Ringkasan
Anestesi spinal pediatrik bukan hanya suatu alternatif anestesi umum yang aman
namun seringkali merupakan pilihan teknik anestesi pada banyak operasi
abdomen bawah dan ekstremitas bawah pada anak-anak. Konsep yang salah
mengenai keamanan dan kesesuaian teknik ini telah dipecahkan dan sekarang
teknik ini bahkan dibuktikan lebih efektif biaya. Ini merupakan teknik yang jauh
lebih disukai terutama untuk kasus pembedahan sehari yang biasanya dilakukan
pada kelompok usia pediatri. Selain itu tidak terdapat kebutuhan akan peralatan
mahal tambahan dan prosedur ini dapat dengan mudah dilakukan di beberapa
senter perifer. Namun bagaimanapun juga, penerimaan dan pengalaman yang
lebih banyak masih diharapkan agar teknik ini menjadi popular.
Pendahuluan
Anestesi regional pada anak-anak pertamakali dipelajari oleh August Bier pada
tahun 1899. Sejak saat itu, anestesi spinal diketahui untuk dipraktekkan selama
beberapa tahun dengan serangkaian kasus dipublikasikan secara awal tahun 1909-
1910. Pada tahun 1900, Bainbridge melaporkan suatu kasus perbaikan hernia
strangulate di bawah anestesi spinal pada seorang bayi berusia tiga bulan. Setelah
itu, Tyrell Gray, seorang ahli bedah Inggris mempublikasikan 200 kasus
pembedahan abdomen bawah pada bayi dan anak dengan anestesi spinal pada
tahun 1909-1910. Setelah beberapa tahun, teknik ini dijauhi karena dikenalkannya
berbagai relaksan otot dan agen-agen inhalasi, serta hampir tidak digunakan
setelah Perang Dunia II.
Dalam dekade terakhir, teknik ini mulai dianjurkan lagi oleh beberapa senter
karena peningkatan pengetahuan mengenai farmakologi, informasi keamanan dan
ketersediaan peralatan khusus untuk teknik-teknik anestesi regional serta
monitoring pada anak. Di waktu yang akan datang, anestesi spinal pediatrik tidak
hanya akan digunakan pada kasus-kasus dimana anestesi umum berisiko atau
dikontraindikasikan namun juga akan menjadi pilihan yang disukai untuk banyak
pembedahan abdomen bawah dan ekstremitas bawah pada anak-anak.
Terdapat beberapa gambaran anatomi dan fisiologi pediatrik khusus yang berbeda
dari dewasa sehingga membuat blokade neuraksial pusat menjadi teknik anestesi
alternatif yang baik. Korda spinalis berakhir pada tingkat L3 saat lahir dan
mencapai L1 pada usia 6-12 bulan. Kantong dural berada pada tingkat S4 saat
lahir dan mencapai S2 pada akhir tahun pertama. Garis yang menyatukan dua
krista iliaca superior melalui ruang antara L5-S1 saat lahir, vertebra L5 pada anak-
anak muda dan ruang antara L3/4 pada dewasa. Karena alasan ini pungsi lumbal
dilakukan pada tingkat di bawah akhiran korda spinalis, yang paling aman adalah
tepat di garis antar krista atau bawahnya. Tulang sakrum tidak menyatu di
posterior pada anak-anak, sehingga membuat akses ke dalam ruang subaraknoid
pada tingkat ini.
Gambaran lain yang unik pada bayi adalah bahwa hanya ada satu kurvatura
konkaf anterior dari kolumna vertebralis pada saat lahir. Lordosis servikal dimulai
pada 3 bulan pertama kehidupan dengan kemampuan anak mempertahankan
kepala secara tegak. Lordosis lumbal dimulai saat anak mulai berjalan pada umur
6-9 bulan. Sehingga, penyebaran agen anestesi lokal isobarik terutama berbeda
pada bayi jika dibandingkan dengan dewasa.
Leher dapat diekstensikan pada posisi lateral ketika melakukan pungsi lumbal
karena fleksi servikal tidak menguntungkan pada anak dan nyatanya dapat
menyumbat saluran napas selama prosedur. Teknik tersebut juga dapat dilakukan
dalam posisi duduk dengan kepala diekstensikan.
Dampak fisiologik dari simpatektomi adalah minimal atau tidak ada pada
kelompok usia lebih kecil. Penurunan tekanan darah dan kecepatan denyut jantung
secara praktis tidak dijumpai pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun.
