Kamal Anshari
Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga - RSUD Dr. Soetomo
Surabaya
ABSTRAK
Fungus ball pada sinus paranasal adalah infeksi non-invasif pada sinus
paranasal yang disebabkan oleh infeksi jamur Aspergillus sp dan Candida sp.
Insidensi fungus ball pada sinus paranasal meningkat beberapa tahun ini. Fungus
ball pada sinus paranasal sering terjadi pada usia dewasa, dan predominansi pada
jenis kelamin perempuan. Dilaporkan dua kasus fungus ball pada sinus maksilaris
pada perempuan usia dewasa lanjut. Pada kasus pertama, pasien didiagnosis
sebagai fungus ball pada sinus maksilaris dekstra dan direncanakan untuk
dilakukan eksisi massa fungus ball pada sinus maksilaris dekstra dengan teknik
gauze. Pada kasus kedua, pasien didiagnosis sebagai sinusitis maksilaris sinistra et
causa fungus ball dengan dacriolithiasis sinistra, dacriosistitis kronis sinistra, dan
otitis media kronik dekstra dan direncanakan untuk dilakukan Functional
Endoscopic Sinus Surgery (FESS) dekstra dan sinistra.
1
2
PENDAHULUAN
Fungus ball pada sinus paranasal adalah infeksi non-invasif pada sinus
paranasal yang disebabkan oleh infeksi jamur Aspergillus sp dan Candida sp.1,2
Fungus ball pada sinus paranasal ditandai dengan adanya keluhan nyeri kepala
terutama bagian puncak kepala dan bagian belakang kepala, nyeri pada wajah,
obstruksi nasal, post nasal drip, dan batuk yang bersifat rekuren dan tidak respon
Insidensi fungus ball pada sinus paranasal meningkat beberapa tahun ini. Hal
sering terjadi pada usia dewasa, dan predominansi pada jenis kelamin perempuan.4
sinusitis kronik, yang ditandai dengan adanya keluhan nyeri kepala, nyeri pada
wajah, obstruksi nasal, post nasal drip, dan batuk.5,6 Pada pemeriksaan endoskopi
nasal biasanya didapatkan sekret yang bersifat purulen disertai dengan massa
fungus ball.5 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
massa jaringan lunak pada lumen sinus maksilaris dengan gambaran radioopak
sistem saraf pusat, paru, jantung, hepar dan lien. Komplikasi yang terjadi pada
orbita dapat ditandai dengan adanya proptosis, telekantus, pendataran malar, dan
posisi bola mata yang asimetris. Sedangkan komplikasi yang terjadi pada sistem
saraf pusat adalah meningitis dan ensefalitis. Selain itu, dapat terjadi
Pada makalah ini akan dilaporkan dua kasus fungus ball pada sinus maksilaris
LAPORAN KASUS
tahun datang ke Unit Rawat Jalan (URJ) THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya
pada tanggal 10 Januari 2018 atas rujukan RSUD dr. Haryoto Kabupaten Lumajang
kepala yang bersifat hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Nyeri kepala dirasakan
pada dahi dan puncak kepala. Pasien juga mengeluhkan adanya lendir berwarna
kuning yang mengalir dari hidung ke tenggorokan dan batuk. Pasien menyangkal
adanya mimisan, nyeri di kedua pipi, pilek, hidung tersumbat, dan gangguan
penghidu.
