PENYAKIT HIRSCHSPRUNG
dr. Poerwadi , SpB, SpBA
Sublab Bedah Anak- Lab/SMF Ilmu Bedah F.K. UNAIR / R.S.U.D.
Dr. Soetomo.
SURABAYA
PENDAHULUAN
Penyakit Hirschsprung ( PH ) atau megacolon congenitum sudah lama dikenal,
Harold Hirschsprung ( 1886 ) pertama kali mengenalinya dan membuat stoma pada kolon
dan akhirnya penderita meninggal setelah stoma tersebut ditutup kembali.
Ehrenpreisn ( 1946 ) menjelaskan bahwa megakolon ( kolon yang melebar )
tersebut adalah akibat dari adanya obstruksi di sebelah distalnya.
Whitehouse dan Kernohan Zuelzer dan Wilson ( 1948 ) menemukan bahwa kolon
distal yang menyempit tersebut tidak mempunyai ganglion myenterikus
Meisner &
Auerbach , sedangkan bagian kolon yang melebar disebelah proksimalnya adalah bagian
kolon yang sudah mengandung ganglion.
Problem utama dari keadaan ini adalah gangguan proses defekasi dengan segala
akibatnya, maka tujuan pokok pengobatan PH adalah pasien bisa defekasi dengan baik.
Untuk mencapai ini banyak upaya dan kendala yang sudah dilalui yang sampai saat ini
masih banyak penelitian yang dikerjakan untuk menyempurnakan upaya- upaya tersebut.
Penelitian- penelitian tersebut berdasar pada patofisiologi dari PH serta
hubungannya dengan fisiologi dari proses defekasi.
PROBLEMATIKA :
Problematika PH sangat banyak dan perlu diketahui sebelum kita menentukan
tindakan bedahnya, problematika tersebut meliputi :
1.
Diagnose
2.
Kondisi penderita.
3.
Fasilitas.
4.
Tehnik Pembedahan.
5.
Komplikasi.
6.
Relapse.
1.
DIAGNOSE :
2. KONDISI PENDERITA :
Kondisi penderita meliputi :
a. Neonatus, penderita neonatus juga harus dibedakan berat lahirnya, sampai
saat ini PH pada neonatus kita hanya melakukan kolostomi, baru setelah berat
badan lebih 5 Kg barulah kita melakukan operasi definitive. Tetapi sekarang
trend dunia justru melakukan operasi defintif primer tanpa kolostomi pada
saat neonatus bahkan secara minimal invasive, Laparoskopi, dan prosedur pull
through trans anal.
b. Anak , pada usia ini kolon sudah mengalami penebalan dan melebar maka
tindakan kolostomi mutlak harus dikerjakan untuk mengalihkan aliran feses,
setelah kolon involusi barulah dilakukan operasi definitive.
c. Kolitis, colitis merupakan kelainan yang selalu menghantui PH terlebih bila
sudah terjadi saat prabedah maka tindakan spooling dan dekompresi yang
adequat harus dikerjakan dan disusul kolostomi.
d. Gizi, kondisi gizi sangat berpengaruh pada keberhasilan operasi PH, kondisi
ini biasanya akan membaik setelah dilakukaan kolostomi.
e. Kelainan bawaan lain : Kelainan bawaan lain yang seing menyertai PH
adalah Mongolism / Kelainan- kelainan kromosom, kelainan jantung bawaan.
3. FASILITAS :
Fasilitas yang tersedia ditempat tugas sangat mempengaruhi kinerja serta tehnik
apa yang akan kita pilih untuk pembedahan PH, fasititas tersebut meliputi :
a. Fasilitas diagnostik, minimal fasilitas untuk foto kolon dan pemeriksaan
PA harus tersedia.
b. Fasilitas Perawatan, mulai dari NICU, PICU, bangsal bayi dan anak.
c. Fasilitas Kamar operasi .
4. PENANGANAN
Persiapan operasi :
1. Tanpa kolostomi :
Lakukan lavement PZ hangat 10 15 cc/ kg berat badan bahkan ada yang
sampai 1,5 liter pagi, sore selama 1 2 minggu prabedah, terkhir adalah 12 -24 jam
sebelum jam operasi, perhatian sehabis lavement rectal tube jangan dilepas sampai
perut kempis atau semua PZ keluar.
