ILHAM ARMADI
N 111 17 077
Pembimbing Klinik
dr. Ferry Lumintang, Sp. An
b. Faring
Faring meluas dari bagian belakang hidung turun ke kartilago krikoid
berlanjut sampai esofagus. Bagian atas atau nasofaring dipisahkan dengan
orofaring dibawahnya oleh jaringan palutum mole. Prinsip kesulitan udara
melintas melalui nasofaring karena menonjolnya struktur jaringan limfoid
tonsiler. Lidah adalah sumber dari obstruksi pada orofaring, biasanya karena
menurunnya tegangan muskulus genioglosus, yang bila berkontraksi
berfungsi menggerakkan lidah kedepan selama inspirasi dan berfungsi
sebagai dilatasi faring.1
c. Trakea
Trakea adalah sebuah struktur berbentuk tubulus yang mulai
setinggi servikal 6 columna vertebralis pada level kartilago tiroid. Trakea
mendatar pada bagian posterior, panjang sekitar 10-15 cm, didukung oleh
16-20 tulang rawan yang berbentuk tapal kuda sampai bercabang menjadi
dua atau bifurkasio menjadi brongkus kanan dan kiri pada thorakal kolumna
vertebrali. Luas penampang melintang lebih besar dari glotis, antara 150
300 mm2. Beberapa tipe reseptor pada trakea, sensitif terhadap stimulus
mekanik dan kimia. Penyesuaian lambat reseptor regang yang berlokasi pada
otot-otot dinding posterior, membantu mengatur rate dan dalamnya
pernafasan, tetapi juga menimbulkan dilatasi pada bronkus melalui
penurunan aktivitas afferen nervus vagus. Respon cepat resptor iritan yang
berada pada seluruh permukaan trakea berfungsi sebagai reseptor batuk dan
mengandung reflek bronko kontriksi.1
b. Face Mask
Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau
gas anestesi dari sistem pernapasan ke pasien dengan pemasangan face mask
yang rapat. Lingkaran dari face mask disesuaikan dengan bentuk muka
pasien.6
Kebanyakan jalan napas pasien dapat dipertahankan dengan face
mask dan oral atau nasal airway. Ventilasi dengan face mask dalam jangka
lama dapat menimbulkan cedera akibat tekanan pada cabang saraf
trigeminal atau fasial. Bila face mask dan ikatan masker digunakan dalam
jangka lama maka posisi harus sering dirubah untuk menghindari cedera.
Hindari tekanan pada mata, dan mata harus diplester untuk menghindari
resiko aberasi kornea.6
c. Intubasi Endotrakeal
Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakeal adalah untuk
membersihkan saluran tracheobronchial, mempertahankan jalan napas agar
tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi
dan oksigenasi bagi pasien operasi. Intubasi endotrakeal diindikasikan pada
berbagai keadaan saat sakit ataupun pada prosedur medis untuk
mempertahankan jalan napas seseorang, pernapasan, dan oksigenasi darah.
Pada cakupan tersebut, tambahan oksigen yang menggunakan face mask
sederhana masih belum adekuat. 7
LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang di akhir bagian
proksimal dihubungkan dengan sirkuit napas dengan konektor berukuran 15 mm,
dan dibagian distal terdapat balon berbentuk elips yang dapat dikembangkan lewat
pipa. Balon dikempiskan dulu, kemudian diberi pelumas dan masukan secara
membuta ke hipofaring, sekali telah dikembangkan, balon dengan tekanan rendah
ada di muara laring. Pemasangannya memerlukan anestesi yang lebih dalam
dibandingkan untuk memasukan oral airway.6
c. LMA Proseal
LMA Proseal mempunyai 2 gambaran design yang menawarkan
keuntungan lebih dibandingkan LMA standar selama melakukan ventilasi
tekanan positif. Pertama, tekanan seal jalan nafas yang lebih baik yang
berhubungan dengan rendahnya tekanan pada mukosa. Kedua, LMA
Proseal terdapat pemisahan antara saluran pernapasan dengan saluran
gastrointestinal, dengan penyatuan drainage tube yang dapat mengalirkan
gas-gas esofagus atau memfasilitasi suatu jalur tubeorogastric untuk
dekompresi lambung.10
Terdapat suatu teori yang baik dan bukti perfoma untuk
mendukung gambaran perbandingan antara cLMA dengan PLMA,
berkurangnya kebocoran gas, berkurangnya inflasi lambung, dan
meningkatnya proteksi dari regurgitasi isi lambung. Akan tetapi, semua
ini sepenuhnya tergantung pada ketepatan posisi alat tersebut.9
d. Flexible LMA
Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan
airway tube terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya
meningkat yang memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang
bedah tanpa menyebabkan pergeseran mask. Berguna pada pembedahan
kepala dan leher, maxillo facial dan THT. fLMA memberikan
perlindungan yang baik terhadap laring dari sekresi dan darah yang ada
diatas fLMA. Populer digunakan untuk pembedahan nasal dan
pembedahan intraoral, termasuk tonsilektomy. Airway tube fLMA lebih
panjang dan lebih sempit, yang akan menaikkan resistensi tube dan work
of breathing.9
(a) (b)
(c) (d)
c. Efek Samping 10
Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok,
dengan insidensi 10% dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff
LMA. Efek samping yang utama adalah aspirasi.