kesadaran compos mentis, dan tanda vital stabil. Pada pemeriksan nares anterior
didapatkan hasil dalam batas normal tanpa deviasi nasal. Pada pemeriksaan
rinoskopi anterior didapatkan kondisi cavum nasi lapang tanpa disertai sekret
T1 tanpa adanya hiperemis. Selain itu, pemeriksaan pada telinga dan leher
meatus media lapang, disertai dengan adanya edema mukosa derajat ringan-sedang
dan sekret mukopurulen pada cavum nasi dekstra tanpa ditemukan adanya massa
tulang, dan opasifikasi sinus maksilaris secara parsial. Skor Lund-Mackay terhadap
Gambar 1. Hasil CT-scan yang menunjukan massa fungal pada sinus maksilaris
Pasien didiagnosis sebagai fungus ball pada sinus maksilaris dekstra. Pasien
direncanakan untuk dilakukan eksisi massa fungus ball pada sinus maksilaris
dekstra dengan teknik gauze. Tindakan ini dilakukan secara endoskopik diawali
dengan teknik gauze dan kemudian dilakukan irigasi sinus. Apabila diperlukan
pasien akan dilakukan tindakan insisi recessus prelacrimalis dekstra. Prosedur ini
tahun datang ke Unit Rawat Jalan (URJ) THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya
pada tanggal 10 November 2017 konsulan dari URJ Mata dengan dacryolithiasis
6
dan dascryosistitis. Pasien mengeluhkan benjolan di sudut mata sebelah kiri sejak
tanpa rasa nyeri. Pasien juga mengeluhkan mata sebelah kiri sering nerocos serta
keluar cairan dari telinga sebelah kanan dengan konsistensi kental yang berwarna
kuning dan tidak berbau. Keluhan ini terjadi secara hilang timbul sejak 10 tahun
yang lalu.
Pasien menyangkal adanya pilek, hidung tersumbat, nyeri di kedua pipi, nyeri
di sudut mata, nyeri di dalam mata, nyeri di puncak kepala, nyeri di belakang
kelainan pembekuan darah, dan sakit gigi di rahang atas sebelumnya. Pasien
mengaku tidak memiliki kebiasaan merokok dan riwayat sering terkena paparan
rokok.
kesadaran compos mentis, dan tanda vital stabil. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior didapatkan kondisi cavum nasi lapang tanpa disertai sekret maupun massa.
disertai dengan adanya deviasi septum ke arah kanan sehingga meatus media
dekstra lebih sempit daripada meatus media sinistra dan sekret mukopurulen pada
adanya hiperemis dan deviasi lidah. Selain itu, pemeriksaan pada telinga
didapatkan meatus akustikus eksterna lapang, membran timpani sinistra intak, dan
adanya perforasi subtotal tipe sentral pada membran timpani dekstra tanpa adanya
7
sekret. Pemeriksaan leher menunjukan hasil dalam batas normal tanpa pembesaran
cm dengan batas tidak tegas dan tepi irreguler pada cantus medial orbita sinistra
dan mengisi sebagian ductus nasolakrimalis sinistra tanpa adanya destruksi tulang
dekstra dan sinistra, penebalan mukosa sinus maksilaris sinistra yang disertai
dekstra. Hasil CT-scan disimpulkan dengan kesan massa jinak pada cantus medial
Gambar 2. Hasil CT-scan yang menunjukan massa jinak pada cantus medial
orbita kiri, sinusitis maksilaris, mastoiditis dekstra, dan hipertrofi concha nasalis
inferior dekstra et sinistra
dengan dacriolithiasis sinistra, dacriosistitis kronis sinistra, dan otitis media kronik
Surgery (FESS) dekstra dan sinistra. Tindakan FESS dilakukan secara endoskopik,
PEMBAHASAN
Fungus ball pada sinus paranasal, atau sering disebut sebagai sinusitis
yang disebabkan oleh infeksi jamur Aspergillus sp dan Candida sp.1,2 Aspergillus
sp. merupakan jamur yang tergolong dalam genus Ascomycetes. Spesies dari
Insidensi fungus ball pada sinus paranasal meningkat beberapa tahun ini. Hal
ball pada sinus paranasal dapat juga terjadi pada individu yang sehat walaupun
9
prevalensinya sangat kecil.1,3 Fungus ball pada sinus paranasal sering terjadi pada
usia dewasa lanjut dengan rerata usia 55 tahun, dan predominansi pada jenis
kelamin perempuan.4
Pada kasus pertama, pasien berusia 46 tahun dan berjenis kelamin perempuan.