Sehingga, tidak ada gunanya memasukkan cairan sebelum blok subaraknoid. Ini
mungkin disebabkan oleh sistim saraf simpatik yang belum matur pada anak-anak
berusia kurang dari 5-8 tahun atau merupakan akibat dari volume intravaskuler
yang relatif kecil pada ekstremitas bawah dan sistim splanknik yang membatasi
pooling vena serta pembuluh darah perifer yang relatif mengalami vasodilatasi.
Bayi-bayi berespon terhadap anestesi spinal toraks tinggi melalui refleks
withdrawal tonus parasimpatik vagal ke jantung. Ini merupakan salah satu alasan
kenapa anestesi spinal merupakan teknik pilihan pada neonatus yang sakit kritis
dan hampir meninggal, yang akan menjalani pembedahan dalam keadaan
instabilitas hemodinamik gawat.
Farmakologi
Perhatian paling penting pada penggunaan agen anestesi lokal intratekal pada bayi
dan anak-anak muda adalah risiko toksisitas. Kelompok usia ini terutama rentan
terhadap toksisitas langsung korda spinalis saat diberi dosis besar. Neonatus
dengan metabolisme hepatik yang belum matur dan penurunan protein plasma
seperti albumin serta α1 acid glycoprotein memiliki kadar agen anestesi lokal
amide bebas di serum yang lebih tinggi, yang secara normal terikat oleh protein
(90%). Kardiak output dan aliran darah regional yang relatif lebih besar pada bayi
juga meningkatkan uptake obat dari ruang neuraksial dan dapat membuat mereka
mengalami toksisitas anestetik lokal di samping menurunkan durasi kerjanya.
Bayi dapat mengalami penurunan kadar pseudokolinesterase plasma yang mana
dapat mencetuskan toksisitas anestetik lokal terutama dengan kelompok ester.
Berbagai agen anestesi telah digunakan untuk anestesi spinal pediatrik namun
bupivacaine dan ropivacaine masih merupakan obat pilihan.
Indikasi
Bayi preterm/ sebelumnya preterm berusia kurang dari 60 minggu post konsepsi/
kurang dari 3 kg/ hematokrit < 30% dan dengan komorbiditas lain yang rentan
terhadap apnea paska operasi, bradikardia dan desaturasi setelah anestesi umum.
Anak-anak dengan kondisi respiratorik akut, penyakit saluran napas kronik seperti
asma atau fibrosis kistik.
Kontraindikasi
Penolakan orang tua, penyakit neurologik progresif, kejang tak terkontrol, infeksi
kulit atau jaringan subkutan di tempat pungsi, defek koagulasi, alergi terhadap
agen anestesi lokal dan hipovolemia berat merupakan beberapa kontraindikasi
untuk anestesi spinal pada anak-anak.
Persetujuan dari orang tua merupakan isu penting sebelum merencanakan suatu
blokade neuraksial pusat pada anak-anak. Persetujuan ini harus diberitahukan dan
tertulis, dan berbagai aspek teknik regional bersama dengan risiko terkait harus
dijelaskan secara detil. Jelas diperlukan juga penilaian risiko terkait prosedur yang
didasarkan pada setiap individu terhadap keuntungan yang diharapkan tergantung
sifat dan durasi operasi, kondisi umum pasien serta ketersediaan perawatan
institusional saat dan paska operasi.
Panduan puasa preoperatif standar perlu dilakukan sebelum anestesi spinal elektif.
2-3 jam puasa cairan jernih, 4 jam untuk cairan lain dan 6 jam puasa makanan
padat biasanya dilakukan di sebagian besar senter.
Premedikasi yang adekuat merupakan kunci untuk prosedur regional yang mulus
pada anak-anak. Berbagai obat lewat berbagai rute dapat digunakan untuk
mencapai sedasi yang baik pada anak sehingga memungkinkan pungsi vena,
penempatan monitor dan bahkan pungsi lumbal. Kombinasi oral dari ketamin 4-6
mg/kg, midazolam 0.4 mg/kg dan atropine 0.03 mg/kg cukup efektif dan aman
pada kebanyakan kasus. Jalur premedikasi lain seperti rektal, sublingual, nasal
atau intramuskuler juga telah dilakukan. Apapun obat dan rute pemberiannya,
penting untuk dilakukan penyesuaian bagi tiap pasien dan pembedahan terkait
serta aman juga selama periode perioperatif secara keseluruhan.