1. Identitas Penderita
Nama : An. AD
Umur : 7 thn
Alamat : Jl. Lasoani
Agama : Islam
Ruangan : Teratai
Tanggal Pemeriksaan : 14 September 2017
No.Rek.Medis : 81-52-39
2. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada tangan kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien datang dengan keluhan nyeri pada tangan kanan
setelah jatuh tertelengkup dan tertindih oleh temannya di sekolah pada pukul
10.00 pagi. Lalu pasien pasien dibawa oleh orang tuanya ke tukang urut.
Demam (-), sesak (-), muntah (-), nyeri menelan (-) dan gangguan
menelan (-).
o Riwayat alergi (-)
o Riwayat asma (-)
o Riwayat penyakit jantung (-)
o Riwayat penyakit berat lainnya (-)
o Riwayat anestesi (-)
Riwayat penyakit keluarga:
o Riwayat penyakit paru (-)
o Riwayat penyakit jantung (-)
o Riwayat penyakit diabetes melitus (-)
3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4 V5 M6)
Berat Badan : 21 kg
Status Gizi : Gizi Baik
Airway : Paten
Pernafasan : Respirasi 12 kali/menit
Nadi : 80 kali/menit, regular, kuat angkat
TD : 90/70mmHg
Suhu : 36,5o C
a. B1 (Breath)
Airway bebas, gurgling/snoring/crowing : (-/-/-), potrusi mandibular (-),
buka mulut 5 cm, jarak mentohyoid 4 cm, jarak hyothyoid 4 cm, leher
pendek (-), gerak leher bebas, tonsil (T1-T1), faring hiperemis (-), frekuensi
pernapasan 12 kali/menit, suara pernapasan : bronkovesikular (+/+), suara
pernapasan tambahan ronchi (-/-), wheezing (-/-), skor Mallampati : 1, massa
(-), gigi ompong (-), gigi palsu (-).
b. B2 (Blood)
Akral hangat, ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+), tekanan
darah 90/70 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, reguler, kuat angkat, bunyi
jantung S1/S2 murni regular.
c. B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis, pupil isokor 2mm/2mm, defisit neurologi (-).
d. B4 (Bladder)
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 3-4 kali sehari berwarna
kekuningan, tidak terpasang kateter
e. B5 (Bowel)
Abdomen tampak datar, peristaltik (+) kesan normal, mual (-), muntah (-)
massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 11-09-2017
Tabel 3. Hematologi Rutin
Range
Parameter Hasil Satuan Nilai
Normal
RBC 4,68 106/mm3 3,8-5,2 N
Hemoglobin (Hb) 11,9 gr/dl 11,7-15,5 N
Hematokrit 36,1 % 35,0-47,0 N
PLT 322 103/mm3 150-440 N
WBC 25,8 103/mm3 3,6-11,0 H
BT 3 30 menit 1-5 N
CT 7 00 menit 4-10 N
Tabel 5. Imunoserologi
Parameter Hasil
HbsAg Negatif
12. Preinduksi
a. Pemeriksaan fisik preoperatif
1). B1 (Breath)
Airway bebas, gurgling/snoring/crowing : (-/-/-), potrusi
mandibular (-), buka mulut 5 cm, jarak mentohyoid 4 cm, jarak
hyothyoid 4 cm, leher pendek (-), gerak leher bebas, tonsil (T1-T1),
faring hiperemis (-), frekuensi pernapasan 12 kali/menit, suara
pernapasan : bronkovesikular (+/+), suara pernapasan tambahan ronchi
(-/-), wheezing (-/-), skor Mallampati : 1, massa (-), gigi ompong (-),
gigi palsu (-).