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit asma bronkhial, alergi, dan diabetes
melitus. Pada pemeriksaan fisik, status antropometri dalam batas normal. Pada
pasien ini tidak ditemukan tanda keadaan imunokompremise. Pada kasus kedua,
adanya riwayat penyakit asma bronkial, alergi, dan diabetes melitus. Pada
pemeriksaan fisik, status antropometri dalam batas normal. Pada pasien ini tidak
Proses transmisi fungus ball pada sinus paranasal terjadi secara primer melalui
inhalasi. Selain itu, penularan juga dapat terjadi secara iatrogenik melalui
komunikasi sekunder oro-sinus yang terjadi akibat tindakan dental. Kondisi sinus
ostium sinus paranasal.3,4 Sinusitis mycetoma biasanya terjadi secara unilateral dan
rongga hidung. Selain itu, dinding superior sinus merupakan dasar orbita sehingga
10
dinding inferior sinus merupakan prosesus alveolaris dan palatum, sehingga infeksi
pada mulut dan gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.5
Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga proses
drainase menjadi kurang baik. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid
anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
Pada kasus pertama maupun kedua, pasien menyangkal adanya sakit gigi di
dental dapat disingkirkan. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa penyebab
sinusitis baik pasien pada kasus pertama maupun kedua terjadi secara primer
melalui inhalasi.
Pada kasus pertama, pasien mengalami sinusitis fungal secara unilateral yaitu
pada sinus maksilaris dekstra. Hal ini terjadi sama halnya pada kasus kedua, pasien
mengalami sinusitis fungal secara unilateral yaitu pada sinus maksilaris sinistra.
Dengan demikian, pasien pada kedua kasus mengalami sinusitis fungal secara
causa fungus ball dengan dacriolithiasis sinistra dan dacriosistitis kronis sinistra.
fungal pada sinus maksilaris. Hal ini dapat terjadi akibat dinding superior dari sinus
maksilaris merupakan dasar orbita sehingga kelainan pada sinus maksilaris dapat
dacriosistitis. Massa fungus ball pada sinus maksilaris dapat menghambat aliran
dacriosistitis.
sinusitis kronik, yang ditandai dengan adanya keluhan nyeri kepala, nyeri pada
wajah, obstruksi nasal, post nasal drip, dan batuk.5,6 Selain itu, perlu ditanyakan
mengenai riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya dan pengobatan yang
telah dilakukan. Pasien yang mengalami infeksi fungal pada sinus maksilaris
biasanya memiliki riwayat infeksi sinus yang bersifat rekuren dan tidak respon
Pada kasus pertama, pasien mengeluhkan nyeri kepala pada dahi dan puncak
kepala yang bersifat hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu, post nasal drip dengan
lendir kekuningan, dan batuk. Pada pasien ini dilakukan analisis risiko penyakit
gejala dan penyakit yang berhubungan dengan kondisi sinonasal terhadap status
kesehatan, kualitas hidup, dan mengukur respon terapi yang diberikan.8 Sistem
12
Pada sistem skoring ini dapat diinterpretasikan hasil bahwa skor yang kurang
apabila skor lebih dari 5 menunjukan adanya masalah yang berat akibat refluk
laringofaring. Pada pasien yang mendapatkan skor yang kurang dari 9, maka terapi
yang diberikan adalah modifikasi gaya hidup.9 Sedangkan pada pasien yang
mendapatkan skor yang lebih dari 9, maka diperlukan terapi Proton Pump Inhibitor
(PPI). Pada pasien ini didapatkan skor sebesar 11 sehingga terdapat masalah berat
media. Pada pemeriksaan endoskopi nasal biasanya didapatkan sekret yang bersifat
yang disebut sebagai fungus ball. Infeksi fungus ball termasuk dalam tipe sinusitis
dan meatus media lapang, disertai dengan adanya edema mukosa derajat ringan-
sedang dan sekret mukopurulen pada cavum nasi dekstra. Sedangkan pada kasus
dengan adanya deviasi septum ke arah kanan sehingga meatus media dekstra lebih
sempit daripada meatus media sinistra dan sekret mukopurulen pada cavum nasi
dekstra et sinistra. Pada kedua kasus ini tidak tampak adanya massa fungus ball
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan fungus ball
konsentrasi IgE yang lebih dari 1000 U/ml. Pemeriksaan histopatologi dilakukan
infeksi fungus ball pada sinus maksilaris, didapatkan gambaran kumpulan hifa
(OPT), CTscan, dan MRI. Pemeriksaan OPT dilakukan untuk mengetahui adanya
Sedangkan pada pemeriksaan CTscan, dapat terlihat adanya massa jaringan lunak
pada lumen sinus maksilaris dengan gambaran radioopak yang disebut iron-like
bodies, disertai dengan gambaran busa sabun tanpa adanya erosi mukosa,
paramagnetik.10,11
fungal, penebalan tulang, dan opasifikasi sinus maksilaris secara parsial. Skor
batas tidak tegas dan tepi irreguler pada cantus medial orbita sinistra dan mengisi
14
Selain itu didapatkan gambaran hipertrofi concha nasalis inferior dekstra dan
Pada kedua kasus tersebut ditemukan adanya gambaran kalsifikasi pada sinus
maksilaris tanpa adanya erosi mukosa, opasifikasi, destruksi tulang, dan perluasan
yang bersifat non-invasif. Hal ini mengarahkan bahwa massa tersebut terjadi akibat
sistem saraf pusat, paru, jantung, hepar dan lien. Komplikasi yang terjadi pada
orbita dapat ditandai dengan adanya proptosis, telekantus, pendataran malar, dan
posisi bola mata yang asimetris. Sedangkan komplikasi yang terjadi pada sistem
saraf pusat adalah meningitis dan ensefalitis. Selain itu, dapat terjadi
sinistra.