Prosedur dasar dalam melakukan blok subaraknoid pada anak serupa dengan
dewasa dan perhatian aseptik secara sempurna merupakan hal yang perlu
dilakukan. Penting untuk mengakses CSF melalui ruang yang sesuai dengan umur
anak seperti yang telah dijelaskan dalam upaya menghindari trauma terhadap
korda spinalis. Perhatian harus diberikan karena anak dapat tertidur atau
mengalami sedasi yang tidak adekuat. Bagaimanapun juga, analgesi dan sedasi
tambahan biasanya dibutuhkan selama pungsi lumbal. Hal ini dapat
disuplementasi dengan ketamin dosis rendah atau obat kerja singkat seperti
thiopental/ propofol secara intravena atau agen anestesi inhalasi seperti oksigen-
nitrogen oksida, sevoflurane atau halotan selama prosedur. Obat-obat
antikolinergik dapat ditambahkan untuk mengurangi sekresi yang tidak
diharapkan. Pemakaian EMLA 5% (eutectic mixture of local anaesthetics-
lidocaine and prilocaine) dengan balutan oklusif pada ruang antara yang sesuai
dan terpalpasi baik sekitar satu jam sebelum operasi dapat memfasilitasi pungsi
lumbal tanpa nyeri tanpa sedasi parenteral tambahan. EMLA harus digunakan
secara hati-hati pada bayi berusia kurang dari 3 bulan dan yang mendapatkan obat
penginduksi methemoglobin seperti sulfonamide, fenitoin, fenobarbital,
asetaminofen. Pada saat operasi, sedasi dapat dikuatkan dengan midazolam
sampai 0.1 mg/kg. Penenang beraroma untuk anak muda dan musik atau buku
untuk anak-anak yang lebih tua dapat digunakan jika anak sadar dan kooperatif.
Jarum yang tersedia untuk penggunaan pediatrik memiliki rentang dari 24-29G,
baik Quincke dengan bevel pendek atau Sprotte dan Whitacre dengan atau tanpa
introducer dengan panjang yang lebih pendek daripada untuk dewasa. Jika jarum
khusus tidak tersedia atau harganya mahal, dapat digunakan jarum hipodermik
atau stilet logam dari kanula intravena ukuran kecil tanpa banyak kesulitan.
Penempatan jarum yang benar ditentukan oleh aliran bebas CSF. Beberapa jarum
juga memiliki magnifier hub untuk pengenalan cepat keluarnya CSF. Anak
tersebut dibiarkan pada sisi dependen selama beberapa menit untuk lateralisasi
blok. Blok yang berhasil biasa membutuhkan sekitar 2-5 menit dan perhatian
harus diberikan agar tungkai tidak diangkat segera setelah blok untuk penempatan
alas diatermi karena seringkali menyebabkan penyebaran blok ke arah sefalad
yang tidak dikehendaki.
Perluasan blok sensorik dapat diperiksa menggunakan tusukan jarum atau cubitan
kulit dan blok motorik menggunakan skala Bromage. Namun ini sulit dilakukan
pada anak yang mengalami sedasi dalam dan hanya dapat dilakukan pada unit
perawatan post anestesi (PACU) untuk memeriksa regresi blok. Bagaimanapun
juga, hal ini dapat dipastikan secara klinis dengan kurangnya pergerakan tungkai
dan pernapasan diafragma. Anak-anak seringkali tertidur dengan deaferentasi
setelah blok.
Semua pasien harus dimonitor tanda vital, regresi blok dua segmen, nyeri dan efek
samping lain di dalam PACU. Anak-anak hanya boleh pulang jika mereka sadar
dan mampu berjalan tanpa bantuan, tanda vital stabil paling tidak selama 1 jam,
tidak ada nyeri, nausea/ kram perut atau vomitus, dan mampu menerima cairan
jernih.
Obat-obat intratekal
Diantara berbagai obat yang disetujui FDA untuk penggunaan intratekal pediatrik,
bupivacaine dan ropivacaine 0.5% merupakan yang paling umum dan populer.
Dosis yang dipakai bersifat institusional meskipun standar protokol yang saya
lakukan adalah bupivacaine 0.5% 0.1 ml/kg atau 0.5 mg/kg untuk bayi dengan
berat 0-5 kg; 0.08 ml/kg atau 0.4 mg/kg untuk berat badan 5-15 kg dan 0.06 ml/kg
atau 0.3 mg/kg untuk berat badan > 15 kg.