2). B2 (Blood)
Akral hangat, ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah
(+/+), tekanan darah 90/70 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, reguler,
kuat angkat, bunyi jantung S1/S2 murni regular.
3). B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis, pupil isokor 2mm/2mm, defisit
neurologi (-).
4). B4 (Bladder)
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 3-4 kali sehari
berwarna kekuningan, tidak terpasang kateter
5). B5 (Bowel)
Abdomen tampak datar, peristaltik (+) kesan normal, mual (-),
muntah (-), massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
6). B6 Back & Bone
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (+/-),
edema ekstremitas bawah (-/-).
13. Persiapan pasien preoperatif :
IVFD RL 100 ml
14. Persiapan di kamar operasi :
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah :
Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan.
Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya.
Alat-alat resusitasi (STATICS).
Obat-obat anastesia yang diperlukan.
Obat-obat resusitasi, misalnya ; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium
bikarbonat dan lain-lainnya.
Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.
Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG.
Alat-alat pantau yang lain sesuai dengan indikasi, misalnya; Pulse
Oxymeter dan Capnograf.
Kartu catatan medik anesthesia
Tabel 6. Komponen STATICS
Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
S Scope Laringo-Scope: pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai
dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
Pipa trakea, pilih sesuai ukuran pasien, pada kasus ini
T Tubes
digunakan laryngeal mask airway ukuran 2,5
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini menahan
A Airways
lidah saat pasien tidak sadar untuk mengelakkan sumbatan
jalan napas.
Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
T Tapes
tercabut.
Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel)
yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa
I Introducer
trakea mudah dimasukkan. Pada pasien ini tidak digunakan
introducel atau stilet.
C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.
S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
150
140 1 2 3 45
130
120
NADI
110
104 105
102
100 99 100 99 99 99
100 97 97 97 98 96 96 95 97
95
93
90 90
88
90
80 IN OUT
08.45
08.50
08.55
09.00
09.05
09.10
09.15
09.20
09.25
09.30
09.35
09.40
09.45
09.50
09.55
10.00
10.05
10.10
10.15
10.20
10.25
10.30
WAKTU
Keterangan:
Obat-Obatan
1. Midazolam 3 mg : Mulai Operasi
2. Fentanyl 30 mcg : Selesai Operasi
3. Refofol 50 mg : Mulai Anestesi
4. Kertorolac 30 mg : Selesai Anestesi
5. Dexamethasone 5 mg IN : Masuk OK
6. Ceftriaxone 500 mg Out : Keluar OK
1.470 (36,140)
=
(36,1+40)/2
1.470 4
=
38
= 5,733 : 38
= 150,86 ml
Pemberian Cairan
Cairan masuk
- Pre operatif : Kristaloid RL 100 ml
- Durante operatif : Kristaloid RL 150 ml
- Total input cairan : Kristaloid RL 250 ml
Cairan keluar durante operatif
- Perdarahan : 150 ml
- Urin : Tidak ada
- Total output cairan : 150 ml
Perhitungan Cairan
a. Input yang diperlukan selama operasi :
1. Cairan Maintanance (M)
M = (4 x 10kg 1) + (2 x 10kg 2) + (1 x 10kg 3)
= (4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 1)
= 40 + 20 + 1
= 61 ml/jam (Dalam 1 Jam)
50menit = 61 x 50 Menit/60 detik
= 51 ml
2. Cairan defisit selama puasa (P)
P = Lama puasa x Maintenance
= 8 x 51
= 408 ml
3. Cairan yang masuk saat puasa
Cairan masuk puasa = Jumlah infus (TPM) x Lama Puasa (Menit)/2
= 20 x 480/20
= 9600/20
= 480 ml
a. Cairan masuk
Kristaloid : 100 ml + 150 ml = 250 ml
Koloid :-
Whole blood :-
Total cairan masuk : 250 ml
b. Keseimbangan kebutuhan:
Cairan masuk Cairan dibutuhkan = 250 ml 207 ml
= 43 ml
Mengganti kehilangan darah
Transfusi + 3x Cairan Kristaloid = Volume darah
= 0 + 3x = 150 ml
X = 3 x 150
X = 450 ml
Jadi, untuk mengganti kehilangan darah 150 cc diperlukan
450 cc cairan kristaloid
Pasien, An. AD, 7 tahun datang ke ruang operasi untuk menjalani operasi
ORIF pada tanggal 14 September 2017 dengan diagnosis pre operatif fraktur
humerus dextra pro ORIF. Persiapan operasi dilakukan pada tanggal 14 September
2017. Pada anamnesis didapatkan riwayat fraktur humerus sejak 4 hari yang lalu,
Pasien tidak pernah menjalani operasi dan anestesi.
