikiasis ektropion tarsal)
III.3.9 Komplikasi

Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau
parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan.
Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-kadang
didapatkan pannus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Perjalanan
penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering menimbulkan kekambuhan
terutama di musim panas.5

III.3.10 Penatalaksanaan

Seperti halnya semua penyakit alergi lainnya, terapi konjungtivitis vernalis


bertujuan untuk mengidentifikasi allergen dan bahkan mungkin mengeliminasi atau
menghindarinya. Untuk itu, anamnesis yang teliti baik pada pasien maupun orang tua
akan dapat membantu menggambarkan aktivitas dan lingkungan mana yang harus
dihindari. Dengan demikian, penatalaksanaan pada pasien ini akan terbagi dalam tiga
bentuk yang saling menunjang untuk dapat memberikan hasil yang optimal. Ketiga
bentuk pelaksanaan tersebut meliputi : (1) Tindakan umum/non-medikamentosa; (2)
Terapi medikamentosa; (3) Pembedahan.9,10

1. Terapi Non-medikamentosa
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu
mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis. Beberapa
tindakan tersebut antara lain:9,10
 Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari
tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari
mediator-mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah
superinfeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya
glaukoma sekunder dan katarak.
 Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak
dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus
dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi allergen;
 Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter
 Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa
serbuksari
 Kompres dingin di daerah mata;
 Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga
berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen
 Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut
sebagai climato-therapy.
2. Terapi Medikamentosa
Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua
pasien tentang sifat kronis serta self limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu
juga dijelaskan mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang
dapat timbul dari pengobatan yang ada, terutama dalam pemakaian steroid.
Salah satu faktor pertimbangan yang penting dalam mengambil langkah untuk
memberikan obat- obatan adalah eksudat yang kental dan lengket pada
konjungtivitis vernalis ini, karena merupakan indicator yang sensitive dari
aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan memainkan peran penting dalam
timbulnya gejala. 9,10
A. Terapi Topikal
 Untuk menghilangkan sekresi mucus
dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik seperti asetilsistein 10%-
20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitias eksudat serta beratnya
gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan
20%. Larutan alkalin seperti 1-2% sodium karbonat monohidrat dapat
membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak
efektif sepenuhnya
 Antihistamin + Vasokonstriktor
Pemberian vasokonstriktor topical (phenileprine, tetrahidrolozine) dapat
mengurangi gejala kemerahan dan edema pada konjungtiva.Pemberian
vasokonstriktor dikombinasikan dengan antihistamin untuk mendapatkan efek
yang maksimal.
Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan
kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan
antihistamin yang berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast
konjungtiva.Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang
terutama eosinofil dalam konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan
suatu antihistamin yang spesifik terhadap konjungtivitis vernalis, dimana
symptom konjungtivitis vernalis hilang dalam 14 hari. Obat yang bisa
diberikan adalah Cendo Vernacel atau Vasocon ED 3x/hari.
 Stabilisator Sel Mast
Pemberian stabilisator sel mast yaitu natrium kromoglikat 2% atau sodium
kromolyn 4% atau iodoksamid trometamin 0,1% dapat mencegah degranulasi
dan lepasnya substansi vasoaktif, sehingga dapat mengurangi kebutuhan akan
kortikosteroid topikal.
Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel mast, mencegah
terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I,
namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun
interaksi sel IgE dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium
kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat
pelepasan histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi.
Obat yang bisa diberikan adalah Cendo Conver 3x/hari.
 .NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamasi Drugs)
Pemberian obat antiinflamasi non-steroid topikal seperti diklofenak, suprofen,
flubirofen dan ketorolac 0,5% dapat menghambat kerja enzim siklo-
oksigenase, namun saat ini hanya ketorolac 0,5% yang mendapat rekomendasi
dari Food Drug Administration
 Kortikosteroid
Bila obat-obatan topikal seperti antihistamin, vasokonstriktor, atau sodium
kromolyn tidak adekuat maka dapat dipertimbangkan pemberian
kortikosteroid topical. Deksametason 1% topikal, diberikan tiap 2 jam, 8 kali
sehari kemudian diturunkan secara bertahap selama 1 minggu, dapat
mengobati inflamasi pada konjungtivitis Vernal, tetapi bila tidak dalam
serangan akut pemberian steroid topikal tidak diperbolehkan.
Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid topikal
prednisolon fosfat 1%, 6-8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian
dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai ke dosis terendah yang dibutuhkan
oleh pasien tersebut. Pemberianantibiotic-steroid juga terbukti sangat efektif.
Obat yang biasa diberikan adalah Cendo Xitrol atau Tobroson Eye drop
3x/hari..
Saat ini preparat steroid digunakan dengan cara injeksi supratarsal pada kasus
konjungtivitis vernal yang refrakter. Siklosporin bekerja menghambat aksi
interleukin 2 pada limfosit T dan menekan efek sel T dan eosinofil, terbukti
bermanfaat menurunkan gejala dan tanda konjuntivitis vernal. Terapi untuk
kasus berulang yang tidak dapat diobati dengan natrium kromoglikat atau
steroid, diberikan Siklosporin topikal 2% dan mitomisin-C topikal 0,01%.
B. Terapi Sistemik
 Pengobatan dengan antihistamin sistemik bermanfaat untuk menambah
efektivitas pengobatan topikal.
 Pemberian aspirin dan indometasin (golongan antiinflamasi non-steroid) yang
bekerja sebagai penghambat enzim siklooksigenase dilaporkan dapat
mengurangi gejala konjungtivitis vernal.
 Kortikosteroid sistemik diberikan bila ada indikasi khusus yaitu inflamasi
berat pada kornea dan konjungtiva, bertujuan untuk mencegah kerusakan
jaringan. Dapat diberikanprednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau
deksamethason fosfat 2–3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal
yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah
“gunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.
 Pemberian montelukas dilaporkan dapat mengurangi gejala pada pasien
konjungtivitis vernal yang juga menderita asma atau pada pasien yang
mempunyai risiko terhadap terapi steroid. Namun hal ini masih dalam
perdebatan. Efektivitas pemberian imunoterapi sebagai terapi alergi pada mata
sampai saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan.
3. Terapi Bedah
Terapi pembedahan exterpasi cobble stone apabila terdapat cobble stone yang
besar dan mengganggu. Namun, terapi ini kini sudah ditinggalkan mengingat
banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat
akan tumbuh lagi.Terapi bedah lainnya yang dapat dilakukan adalah otograf
konjungtiva dan cryoterapi, namun kelemahan kedua terapi ini dapat
menyebabkan terjadinya sikatriks, trikiasis, defisiensi air mata dan
entropion.Keratotomi superfisial dapat dilakukan untuk reepitelisasi kornea.
III.3.11 Prognosis

Prognosis penderita konjungtivitis vernal baik karena sebagian besar kasus


dapat sembuh spontan. Namun, kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu,
atau dapat mengalami kekambuhan dan semakin memburuk selama musim-musim
tertentu.8
BAB IV
Analisis Kasus

1. Diagnosis:
Konjungtivitis vernal tipe limbus ods
2. Identifikasi masalah pasien:
a. Usia:
Usia pasien masih anak-anak, sehingga pasien memiliki faktor
predisposisis menderita konjungtivitis vernal, dimana konjungtivitis
vernal sering terjadi pada usia 5-10 tahun
b. Anamnesis
Berdasarkan keluhan pasien, hal ini mengarah kepada suatu kondisi
konjungtivitis karena adanya mata yang gatal, merah dan berair.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh banyak hal, dimulai dari infeksi
bakteri, virus,alergi dan paparan benda asing. Pada kasus ini konjungtivitis
yang terjadi lebih mengarah kepada konjungtivitis alergi karena pada
konjungtivitis alergi rasa gatal dan berair lebih dominan. Melihat keluhan
pasien disertai adanya mata merah kecoklatan dan rasa gatal yang
bertambah ketika terpapar sinar matahari dan pasien sering mengucek-
ngucek matanya, kondisi tersebut merupakan keluhan yang khas terjadi
pada konjungtivitis vernal, ditambah pada pasien ini tidak ditemukan
adanya riwayat alergi,asma, maupun atopi pada pasien yang dapat
menyingkirkan adanya konjungtivitis atopi. Selain itu didapatkan orang
tua pasien pernah mengalami keluhan yang sama seperti pasien, dimana
kondisi ini semakin memperkuat kearah konjungtivitis vernal. Diagnosis
banding lainnya yang paling mungkin adalah hay-fever konjungtivitis
dimana kondisi ini juga termasuk kedalam konjungtivitis alergi dan
keluhan tidak jauh berbeda, namun untuk hay fever konjungtivitis ini
biasanya terjadi musiman dan disebabkan oleh suatu alergen seperti debu
maupun serbuk sari, dan rerumputan.
c. Pemeriksaan fisik