Ropivacaine 5 mg/ml juga telah digunakan pada beberapa studi dan dibuktikan
efektif serta aman dalam bentuk isobarik. Dalam sebuah studi terhadap 93 anak
berusia 1-17 tahun, Kokki H et al menggunakan 0.5 mg/kg (sampai 20 mg) dalam
posisi dekubitus lateral dan mendapatkan kinerja blok yang baik.
Namun, dalam sebuah artikel yang dipublikasikan dua tahun kemudian oleh
penulis yang sama, Kokki H et al menunjukkan bahwa bupivacaine dalam larutan
glukosa 0.9% dan dalam glukosa 8% sama cocoknya untuk anestesi spinal anak-
anak kecil. Angka keberhasilan, penyebaran dan durasi blok sensorik serta
motorik yang serupa telah dicapai oleh kedua barisitas bupivacaine.
Berbagai studi telah dilakukan dengan anak berada pada posisi lateral atau duduk
untuk blok subaraknoid. Dalam sebuah studi terhadap 30 bayi preterm untuk
herniotomi inguinalis, Vila et al menemukan bahwa anestesi spinal sama
efektifnya baik pada posisi lateral maupun duduk.
Durasi merupakan faktor yang penting dan sekaligus menjadi pembatas untuk
anestesi spinal pediatrik terutama pada bayi dan anak-anak yang lebih muda.
Sehingga untuk alasan ini, anestesi spinal saja biasanya terbatas untuk operasi
berdurasi satu jam. Durasi tersebut lebih lama dengan dosis yang lebih besar pada
bayi dan bervariasi secara langsung dengan usia anak. Telah ditunjukkan bahwa
durasi agen anestesi lokal kerja lama seperti bupivacaine hanya sekitar 45 menit
pada neonatus dan 75-90 menit pada anak berusia sampai lima tahun. Tidak ada
perbedaan durasi dengan penambahan epinefrin pada bupivacaine.
Zat Aditif
Karena durasi anestesi spinal tidak mampu mencakup kebanyakan periode paska
operasi, perlu untuk menambahkan asetaminofen atau ketoprofen intravena atau
rektal secara rutin pada semua pasien. Analgesi post operatif yang nyata dapat
dicapai dengan menambahkan dosis kecil anestetik lokal dengan atau tanpa opioid
(fentanil), klonidin 1-2 mikrogram/kg atau aditif lain dalam ruang kaudal pada
waktu melakukan blok subaraknoid. Sebuah kateter kaudal dapat juga dipasang
dan agen anestesi lokal plus opioid ditambahkan untuk memperlama analgesi
paska operatif.
Komplikasi
Sakit kepala paska pungsi dural (PDPH) jarang terjadi pada pasien pediatrik dan
beberapa penulis malah mempertanyakan keberadaannya. Dalam studinya
terhadap 200 anak menggunakan dua jarum spinal Quinke berbeda ukuran, 25 G
dan 29 G, Kokki et al menjumpai bahwa 10 anak mengalami PDPH tanpa
perbedaan dalam hal tipe jarum yang dipakai. Angka kegagalan dari percobaan
anestesi spinal adalah 4% dan bahkan saat ruang subaraknoid sudah tercapai dan
agen anestesi lokal sudah diinjeksikan, angka keberhasilan secara keseluruhan
dari teknik ini hanya 91%.
Gejala neurologik transien (TNS) telah dilaporkan oleh beberapa penulis setelah
anestesi spinal karena toksisitas langsung agen anestesi lokal dosis besar. Dalam
studinya terhadap 95 pasien menggunakan ropivacaine isobarik 0.5%, Kokki et al
melaporkan TNS ringan hingga moderat pada empat anak yang bersifat transien
dan tidak diikuti oleh sekuele neurologik permanen. Dalam studi lain oleh penulis
yang sama, hasil serupa dijumpai dengan bupivacaine 0.5%.
Sebuah studi satu tahun terhadap 24.409 blok regional pada anak oleh French-
Language Society of Pediatric Anesthesiologists, studi yang paling besar tentang
komplikasi, mengungkap angka komplikasi sebesar 1.5 per 1000 pada 60% anak
yang mendapatkan blok neuraksial pusat. Namun, sebagian besar dari kasus ini
adalah teknik kaudal dan beberapa epidural.
Keuntungan
Anestesi spinal menghasilkan suatu blok sensorik yang dapat diandalkan, jelas
dan didistribusikan secara merata dengan onset cepat serta relaksasi otot yang
baik, dan teknik ini menghasilkan pengendalian kardiovaskuler dan respon stres
yang lebih lengkap daripada anestesi epidural ataupun opioid. Teknik ini ideal
untuk kasus pembedahan sehari dan bersifat aman serta efektif biaya. Tidak ada
kebutuhan tambahan untuk obat khusus ataupun peralatan lain untuk prosedur
tersebut. Karena keuntungan-keuntungan ini, anestesi spinal telah mendapatkan
penerimaan bagi anak-anak yang akan menjalani pembedahan bagian bawah
tubuh.
Pada anak yang sehat, kebanyakan prosedur dilakukan sebagai kasus pembedahan
sehari seperti herniotomi, sirkumsisi, prosedur urologik dan ortopedik minor.
Anestesi spinal merupakan suatu alternatif yang amat baik bagi kasus-kasus
seperti itu dimana anak dapat kembali kepada keluarganya dan banyak stres orang
tua dapat dihindari. Karena sedikit obat anestesi umum termasuk opioid parenteral
yang digunakan, risiko depresi respirasi paska operasi bersifat minimal. Respon
stres terhadap pembedahan juga terbatas dan pemulihannya cepat.
Kokki et al meneliti 100 anak untuk kasus pembedahan pediatrik sehari dan
menjumpai bahwa teknik tersebut aman serta efektif. Berdasarkan pengalamannya
dalam operasi ortopedik pediatrik selama 10 tahun, Bang-Vojdanovski B
menyimpulkan bahwa anestesi spinal merupakan teknik anestesi yang sesuai
untuk operasi pediatrik. Metode anestesi ini dapat menghindari peningkatan
insidensi komplikasi respiratorik paska operasi yang berkaitan dengan anestesi
umum.
Laringo dan bronkospasm intraoperatif tidak jarang terjadi bahkan pada bayi dan
anak sehat, di samping episode batuk, hambatan napas, obstruksi pipa endotrakeal
dan atelektasis. Secara lebih lanjut, dengan peningkatan insidensi infeksi saluran
napas atas pada kelompok usia pediatrik umumnya 3-8 kali dalam setahun, akan
selalu terdapat risiko saluran napas hiperreaktif di bawah anestesi umum. Selain
itu tidak terdapat tes preoperatif yang sesuai, yang dapat menyingkirkan infeksi
napas ringan-moderat pada anak-anak. Kebanyakan, klinisi harus mengandalkan
anamnesis dari orang tua. Lebih sering, gejala-gejala hanya muncul pada hari
operasi dan akan menjadi keputusan sulit untuk membatalkan operasi. Anestesi
spinal relatif lebih aman dalam kondisi-kondisi seperti ini dimana saluran napas
yang spontan dapat dipertahankan oleh pasien.
Kokki et al juga melakukan studi terhadap empat puluh anak berusia 2-5 tahun
yang menjalani pembedahan pediatrik dan membandingkan anestesi spinal dengan
anestesi umum. Waktu yang dibutuhkan dalam kamar operasi lebih pendek pada
kelompok anestesi spinal karena anak sadar dan dapat segera dipindahkan. Pola
hemodinamik dan fungsi respirasi stabil selama anestesi spinal. Desaturasi arterial
(<90%), vomitus, nyeri tenggorok dan kesulitan miksi merupakan efek samping
yang berkaitan dengan anestesi umum. Tiga pasien gelisah setelah anestesi spinal.
Anestesi spinal telah dibuktikan lebih efektif biaya dibanding anestesi umum.
Obat dan peralatan yang dibutuhkan lebih sedikit dan lebih murah, di samping itu
waktu perawatan rumah sakit juga biasanya lebih pendek.
Anestesi spinal pediatrik mungkin telah dikonseptualisasikan satu abad yang lalu
namun tahun-tahun keemasannya belum tiba. Keamanan pasien, kemudahan, dan
keandalan secara keseluruhan merupakan gambaran penting dari teknik ini, yang
akan menjadi lebih baik dengan penggunaan, pengalaman serta penelitian yang
lebih banyak.