Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

NY. C DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST OP TREPANASI CVA_IVH


DIRUANG ICU/IPI (SERUNI) RSUD MARDI WALUYO BLITAR

Disusun Oleh :
YUDA WASTU WICAKSONO (201186)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


ITSK RS DR SOEPRAOEN KESDAM V/BRAWIJAYA MALANG
TAHUN AJARAN 2022-2023
LEMBAR PENGESASAHAN

NAMA : YUDA WASTU WICAKSONO


NIM : 20116
JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
NY. C DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST OP TREPANASI CVA_IVH
DIRUANG ICU/IPI (SERUNI) RSUD MARDI WALUYO BLITAR

MENGETAHUI

PEMBIMBING LAHAN PEMBIMBING INSTITUSI

MAHASISWA
KONSEP CVA

A. Pengertian

Stroke (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke
bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap
gangguan neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem
suplai arteri otak sehingga terjadi gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan terjadinya kematian
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Fransisca, 2008; Price &
Wilson, 2006). Sedangkan pengertian stroke menurut Lyndon (2009) yaitu penyakit pembuluh darah yang
menyebabkan gangguan neurologi.

Stroke merupakan suatu keadaan dimana aliran darah menuju otak terhambat sehingga nutrisi dan
oksigen untuk otak menurun yang menyebabkan kematian sel dan kerusakan syaraf.

B. Insidensi

Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi penyebab kesakitan dan kematian nomor 2 di
Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Seperti yang dilaporkan oleh National Center for Health Statistic
pada tahun 2002, 163.538 orang meninggal akibat stroke, dan setiap 3 menit satu orang meninggal akibat
stroke. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan.

C. Klasifikasi
1. Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih
dan terjadi pada malam hingga pagi hari.
a. Trombosis pada pembuluh darah otak
b. Emboli pada pembuluh darah otak
2. Stroke hemoragik (perdarahan). Serangan sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul
setelah beraktivitas fisik atau karena psikologis (mental).
a. Perdarahan intraserebral (parenchymatous hemoragic)
Gejala:
 Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi
 Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas fisik atau karena psikologis (mental)
 Mual dan muntah pada permulaan serangan
 Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan
 Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65% terjadi kurang dari ½ jam-2 jam;
<2% terjadi setelah 2 jam- 19 hari).

b. Perdarahan subarachnoid (subarachnoid hemoragic)


 Nyeri kepala hebat dan mendadak
 Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi
 Ada gejala atau tanda meningeal
 Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarachnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri
komunikan anterior atau arteri karotis interna.

D. Etiologi
1. Trombosis Serebri
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
iskemia serebri. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk dalam 48 jam setelah terjadi
trombosis. Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak:
a. Aterosklerosis
b. Hiperkoagulasi pada polisitemia
c. Arteritis (radang pada arteri)
2. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
3. Hemoragi
Perdarahan ini bisa terjadi akibat aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan
otak yang paling umum terjadi:
a. Aneurisma berry, biasanya defek konginetal
b. Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis
c. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
d. Malformasi ateriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri sehingga darah
arteri langsung masuk vena.
e. Rupture arteriol serebri akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh
darah
4. Hipoksia umum
a. Hipertensi yang parah
b. Henti jantung paru
c. Curah jantung turun akibat aritmia
5. Hipoksia lokal
a. Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
b. Vasokonstriksi arteri otak disertai sakit kepala migraine.

E. Faktor Resiko
- Usia
- Jenis Kelamin
- Keturunan
- Hipertensi
- Penyakit kardiovaskular
- Kolesterol tinggi
- Obesitas
- Peningkatan hematokrit
- Diabetes
- Merokok
- Konsumsi alkohol

F. Tanda dan Gejala

Gejala klinis tergantung dari bagian otak yang terkena, yang ditandai dengan gejala sebagai
berikut :

- CVA Bleeding gejala klinis antara lain :

1. Tidak ada TIA (Transient Ischemic Attak)


2. Gejala awal biasanya pada waktu melakukan kegiatan.
3. Sakit kepala kadang – kadang hebat
4. Perubahan yang cepat dari defisit neurologis termasuk penurunan tingkat kesadaran sampai koma,
biasanya terdapat hipertensi baik sedang maupun berat.
5. CT-Scan tampak jelas adanya perdarahan
6. Lequor cerebri spinalis berdarah.