Terapi yang dilakukan pada fungus ball pada sinus paranasal adalah tindakan
dengan eksisi massa fungus ball yang bertujuan untuk memperbaiki ventilasi dan
terapi utama dan memberikan hasil yang baik. Namun pada kasus dimana massa
fungus ball mencapai resessus anterior maupun inferior dari sinus maksilaris,
waktu yang lama dengan tindakan yang lebih sulit dan risiko komplikasi yang lebih
tinggi.13
kain kassa untuk mengeluarkan fungus ball dari sinus maksilaris tanpa tindakan
destruktif yang bersifat destruktif. Prosedur ini dianggap sebagai prosedur yang
aman dengan tingkat risiko komplikasi yang lebih rendah apabila dibandingkan
Pada kasus pertama, pasien direncanakan untuk dilakukan eksisi massa fungus
ball pada sinus maksilaris dekstra dengan teknik gauze. Tindakan ini dilakukan
pengeluaran massa fungus ball dengan teknik gauze dan kemudian dilakukan
Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) dekstra dan sinistra. Tindakan FESS
teknik endoskopi klasik. Setelah itu dilakukan luksasi medial pada konkha medial
disebut dengan area fontanela yaitu bagian tipis dari kompleks osteomeatal.
anterior dan posterior. Dengan demikian, massa fungus ball akan terlihat jelas
suction.13
Gambar 3a. Antrostomi lebar; 3b. Teknik gauze; 3c. Evakuasi fungus ball 13
Pada teknik dengan penggunaan kain kassa, diperlukan kain kassa berukuran
5x5 cm yang dipisahkan menjadi 2 bagian dengan salah satu bagian dibasahi
17
dengan cairan saline standar. Selanjutnya kain kasa dimasukan ke dalam sinus
suction dan pinser lengkung yang kemudian disebut sebagai tindakan J-curette
pada sinus maksilaris. Dengan demikian, residu dari fungus ball akan dengan
mudah dikeluarkan melalui meatus medial. Teknik ini dapat diulang beberapa
kali.13
diencerkan diikuti dengan cairan saline dan diakhiri dengan cairan peroksida.
menggunakan preparat parasetamol selama 10 hari, dan irigasi nasal dengan cairan
DAFTAR PUSTAKA
1. Grosjean P, Weber R. Fungus balls of the paranasal sinuses: a review. Europe
Arch Otorhinolaryngology. 2017; 264(5): 461–470.
2. Ramadan H. Non-invasife fungal mycetoma sinusitis. Available at:
http//www.emedicine.com/sinusitis,fungal.html.[cited 7 Maret 2018].
3. Carothers D. Fungal sinusitis. Available at : http//www.american-
rhinologic.org/fungalsinusitis.html. [cited 7 Maret 2018].
4. Ferguson B. Fungus balls of the paranasal sinuses. Otolaryngology Clinical
North. 2015; 33: 389–398.
5. Bailey J. Head and Neck Surgery : Otolaryngology Review Edisi 5. Lippincott
Wiliams & Wilkins. Philadelphia. 2014.
18