2. Dengan Kolostomi :
Lakukan colok dubur dan irigasi loop distal dari kolostomi tiap minggu untuk
mencegah atrofi, selanjutnya lavement loop proksimal dan distal 3 5 hari pra
bedah.
PEMBEDAHAN :
Persiapan :
1. Infus ditangan, cairan hangat.
2. Posisi supine dan lakukan pencegahan hypothermia, blanket pemanas,
bungkus kapas plastic, kerpus kepala.
3. Rectal toilet dan dilatasi, pasang spons aatau kasa pada proksimal rectum
untuk mencegah kontaminasi kedistalnya, buat satu jahitan pertanda pda
jam 6 di linea dentate.
4. Desinfeksi lapangan operasi mulai umbilicus kedistal sampai gluteus ,
distal genu dan anus, pasang plat diatermi di punggung.
5. Tutup dengan duk steril bagian atas , diatas umbilicus, duk bawah
letakkan dibawah bokong, kedua tungkai masing- masing dibungkus duk
kecil dan letakkan bebas diatas duk bawah tersebut, pasang duk samping
kanan dan kiri.
6. Setelah lapangan operasi tertutup duk steril barulah dipasang kateter.
Tehnik Operasi :
Insisi kulit pfanentel lebarkan mengarah kolostomi ( sigmoidostomi ) atau
golf stick incision, bebaskan kolostominya, keproksimal dengan membuka White
line sampai fleksura lienalis, hati- hati waktu meligasi dan memotong vasa kolika
sinistra dan sigmoidalis dan cabang- cabangnya harus proksimal dari arcade
Drumond. Setelah kolon proksimal bebas dan panjangnya cukup dengan
mengukur kolon tersebut bisa melewati pubis sampai anus, baru bebaskanlah loop
distal kolostomi sampai rectum, selanjutnya tergantung tehnik mana yang dipilih.
1.
Fase Abdominal :
Setelah dilakukan pembebasan kolon seperti tersebut diatas dibuatlah terowongan
retro rekal dengan terlebih dahulu identifikasi uerter kanan, kiri, buat terowongan dengan
membuka lipatan peritoneum ( peritoneal reflection ) antara rectum dan sacrum, dibuka
dengan gunting terus dilebarkan dan perdalam kedistal dengan jari telunjuk, biasanya
sangat mudah . Kedistal sampai batas jahitan pertanda yang kita buat sebelumnya.
Fase anal:
Memposisikan kedua tunkai litotomi anus didesinfeksi ulang, dibuka pakai haak
kanan dan kiri, buatlah irisan ( Smile incision ) - 1 cm proksimal linea dentate selebar
diameter dari kolon yang akan kita teroboskan, buat jahitan pertanda kanan, kiri dan dua
ditengah diantara klem yang akan kita pasang.
Fase Terobos tarik :
Terobos tarik dilakukan dengan menyongsong rektum proksimal untuk
diterobostarikkan keanus, caranya masukkanlah kromeklem panjang dari abdomen
melewati rongga retrorektal yang sudsh dibuat menembus smile insisi sampai keluar di
lubang anus, peganglah ujung kromeklem tersebut dengan krome klem yang sama dan
tariklah dengan cara sepur- sepuran kromeklem distal tersebut samai kerongga abdomen
untuk menjemput segmen proksimal.
Segmen proksimal kolon yang sudah dibebaskan ditutup dengan jahitan silk 3/0
delujur, kemudian diterobos tarikkan dengan disongsong klem dari bawah yang melewati
smile insisi tersebut, hati- hati waktu menarik tidak boleh dipaksa, tidak boleh tegang,
tidak terpuntir, pehatikan tidak ada ikatan pembuluh darah yang lepas dan sisi
antemesenterial menghadap keanterior.Buatlah jahitan untuk fiksasi kolon proksimal dan
anus tersebut .
Sisa segment distal rectum dibebaskan , dipotong dan ditutup di distal dari
peritoneal reflection.
Sampai disini ada modifikasi dari dr. Adang Kosim dengan memprolapskan kolon
tersebut .