- CVA Infark gejala klinis antara lain :

1. Permulaan akut atau sub akut


2. Saat kejadian tergantung dari asal emboli
3. Kesadaran baik atau sedikit menurun
4. Nyeri kepala bisa adanya oedema
5. CT-Scan tampak adanya oedema
6. Pungsi lumbal tekanan, warna, jernih, jumlah sel eritrosit sedang.

Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala :

 Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons terhadap stimulus.


 Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas : kelemahan sampai paralysis.
 Perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi. Unilateral tanda dari perdarahan cerebral.
 Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas irreguler, peningkatan suhu tubuh.
 Keluhan kepala pusing.
 Muntah projectile ( tanpa adanya rangsangan ).
 Penurunan penglihatan.
 Deficit kognitif dan bahasa ( komunikasi ).
 Pelo / disartria.
 Kerusakan Nervus Kranialis.
 Inkontinensia alvi dan uri.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi Serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau
adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya
hemoragik pada pada subarachnoid atau perdarahan pada intracranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang massif, sedangkan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom)
sewaktu hari pertama.
3. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark
atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.

4. MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar / luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.

5. USG dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah system karotis)
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan Lab
a. Darah rutin
b. Gula darah
c. Urine rutin
d. Cairan serebrospinal
e. Analisa Gas Darah (AGD)
f. Biokimia Darah
g. Elektrolit

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
 Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan penghisapan lendir, oksigenasi,
kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan.
 Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki hipertensi
dan hipotensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih, serta sedapat mungkin jangan memakai kateter
d. Menempatkan klien pada posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin. Posisi klien harus
diubah setiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
2. Pengobatan Konservatif

TERAPI MEDIKA MENTOSA :

1. Sedatif – tranquilizer :fenobarbital (luminal) dan diazepam (valium). Digunakan


untuk menghindari kegelisahan dan tensi yang meningkat
2. Antiemetik :dimenhidrat
3. Analgetika : kodein fosfat, meperidin HCL, morfin, dan fentanil
4. Antikonvulsan :fenitoin (dilantin), karbamazepin, fenobarbital
dengan dosis 30 mg peroral 3 kali perhari
5. Pencahar :diotil Na, sulfosuksinat, psilium hidrofilik musiloid
sedium 100 mg peroral perhari
6. Antasida :magnesium aluminium hidroksida, simetidin, ranitidin
7. Diuretik/ antiedema :furosemid (lasix), manitol
8. Steroid :deksametason (oradexon, kalmethasone)
9. Antifibrinolitik :epsilon-amino-kaproat (amicar), asam traneksamik.
Pemberian anti fibrolitik dianggap bermanfaat untuk memecah
perdarahan ulang akibat lisis atau bekuan darah ditempat yang
mengalami perdarahan
10. Antidiuretik :vasopresin (pitresin)
11. Obat hipotensif intrakranial :tiopental (pentotal)

3. Pengobatan Pembedahan
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu dengan membuka arteri karotis di
leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh
pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneurisma.

I. Komplikasi
Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat
dikelompokkan berdasarkan:
1. Dalam hal immobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas, dan terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak: epilepsy dan sakit kepala
4. Hidrosefalus

J. Diagnosa yang Mungkin Muncul

1. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan
jaringan otak, dan edema serebri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK.

Kriteria hasil:

- Tidak gelisah
- Keluhan nyeri kepala tidak ada
- Mual dan muntah tidak ada
- GCS 456
- Tidak ada papiledema
- TTV dalam batas normal

Intervensi Rasional
Kaji keadaan klien, penyebab koma/ penurnan Memperioritaskan intervensi, status
perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab neurologis/ tanda-tanda kegagalan untuk
peningkatan TIK menentukan kegawatan atau tindakan
pembedahan.
Memonitor TTV tiap 4 jam. Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri
terpelihara dengan baik. Peningkatan TD,
bradikardi, disritmia, dispnea merupakan tanda
peningkatan TIK. Peningkatan kebutuhan
metabolisme dan O2 akan meningkatkan TIK.
Evaluasi pupil. Reaksi pupil dan pergerakan kembali bola
mata merupakan tanda dari gangguan saraf
jika batang otak terkoyak. Keseimbangansaraf
antara simpatis dan parasimpatis merupakan
respons refleks saraf kranial.
Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku Tingkah laku non verbal merupakan indikasi
pada pgi hari. peningkatan TIK atau memberikan refleks
nyeri dimana klien tidak mampu
mengungkapkan keluha secara verbal.
Palpasi pembesaran bladder dan monitor Dapat meningkatkan respon otomatis yang
adanya konstipasi. potensial menaikkan TIK.
Obaservasi kesadaran dengan GCS Perubahan kesadaran menunjukkan
peningkatan TIK dan berguna untuk
menentukan lokasi dan perkembangan
penyakit.
Kolaborasi:
O2 sesuai indikasi Mengurangi hipoksemia.
Diuretik osmosis Mengurangi edema.
Steroid (deksametason) Menurunkan inflamasi dan edema.
Analgesik Mengurangi nyeri
Antihipertensi Mengurangi kerusakan jaringan.

2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri, oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat tercapai
secara optimal.

Kriteria hasil:

- Tidak gelisah
- Keluhan nyeri kepala , mual, kejang tidak ada
- GCS 456
- Pupil isokor
- Refleks cahaya +
- TTV dalam rentang normal (TD: 110-120/80-90 mmHg; nadi: 60-100 x/menit; suhu: 36,5-37,5 0C;
RR: 16-20 x/menit)

Intervensi Rasional
Tirah baring tanpa bantal. Menurunkan resiko terjadinya herniasi otak.
Monitor asupan dan keluaran. Mencegah terjadinya dehidrasi.
Batasi pengunjung. Rangsangan aktivitas dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
Kolaborasi:
Cairan perinfus dengan ketat. Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler
dan TIK, restriksi cairan dan cairan dapat
menurunkan edema.
Monitor AGD bila perlu O2 tambahan. Adanya asidosis disertai pelepasan O2 pada
tingkat sel dapat menyebabkan iskemia
serebri.
Steroid Menurunkan permeabilitas kapiler
Aminofel. Menurunkan edema serebri
Antibiotik Menurunkan konsumsi sel/ metabolik dan
kejang.

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan
mobilitas fisik, dan penurunan tingkat kesadaran.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam klien mampu meningkatkan dan mempertahankan
jalan nafas tetap bersih dan mencegah aspirasi.

Kriteria hasil:

- Bunyi nafas bersih


- Tidak ada penumpukan sekrest di saluran nafas
- Dapat melakukan batuk efektif
- RR 16-20 x/menit

Intervensi Rasional
Kaji keadaan jalan nafas Obstuksi dapat terjadi karena akumulasi sekret ata sisa
cairan mukus, perdarahan.
Evaluasi pergerakan dada dan Pergerakan dada simetris dengan suara nafas dari paru-
auskultasi kedua lapang paru. paru mengindikasikan tidak ada sumbatan.
Ubah posisi setap 2 jam Mengurangi risiko atelektasis.
dengan teratur.
Kolaborasikan: Mengatur venstilasi dan melepaskan sekret karena
Aminofisil, alupen, dan relaksasi otot.
bronkosol.
KONSEP IVH

A. Definisi

Pengertian IVH secara singkat dapat diartikan sebagai perdarahan intraserebral non traumatik yang
terbatas pada sistem ventrikel atau yang timbul di dalam atau pada sisi dari ventrikel. (Donna, dkk, 2011).
Dari pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kejadian IVH yang menimbulkan serangan stroke
merupakan salah satu dari jenis stroke (CVA) hemoragik yang berasal dari intra cranial atau sumber
permasalahannya adalah peredaran vaskuler otak.

Kejadian IVH memang sangat jarang. Hal ini menjadi alasan atas pemahaman yang buruk terhadap
gejala klinis, etiologi, dan prognosis jangka pendek maupun panjang pada pasien IVH. Sepertiga pasien
IVH tidak bertahan pada perawatan di rumah sakit (39%). Angka kejadian IVH di antara seluruh pasien
dengan perdarahan intrakranial adalah 3,1% dengan prognosis yang dilaporkan lebih baik dari prognosis
pasien perdarahan intraventrikel sekunder. IVH menginduksi morbiditas, termasuk perkembangan
hidrosefalus dan menurunnya kesadaran. Dilaporkan terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan
IVH, namun hipertensi merupakan faktor yang paling sering ditemukan. (Donna, dkk, 2011). Holly (2010)
menyebutkan bahwa kejadian CVA IVH sering kali bersamaan dengan munculnya CVA hemoragik lain,
yang tersering adalah ICH (intra cranial Hematoma), sehingga kejadian CVA ICH ini juga menimbulkan
kesan gejala yang sama dengan CVA yang terjadi setelah atau bersamaan.

Sanders telah menunjukkan bahwa perdarahan intraventrikuler dapat terjadi dalam setiap rentang
usia, namun dengan puncak antara usia 40-60 tahun, dengan rasio angka kejadian pada pria:wanita=1,4:1.
Gambaran klinik pada kasus IVH yang ringan bervariasi dan mungkin berkaitan dengan banyaknya
perdarahan. (Donna, dkk, 2011).
B. Anatomi dan Fisiologi
Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak menerima 15% dari curah
jantung memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi setiap
harinya. Otak bertanggung jawab terhadap bermacam-macam sensasi atau rangsangan terhadap
kemampuan manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk
melaksanakan berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau memori, perasaan emosional,
intelegensi, berkomuniasi, sifat atau kepribadian, dan pertimbangan. Berdasarkan gambar dibawah,
otak dibagi menjadi lima bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah
(mesensefalon), otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli) (Russell J. Greene and
Norman D.Harris, 2008 ).

Gambar 2.1 Anatomi Otak


1. Otak Besar (Serebrum) Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar
mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan dengan kepandaian
(intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar terdiri atas Lobus
Oksipitalis sebagai pusat pendengaran, dan Lobus 6 frontalis yang berfungsi sebagai pusat
kepribadian dan pusat komunikasi.
2. Otak Kecil (Serebelum) Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot,
keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan
sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga berfungsi mengkoordinasikan
gerakan yang halus dan cepat.
3. Otak Tengah (Mesensefalon) Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah
berfungsi penting pada refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.
4. Otak Depan (Diensefalon) Terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima
semua rangsang dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam pengaturan suhu,
pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan sikap agresif.
5. Jembatan Varol (Pons Varoli) Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian
kiri dan kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

C. Etiologi

Etiologi IVH (primary intraventrikel hemoragik) bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui.
Tetapi menurut penelitian didapatkan :