Pada pasien ini, sebelumnya telah dilakukan informed consent terkait
tindakan yang diberikan beserta konsekuensinya. Kemudian pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan hematologi rutin untuk
mengetahui ada tidaknya gangguan perdarahan serta dilakukan juga pemeriksaan
uji imunoserologi HbsAg.
Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah 90/70 mmHg;
nadi 80x/menit; respirasi 12x/menit; suhu 36,5OC. Dari pemeriksaan laboratorium
hematologi, Hb 11,9 g/dl dan HBsAg (-). Pasien juga tidak memiliki riwayat
penyakit berat, alergi, dan dapat berkomunikasi serta beraktivitas dengan normal.
Dengan keadaan tersebut, pasien termasuk dalam kategori ASA I, Adapun
pembagian kategori ASA adalah:
I. Pasien normal dan sehat fisisk dan mental
II. Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan
fungsional
III. Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan
keterbatasan fungsi
IV. Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan
menyebabkan ketidakmampuan fungsi
V. Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa
operasi
VI. Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil.
Pada pasien ini, pemeriksaan fisik ataupun laboratorium tidak menunjukkan adanya
gangguan yang dapat menjadi kontraindikasi dilakukannya tindakan.
Pilihan anestesi yang dilakukan adalah jenis general anestesi. Adapun
indikasi dilakukan general anestesi adalah karena pada kasus ini diperlukan
hilangnya kesadaran, rasa sakit, amnesia dan mencegah resiko aspirasi dengan
menggunakan premedikasi. Teknik anestesinya dengan pemasangan LMA nomor
2,5.
Sebelum dilakukan operasi pasien diberikan cairan RL 100 ml. Pemberian
maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien yaitu 21 kg sehingga
kebutuhan cairan maintenance pasien selama 50 menit operasi adalah 61 ml/jam.
Sebelum dilakukan operasi pasien dipuasakan selama 8 jam. Tujuan puasa untuk
mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat
dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat-obat anastesi yang
diberikan. Penggantian puasa juga harus dihitung dalam terapi cairan ini yaitu 8 x
maintenance. Sehingga kebutuhan cairan yang harus dipenuhi selama 8 jam ini
adalah 488 ml. Selama oprasi jumlah defisit darah adalah 150 ml sehingga
memerlukan pergantian cairan dengan kristaloid sebanyak 450 ml. Oleh karena
operasi yang dijalani tergolong ringan maka stress operatif sebanyak 4 ml x 21 kg
sehingga dibutuhkan 84 ml cairan kristaloid. Total kebutuhan cairan sebanyak 633
ml. Namun, pasien hanya mendapatkan 250 ml cairan kristaloid sampai operatif
selesai sehingga masih membutuhkan sebanyak 383 ml cairan pengganti.
Pasien masuk keruang OK pada pukul 08.45 WITA dilakukan pemasangan
NIBP dan O2 dengan Nadi awal 100x/menit, dan SpO2 100%. Dilakukan injeksi
Sedacum (Midazolam) 3 mg pada kasus ini sebagai premedikasi untuk efek sedatif.