Selanjutnya dipasang klem Duhamel atau stepler terserah kemampuan / fasilitas.
Rongga Anorektal
Irisan Anus
Smile Incision
Stapler
2.
Fase Abdominal :
Setelah pembebasan kolon proksimal, dilakukan pembebasab kolon distal sampai
dasar panggul. Lakukan pembersihan rectum dari pebbuluh darah dan lemak. Rektum
dikelupas dengan memisahkan seromuskuler dengan mukosa submukosa, caranya
suntikkan terlebih dahulu PZ adrenalin 1/ 20.000 submuskularis dengan speut 1 cc,
lakukan irisan seromuskuler dengan meregangkan usus tersebut dijari kita, irisan
dilakukan melingkar, kemudian dikelupas seperti kita melepas kantong kernia memakai
depers kecil. Kelupas hati- hati sampai linea dentate ( jahitan pertanda ), perdarahan
dirawat, seromuskuler rectum yang terkelupas dipegang dengan Elis klem anteriorposterior, segment kolon dan mukosa rectum yang tidak berguna ditarik ke distal
melewati anus.
Fase Anal :
Kolon proksimal yang sudah ditutup dengan jahit delujur tersebut dilakukan
terobos tarik melewati cerobong seromuskuler rectum yang sudah dikelupas tersebut,
kemudian dijahit kiksasi antara kolon yang diturunkan dengan anus dan cerobong rectum
tersebut.
Sampai disini ada modifikasi, Soave melakukan terobos tarik tersebut sampai
prolap, tanpa jahitan fiksasi pada anus, setelah 7 hari baru dilakukan pemotongan stomp.
Boley melakukan anastomosis langsung.tanpa diprolapkan, Surabaya melakukan
seperti Boley tetapi dengan memasang pia rectum untuk mencegah kontaminasi.
3.
Fase Abdominal :
Setelah pembebasan segmen proksimal, segmen distal dibebaskan sampai distal
dari peritoneal reflection, hati hati jangan sampai merusak saraf- saraf splanchnicpelvis, dan perhatikan kedua ureter. Setelah bebas segmen distal kita prolapkan melewati
anus.
Fase Anal :
Rektum dan anus yang prola-p tersebut kita potong 2 cm dari linea dentate pada
sisi anterior dan 1cm pada sisi posterior, kemudian segmen proksimal kita teros tarik
selanjutnya dilakukan anastomosis, setelah tersambung kolon kita tarik kembali untuk
reposisi.
4.
Prosedur Rehbein :
5.
Myectomi :
), yaitu bebngan melakukan pemotongan/ membuang otot rectum, dapat disertai / tidak
dengan sphincterotomi.
Cara ini dapat ditempuh lewat trans anal atau transakral.
Transanal dengan posisi lithotomi anus dibuka dengan sprider anus sampai
dinding posterior anus dan rectum terlihat datar, masukkan tampon keproksimal rectum,
suntikkan PZ adrenalin 1/100.000 submukosa mulai linea dentate sepanjang rectum,
lakukan iriran pada mukosa rectum selebar 1 2 cm dengan jarak 0,5 cm 1 cm dari
linea dentate keproksimal sepanjang rectum, bebaskan mukosa, submukosa dengan
muskularis sepanjang rectum, lakukan myektomi selebar 1 cm , berikan tanda proksimal
distalnya untuk periksa PA. Hemostasis dan lakukan jahitan pada mukosa tersebut.
Transrektal dengan posisi tengkurap/ nungging, dilakukan irisan mulai koksigeus
sampai 1 cm sebelum anus, otot levator ani dipisahkan dan disingkirkan ke anal,
identifikasi dinding posterior rectum dengan memasukkan telunjuk lewat anus, kemudian
dilakukan myektomi, jangan sampai menembus mukosa.
LAIN- LAIN :
6.
Prosedur Martin :
7.
Prosedur ini juga diindikasikan untuk total aganglionic dari kolon, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kolon, yaitu pertama kali
melakukan ileocaecocolonic patch side to side, setelah patch tersebut hidup/ viable, ganti
kita melakukan ileokolostomi yaitu bagian paling distal dari patch tersebut, setelah
keadaan memungkinkan, barulah dilakukan operasi definitifnya yaitu melakukan pull
through dari ileocolonic patch tersebut, bisa dengan cara Martin atau cara Swenson. (
gambar ).
8.
Laparoskopi :
ini dapat mengurangi morbiditas, lama rawat inap, mengurangi manipulasi usus,
mempercepat pemulihan fungsi ususdan tidak mengangu kontinensia.
Dengan laparoskopi ini dapat dilakukan prosedur endorektal pullthrough atau
retrorektal pull through, tergantung kebiasaan ahli bedahnya.
9.
DISKUSI :
Sesuai judul makalah ini maka akan kita diskusikan tentang segala
problematika yang dihadapi serta tips dan trik yang dialami oleh penulis serta
dibandingkan dengan berbagai litelatur yang ada.
1. Diagnosis :
Diagnosis dari PH dinegara maju tidak lagi merupakan problem, tetapi di tempat
kami sampai saat ini masih merupakan problem, karena kami tidak mempunyai
manometri, juga suction biopsy, pula tehnik pemeriksaan Patologi yang kurang memadai,
maka kami hanya mengandalkan pemeriksaan barium pada kolon, dengan adanya kolon
dilatasi, daerah taransisional dan aganglioner didistalnya. Oleh karena itu tips dan trik
pembuatan fotonya tidak boleh terlalu dipompa. Sedangkan bila ragu kita melakukan
insisional biopsy, dengan kesadaran ini akan mempersulit tehnik pull through nantinya.
Maka bila sudah pernah dilakukan insisional biopsy operasi definitive berikutnya adalah
prosedur Duhamel atau Swenson.
2. Kondisi penderita :
Kondisi penderita meliputi :
Neonatus :
Neonatus dengan berat badan lahir kurang 1500 gram atau premature kita hanya
melakukan kolostomi terlebih dahulu, setelah berat badannya lebih dari 5 kg barulah
dilakukan operasi definitif.
Neonatus I berat badan cukup dan aterm dengan segment aganglioner tidak
terlalu panjang, selama bisa dilakukan dekompresi dan irigasi kolon lewat anus dengan
memasang pipa rectum direkomendasikan untuk opersasi defitif primer dengan syarat
dikerjakan ahli bedah berpengalaman dan fasilitas perawatan pasca bedah ( NCU )
memadai.Dunia sekarang mengarah melakukan operasi definitif
.
Kami di Surabaya telah melakukan lebih dari 20 kasus dilakukan primer
Endorektal Pull through, dengan hasil baik.
Myectomi, dikerjakan pada kasus ragu- ragu sekaligus bertujuan untuk biopsy,
atau PH dengan segmen aganglioner pendek ( sebatas rectum ), oleh karena itu harus
diketahui secara pasti seberapa panjang segmen aganglionernya tersebut. Myectomi dapat
disertai atau tanpa sphincterotomia dengan indikasi adanya spasme dari sphingter atau
pasca pull through didapatkan enterokolitis yang persistent.
Myectomi yang dikerjakan sering kali tidak adekwat, maka tindakan pull through
adalah pilihannya. Tips yang dianjurkan waktu melakukan myektomi trans anal adalah
kolon harus benar bersih, jangan sampai merusak lapisan mukosa yaitu didnding
posterior harus benar- benar datar.
4. Komplikasi :
Komplikasi yang terjadi dapat dibagi :
A. Komplikasi intra operatif :
Selama operasi dapat terjadi hypothermia, maka upaya- upaya pencegahannya
harus benar diperhatikan ( blanket, bungkus badan, cairan infuse, exposure viscera, cairan
pencuci atau kasa basah ) oleh karena itu harus dimonitor core temperaturnya.
Perdarahan hati- hati volume darah bayi/ anak adalah 70 ml perkilo berat badan,
sehingga perdarahan sekecil apapun harus segera dihentikan, perhatian adalah waktu
meligasi pembuluh darah, hati hati jangan mudah lepas, juga waktu reseksi usus, juga
waktu mengelupas seromuskuler dan waktu memotong anus. Waktu meligasi pembuluh
darah mesenterial harus diperhatikan pleksus arcade dari Drummond.
Ureter harus diketahui pasti posisinya sebelum membuka peritoneal reflection dan
waktu trobos tarik dan pemasangan klem Duhamel atau stapler.
Terobos tarik harus jeli jangan sampai terpuntir atau ligasi pembuluh darah yang
lepas.
B. Komplikasi Pasca operatif :
Komplikasi umum yang sering menakutkan adalah : dilatasi lambung, karena
anak menangis terus, oleh karena itu peran analgesic sangat penting disamping pipa
lambung harus selalu terkontrol jangan sampai tercabut. Memberi minum juga jangan
terlalu agresif, sebaiknya setelah produksi cairan lambung minimal dan pasase usus baik
dicoba minum sedikit dengan pipa lambung tetap terbuka.
Sepsis, ini sangat menakutkan terlebih apabila persiapan kolonnya kurang baik,
oleh karena itu pemberian antibiotika 6jam pra bedah dan diulangi selama pembedahan
dan dilanjutkan 3-5 hari pasca bedah sangat membantu.
Inkontinent, urine sangat jarang asal kita hati- hati jangan merusak syaraf
dirongga pelvis, sedangkan incontinent alvi hamper selalu terjadi, tetapi biasanya pulih
dalam 3 6 bulan pasca beda, kecuali kita memotong rektuk terlalu banyak, atau merurak
pleksus sakralis, tindakannya adalah kebersihan anoperineum.
Striktur, terjadi bila kita terlambat melakukan colok dubur pasca bedah atau
penderita tidak pernah control, striktur temporer selalu terjadi tetapi setelah jaringan
matur ( 3 6 bulan ) akan baik, dikatakan permanent bila lebih 6 bulan masih striktur.
Relaps ( kambuh ), kejadian ini terjadi bila masih tersisa segmen aganglioner
yang cukup panjang pada rectum atau segmen yang diterobostarik tersebut masih
aganglioner.
Obstipasi, bisa terjadi pada kasus- kasus dengan adanya spasme yang persistent
dari sphingter, atau pada tehnik Duhamel dengan stomp sisa rektu yang panjang
mengakibatkan tertumpuknya fekelom, atau bawaan serta pola makan.
Enterokolitis, keadaan ini sangat menghantui padapderita PH, oleh karena
selalu menggangu yang sampai saat ini belum ada tidakan yang jitu. Enterokolitis dapat
menimbulkan kelemahan kolon yang sering kali walaupnu secara anatomis kolon baik
tetapi pasien sering kembung hebat dan hilang setelah dipasng pipa rectum, tidak jarang
berakibat fatal.
Kematian , kematian lanjut dapat terjadi pada PH walau sudah operasi definitive,
penyebab tersering adalah karena enterokolitis denga segala dampaknya.
RINGKASAN :
PH sampai saat ini masih merupakan tantangan dalam penanganannya, banyak
tehnik pembedahan diperkenalkan, problem enterokolitis belum juga terselesaikan.
Tips dan trik penanganan PH sesuai pengalaman adalah lakukanlah tindakan
dekompresi sedini mungkin, tindakan definitive secepat mungkin, pilihlah tindakan yang
paling anda kuasai dengan penyulit terendah, sebaiknya jangan operasi coba- coba pada
PH karena akan memperberat kecacatan yang ada.
KEPUSTAKAAN :
1. Gross, Robert E :
Congenital Megacolon ; The Surgery of infancy and childhood, WB Saunders Comp,
1953.
2. Nixon H. Homewood :
Hirschsprungs Disease ; Rob and Smith Operative Pediatric Surgery , IVth Ed, 1990.
3. Orvar Swenson & John G Raffersperger :
Hirschsprung Disease ; Swenson Pediatric Surgery, Vth Ed , 1990.
4. Sumate Terrrathul :
Transanal One stap Endorectal pull through for Hirschsprungs Dis in infant and
children ; Journal of Pediatric Surgery, vol 38, No.2-184 187, 2003.
5. Teitelbouw. Daniel H, Mark L Wulkan, Keith E, Georgeson and Jacob.C.Lange :
Hirschsprung Dis : Operative Pediatric Surgery, Vol.I, Mc Graw Hill Comp, 2003.
6. Walton.K.T. Shim :
Hirschsprungs Disease ; Surgical Decision Making, IVth Ed, 2000.