1. Hipertensi dan atau dengan adanya aneurisma. IVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada
arteri parenkim yangsangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem ventrikuler. Penyebab
pasti terjadinya pecah pembuluh darah (perdarahan) pada ruangan ventrikel pada otak belum
diketahui, namun keadaan Hipertensi sering kali disebut sebagai penyebab yang paling mungkin,
walaupun abnormalitas arteri-vena (aneurisma vaskuler) otak dapat juga menyumbang kejadian
perdarahan ini. (Donna, dkk, 2011).
2. Kebiasaan merokok. Kandungan (zat) yang terkandung dalam rokok, terutama nikotin dapat
menyebabkan penurunan elastisitas dinding vaskuler.
3. Alkoholisme. Konsumsi alkohol dengan jumlah banyak maupun sedikit namun dalam jangka waktu
yang lama akan berefek pada sistem kardiovasluler, gangguan yang mungkin muncul pada sistem
jantung diantaranya adalah berhubungan dengan fungsi fisiologis jantung, yang tersering diantaranya
adalah fungsi sebagai “pompa” darah, sedangkan pada sistem vaskuler, konsumsi alkohol dapat
mengganggu lipid profile yang kedepannya akan mengakibatkan gangguan pada lemak di vaskuler
yang nantinya dapat menyebabkan penyempitan vaskuler.
4. Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali pembuluh darah serebral, malformasi
pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan aneurismaserebri merupakan penyebab tersering
IVH pada usia muda. Pada orang dewasa, IVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat hipertensi primer
dari struktur periventrikel.
 
D. Patofisiologi

abnormalitas formasi vaskuler otak


Hipertensi

Tek. Vaskuler melebihi tek. Menyebabkan vaskuler mudah ruptur


Maksimal vaskuler otak karena formasi vaskuler sendiri

Perdarahan yang terjadi menyebabkan


penekanan pada area otak (desak ruang)

Penekanan Penekanan pada area


pada area Peningkatan TIK tertentu pada otak
sensitif nyeri dapat menybabkan
Apabila dibiarkan akan terjadi gangguan fisiologis otak
edema otak seperti :gangguan
Nyeri kepala bicara (area broca),
gangguan gerak, dll
Gangguan kesadaran (penurunan)

E. Gejala

Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH, berupa :

1. Sakit kepala mendadak 


2. Kaku kuduk 
3. Muntah
4. Letargi.
5. Penurunan Kesadaran.
6. Gangguan atau penurunan fisiologis pada bagian tubuh tertentu misal pada anggota gerak.
 
F. Faktor Resiko
1. Usia tua
2. Kebiasaan merokok 
3. Alkoholisme
4. Volume darah intracerebral hemoragik 
5. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg.
6. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
7. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi intraventrikular hemoragik,
lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-50%), lobus(30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%),
caudatus (7%) dan serebelum (5%). Adanya perdarahan intraventrikular meningkatkan resiko
kematian yang berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH.
 
G. Diagnosis
Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan meskipun gejala klinis
menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan kepaladiperlukan untuk konfirmasi. Diantara
pemeriksaan diagnosis yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan).
CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra serebral/ICH) dalam
beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.
Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami
peningkatan volume perdarahan.
b. Magnetic resonance imaging (MRI).
MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan.
Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi hemoglobinoksihemoglobin-deoksihemogtobin-
methemoglobin-ferritin dan hemosiderin.
c. USG Doppler (Ultrasonografi dopple)
Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis (aliran darah atau timbulnya
plak) dan arteiosklerosis. Pada hasil USG terutama pada area karotis didapatkan profil penyempitan
vaskuler akibat thrombus.
d. Sinar tengkorak.
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang
meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding aneurisma
pada perdarahan subarachnoid.

H. Komplikasi
1. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinandisebabkan karena
obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus dapat
berkembang pada 50% pasien dan berhubungandengan keluaran yang buruk.
2. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi.
3. Vasospasme. Hubungan antara intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian
dari vasospasmeserebri, yaitu:
- Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan vasospasmeintrakranial.
- Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasicairan
serebrospinal.
 
I. Penatalaksanaan
1. CT Scan kepala sangat sensitif dalam mengidentifikasi perdarahan akut dan dipertimbangkan sebagai
gold standard.
2. Terapi konvensional IVH berpusat pada tatalaksana hipertensi dan peningkatan tekanan intrakranial
bersamaan dengan koreksi koagulopati dan mencegah komplikasi seperti perdarahan ulang dan
hidrosefalus.
Tatalaksana peningkatan TIK adalah dengan :
- Resusitasi cairan intravena
- Elevasi kepala pada posisi 300
- Mengoreksi demam dengan antipiretik.
- Usaha awal untuk fokus menangani peningkatan tekanan intrakranial (TIK) sangatberalasan, karena
peningkatan tekanan intrakranial yang berat berhubungandengan herniasi dan iskemi.Rasio mortalitas
yang lebih rendah konsisten ditemukan pada kebijakan terapidengan:Penggunaan keteter
intraventrikuler untuk mempertahankan TIK dalam batas normaldanUsaha untuk menghilangkan
bekuan darah dengan menyuntikkan trombolitik dosisrendah.

 Rekomendasi AHA Guideline 2009:

1. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial, ataudengan IVH yang
nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk monitor dan tatalaksana TIK. Cerebral perfusion
pressure (CPP) 50-70 mmHg beralasan untuk dipertahankan tergantung dari autoregulasi serebri.
(IIb; C). (rekomendasi baru).
2. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasiendengan penurunan
tingkat kesadaran.
3. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah saraf dengan rencana
tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP) Shuntmerupakan tehnik operasi yang paling
popular untuk tatalaksana hidrosefalus,yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga
peritoneum.Menurut Butler et gambaran klinis pada IVH dapat berbeda tergantung dari jumlah
perdarahan dan daerah kerusakan otak di sekitarnya.Pada CT Scan kepala pasien tampak bahwa
darah sebagian besar mengisi ventrikelsebelah kiri, hal ini yang menjelaskan terdapatnya hemiparesis
dekstra pada pasien ini. Kerusakan pada reticular activating system (RAS) dan talamus selama fase
akutdari perluasan perdarahan dapat menyebabkan menurunnya derajat kesadaran.
 
J. Prognosis

Pada IVH yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral disertai peningkatantekanan darah dan akan
bertambah buruk jika diikuti hydrocephalus. Ini dapatmengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan
berpotensi mengakibatkan herniasiotak yang fatal.Sebuah studi menemukan bahwa pasien ICH dengan
volume darah lebih dari 60 cm3, memiliki graeb score ≥ 6 yang menandakan adanya hydrocephalus akut,
jika graeb skor ≤5 biasanya GCS (Glasgow coma scale) >12.Darah di system ventricular berkontribusi terhadap
kematian. Merusak RAS (reticularactivating system) dan thalamus ketika hemoragik fase akut
mengakibatkan penurunankesadaran. Koma dapat timbul dan menetap lebih lama dengan volume darah
yang besardi ventrikel. Bekuan Darah ventrikel menghambat aliran cairan serebrospinal dan
dapatmengakibatkan hydrocephalus obstruktif akut.
DAFTAR PUSTAKA

Arboix, Adria, dkk. 2012. Spontaneous Primary Intraventricular Hemorrhage: Clinical Features and Early
Outcome. Medical Journal of Neurology International Scholarly Research Network. 2012 (07) 22 : 1-
7.

Boderick, Joseph, Connoly, Sander. 2007. Penuntun Manajemen Perdarahan Intraserebral Spontan Usia
Dewasa. AHA Journal. 2007 (04) 5 :1-36.

Deputy, Stephen. 2009. Neurological Emergencies. http://facesofneurosurgery.blogspot.com/2011/10/


acute-management-of-adult.html, diakses 01 September 2013.

Hinson, Holly E, dkk. 2010. Management of Intraventricular Hemorrhage. NIH (national Institute of
Health) Journal of Nourology. 2010 (03) 2 :1-16.

Kumar, raj, dkk. 2007. Delayed intraventricular hemorrhage with hydrocephalus following evacuation of
post traumatic acute subdural hematoma. Indian Journal of Neurotrauma (IJNT). Vol. 4, No. 2. 2007
(06) 5 :119-122.

Octaviani, Donna, dkk. 2011. Perdarahan Intra Ventrikuler Primer. Jurnal Indonesian Medical
Association. Volume: 61. 2011. (05) 5: 210-217.

Anda mungkin juga menyukai