Untuk lebih memastikan diagnosis maka dilakukan pemeriksaan status


oftalmologi. Pada pemeriksaan mata didapatkanvisus OD dan OS 6/6,
Konjungtiva ODS hiperemis, kecoklatan. Terdapat penebalan limbus
kornea pada kedua mata dan disertai gambaran trantas dot. Tidak
ditemukan papil cobble stone pada konjungtiva tarsalis superior kedua
mata.Pada pemeriksaan bilik mata depan, iris, pupil, dan lensa, tidak
ditemukan adanya kelainan. Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik mata
pada pasien ini sesuai dengan tanda-tanda konjungtivitis vernalis.
Konjungtivitis vernalis merupakan suatu reaksi alergi (hipersensitivitas
tipe I).Pada reaksi hipersensitivitas tipe I terjadi pelepasan mediator sel
mast (histamin) yang dapat memicu vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, rasa gatal, dan peningkatan produksi
mukus dari sel-sel goblet pada lapisan konjungtiva. Vasodilatasi arteri
konjungtiva posterior yang memasok darah ke konjungtiva bulbi
mengakibatkan penampakan mata merah yang dominan ditemukan pada
fornix. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan
terjadinya edema palpebra dan kemosis. Namun pada pasien ini tidak
terjadi edema palpebra maupun kemosis tersebut. Keluhan lain seperti
nyeri, silau dan penurunan visus tidak dijumpai pada pasien, karena proses
patologis dari penyakit ini tidak melibatkan media refraksi seperti kornea,
bilik mata depan dan lensa.6,8,10

Gambaran khas untuk konjungtivitis vernal pada pasien ini ditemukan


adanya trantas dot’s pada limbus kornea yang menandakan tipe dari
konjungtivitis vernal ini adalah tipe limbal. Gambaran trantas dot’s
terbentuk akibat respon peradangan berupa hipertrofi papil pada limbus
superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin. Trantas dot
merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus
kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.8,10

Pada kasus ini konjungtivitis atopi dan hay-fever konjungtivitis dapat


singkirkan. Pada konjungtivitis atopi maupun hay fever konjungtivitis gejala
utamanya adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan panas) gatal yang
berulang. Tanda karakteristik lainnya terdapat papil besar pada konjungtiva,
datang bermusiman yang dapat mengganggu penglihatan dan yang lebih
dominan adalah edema pada palpebranya dimana pada pasien ini tidak
ditemukan.Adapun pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan pada kasus
ini adalah pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah rutin guna
melihat sel radang yang dominan.6,8

Untuk penatalaksanaan pada pasien ini diberikan antibiotik steroid topikal


yaitu cendo xytrol Eye Drop 4x1 tetes ODS selama 1 minggu yang bertujuan
untuk mengatasi peradangan yang ada. Selain itu pada pasien ini diberikan
antihistamin sistemik Cetirizine untuk mengurangi rasa gatal yag terjadi.
Selain itu pasien juga diedukasi untuk Kontrol kembali ke Poli 1 minggu
kemudian, Hindari paparan sinar matahari dan angin kencang dengan
menggunakan kacamata agar terhindar dari paparan allergen. Hindari
mengucek-ngucek mata karena tindakan tersebut dapat memicu pelepasan
mediator-mediator inflamasi maupun degranulasi sel mast yang akan
memperberat rasa gatal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
2. Vaughan & Asbury. General Ophthalmology, Edisi 18, Singapore: Mac Graw Hill
Education, 2011. Pg 97-99.
3. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ed
3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. Hal 179-188.
4. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta 2013.Hal
332-342.
5. Bielory L.Allergic and immunology disorder of the eye. Part II:ocular allergy.
J Allergy Clin Immunol 2000;106:805-16

6. Greg M., Peter M. Classifying and Managing Allergic Conjunctivitis. Medicine


Today. Volume 8, Number 11. November 2011.
7. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor.
Comprehensive Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.
8. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Mansjoer Arif. Jilid I. Ed 3. Jakarta:
Media Aesculapius,2010, hal 54
9. Allansmith. Konjunctivitis Vernalis. Dalam: Tasman W, Jaeger EA,
penyunting. Duane’s Clinical Ophtalmology, Philadelphia: Lippincott Ra-
Ven, 2016 h.1-8
10. PubMed Central Journal list. Vernal Keratoconjunctivitis. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705659/. (Diakses 25 April
2018)

Anda mungkin juga menyukai