Obat ini memiliki efek sedativa yang berfungsi menenangkan otak dan sistem saraf
kita. Karena itu, midazolam akan memicu rasa kantuk dan rileks, sehingga dapat
menurunkan tingkat kecemasan sebelum seseorang menjalani operasi.
Induksi pada pasien ini dilakukan dengan anestesi intravena yaitu Recofol
50 mg I.V karena memiliki efek induksi yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi
yang cepat. Selain itu juga recofol dapat menghambat transmisi neuron yang hancur
oleh GABA. Obat anestesi ini mempunyai efek kerjanya yang cepat dan dapat
dicapai dalam waktu 30 detik. Pemberian fentanyl 30 g yang merupakan obat
opioid yang bersifat analgesik dan bisa bersifat induksi. Penggunaan premedikasi
pada pasien ini betujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien dengan
pemberian analgesia dan mempermudah induksi dengan menghilangkan rasa
khawatir. Pada kasus ini tidak diberikan pelemas otot saat pemasangan LMA.
Pasien juga diberikan dexamethasone 5 mg sebagai adjuvant analgetik pascaoprasi
dan pencegahan inflamasi (bengkak) akibat pemasangan LMA. Sementara
Ceftriaxone 500 mg diberikan sebagai antibiotik perioperatif.
Untuk menjamin jalan nafas pasien selama tidak sadar, maka dilakukan
pemasangan LMA, karena dinilai lebih aman dan lebih tidak invasive dibanding
dengan pemasangan Endotracheal Tube (ET). Dipilih manajemen jalan nafas
dengan LMA karena pertimbangan lama operasi yang tidak begitu lama. LMA tidak
dapat digunakan pada pasien yang membutuhkan bantuan ventilasi dalam jangka
waktu lama. LMA juga tidak dapat dilakukan pada pasien dengan reflek jalan nafas
yang intack, karena insersi LMA akan mengakibatkan laryngospasm. LMA sebagai
alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway management. LMA
bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi suatu indikasi.
Keuntungan penggunaan LMA diabanding ET adalah kurang invasif, mudah
penggunaanya, meminimalkan trauma pada gigi dan laring, efek laryngospasm dan
bronkospasme minimal, dan tidak membutuhkan agen relaksasi otot untuk
pemasangannya. LMA diekstubasikan ketika pasien sadar, pasien bangun dan
mampu untuk membuka mulut sesuai perintah. Ekstubasi LMA dilakukan pada
keadaan pasien sadar karena dimana refleks proteksi jalan nafas telah normal pulih
kembali.
Pada kasus ini obat anestesi inhalasi yang digunakan adalah sevofluran 3%.
Sevofluran merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cair, tidak berwarna,
tidak berbau dan tidak iritatif sehingga baik untuk inhalasi. Proses induksi dan
pemulihan cepat dari semua obat anestesia inhalasi yang lain. Terhadap
kardiovaskular relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia selama anestesia.
Tahanan vaskular dan curah jantung menurun sehingga tekanan darah sedikit
menurun.
Pada pukul 10.10 WITA, pembedahan selesai dilakukan, dengan
pemantauan akhir Nadi 88x/menit, dan SpO2 99%. Pembedahan dilakukan selama
50 menit dengan perdarahan 150 cc. Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan
(Recovery Room). Selama di ruang pemulihan, jalan napas dalam keadaan baik,
pernapasan spontan dan adekuat serta kesadaran compos mentis.
BAB V
KESIMPULAN
Pasien An. AD umur 7 tahun dengan diagnosis fraktur humerus dexra pro
ORIF menjalani tindakan open reduction internal fixation (ORIF) dengan status
fisik ASA I dan skor mallampati 1. Teknik anestesi yang dipilih adalah anestesi
general (umum) dengan LMA, respirasi spontan.
Anestesi general tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara
menghilangkan nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih
kembali atau reversibel. Laryngeal Mask Airway (LMA) atau sungkup laring adalah
alat bantu pernapasan (penanganan jalan nafas) yang dimasukkan kedalam laring.
Selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti baik dari segi
anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan juga tidak
terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum pelaksanaan operasi
dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA