Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK DAN NON


HEMORAGIK

disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Kegawat Daruratan

Dosen Pengajar:

Sulastyawati S. Kep, Ners, M.Kep

Oleh:

Sarjana Terapan Keperawatan 2B

Devi Erlina Mandasari (P17221173041)

JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
2017/2018
KONSEP DASAR STROKE HEMORAGIK
1. DEFINISI
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya
aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani,
2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah
yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M.
Adib, 2009).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular
(Muttaqin, 2008).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara
semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
2. ETIOLOGI
Penyebab stroke hemoragik biasanya diakibatkan dari:
Hemoragi serebral ( pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan kedalam jaringan otak
atau seluruh ruang sekitar otak ). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak . Hemoragi
serebral dapat terjadi di berbagai tempat yaitu :
a. Hemoragi subakhranoid
b. Hemoragi intraserebral

Faktor resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit jantung iskemik :
a. Usia
b. Jenis kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada wanita post monophous sama
resiko dengan pria
c. Hipertensi
d. DM
e. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung
f. Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain hiperfibrinogenia
g. Keturunan
h. Hipovolemia dan syook ( Aru W, Sedoyo dkk, 2006)

3. PATOFISIOLOGI
a. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke
dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan sub arachnoid
b. Perdarahan Sub Arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang
subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan
didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi
kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui
proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

4. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis dari stroke perdarahan ditinjau berdasarkan jenisnya sebagai berikut. (1)
a) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di
hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.

Gejala klinisnya sebagai berikut.

1) Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului
oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.
2) Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai
kejang fokal / umum.
3) Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi
4) Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.
b) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid
yang timbul secara primer.

Gejala klinisnya adalah sebagai berikut.

1) Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam 1
– 2 detik sampai 1 menit.
2) Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
3) Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai
beberapa jam. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen, Perdarahan retina berupa perdarahan
subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid, Gangguan fungsi otonom
berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan
meningkat, atau gangguan pernafasan.

5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
a. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar daerah itu
mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk
menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah
yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan
darah.
b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,
pemberian dexamethason.
c. Pengobatan
1. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut.
2. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik/emobolik.
3. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Terapi farmakologi:
1) Vitamin K
- Mekanisme kerja
Mekanisme kerja dengan meningkatkan biosintesis beberapa factor pembekuan daraj yaitu
protombin, factor VII, IX, X di hepar. Aktivasi X menjadi Xa oleh factor VIIa, TF dan Ca2+ dari
jalur ekstrinsic dan factor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur intrinsic. Kemudian factor Xa dibantu
oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin menjadi thrombin. Trombin kemudian
mengaktivasi factor XIII dan XIIIa yang akan mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
2) Faktor-faktor pembekuan darah mekanisme kerja:
§ aktivasi tromboplastin
§ pembentukan thrombin dari protombin
§ pembentukan fibrin dari fibrinogen
· Vitamin K ada 2 jenis : Menadiol Sodium Fosfat yang bersifat larut dalam air dan Fitomenadion
(vitamin K1) yang larut dalam lemak.
1) Menadiol Sodium Fosfat
Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit hati)
· Kontraindikasi: neonatus, bayi, hamil tua
· Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-10 mg per hari, dewasa 10-40 mg per hari.
· Sediaan: tablet 10 mg
· Interaksi: vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion
3) Vitamin K1
· Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit hati)
· Kontraindikasi: neonates, bayi, hamil tua
· Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-20 mg per hari, dewasa 10-40 mg per hari.
· Sediaan: tablet 10 mg
· Interaksi : vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion.
4) Protamin
· Dosis: Injeksi intravena (kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit), 1 mg menetralkan 80-100 unit
heparin bila diberikan dalam waktu lebih panjang, diperlukan protamin lebih sedikit karena
heparin diekskresi dengan cepat; maksimal 50 mg.
· Indikasi: Digunakan untuk mengatasi over dosis heparin, namun jika digunakan berlebihan
memiliki efek antikoagulan. Jika perdarahan yang terjadi saat pemberian heparin hanya ringan,
protamin sulfat tidak perlu diberikan karena penghentian heparin biasanya akan menghentikan
perdarahan dalam beberapa jam.
· Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap protamin
· Efek samping: Mual, muntah, muka merah, hipontensi, bradikardi, dispnea, reaksi hipersensitif
(termasuk angiodema, anafilaksis) pernah dilaporkan.
· Mekanisme kerja: Protamin sulfat merupakan basa kuat, bekerja sebagai antagonis heparin pada
in vitro dan in vivo dengan cara membentuk kompleks bersama heparin yang bersifat asam kuat
menjadi bentuk garam stabil. Kompleks heparin dan protamin tidak mempunyai efek antikoagulan.
· Bentuk sediaan: Injeksi intravena
5) Asam traneksamat
· Indikasi: Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat pemutusan benang
fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan pendarahan yang
disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas.
· Mekanisme kerja: asam traneksamat kompetitif menghambat aktivasi plasminogen sehingga
mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim yang mendegradasi
gumpalan fibrinogen dan protein plasma lainnya termasuk faktor prokoagulan V dan VIII. Oleh
karena itu, dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan.
· Dosis: Oral 1-1.5 gr (15-25 mg/kg) 2-4 kali sehari. Dosis injeksi inravena perlahan: 0.5-1 gr (10
mg/kg) 3 kali sehari. Dosis infuse kontinyu 25-50 mg per kg setiap hari.
· Efek samping: sakit dada, vasospasme, syok hemoragik, demam, sakit kepala, kedinginan,
urtikaria, alopesia, disestesis pedis, purpura, eczema, nekrosis kutan, plak eritematosis,
hiperkelemia, hiperlipidemia, mual, muntah, konstipasi, hemorage, ditemukan darah pada urin,
epiktasis, hemoragik adrenalin, hemoragik retriperitonial, trombositopenia, peningkatan enzim
SGOT,SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan karena injeksi subkutan, neropati perifer,
osteoporosis, konjungtivitis, hemoptisis, hemoragik pulmonary, asma arthritis, rhinitis,
bronkospasme, reaksi alergi kemudian reaksi anafilaktik.
· Interaksi dengan obat lain: obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis tidak diberikan
bersamaan dengan obat anti fibrinolitik. Pembentukan thrombus akan meningkat dengan adanya
O estrogen atau mekanisme antifibrinolitik diantagonis oleh senyawa trombolitik.
· Mekanisme kerja: asam traneksamat bekerja dengan sama memblok ikatan plasminogen dan
plasmin terhadap fibrin; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada tingkat tertentu.
· Bentuk: sediaan kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 ml.
6) Calsium Chanel Blocker: Nimodipin
· Indikasi: merupakan Ca chanel bloker dengan aktivitas serebrovaskuler preferensial. Hal ini
ditandai dengan efek dilatasi dan menurunkan tekanan darah pada serebrovaskuler.
· Mekanisme kerja: nimodipin ternasuk dalam kelas agen farmakologis dikenal sebagai kalsium
chanel blocker. Nimodipin diindikasikan untuk peningkatan hasil neurologis dengan mengurangi
insiden dan keparahan deficit iskemik pada pasien dengan perdarhan subarachnoid dari pecahnya
aneurisme. Proses kontraktil sel-sel otot polos tergantung pada ion kalsium sel selama depolarisasi
sebagai penghambat arus transmembran. Nimodipin menghambat transfer ion kalsiun ke dalam
sel dan demikian menghambat kontraksi otot polos vaskuler.
· Dosis: PO / nasogastrik 60 mg/4 jam selam 21 hari berturut-turut. Memulai terapi dalam waktu 96
jam perdarahan subarachnoid.
7) Terapi suportif: infuse manitol
· Indikasi: menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral.
· Mekanisme kerja: kenaikan tekanan intrakranial dan adanya edema serebral pada hemoragik dapat
terjadi karena dari efek gumpalan hematoma. Manitol bekerja untuk meningkatkan osmolaritas
plasma darah, mengakibatkan peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan cairan
serebrospinal, ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya edema otak, peningkatan tekanan
intrakranial serta volume dan cairan serebrospinal dapat dikurangi.
· Dosis, lama dan cara pemberian: tekanan intracranial;edema serebral;1.5-2 gr/kg dosis IV dalam
15,20, atau 25% larutan selam 30-60 menit pertahankan osmolarotas serum 310 sampai >320
mOsm/kg.
5. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak. Penderita yang
menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan
penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga
saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau
adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya
hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak.
Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

A. KONSEP DASAR ASSUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
2. Pengkajian Primer
a. Airway.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek
batuk.

b. Breathing.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau
tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.

c. Circulation.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut.

3. Pengkajian Sekunder

a. Aktivitasdan istirahat.

Data Subyektif:

1) kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.

2) Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).


Data obyektif:
1) Perubahan tingkat kesadaran.

2) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum.

3) Gangguan penglihatan.

b. Sirkulasi
Data Subyektif:

1) Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis
bacterial), polisitemia.

Data obyektif:
1) Hipertensi arterial

2) Disritmia, perubahan EKG

3) Pulsasi : kemungkinan bervariasi

4) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.

c. Integritasego
Data Subyektif:

1) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.

Data obyektif:
1) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.

2) Kesulitan berekspresi diri.

d. Eliminasi
Data Subyektif:

1) Inkontinensia, anuria

2) Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)

e. Makan/minum
Data Subyektif:

1) Nafsu makan hilang.

2) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.


3) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.

4) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.

Data obyektif:
1) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)

2) Obesitas (faktor resiko).

f. SensoriNeural
Data Subyektif:

1) Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA).

2) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.

3) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati.

4) Penglihatan berkurang.

5) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi
yang sama).

6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.


Data obyektif:
1) Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti:
letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.

2) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan
tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).

3) Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).

4) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata
kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.

5) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil.

6) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.

7) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
g. Nyeri/kenyamanan
Data Subyektif:

1) Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.

Data obyektif:
1) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.

h. Respirasi
Data Subyektif:

1) Perokok (factor resiko).

i. Keamanan
Data obyektif:

1) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.

2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap
bagian tubuh yang sakit.

3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.

4) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.

5) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.

j. Interaksisocial
Data obyektif:

1) Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

(Doenges E, Marilynn,2000).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral oklusi
otak, vasospasme, dan edema otak ( Brunner dan Suddarth, 2009)
b. kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
c. kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan
kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
f. Resiko gangguan intregitas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama
g. Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan
otot dalam mengunyah dan menelan.
h. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan
batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak. ( Brunner dan Suddarth, 2009)
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara maksimal
Kriteria hasil:
- Tingkat kesadaran komposmentis
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan Intrakranial
- Tanda vital stabil dalam batas normal (BP: 90/60-140/90 mmHg, HR 60-100x/m)
- Tidak ada tanda deficit neurologis dan perburukan
Intervensi :
1) Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral dan tanda peningkatan TIK
Rasional: mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan/kemunduran tanda/gejala
neurologi atau kegagalan memperbaiki setelah fase awalmemerlukan tindakan pembedahan atau
pasien dipindahkan ke ruang ICU.
2) Tinggikan posisi kepala tempat tidur 30 derajat
Rasional: menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase serta meningkatkan sirkulasi/
perfusi serebral. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
3) Monitor status neurologis (tingkat kesadaran, reflek patologis dan fisiologis, pupil) secara berkala
dan bandingkan dengan nilai normal.
Rasional: mengetahui kecenderungan penurunan kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui luas serta lokasi dan kerusakan SSP. (Carpenito,2005)
4) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Adanya penyumbatan pada arteri subklavikula dapat
dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Frekuensi dan irama
jantung. Kemungkinan adanya bradikardi sebagai akibat adanya kerusakan otak. Ketidakteraturan
pernapasan memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral.
5) Pertahankan suhu tubuh tetap normal
Rasional: peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan metabolisme
tubuh sehingga kebutuhan oksigen tubuh meningkat. Hal ini dapat
memperburuk gangguan serebral.
6) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, penurunan lapang pandang bila
pasien telah sadar.
Rasional: Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah
otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat
perhatian Dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan. Pengkajian persepsi ini penting
dilakukan, karena stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual dan kehilangan sensori.
Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) sisi yang terkena sama dengan
sisi yang mengalami paralysis.

7) Kolaborasi
a) Berikan oksigen
Rasional: Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
menurunkan hipoksia, dapat menyebabkan vasodilatasi serebral
sehingga kebutuhan serebral akan oksigen terpenuhi
b) Obat Stimulator otak/neuroprotektor
Rasional : meningkatkan nutrisi sel otak sehingga dapat menstimulasi
kerja otak.
c) Obat antihipertensi
Rasional : Captopril merupakan golongan anti hipertensi penghambat
enzim konversi angiotensin (ACE). Penghambat ACE mengurangipembentukan angiotensin II
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya
ekskresi natrium dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah.
d) Obat laxative (pelunak feses)
Rasional : mencegah proses mengejan selama defekasi yang dapat menimbulkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Obat ini memberikan efek langsung pada mukosa usus dan
menstimulasi peristaltik, hal ini akan meningkatkan sekresi air dan elektrolit menurunkan faktor
penyebab, resiko perluasan kerusakan jaringan dan menurunkan TIK . (Stein, 2008:510)
e) Obat anti piretik
Rasional : Contohnya adalah Paracetamol yang merupakan obat antiinflamasi non
steroid, golongan diflunizal. Saat demam tubuh melepaskan zat pirogenendogen atau sitokin
seperti interleukin 1 yang memacu pengeluaranprostaglandin di daerah preoptik hipotalamus.
Paracetamol ini akan dapatmenekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat
sintesis prostaglandin. (Aronson, 2009). Intervensi ini berlandaskan pada teori
keperawatan dimana kesembuhan pasien itu berdasarkan adanya kerjasama yang sinergis antara
keperawatan dan tim kesehatan lain diantaranya adalah perawat, dokter dan tim kesehatan yang
lain.

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
Kriteria hasil:
- mempertahankan posisi yang optimal,
- meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena
- mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.
Intervensi;
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas
yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/
menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
Kriteria hasil;
- Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat
- Tidak Terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
Intervensi;
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan
serebral
2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud
5) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
d. Defisit Perawatan diri berhubungan dengan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot
Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil :
- klien bersih
- klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal
Intervensi;
1) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam perawatan
diri
2) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
3) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
4) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien
5) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan
kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
Kriteria hasil:
- Mampu berpartisipasi dalam proses belajar
Intervensi;
1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
2) Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan meningkatkan
pengetahuan keluarga klien
3) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya
4) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga
5) Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan
berfikir
Rasional: stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir.
f. Resiko gangguan intregitas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
- klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
1) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi daerah sekitar terhadap kehangatan dan
pelunak jaringan tiap mengubah posisi
Rasional : Memghindari kerusakan kapiler
2) Anjurkan untuk melakukan ROM dan mobilisasi jika mumgkin.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke semua daerah
3) Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional : Menghindari tekanan danmeningkatkan aliran darah
4) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mumgkin hindari trauma, panas terhadap kulit
Rasional : Mempertahankan keutuhan kulit
5) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi
Rasional : Menghindari kerusakan kapiler
g. Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan
otot dalam mengunyah dan menelan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
- Nutrisi dapat masuk sesuai kebutuhan
- terdapat kumampuan menelan,
- BB meningkat 1 kg.
- Hb dan albimin dalam batas normal.
Intervensi
1) Observasi tekstur dan turgor kulit.
Rasional : Mengetahui status nutrisi klien.
2) Lakukan oral hygiene
Rasional: Kebersihan mulut merangsang nafsu makan
3) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan refleks batuk
Rasional: Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien.
4) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengar menekan ringan di
atas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan.
Rasional: Membantu dalam melatih kembali sensorik dan meningkatkan kontrol muskular
5) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
Rasional : Memberikan stimulasi sensorik (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan intake nurtrisi.
6) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
Rasional : Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak.
h. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan
batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam klien mamapu meningkatkan dan
memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi, dengan kriteria
hasil :
- bunyi nafas terdengar bersih
- ronkhi tidak terdengar
- trakeal tube bebas sumbatan
- menunjukan batuk efektif
- tidak ada penumpukan secret di jalan nafas
- frekuensi pernafasan 16 -20x/menit.
Intervensi :
1) Kaji keadaan jalan nafas,
Rasional : obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi secret.
2) Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan.
Rasional : pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan tidak terus menerus di lakukan
dan durasinya dapat di kurangi untuk mencegah hipoksia.
3) Ajarkan klien batuk efektif.
Rasional : batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas.
4) Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.
Rasional : mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret.
5) Kolaborasi : pemberian oksigen 100%.
Rasional : denagn pemberiaan oksigen dapat membantu pernafasan dan membuat hiperpentilasi
mencegah terjadinya atelaktasisi dan mengurangi terjadinya hipoksia.
Kasus pada CVA Hemoragik
Riwayat pasien Tgl 17-05-2010 (IGD) – Tgl 20-05-2010.
Pasien masuk IGD Jam 14.46 diantar keluarga, kondisi sebagai berikut:
Keadaan umum lemah, kaki kanan lemas 16 jam SMRS, pasien pingsan di saat mengendarai motor
dan selama pingsan pasien ditolong oleh warga sekitar, lama pingsan pasien selama 1 jam setelah
pasien sadar pasien mengalami lemas seluruh badan tangan dan kaki dan pasien tidak dapat
berjalan, bicara pelo, sulit menelan saat diberikan air putih, sakit kepala berat (+), kelemahan
lengan kanan dan kaki kanan, pasien masih dapat berkomunikasi dengan keluarga walaupun bicara
pelo/ tidak jelas, dan pasien dibawa ke RS Siaga dan dirawat selama 5 jam dan dirujuk ke 2 RS
Amanah tetapi pasien tidak diterima dan selanjutnya pasien ke RS. Husada dan 7-8 jam SMRS
pasien terlihat lumpuh bagian tungkai bawah kanan dan tangan kanan, dan setelah sampai di IGD
pasien BAB tetapi banyak keluar darah pasien terlihat pucat. RPD: sebelumya pasien belum pernah
mengalami serangan stroke dan pasien mengalami Hipertensi sejak 20 tahun lalu, dan tidak pernah
berobat sering minum obat-obatan dari warung, penyakit lain seperti DM, Jantung disangkal
pasien dan keluarga

I. PENGKAJIAN :
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. AM – Register xxxxxxx
Umur : 65 tahun
Alamat : Jl. Adi Sucipto kota kesehatan.
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh Bangunan
Status perkawinan : Kawin
Suku : Jawa tengah
Tanggal MRS : 17 Mei 2010 ( jam 18.00)
Pengkajian : 19 Mei 2010 ( jam 09.00)
Diagnosa masuk : CVD-SH, Anemia, PSCB (Heomokitsia)
Penanggung jawab : Tn NM
Hubungan : Anak
Alamat : Purwokerto – Jawa Tengah

2. Riwayat Kesehatandan Keperawatan


a. Keluhan Utama ( Saat Masuk Rumah Sakit )
klien mengalami penurunan kesadaran sejak 16 jam sebelum masuk rumah sakit.
Menurut hasil anamnesa masuk di IGD bahwa tiba-tiba Tn.AM pingsan tidak sadarkan
diri saat mengendari motor selama 1 jam, setelah sadar tidak bisa berdiri dan badan
terasa lemas termasuk kaki dan tangan dan tidak dapat digerakkan bicara pelo, mulut
terlihat mencong kekiri dan saat diberikan minum tersedak dan batuk, pasien sudah
dibawa ke RS Kedoya hanya 2 jam dan langsung dikirim ke RS Amanah tapi ditolak
karena penuh dan selanjutnya pasien di rujuk ke RS husada.

b. Keluhan Utama ( Saat Pengkajian )


Saat ini pasien kesadaran CM – Apatis, mengeluh sakit kepala berat, badan terasa leah,
muntah tidak ada, mual ada, bab belum lancar terdapat warna kehitaman dan merah
segar hari belum bab, terpasang poli kateter hari IV, mengalir lancar-warna urine keruh
kemerahan, terpasang infuse NaCl 500/12 jam, parese pada ekstermitas kanan. Jumlah
urine 1100/24 jam.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga mengatakan bahwa klien mengalami hipertensi sejak 20 tahun lalu, dan
berobat tidak teratur, sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti saat
ini. Pasien sering tinggal dijakarta sendiri keluarga di jawa tengah.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keturunan : keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami sakit seperti pasien, termasuk penyakit-penyakit kencing manis, darah
tinggi dan lainnya
e. Pola Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas Sebelum Masuk RS Masuk RS
Nutrisi – Makan 3 x sehari Makan 3 x 250 cc
Cairan Diet cair 1 cc=1,5 kal
Nasi, sayur, ikan piring/ Terpasang NGT hr.III
makan Kesulitan : penurunan
kesulitan tidak ada kesadaran, kesulitan
minum: 2000-2500 cc/hari menelan
Jenis : air putih, the, kopi 2500 cc/hari + Air putih
Eliminasi Volume tidak teridentifikasi x bab kurang lebih 250
Warna kuning jernih cc, warna merah segar
Frekwensi 6 -7/24 jam kehitaman, sedikit
Kesulitan tidak ada kekuningan, konsistensi
BAB :frekwensi 1-2 hari cair sebelum bab perut
Warna : kuning terasa mual dan nyeri
Konsistensi lunak Bak; terpasang dohwer
Kesulitan tidak ada kateter hr.III mengalir
lancar, warna
kemerahan, tak keruh
Tidur- Jumlah 6-7 jam Penurunan kesadaran
istirahat Siang jarang tidur (apatis), agak gelisah
Malam 6-7 jam
Kesulitan : tidak
Aktivitas Buruh/pekerja bangunan Miring kanan/kiri tiap 2
jam
Ketergantun Kebiasaan merokok , - tidak ada
gan penggunaan obat bebas ,
ketergantungan terhadap
bahan kimia , jamu , Olah
raga/gerak badan .
f. Pola sensori dan kognitif
Sensori : belum dinilai karena klien mengalami apasia dan apatis/gelisah.
Kognitif : Proses berfikir, isi pikiran, daya ingat, orientasi (tempat, waktu, orang )
belum dapat dnilai.
g. Pola penanggulangan stress
Pertahanan diri klien, biasanya meminta bantuan pada teman-teman sesame pekerja
bangunan.
h. Status Neurologi
Tingkat kesadaran Compos mentis- mengarah apatis, agak gelisah, GCS :E4 M6 Vapasia
Tanda-tanda rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), tanda lasegue >700 />700, tanda
kernig >1350 />1350 , tanda brudzinski I dan II (-)
Syaraf cranial : N. olfaktorius, N. Optikus, N. okulomotorius, N. trokhlearis, N.
trigenimus, B. Abdusen kesan tidak kelainan, N. fasialis; kesan parese (mulut encong
kekiri) N. Vestibulo; tidak ada kelainan, N. glosofaringeus; ada gangguan menelan, N.
vagus, N. aksesorius; tidak ada kelaianan, N. hipoglosus; kesan ada kelainan (NC VII,
IX, XII; kesan ada kelainan)
Motorik : gaya berjalan tidak dapat di evaluasi, atropi (-), hipertropi (-), gerakan tidak
disadari (-)
Kekuatan otot: 3333 / 5555
4444 / 5555
Sensibilitas : belum dievaluasi.
Reflek fisiologi : radius, patella, tendon achiles +/+
Reflek patologi : chaddock, Gordon, oppenheim, gonad, Schaefer (-).
Fungsi serebellum : belum dapat dievalusai
Fungsi luhur : belum dapat dievaluasi
Fungsi saraf autonom : inkontinensia (-), hiper saliva (-), tachicardi (-), tachipnea (-).
Bab spontan, bak terpasang DC
Tanda – tanda tekanan intracranial : kaku kuduk (-), pupil isokor, agak gelisah (+), deficit
neurology (+), penurunan kesadaran (apatis).
Sesuai hasil pengkajian skale stroke (NIHSS) didapatkan skore 15 yang masuk stroke
berat (pengkajian NIHSS terlampir)

3. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit berat, keadaan umu tampak lemah, kesadaran compos mentis
mengarah apatis, tekanan darah 180/110 mmHg, suhu tubuh 384◦C, pernapasan 24
X/menit, nadi 84X/menit (regular), GCS :E4 M6 Vapasia. BB ( sakit ): tidak diketahui,
BB ( Sblm Sakit ) ; tidak diketahui, hasil pengukuran LL 25 cm.(BB=2xLL; 50 kg).
b. Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, rambut hitam dan
berminyak , tidak botak, perubahan warna kulit; muka tampak pucat.

c. Kepala
Normo cephalic, simetris, nyeri kepala/sakit kepala, benjolan tidak ada.
d. Muka
Asimetris, odema , otot muka dan rahang kekuatan lemah , sianosis tidak ada
e. Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor, sclera ikterus
(-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat dievalusai, mata tampak
cowong.
f. Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
g. Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak
ada.
h. Mulut dan faring
Bau mulut , stomatitis (-), gigi banyak yang hilang, lidah merah merah mudah,
kelainan lidah tidak ada. Terpasang NGT
i. Leher
Simetris, kaku kuduk tidak ada, vena jugularis 5 + 2cm H2O. tidak ada benjolan limphe
nodul.
j. Thoraks
Gerakan dada simitris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi resonan,
rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak teridentifikasi.
k. Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan
dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1 dan S2 tunggal; dalam batas normal,
gallop(-), mumur (-). capillary refill 2 – 3 detik .
l. Abdomen
Bising usus; hiperperistaltik, bunyi bruit sangat jelasa, tidak ada benjolan, nyeri tekan
tidak ada, perabaan massa tidak ada, hepar tidak teraba, asites (-).
m. Inguinal-Genitalia-Anus
Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembuluh limfe tidak ada.,
tidak ada hemoroid, terpasang kateter hr.III

n. Ekstrimitas
Akral hangat, edema -/-, kekuatan 2/2, gerak yang tidak disadari -/-, atropi -/-, capillary
refill 3 detik, atropi -/-. Perifer tampak pucat.
o. Tulang belakang
Tidak ada lordosis, kifosis atau scoliosis.

4. Pemeriksaan penunjang

Darah Lengkap(18–11–2007) Albumin : 3.50 (3.40-4.80)


Hb : 9.3 (13-16) Kolesterol total: 140 (120-200)
Hematokrit : 28,2 (40-48) Trigliserida : 139 (50-150)
Eritrosit : 3.15 (4.50-5.50) Kolesterol HDL: 34 (40-55)
MCV :89.5 (82 – 92) Kolesterol LDL : 85.00 (50.00-130.00)
MCH : 29.5 (27 – 31) Natrium darah : 138 (135-147)
MCHC : 33.0 (32 – 36) Kalium darah : 5.04 (3.50-5.50)
Leukosit :10.400 (5–10x 103 ) Klorida darah : 113.0 (100.0-106.0)
Trombosit :208.000 (15-40x104) Ureum darah :119 (10-50)
Darah Lengkap (19-11-2007,jam 09) Kreatinin darah :4.5 (0.5-1.5)
LED : 20.0 (0.0-10.0) Glukosa darah : 132 (70-110)
Hb : 8.0 (13-16) Glukosa 2 jam PP : 149 (70-140)
Hematokrit : 23,3 (40-48) Urinalisa
Eritrosit : 2.58 (4.50-5.50) - Warna : kuning
MCV :90.3 (82 – 92) - Kejernihan : jernih
MCH : 31.0 (27 – 31) Sedimen:
MCHC : 34.3 (32 – 36) - sel epitel : +
Leukosit :9.200 (5–10x 103 ) - Leukosit : 5- 6
Trombosit :206.000 (15-40x104) - eritrosit : 0-1
Hitung Jenis - Silinder : +, koral 0-1
Basofil : 0.0 (0.0-1.0) - Kristal : -
Eosinofil : 0.0 (1.0-3.0) - Bakteri : -
Neutrofil : 88 (52-76) - BJ : 1.015
Limfosit : 9.1 (20.0-40.0) - PH : 5.5
Monosit :3.3 (2.0-8.0) - Protein : 2+
PT : 13.2 (11.0-14.0) - Keton : Trace
PT control : 12.3 - Glukosa : Negative
APTT : 27.0 (27.3-37.6) Analisa Gas Darah
APTT control : 31.7 - PH : 7.369
Kadar fibrinogen : 268.3 (200.0-400.0) - PCO2 : 23,0
D Dimer Kuantitatif:100.00 (0.00-300.00) - PO2 : 133
Kimia Darah - HCO3 : 12,9
Billirubin : Negative - tCO2 ; 17.6
Urobilinogen : 3.2 (3.2) - ABE ; - 10,9
Nitrit : Negative - SBE ; - 11,4
Esterase leukosit : Trace - SBC ; 15,8
SGOT/AST : 16 (10-35) - tHB ; 9,0 g/dl
SGPT/ALT : 15 ( 10-36) - O2 Sat : 98.1%
- Na/K/Cl : 139/4,6/99

- Hasil CT Scan ;Perdarahan pada basal ganglia dan Thalamus kiri kurang lebih p: 5,2x5.0
mm banyaknya perdarahan 23 cc
- Hasil Foto rongen; gambaran infiltrate minimal, CTR >50%
- Hasil ECG; SR;92x/mnt, MI lead I, AVL,V5-V6 poor r, saran konsul kardiologi konsul
gastro dan ginjal, echokardiograf, tranfusi PRC..
- Hasil konsul dengan IPD, gastroenterology prinsipnya sama terapi dilanjutkan dan
rencanakan USG ginjal, dan Koloscopy setelah HB >10 gr/dl

5. Terapi
Obat-obatan (17–11–2007)
Nama obat Dosis Pemakaian Efek Samping ( evaluasi perawat)
Citicolin 2x500 gr Injeksi Metabolisme cerebral yang tidak adequat
IVFD Asering 8 Jam Infus Resti infeksi
Captopril 3 x 12,5 mg Oral Hipotensi
Paracetamal 3 x 500 mg Oral Hipotermia & stress ulcer
Ranitidin 2x 1 ampl Injeksi Mual muntah
O2 2 l/mnt Kanul Keracunan O2
Obat-obatan (20–11–2007)
Nama obat Dosis Pemakaian Efek Samping ( evaluasi perawat)
Citicolin 2x500 gr Injeksi Metabolisme cerebral yang tidak adequat
IVFD Asering 8 Jam Infus Resti infeksi
Captopril 3 x 12,5 mg Oral Hipotensi
Paracetamal 3 x 500 mg Oral Hipotermia & stress ulcer
Ranitidin 2x 1 ampl Injeksi Mual muntah
O2 2 l/mnt Kanul Keracunan O2
Adalat 1x3 mg Oral Hipotensi
B6,12,Asam folat 2 x 1 tb Oral Meningginya fungsi hati
Transmin 3 x 1 ampl injeksi Pembekuan darah secara sistemik
Vit K 3 x 1 ampl injeksi Pembekuan darah secara sistemik
Cefriaxon 2 x 1 gr injeksi Alergi sistemik
HCT 1 x 25 mg Oral Output cairan berlebih/ tidak terkontrol
Laculac 3 x 1 sdk Oral (sirup)
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun prioritas diagnosa keperawatan Tn.AM (sesuai form pengkajian terlampir) adalah:

1. Resiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi skret sekunder adanya kelemahan
neuromuskuler
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d adanyan oklusi/perdarahan daerah serebral.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: kurang dari yang dibutuhkan b.d intake
yang tidak adequat
III. INTERVENSI YANG DIRENCANAKAN
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d akumulasi skret sekunder ketidakmampuan
mengeluarkan skret karena kelemahan9,10
Rasionalisasi intervensi yang direncanakan:
a. Kaji dan monitor status pernafasan, kemampuan batuk dan mengeluarkan skret
R: untuk menentukan batas ketidakmampuan pasien dalam mengeluarkan sekret sehingga
akan diambil tindakan yang tepat dan sesuai

b. Auskultasi bunyi nafas3,10


R: adanya ronki pada pasien perlu selalu diobservasi dan karena saat ini pasien dalam
kondisi bedrest total, dan aktifitas kurang
c. Pertahankan kepatenan jalan nafas (posisi kepala dan leher netral anatomis, cegah fleksi
leher
R: Memaksimalkan oksigenasi dan idak terjadi sumbatan
d. Pertahankan elevasi kepala tempat tidur 30 – 45 derajat19,20,21
R: elevasi kepala 30-45 derajat memungkinkan jalan nafas dapat lancar dan tidak ada
hambatan
e. Alih baring tiap 2 jam
R: memberi peluang tubuh beraktifitas pasif, dan memaksimalkan pengembangan paru
f. Bila tidak ada kontraindikasi lakukan chest fisioterapi 3,4
R: membantu dan memberikan support pada pengeluaran sekret sehingga mudah untuk
mengeluarkan skret
g. Bila perlu lakukan suction tergantung kemampuan pasien
R; membantu mengeluarkan secara pasif
h. Tingkatkan hidrasi (2000 ml/hari) bila tidak ada kontra indikasi 22,23
R: dengan hidrasi yang maksimal, membantu proses perfusi jaringan
i. Kolaborasi
Pemberian O2 – non rebreting
R: pemberian oksigenasi yang tepat dajn cepat sesuai kondisi klien dan saat ini klein
mengalami gangguan asan basa, maka perlu sungkup yang tepat
Chek AGD
R: mengetahui perkembangan dari pengobatan dan tingkat perfusi jaringan yang adequat
2. Ganguan perfusi jaringan cerebral b.d oklusi otak, perdarahan4,5,9,10
Rasionalisasi intervensi yang direncanakan:
a. Tentukan factor penyebab gangguan
R: mempengaruhi penetapan intervensi Kerusakan / kemunduran tanda / gejala neurology
atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan
/ atau klien harus dipindahkan ke ruang ICU untuk pemantauan terhadap peningkatan
TIK.

b. Monitor status neurology


R : mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi, luas dan kemajuan / resolusi kerusakan SSP.
c. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, kebutuhan lapang pandang /
kedalaman persepsi
R : Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena,
mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mempengaruhi intervensi
yang akan dilakukan.
d. Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika klien sadar.
R : Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indicator dari lokasi / derajat
ganggun cerebral dan mungkin mengindikasikan penurunan / peningkatan TIK.
e. Posisi kepala ditinggikan sedikit dengan posisi netral ( hanya tempat tidurnya saja yang
ditinggikan ).20,21
R : Menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi /
perfusi cerebral.

f. Kolaborasi
- Berikan oksigen sesuai indikasi
R : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi cerebral dan tekanan
meningkat / terbentuknya edema.

- Obat anti fibrolisis8,13

R : Mencegah lisis bekuan karena pasien trobocit dan HB tinggi

- Obat antihipertensi:20,21
R: menurunkan factor penyebab dan menurunkan TIK
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: kurang dari yang dibutuhkan b.d intake yang
tidak adequat22,23
Rasionalisasi intervensi yang direncanakan:
a. Monitor/obs tanda-tanda vital, nadi perifer, status membran mukosa, turgor kulit
R: indikator keadequatan dari volume cairan dan sirkulasi, bila ada kelainan tanda vital
menunjukkan adanya kekurangan cairan

b. Kaji dan monitor kelemahan neuromuskuler (ketidakmampuan menelan)


R: mengetahui tingkat ketidakmampuan neuromuskuler sebagai penyebab utama
ketidakaquatan dari intake cairan
c. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan pengeluran cairan (mis; panas, muntah)
R: mengetahui indikasi penyebab pengeluaran yang tidak terkontrol
d. Monitor/obs jumlah dan tipe cairan yang masuk dan ukur keluaran cairan dengan akurat
R: Bila tidak diketahui jenis masukan cairan/makanan dan masukan tidak adequat dapat
menyebabkan kekurangan cairan (dehidrasi) baik cairan dan elektrolit
e. Monitor dan ukur keseimbangan cairan
R: mengetahui secara ketat kebutuhan dan kekurangan cairan danelektrolit
f. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahanakan keseimbangan cairan secara
optimal (mis;jadwal masukan cairan)
R: upaya untuk mempertahankan keadequatan pemasukan cairan dan kontrol pemberian
cairan yang lebih optimal
g. Kolaborasi:
- Kaji hasil tes fungsi elektrolit dan ginjal
R: Fungsi ginjal dan hasil lab elektrolit mengindikasikan proses mtabolisme pertukaran
cairan dari intra-ektra sel dan juga mengetahui jenis kelebihan dan kekeurangan cairan
elektrolit
- Pemberian cairan melalui IV
R: Pemberian cairan dan elektrolit dapat dikontrol dan pemberian tepat sesuai kebutuhan
- Berikan obat-obatan sesuai intruksi (kalium)
R: beberapa obat-obatan penting diberikan untuk membantu mencegah kekurangan cairan
(mencegah disritmia jantung)
IV. IMPLEMENTASI
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan dan mengikuti format
yang ada diruangan. (catatan terlampir)
Pada kondisi serangan akut stroke yang terjadi pada Tn.AM – penting dalam melakukan kolaborasi
dengan tim kesehatan lain (dokter) dan juga perlunya kerjasama tim dengan pada semua keilmuan
yang berhubungan dengan masalah pasien, diantaranya oksigenasi yang tepat, pemenuhan cairan
yang adequat dan mengurangi deman O2 yang tinggi karena panas, pemantauan AGD dan
observasi ketat tanda-tanda vital dan kenaikan TIK.20,21
Adapun implementasi yang telah dilakukan, sesuai masalah keperawatan adalah sebagai berikut:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi skret sekunder adanya kelemahan
neuromuskuler
a. Mengkaji dan memonitor status pernafasan, kemampuan batuk dan mengeluarkan skret
b. Mendengarkan bunyi nafas (ada ronchi/wheZing)
c. mempertahankan kepatenan jalan nafas (posisi kepala dan leher netral anatomis, cegah
fleksi leher
d. mempertahankan elevasi kepala tempat tidur 30 – 45 derajat
e. mengubah posisi baring tiap 2 jam
f. menigkatkan hidrasi (2000 ml/hari) bila tidak ada kontra indikasi
g. Kolaborasi : Pemberian O2 2/ml – kanul, Chek AGD
Dari beberapa intervensi yang telah dilakukan pada tanggal 19/11/07, pada setiap hari dilakukan
SOAP (tg20/11/07-22/11/07) selama 3 hari sesuai tujuan pada askep, dimana Resiko bersihan jalan
nafas belum aktual tetapi untuk mengarah kearah aktual akan lebih besar terjadi. Hal ini
dimungkinkan karena kondisi kesadaran pasien menurun, GCS 14, pasien batuk tidak efektif,
adanya gangguan menelan dan juga gangguan NC VII, dan posisi pasien tidur terlentang sudah
kurang lebih sudah 3 hari ini(Immobilisasi), gerakan atau pengembangan paru tidak optimal karena
kelemahan pasien. Oleh karena itu intervensi keperawatan yang seharusnya dilakukan untuk
mencegah lebih lanjut dari gangguan bersihan jalan napas, adalah:
a. Monitor ketat bersihan jalan nafas (suara nafas, pola nafas)
b. Chest fisioterapi secara perlahan dimulai 2 x 24 jam, 3 x 24 jam dan dapat ditingkatkan
frekwensinya disesuaikan dengan kondisi pasien.
c. Pemeriksaan AGD secara ketat sesuai perubahan kondisi klien, bila dalam kolaborasi hanya
6 jam , dapat dilakukan 2 - 4 jam sekali
d. Dapat dilakukan suction secara berkala
e. Ajarkan keluarga untuk merubah posisi pasien dan membersihkan sekret dalam mulut bila
keluar
Pada hasil evaluasi (SOAP) bahwa masalah tidak efektifnya bersihan jalan nafas tidak terjadi
menjadi aktual, untuk selanjutnya asuhan yang telah dilaksanakan tetap dipertahankan intervensi
keperawtan terhadap masalah untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya penumpukan sekret
karena immobilisasi pasien yang terlalu lama.

2. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d adanya oklusi/perdarahan daerah serebral.


a. memonitor status neurology dan menentukan factor penyebab gangguan
b. mencatat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, kebutuhan lapang
pandang / kedalaman persepsi
c. mengkaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, sperti fungsi bicara jika klien sadar.
d. Memberikan posisi kepala ditinggikan sedikit dengan posisi netral ( hanya tempat
tidurnya saja yang ditinggikan ).
e. Kolaborasi : memberikan oksigen O2 2 ltr/mnt
Dari beberapa intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada tgl 19/11/07, maka setiap hari
dilakukan evaluasi (SOAP) (tgl 20/11/07 s/d tgl 25/11/07) dan sesuai kondisi pasien masalah
gangguan perfusi jaringan cerebral masih actual terjadi karena pasien mengalami hipertensi berat
(grade II) dan kondisi ini akan memperparah kondisi pasien disamping sifat perdarahan cerebral
pasien yang mencapai 23 cc (hasil CT-Scan), disamping kondisi-kondisi tersebut gangguan perfusi
cerebral terganggu karena adanya perdarahan saluran cerna bagian bawah yang belum terdeteksi
asal perdarahannya, Hb menurun yang mencapai 8,3 gr%, maka intervensi keperawatan
selanjutnya dilakukan, adalah:
1. Monitor ketat status neurology
2. menurunkan panas tubuh, karena panas dapat meningkatkan oksigenasi (kebutuhan O2 akan
meningkat)
3. Monitor ketat intake-out –put, untuk menghindarkan dehidrasi dari panas yang tidak
menurun.22,23
4. kolaborasi disamping pemberian O2 kanul harus diklarifikasi kembali kebutuhannya O2,
sesuai hasil AGD, karena pada pada tanggal 18 malam ada masalah alkalosis respiratorik
metabolic, dan intruksi hasusnya diganti rebreting.
5. Disamping dipertahankan oksigenasi yang adequate, penting dilakukan kolaborai pemberian
tranfusi darah sesuai permintaan tim medis, setelah tranfusi sebanyak 500 cc (PRC) dan
hasil HB tanggal 27 didapatkan Hb; 10 gr%.

3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: kurang dari yang dibutuhkan b.d intake yang tidak
adequate
a. Memonitor balance cairan dengan ketat
b. Mengkaji tingkat kebutuhan cairan yang dibutuhkan pasien
c. Mengkaji ketidakmampuan intake per-oral
d. Menurunkan panas tubuh dengan melakukan kolaborasi
e. Memonitor tanda-tanda ketoasidosis (Hasil AGD) dan tanda-tanda vital
f. Kolaborasi : Pemberian infus NaCL 0,9 %/12 jam, Intake cairan 6 x 250 cc/24jam, bila tidak
ada kontraindikasi yaitu perdarahan saluran cerna masih berlangsung dan sebelum
pemeberian cairan (nutrisi parenteral) harus dicek dahulu adanya tanda-tanda perdarahan
saluran cerna, dengan mengeluarkan cairan lewat NGT dan observasi perdarahan yang terjadi
pada saat Bab.
Dari beberapa intervensi keperawatan telah dilakukan tetapi sesuai hasil evaluasi pada tanggal 20
/11/07 jam 10 terjadi panas badan masih tinggi, produksi urine masih kurang (1250 cc) hal ini
dimungkinkan terjadi karena berbagai situasi, yaitu:
- Intake cairan/makanan tidak adequat, bila mendapat 6 x 250cc masih kurang (harusnya)
ditambah 1000cc dengan asumsi intake dari oral(zonde) adalah 1500 cc dan dengan kalori
1cc: 1,5 kal (1500 kal). Dengan intake cairan kurang lebih 2500-3000 cc diasumsikan
bahwa thermoregulasi dan sirkulasi akan menurunkan deman (panas badan) dan juga
membantu proses sirkulasi dan membantu fungsi ginjal dengan baik. Perlunya konsul pada
keilmuan gastroenterology.
- Tidak ada perhatian dari keluarga dan perawat ruangan untuk memenuhi kebutuhan cairan
(hanya saat residen masuk ruangan)
- Tidak ada hasil ukur balance yang tepat karena setelah jam 15.00 wib, balance cairan tidak
dapat dihitung dalam waktu 24 jam karena dokumentasi dan catatan keperawatan blank
(tidak ada catatan), maka solusi yang diberikan pada keluarga dengan memberikan catatan
yang dibuat residen dan juga mengajarkan pada keluarga bagaimana mempertahankan
intake – output yang seimbang.
- Pemberian cairan yang diintruksikan NaCl 0,9%/12 jam, tidak tepat diberikan karena hasil
laboratorium Na dan Cl masih tinggi , maka kolaborasi yang tepat seharusnya dilakukan
adalah mengusulkan kebutuhan cairan yang diberikan yaitu dengan cairan IV lain seperti
Ka-En/plasma ekspander sebagai ganti pemasukan dari cairan dan elektrolit yang tepat.
- Sesuai dengan hasil test fungsi ginjal yang (ur/kret) yang tinggi, maka perlu dipertimbangkan
pemberian cairan yang terkendali baik cairan yang masuk dan keluar dan perlu dilakukan
rawat bersama dengan keilmuan lain yaitu bagian urologi, dan setelah tanggal 20-11-2007
pasien dirawat bersama dengan tim medis urologi
V. EVALUASI
- Catatan perkembangan menggunakan format yang tersedia di ruangan dan pada evaluasi ini
dilakukan setiap hari sesuai dengan masalah yang muncul pada pasien, catatan SOAP (terlampir).
- Disamping melakukan evaluasi pada setiap hari, SOAP juga untuk mengobservasi tingkat
keberhasilan asuhan keperawatan dan intervensi yang diberikan sesuai dengan tujuan yang
direncanakan.
RINGKASAN EVALUASI SELAMA PERAWATAN

1. Resiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi skret sekunder adanya kelemahan
neuromuskuler
- Tujuan dalam perencanaan intervensi (renpra), adalah masalah tidak terjadi aktual
setelah 3 hari perawatan
- SOAP dibuat setiap hari sebagai bentuk evaluasi formatif, dan pada tanggal 22-11-
2007 (evalausi sumatif) didapatkan hasil evaluasi tidak ditemukan pasien
mengalami gangguan bersihan jalan nafas inefektif yang bersifat aktual, tetapi
inervensi tetap dipertahankan, karena pasien timbul batuk dan keluar skret sedikit
dan terutama pasien saat ini masih mobilisasi. chest fisioterapi dada tetap dilakukan
untuk mencegah terjadinya penumpukan skret dan membantu mengeluarkan skret
secara perlahan karena pasien sedang dalam masa serangan stroke.
- Tujuan selanjutnya adalah mengantisipasi jangan sampai timbul masalah pada airway,
breeting dan jalan nafas tetap efektif.

2. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d adanyan oklusi/perdarahan daerah serebral.


- Tujuan dalam perencanaan intervensi (repra), adalah masalah dapat teratasi setelah 5
hari perawatan
- SOAP dibuat setiap hari sebagai bentuk evaluasi formatif, dan pada tanggal 24-11-
2007 (evaluasi sumatif) karena bertepatan dengan hari sabtu minggu, residen tidak
dinas dan sudah dioperkan ke perawat ruangan tetapi perawat ruangan tidak
melakukan evaluasi sesuai yang diharapkan dan sesuai petunjuk operan
- Pada tanggal 26-11-2007 jam 09.00 wib dilakukan evaluasi dari rencana intervensi
yang dilakukan dan hasil pelaksanaan intervensi yang dilakukan, hasil evaluasi
didapatkan gangguan perfusi jaringan masih terjadi/belum teratasi, walaupun
secara klinis pasien sudah ada perbaikan (data terlampir)
- Pelaksanaan modifikasi intervensi dan pendkes pada pasien dan keluarga untuk dapat
berpartisipasi pada perawatan pasien, yang menjadi perhatian yang memperberat
masalah adalah adanya faktor-faktor penyulit/komplikasi seperti anemia,
perdarahan saluran cerna bagian bawah dan fungsi ginjal yang mengalami
gangguan sesuai hasil konsul pada tim keilmuan lain. Dan berdasarkan hasil
pemeriksaan penunjang: ur/kreat urin/kreat darah/cct/prot kuantitatif urin:
146/68,0/4,7/38,68/1575.0

- Hasil laboratorium tgl 22 dan 27 adalah sebagai berikut:

Darah Lengkap(22–11–2007) Analisa Gas Darah (27-11-


Hb : 10 (13-16) 2007)
Hematokrit : 30,2 (40-48) - PH : 7.399
Eritrosit : 3.37 (4.50-5.50) - PCO2 : 24,6
MCV :89.6 (82 – 92) - PO2 : 68,0
MCH : 29.7 (27 – 31) - HCO3 : 14,9
MCHC : 33.1 (32 – 36) - tCO2 ; 35.1
Leukosit :10.300 (5–10x 103 ) - ABE ; - 8,9
Trombosit :206.000(15-40x104) - SBE ; - 9,4
Kimia Darah - SBC ; 17,8
- Bila
Billirubin : Negative - tHB ; 9,0 g/dl
Urobilinogen : 3.2 (3.2) - O2 Sat : 92.1%
Nitrit : Negative - Na/K/Cl : 131/4,3/98
Esterase leukosit : Trace
SGOT/AST : 16 (10-35)
SGPT/ALT : 15 ( 10-36)
melhat hasil pemeriksaan darah lengkap meningkat pada semua jenis
pemeriksaan setelah dilakukan transfusi 500cc dan pasien dapat dilakukan
pemeriksaan lainnya seperti koloskopi dan USG Ginjal untuk lebi menunjang
penegakan diagnosa penyakit pasien.
- Pada hasil pemeriksaan AGD dapat disimpulkan pasen masih mengalami
gangguan perfusi janringan cerebral, karena pH tinggi, pO2 dalam batas
minimal, pCO2 rendah artinya pasien mengalami alkalosis respiratorik denga
metabolik terkompensasi-karena adanya gangguan fungsi ginjal, tindakan
keperawatan tgl 27-11-2007 kerjasama dengan tim u/pemberian oksigenasi
adequat dengan sumkup rebreting, tetapi kedala ruangan tidak ada dan pasien
masuk jaminan SKTM jadi harus menunggu pemberian oksigenasi sungkup
rebreting hal ini juga akan menghambat oksigenasi ke cerebra dan perfusi gas
secara sistemik 4,7,6
- Masalah gangguan perfusi jaringan cerebral masih terjadi disamping
keterbatasanalat dan juga obat-obatan juga kondisi pasien yang mempunyai
komplikasi yang banyak dan ini memperparah kondisi pasien.

3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: kurang dari yang dibutuhkan b.d intake
yang tidak adequat
- Tujuan sesuai dengan renpra 5 hari perawatan masalah dapat teratasi
- Hasil evaluasi masalah keseimbangan caira untuk saat ini dapat teratasi, dengan
pemantauan intake-output yang melibatkan keluarga, dalam hal ini keluarga
diberikan pendkes dan diajarkan bagaimana mengevaluasi pemberian cairan,
setelah selama 5 hari keperawatan keseibangan cairan dapat teratasi walaupun
masih ada kekurangan intake- karena produksi urine meningkat karena
pemberian HCT (catatan intake-output) balance cairan terlampir. Indikator lain
adalah pasien sudah 5 hari berikutnya tidak mengalami deman, temperatur
dalam batas normal.
- Intervensi keperawatan dipertahankan dan selalu memotivasi keluarga untuk
pemberian intake cairan, disamping mengobservasi adanya tanda berdarahan
saluran cerna dengan mengobservasi feses waktu bab dan adanya cairan NGT
yang kehitaman. Keseimbangan cairn cenderung negatif atau intake kurang
karena pasien mengalami PSCB.(dalam observasi).

4. Disamping ketiga masalah utama, dan selama pasien dirawat selama 10 hari juga muncul
masalah-masalah atisipatif, diantarannya:
- Gangguan mobilisasi fisik
- Resti infeksi dan gangguan integritas kulit
- Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut residen menlakukan intervensi sesuai
dengan masalah dan kondisi pasien termasuk kolaborasi dengan tim fisioterapi
untuk meghindarkan terjadinya masalah mobilisaisi yang lebih berat.
Disamping mobilisasi bertahap mika/miki-duduk sesuai kemampuan pasien
termasuk ROM.
- Hasil evaluasi tgl 28-11-2007 masalah-masalah seperti mobilisasi, integritas kulit
dan infeksi karena pemesangan alat tidak terjadi (catatan SOAP terlampir).

5. Ringkasan pasien pulang


Pasien pulang tgl 28-11-2007, jam 16.00, pasien pulang dalam kondisi belum banyak
perbaikan, pasien/keluarga pasien memaksa pulang dengan alasan tidak ada yang menjaga
pasien dan juga masalah biaya untuk pasien, pasien saat ini masuk dalam jaminan SKTM
(gakin).
Kondisi pasien tgl 28-11-2007 jam 09.00:
Subyektif:
Mengeluh batuk tapi tidak keluar lendir/dahak, mengeluh sakit perut/nyeri pada abdomen
bawah kiri, kepala kadang masih terasa pusing
Obyektif:
TTV: TD; 150/90 mmhg, N;88 x/mt, Temp: 36,8 C, RR: 24 x/mnt, Kesadaran: CM, GCS:
E5 M6 V4, pasien terpasang sungkup rebreting (2 jam), Pupil: isokor, diameter;3
mm/3mm, RCL +/+, TCTL +/+, suara paru bronko vesikuler, whezing -/-, Ronchi -/-, batuk
(+), BU (+) hiperperistaltik, bunyi bruit (+), bak terpasang DC, bab spontan kadang masih
keluar feses warna kehitaman, Cairan NGT jernih tidak ada tanda pedarahan lambung, RP
-/-, RF +++/+++, kekuatan otot 4444/5555
4444/5555
Mobilisasi mika/miki, duduk dan ROM aktif-pasif,
Sesuai kondisi diatas dan pasien/keluarga memaksa untuk pulang, maka perawat memberikan
pendkes dan memberikan pertimbangan serta penjelasan tentang kondisi pasien, tetapi setelah
diberikan pendkes keluarga tetap ingin pulang. Tindakan lain adalah menjelaskan akibat-akibat
bila pasien pulang kerumah dan harus diantisipasi oleh keluarga pasien bila terjadi masalah pada
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Adib,M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke. Edisi ke-
2.Yogyakarta : Dianloka Printika.
Artini, Ria.2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.Alih Bahasa: I Made Kriasa.EGC.Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Nanda, Nic-Noc, 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis, Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta
http://belajaricu.blogspot.com/2010/10/asuhan-keperawatan-stroke-hemoragik_11.html
1. KONSEP PENYAKIT STROKE NON HEMORAGIK

1.1 Definisi

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006).

Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat
berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif
Mansjoer, 2000).

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral
biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder (Arif Muttaqin, 2008).

1.2 Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli
ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan
oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah
menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian
neuron dan infark serebri.

1. Emboli
2. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari “plaque
athersclerotique”yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima arteri akibat
trauma tumpul pada daerah leher.
3. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan bagian kiri
atrium atau ventrikel.
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup
mitralis.
 Fibrilasi atrium
 Infarksio kordis akut
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus sistemik

1. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:

 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis


 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular
seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard,
atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen
stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan
pertama setelah terjadinya infark miokard.

1.3 Klasifikasi

Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik
(kausal):

1. Berdasarkan manifestasi klinis


2. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam.

1. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)


Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak
lebih dari seminggu.

1. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)

Gejala neurologik makin lama makin berat.

1. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

2. Berdasarkan kausal
3. Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik
dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah
yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low
Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran
darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis.

1. Stroke Emboli/Non Trombotik

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas.
Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri
oksigen dan nutrisi ke otak.
1.4 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):

1. Kehilangan motorik

Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia

2. Kehilangan komunikasi

Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia (kehilangan
berbicara).

3. Gangguan persepsi

Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan perifer dan
diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.

4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).


5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia
urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral),
Inkontinensia urinarius dan defekasi yang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan
neurologi ekstensif).

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:

1. Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan
penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
– Mengalami hemiparese kanan

– Perilaku lambat dan hati-hati – Hemiparese sebelah kiri tubuh

– Kelainan lapan pandang kanan – Penilaian buruk

– Disfagia global – Mempunyai kerentanan terhadap sisi


kontralateral sehingga memungkinkan terjatuh
– Afasia ke sisi yang berlawanan tersebut

– Mudah frustasi

1.5 Patofisiologi

Obesitas, kolesterol, penyakit jantung dan perokok merupakan faktor resiko yang dapat
menyebabkan stroke non hemoragik (Batticaca, 2012, p. 58) yang dimana dapat menyebabkan
trombosis dan emboli (Setiati dkk., 2014, p. 1557). Trombosis lebih sering terjadi pada
penyumbatan aliran darah karena adanya perubahan bentuk dinding pembuluh darah yaitu
pembekuan dinding pembuluh darah karena lemak (aterosklerosis), sedangkan emboli tidak
disebabkan oleh patologi pembuluh darah lokal melainkan aorta, karotis, vertebralis, dan material
emboli lain seperti udara, lemak, benda asing yang memasuki sirkulasi sistemik (Setiati dkk., 2014,
p. 1557). Kondisi tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah serebral (Chang, Daly
& Elliott, 2009, p. 287). Kondisi yang menyebabkan perubahan pada vaskularisasi darah pada
serebral dapat menyebabkan keadaan hipoksia (Batticaca, 2012, p. 56). Kekurangan oksigen dalam
satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesdaran, sedangan
kekurangan oksign dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis neuron yang disebut
infark (Batticaca, 2012, p. 57). Perfusi jaringan serebral tidak efektif dapat menyebabkan fungsi
otak yang mempersyarafi 12 syaraf kranial mengalami penurunan ataupun terganggu, maka
muncul masalah keperawaatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, defisit nutrisi, gangguan
mobilitas fisik, gangguan persepsi sensori, dan gangguan komunikasi verbal (Nurarif & Kusuma,
2015, p. 157).

Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral

Suplai darah & O2 ke otak menurun

Proses metabolism otak terganggu

Anoreksia

Disfagia

Refluk

Fungsi motorik & muskuluskeletal menurun

Disfungsi N. XI

Defisit Nutrisi

Faktor resiko stroke

Arteri vertebra basilaris

Arteri carotis interna

Penurunan aliran darah ke retina

Disfungsi N. II

Emboli

Arteri cerebri media

Trombus

Perubhn ketajaman sensori penglihatan, penciuman, pengecap

Kerusakan N. I, II, IV, XII

Gangguan Persepsi Sensori

Kebutaan

Kemampuan retina menangkap objek/ bayangan menurun

Kerusakan articular, tdk dpt bicara(distatria)


Kelemahan kontrol otot fasial & oral

Kerusakan N. VII, IX

Penurunan N. X, IX

Ketidakammpuan mencium, melihat, mengecap

Proses menelan tidak efektif

Gangguan Komunikasi Verbal

iskemia
Kelemahan pd 1 atau 4 anggota gerak
Gangguan Mobilitas Fisik
Hemiparase/ hemiplegi kanan & kiri

Gambar 2.1 Pathway Stoke Non Hemoragik Berdasarkan Nurarif & Kusuma (2015), Setiati dkk.,
(2014) dan Batticaca (2012)

1.6 Komplikasi

1. Defisit sensoripersepsi

Stroke dapat melibatkan perubahan patologis pada jaras neurologis yang mengganggu kemampuan
untuk menghadirkan data sensori. Pasien dapat mengalami defisit dalam penglihatan,
pendengaran, keseimbangan, rasa, dan indra penciuman. Kemampuan menerima getaran, nyeri,
kehangatan, dingin dan tekanan juga dapat terganggu. Hal tersebut dapat meningkatkan resiko
cedera (LeMone dkk., 2016, p. 1802).

2. Defisit neurologis

Kelainan fungsional tubuh karena penurunan fungsi otak ini tandanya tidak selalu disebabkan oleh
kurangnya aliran darah otak. Tetapi tanda tersebut bisa karena hemiparase seluruh tubuh, sensasi
kepala terasa ringan, penurunan tingkat kesadaran, bingung serta tinitus (Setiati dkk., 2014, p.
1559).
3. Gangguan eliminasi

Gangguan eliminasi kandung kemih dan usus lazim terjadi stroke dapat menyebabkan kehilangan
sebagian sensasi yang memicu eliminasi kandung kemih, menyebabkan sering berkemih, urgensi
berkemih, atau inkontinensia. Pengendalian kandung kemih bisa berubah karena adanya dari
gangguan kognitif. Perubahan eliminsai usus lazim terjadi, akibat dari perubahan LOC, imobilitas,
dan dehidrasi. (LeMone dkk., 2016, p. 1804).

2. Konsep Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian

1. Identitas

Stroke non hemoragik ditemukan pada semua golongan usia dan terbanyak pada jenis kelamin pria
dibandingkan pada wanita (Bustan, 2015, p. 98).

2. Status Kesehatan Saat Ini


3. Keluhan Utama
o Saat Masuk Rumah Sakit: biasanya pasien stroke non hemoragik datang ke rumah
sakit dengan keluhan sakit kepala hebat (Masriadi, 2016, p. 118).
o Saat Pengkajian: pasein mengalami lumpuh bagian wajah ataupun hemiparesis
(Batticaca, 2012, p. 60).
4. Riwayat Penyakit Sekarang

Stroke non hemoragik terjadi saat pasien tidak beraktivitas atau saat sedang santai dan tidur. Sering
beberapa waktu sebelumnya merasa pegal, agak lemah atau keram linu pada separuh tubuh
(Masriadi, 2016, p. 117).

1. Riwayat Kesehatan Dahulu

 Riwayat Penyakit Sebelumnya


Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, riwayat stroke sebelumnya, obesitas (Bustan, 2015,
p. 102).

 Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya penyakit keturunan diantaranya hipertensi, riwayat stroke pada keluarga, penyakit jantung,
dan juga diabetes (Kowalak, 2011, p. 334).

 Kebiasaan

Pada pasien stroke non hemoragik biasanya terjadi pada klien yang gaya hidup kurang aktivitas
fisik atau kurang gerak, memiliki kebiasaan merokok, minum-minuman keras, konsumsi alkohol
(Kowalak, 2011, p. 334).

 Obat-obatan

Pada pasien stroke non hemoragik biasanya mengkonsumsi obat-obatan seperti kokain dan
amfetamin yang dapat mempersempit pembuluh darah di otak (Sutanto, 2010, p. 41).

 Riwayat Lingkungan

Stroke non hemoragik diyakini terjadi karena peningkatan prevalensi hipertensi (Kowalak, 2011,
p. 334)

1. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum
1. Kesadaran

Terjadi gangguan tingkat kesadaran sampai ke koma (Masriadi, 2016, p. 120).

1. Tanda- Tanda Vital


Nadi mungkin cepat dan halus, pernapasan jarang terjadi gangguan pada kasus proses hemisfer
(Batticaca, 2012, p. 59).

 Pemeriksaan Body System

1. Sistem pernafasan

Pernapasan pasien pada stroke non hemoragik jarang terjadi gangguan (Batticaca, 2012, p. 59).

1. Sistem kardiovaskuler

Tekanan darah bervariasi, lebih sering kardiosklerosis (Batticaca, 2012, p. 59).

1. Sistem persarafan

 Saraf I : biasanya pada klien masih dapat mencium aroma kopi dan vanilla atau aroma lain
yang tidak menyengat. (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
 Saraf II : terjadi gangguan visual di sisi yang di serang, bila arteri crotid yang bermasalah
(Masriadi, 2016, p. 120).
 Saraf III: Adanya reaksi pupil tidak sama, (Batticaca, 2012, p. 61).
 Saraf IV: pasien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah (Haswita &
Sulistyowati, 2017, p. 284).
 Saraf V : mati rasa di sekitar bibir dan mulut bila arteri yang diserang vertebrobasilar
(Masriadi, 2016, p. 120). Pasien mampu mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot
rahang (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
 Saraf VI: pasien dapat melihat ke samping kanan dan kiri (Haswita & Sulistyowati, 2017,
p. 284).
 Saraf VII : hemiplegia kontralateral wajah (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
 Saraf VIII : klien dapat mengulangi kata atau kalimat yang dibicarakan sebelumnya
(Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 285).
 Saraf IX: gangguan menelan atau bila minum sering tersedak (Masriadi, 2016, p. 119).
 Saraf X: pasien mengalami disartria (bicara pelo atau cadel) (Masriadi, 2016, p. 119).
 Saraf XI : hemiplegia kontralateral pada lengan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
 Saraf XII : mulut dan lidah mencong bila diluruskan (Masriadi, 2016, p. 119).

1. Sistem penginderaan

Tidak terjadi gangguan pada penglihatan. Pasien tidak mengalami penurunan ketajaman
penglihatan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).

1. Sistem pencernaan

Terjadi inkontinensia alvi (Mubarak dkk., 2015, p. 5).

1. Sistem perkemihan

Terjadi inkontinensia urin (LeMone, Burke & Bauldoff, 2016, p. 1802).

1. Sistem reproduksi

Pada pasien stroke mengalami hemiparesis sehingga tidak dapat mengalami gangguan pada sistem
reproduksi (Kowalak, 2011, p. 336).

1. Sistem muskuluskeletal

Terjadi hemiparese/hemiplegia, hemiparestesia, gangguan gerakan tangkas atau gerakan tidak


terkoordinasi, kelumpuhan pada sisi badan (Masriadi, 2016, p. 119).

1. Sistem integument

Terdapat defisit sensoris yang menyebabkan lesi pada ekstremitas sehingga menyebabkan resiko
kerusakan integritas kulit (Masriadi, 2016, p. 123).

1. Sistem endokrin
Stroke adalah gangguan dalam sirkulasi intraserebral yang berkaitan vaskuler insuffiency,
thrombosis, emboli, atau perdarahan, sehingga pada sistem endokrin tidak ada kelainan kecuali
terdapat penyakit penyerta. (Widagdo dkk., 2008, p. 87).

1. Sistem imunologi

Bila terjadi gangguan imunologi, psien mengalami mual dan muntah (Setiati dkk., 2014, p. 1560)

1. Pemeriksaan Penunjang

 CT scan menggambarkan adanya hipodens, hilangnya visualisasi pita insular, hilangnya


garis tekanan nucleus lentiformis, penyempitan sulkus korteks (Setiati dkk., 2014, p. 1560).

1. Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik

 Hindari pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik (Masriadi,
2016, p. 129).
 Terapi obat digunakan untuk mencegah terjadinya penggumpalan trombosit dan
terbentuknya trombus atau pembekuan darah yang dapat menyumbat lumen pembuluh
darah seperti asam asetil salisilat dengan dosis 2x 80-200 mg per hari dalam 48 jam,
tiklopidin dengan dosis 2x 250 mg sehari dalam 1-2 tahun, clopidogrel dengan dosis 75 mg
1x sehari (Masriadi, 2016, p. 128).
 Sebelum pemberian nutrisi, periksa reflek muntah sebelum menawarkan makanan
semipadat dengan porsi kecil tetapi sering. Letakkan baki makanan di tempat yang mudah
terlihat oleh pasien bila pasien mengalami gangguan penglihatan. Bila pasien masih
mampu makan melalui oral, tidak perlu dilakukan pemasangan selang nasogastric (NGT)
(Kowalak, 2011, p. 339).

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral
2. Definisi : penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke
jaringan pada tingkat kapiler
3. Batasan Karakteristik

 Perubahan status mental


 Perubahan reaksi pupil
 Kelemahan atau paralisis ekstremitas
 Ketidaknormalan dalam berbicara

1. Faktor yang Berhubungan

 Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah

(Wilkinson & Ahern, 2011, p. 806)

2. Defisit Nutrisi
3. Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
4. Penyebab

 Ketidakmampuan menelan makanan


 Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
 Peningkatan kebutuhan metabolisme
 Faktor psiologis (mis, stress, keengganan untuk makan)

1. Gejala dan Tanda Mayor

 Subjektif (tidak tersedia)


 Objektif : berat badan menururn minimal 10% di bawah rentang ideal

1. Gejala dan Tanda Minor

 Subjektif : Nafsu makan menurun


 Objektif: Bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran
mukosa pucat, serum albumin turun

1. Kondisi klinis terkait

 Stroke

(PPNI, 2017, p. 56)

3. Gangguan Mobilitas Fisik


4. Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri.
5. Penyebab

 Penurunan kekuatan otot


 Gangguan muskuluskletal
 Gangguan neuromuskular
 Gangguan sensori persepsi

1. Gejala tanda mayor

 Subjektif: Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas


 Objektif: Kekuatan otot menurun

1. Gejala tanda minor

 Subjektif: Nyeri saat bergerak


 Objektif: Sendi kaku, gerakan terbatas

1. Kondisi klinis terkait

 Stroke

(PPNI, 2017, p. 124)

4. Gangguan Persepsi Sensori


5. Definisi: perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang, berlebuhan atau terdistorsi.
6. Penyebab

 Gangguan penglihatan
 Gangguan pendengaran
 Gangguan penciuman
 Gangguan perabaan
 Hipoksia serebral

1. Gejala dan tanda mayor

 Subjektif: mendengar suara bisikan atau melihat bayangan, merasakan sesuatu melalui
indera perabaan, penciuman, pengecapan.
 Objektif: distorsi sensori, respon tidak sesuai, bersikap seolah melihat, mendengar,
mengecap, meraba, mencium sesuatu.

1. Gejala tanda minor

 Subjektif: menyatakan kesal


 Objektif: menyendiri, melamun, konsentrasi buruk, disorientasi waktu, tempat, orang atau
situasi, curiga, melihat ke satu arah, mondar-mandir, bicara sendiri.

1. Kondisi klinis terkait

 Trauma pada saraf kranialis II, III, IV, akibat stroke, aneurisma intrakranial, trauma otak.

(PPNI, 2017, p. 190).

5. Gangguan Komunikasi Verbal


6. Definisi: penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,
memproses, mengirim, dan/ atau menggunakan sistem simbol.
7. Penyebab
 Penurunan sirkulasi serebral
 Gangguan neuromuskuler

1. Gejala tanda mayor

 Subjektif: tidak tersedia


 Objektif: tidak mampu berbicara atau mendengar, menunjukkan respon tidak sesuai

1. Gejala tanda minor

 Subjektif: tidak tersedia


 Objektif: afasia, disartria, pelo, sulit memahami komunikasi

1. Kondisi klinis terkait

 Stroke
 Hipoksia kronis (PPNI, 2017, p. 264).

2.3 Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral


2. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 6×24 jam diharapkan perfusi jaringan
serebral efektif yang dibuktikan oleh berkomunikasi dengan jelas, menunjukkan
konsentrasi dan orientasi kognitif
3. Kriteria Hasil :

 Menunjukkan fungsi sensorimotor kranial yang utuh


 Mempunyai pupil yang sama besar dan reaktif
 Tidak mengalami sakit kepala

1. Aktivitas Keperawatan
o 1) Pengkajian
1. Pantau tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan pernapasan
2. Ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil
3. Kaji Sakit kepala, tingkat kesadaran orientasi, kekuatan otot
o 2) Aktifitas kolaboratif
1. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intra vascular sesuai
program
2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45 derajat, tergantung pada kondisi
pasien dan tergantung perubahan dokter.

 3) Aktifitas lain
1. Minimalkan stimulus lingkungan

(Wilkinson & Ahern, 2011, p. 816)

2. Defisit Nutrisi
3. Tujuan: Setelah dialakuakn tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan asupan
nutrisi pasien untuk memenuhi kebutuhan metabolic tercukupi yang dibuktikan dengan BB
normal atau ideal.
4. Kriteria Hasil:

 Mempertahankan berat badan ____kg atau bertambah ____kg pada ____


 Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
 Menoleransi diet yang dianjurkan
 Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
 Memiliki nilai laboratorium (misalnya, transferin, albumin, dan elektrolit dalam batas
normal)
 Melaporkan tingkat energi yang adekuat

1. Aktivitas Keperawatan

 Pengkajian

1. Ketahui makanan kesukaan oasien


2. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebuuhan nutrisi
3. Pantau kandunaga nutrisi dan kalori pada catatan asupan
4. Timbang pasien pada interval yang tepat

 Penyuluhan untuk pasien/ keluarga

1. Ajarkan metode untuk perencanaan makan


2. Ajarkan pasien/ keluarga tentang makana yang bergizi dan tidak mahal
3. NIC; berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi bagaimana memenuhinya

 Aktivitas kolaboratif

1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang mengalami
ketidak adekuatan asupan protein atau kehilangan protein (mis, pasien anoreksia nervosa
atau penyakit glomerular/ dialisis paritonal)
2. Dikusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap,
pemberian makana melalui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang
adekuat dapat dipertahankan
3. Rujuk ke program gizi di komuitas yang tepat, jika pasien tidak membeli atau menyiapkan
makanan yang adekuat. (Wilkinson, 2016, p. 282).

 Aktifitas lain

1. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan, lingkungan
makan, kesukaan pasien, serta suhu makanan.
2. Dukung anggota keluarga untuk membawa makan kesukaan pasien dari rumah
3. Bantu pasien menulis tujuan minggguan yang realistis utnuk latihan fisik dan asupan
makanan
4. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik di lokasi yang terlihat
jelas dan kaji ulang setiap hari
5. Tawarkan makan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
6. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
7. Hindari prosedur infasif sebelum makan
8. Suapi pasien, jika perlu
9. Gangguan Mobilitas Fisik
10. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien
mampu melakukan pergerakan fisik mandiri dan terarah yang dibuktikan dengan skala
fungsional tingkat kemandirian 0.
11. Kreteria Hasil:

 Meminta bantuan untuk aktifitas mobiliasi


 Melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri
 Menyangga berat badan

1. Aktifitas keperawatan

 Aktivitas Keperawatan Tingkat 1


1. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah (mis., dari tempat tidur ke kursi)
2. Berikan penguatan positif selama aktifitas
 Aktivitas Keperawatan Tingkat 2
1. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
 Aktivitas Keperawatan Tingkat 3 dan 4

1. Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap 2 jam


2. Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencanaan aktivitas
perawatan pasien

(Wilkinson, 2016, p. 267)

4. Gangguan Persepsi Sensori


5. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan respon
pasien meningkat terhadap stimulus yang diberikan yang dibuktikan dengan pasien
merasakan stimulasi pada kulit, rasa, bau, dan gambaran visual dengan benar.
6. Kriteria Hasil:

 Mencapai ekmbali atau mempertahankan tingkat kognisi yang umum


 Mengenali dan memperbaiki gangguan/ kerusakan sensorik
 Bebas dari cedera
 Mengungkapkan kesadaran terhadap kebutuhan sensorik dan adanya kelebihan beban dan/
atau deprivasi sensorik

1. Aktivitas Keperawatan

 Pengkajian

1. Kaji kemampuan berbicara, mendengar, berespon terhadap perintah yang sederhana untuk
mendapatkan gambaran status mental dan kognitif serta kemampuan menginterprestasikan
stimulus.
2. Observasi respon perilaku misalnya disorientasi yang mungkin terjadi karena adanya
infeksi otak atau neurologis.
3. Evaluasi kesadaran sensori misalnya panas, dingin, ketajaman bau bau, rasa, penglihatan.

 Penyuluhan pada pasien/ keluarga

1. Beri penjelasan dan rencana perawatan pada klien atau keluarga untuk meningkatkan
komitmen dan mengoptimalkan hasil
2. Tunjukkan cara dan perawatan alat prostetik sensorik misalnya alat bantu melihat atau
mendengar

 Aktivitas kolaboratif

1. Diskusikan kebutuhan evaluasi program obat yang teratur, catat kemungkinan efek
samping toksik atau interaksi program dan obat bebas (Doenges dkk., 2014, p. 791).

 Aktivitas lain

1. Tinjau tindakan keamanan di rumah yang berhubungan dengan defisit


2. Bantu klien atau keluarga untuk mempelajari cara koping yang efektif dan menangani
gangguan sensori
3. Gangguan Komunikasi Verbal
4. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien
mengalami peningkatan dalam menerima, memproses, menghantarkan dan menggunakan
sistem symbol yang dibuktikan dengan dapat dan tidak menolak untuk berbicara.
5. Kriteria Hasil:

 Mengomunikasikan kebutuhan kepada staf dan keluarga dengan frustasi minimal


 Mengomunikasikan kepuasan dengan cara komunikasi alternatif

1. Aktivitas Keperawatan

 Pengkajian

1. Kaji kemapuan untuk berbicara, men-dengar, dan memahami


2. Observasi respon terhadap sentuhan

 Penyuluhan pada pasien/ keluarga

1. Jelaskan pada pasien mengapa ia tidak dapat berbicara

 Aktivitas kolaboratif

1. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara


2. Beri penguatan terhadap kebutuhan tindak lanjut dengan ahli patologi wicara setelah
pulang dari rumah sakit

 Aktivitas lain

1. Bimbing komunikasi satu arah dengan tepat


2. Bicara perlahan, jelas, dan tenang menghadap ke arah pasien

(Wilkinson, 2016, p. 85).


2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual,
teknik yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu
memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien
(Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).

2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang
diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai 3 alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:

1. Berhasil: perilaku pasien sesuai pertanyaan tujuan dalam waktu tanggal yang ditetapkan di
tujuan.
2. Tercapai sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai: pasien tidak ammpu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan pernyataan tujuan (Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).
3. KASUS SEMU
Ny S (90 tahun) dirawat di ICU dengan diagnosa SNH, pasien kiriman IGD dengan
penurunan kesadaran, dan mengalami kesulitan makan dan minum sejak 3 hari SMRS. Hasil
pemeriksaan di IGD kesadaran somnolen, GCS E3M5V afasia, TD 160/90 mmHg, Nadi 80x/mnt,
RR 28x/mnt, Suhu 37ᵒC, pupil isokor, reaksi terhadap cahaya melambat, hasil EKG SR. Di IGD
sudah mendapatkan terapi O2 3L/mnt, IV line RL 20tpm, injeksi ranitidin dan citicolin. Kemudian
dikirim ke ICU, dengan hasil pemeriksaan Kesadaran turun menjadi Sopor E1M4V1, suara nafas
stridor, kemudian dipasang Orofaringeal tube, terdapat banyak sekret di mulut. Terdengar ronkhi,
TD 220/110, MAP 147, nadi 74x/mnt suhu 37,2ᵒC dan terdapat kelemahan ekstremitas kiri dengan
kekuatan otot
3 1
3 1
Keluarga Klien mengatakan pasien mempunyai penyakit hipertensi yang sudah lama dan tidak
terkontrol.

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 90 tahun
TTL : Kebumen, 25 Februari 1925
Jenis Kelamin : Perempuan
TB : 165 cm
BB : 48 kg
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. Med. Rec : 2477890
Diagnosa Medis : Stroke Non Hemoragik
Tanggal Masuk : 13 April 2015
Tanggal Pengkajian : 13 April 2015
Golongan Darah :O
Alamat : Kedawung

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. U
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kedawung
Hubungan dengan klien : Anak klien
3. Keluhan Utama
Anak klien mengatakan klien mengalami penurunan kesadaran.
4. Pengkajian Primer
a. Airway
Terdapat sumbatan jalan napas oleh secret yang banyak di mulut, terdengar suara stridor.
b. Breathing
Terdengar suara ronchi, RR waktu di IGD 28 x/ menit, Irama nafas cepat, dangkal.
c. Circulation
TD 220/110, MAP 147, Nadi 74x/mnt, EKG SR
d. Disability
Kesadaran turun menjadi Sopor E1M4V1.
e. Exsposure
-
5. Secondary Survey
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny S (90 tahun) dirawat di ICU dengan diagnosa SNH, pasien kiriman IGD dengan
penurunan kesadaran, dan mengalami kesulitan makan dan minum sejak 3 hari SMRS. Hasil
pemeriksaan di IGD kesadaran somnolen, GCS E3M5V afasia, TD 160/90 mmHg, Nadi 80x/mnt,
RR 28x/mnt, Suhu 37ᵒC, pupil isokor, reaksi terhadap cahaya melambat, hasil EKG SR. Di IGD
sudah mendapatkan terapi O2 3L/mnt, IV line RL 20tpm, injeksi ranitidin dan citicolin. Kemudian
dikirim ke ICU, dengan hasil pemeriksaan Kesadaran turun menjadi Sopor E1M4V1, suara nafas
stridor, kemudian dipasang Orofaringeal tube, terdapat banyak sekret di mulut.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Anak klien mengatakan, klien pernah mengalami penyakit hipertensi 2 tahun yang lalu.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anak klien mengatakan, ibu klien meninggal 10 tahun yang lalu karena penyakit stroke seperti
yang dialami klien.
d. Pemeriksaan Head Toe Toe
- Kepala : mesosephal, klien berambut lurus dan panjang, dan tidak rontok.
- Mata : pupil isokor, reaksi terhadap cahaya melambat, kunjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik.
- Telinga : bersih tidak terdapat serumen dan tidak mengalami gangguan pendengaran
- Hidung : bentuk hidungnya simetris, ada cuping hidung
- Wajah : wajah klien tampak simetris.
- Mulut : tampak hipersekrasi kelenjar ludah, mukosa mulut basah, bibir basah,ada secret
dimulut.
- Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis
- Dada : Simetris,suara nafas stridor, ada suara ronchi, tidak ada kelainan bentuk, RR 28
x/menit, cepat dan dangkal, Nadi 80x/menit, hasil EKG SR.
- Abdomen : tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak asites, tidak ada luka memar, peristaltik
usus 8x/mnit, perkusi hipertimpani.
- Ekstremitas : terdapat kelemahan ekstermitas kiri dengan kekuatan otot

3 1
3 1

- Genetalia : Bersih tidak ada kelainan, Tidak terdapat luka/ulkus, tidak terpasang kateter.
e. Pemeriksaan penunjang
- CT-scan :
B. ANALISA DATA
Waktu Data Fokus Etiologi Problem Paraf
13 April DS : Akumulasi secret Kebersihan Jalan
2015 Pukul
- Anak klien mengatakan Nafas
07.00 bahwa klien kesulitan
bernapas

DO:
- Airway
Terdapat sumbatan jalan napas
oleh secret yang banyak di
mulut, terdengar suara stridor.
- Breathing
Terdengar stridor, RR waktu di
IGD 28 x/ menit, Irama nafas
cepat, dangkal.
- Circulation
TD 220/110, MAP 147, Nadi
74x/mnt, EKG SR
13 April DS:
2015 Pukul
- Anak klien mengatakan klien perdarahan Gangguan perfusi
07.00 tidak sadarkan diri intracerebral jaringan otak
DO:
- Kesadaran turun menjadi
Sopor
- GCS E1M4V1.
- pupil isokor
- reaksi terhadap cahaya
melambat
- hasil EKG SR
13 April DS: kesulitan makan dan Resiko tinggi nutrisi
2015 Pukul
- Anak klien mengatakan klien minum kurang dari
07.00 tidak nafsu makan sejak 3 hari kebutuhan
sebelum masuk rumah sakit
DO:
- Terpasang NGT
- mengalami kesulitan makan
dan minum sejak 3 hari SMRS
- Kesadaran turun menjadi
Sopor E1M4V1

Diagnosa Keperawatan :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret
2. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intracerebral
3. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kesulitan makan dan minum

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Waktu No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


DX
13 April 2015 1 Setelah di lakukan tindakan keperawatan
- Lakukan suction
Pukul 07.00 selama 2x24jam klien tidak menunjukkan
- Berikan klien terapi O2
sesak nafas dan tidak ada suara ronchi sesuai indikasi
- Auskultasi nafas klien setiap
2 jam sekali
- Lakukan fisioterapi nafas
sesuai keadaan klien
- Ciptakan lingkungan yang
tenang
- Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat

13 April 2015 2 Setelah di lakukan tindakan keperawatan


- Berikan penjelasan kepada
Pukul 07.00 selama 2x24 perfusi jaringan serebral keluarga klien tentang sebab-
klien adekuat dengan menunjukkan TTV sebab gangguan perfusi
dalam ambang normal, Tidak ada jaringan otak dan akibatnya
penurunan tingkat kesadaran, Tidak ada
- Anjurkan kepada klien
tanda-tanda yang menunjukkan untuk bed rest total
peningkatan TIK. - Observasi dan catat tanda-
tanda vital dan kelainan
tekanan intrakranial tiap dua
jam
- Berikan posisi kepala lebih
tinggi 15-30 dengan letak
jantung (beri bantal tipis)
- Anjurkan klien untuk
menghindari batuk dan
mengejan berlebihan
- Ciptakan lingkungan yang
tenang dan batasi
pengunjung
- Kolaborasi dengan tim
dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor

13 April 2015 3 Setelah di lakukan tindakan keperawatan


- Catat jumlah kalori tiap hari.
Pukul 07.00 selama 2x24jam BB klien bertahan atau di
- Berikan terapi cairan sesuai
tingkatkan, HB dalam batas normal, indikasi
turgor kulit dan mukosa bibir lembab. - Anjurkan klien
menggunakan bantuan
sedotan pada waktu saat
makan
- Berikan makanan lunak dan
cair
- Lakukan konsultasi diit.
- Berikan makan melalui
selang nutrisi parenteral
total.
- Kaji : albumin serum,
protein dan sel darah putih.

D. IMPLEMENTASI
WAKTU NO TINDAKAN KEPERAWATAN KETERANGAN
DX
13 April 2015 1 - Melakukan suction
Pukul 07.00 - Memberikan klien terapi O2 sesuai
indikasi
- Mengauskultasi nafas klien setiap 2 jam
sekali
- Melakukan fisioterapi nafas sesuai
keadaan klien
- Menciptakan lingkungan yang tenang
- Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat

13 April 2015 2 - Memberikan penjelasan kepada keluarga


Pukul 07.30 klien tentang sebab-sebab gangguan
perfusi jaringan otak dan akibatnya
- Menganjurkan kepada klien untuk bed rest
total
- Mengobservasi dan mencatat tanda-tanda
vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap
dua jam
- Memberikan posisi kepala lebih tinggi 15-
30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
- Menganjurkan klien untuk menghindari
batuk dan mengejan berlebihan
- Menciptakan lingkungan yang tenang dan
batasi pengunjung
- Berkolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian obat neuroprotektor

13 April 2015 3 - Mencatat jumlah kalori tiap hari.


pukul 07.50 - Memberikan terapi cairan sesuai indikasi
- Menganjurkan klien menggunakan
bantuan sedotan pada waktu saat makan
- Memberikan makanan lunak dan cair
- Melakukan konsultasi diit.
- Memberikan makan melalui selang nutrisi
parenteral total.
- Mengkaji : albumin serum, protein dan sel
darah putih.

E. EVALUASI
Waktu No dx Evaluasi Paraf
13 april 1 S:-
2015 O : RR: 26 x/menit, irama nafas cepat, dangkal.
08.00 A : masalah belum teratasi, pasien masih tampak sesak RR: 26
x/menit
P : lanjutkan intervensi :
- Lakukan suction
- Berikan klien terapi O2 sesuai indikasi
- Auskultasi nafas klien setiap 2 jam sekali
- Lakukan fisioterapi nafas sesuai keadaan klien
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

13 april 2 S:
2015 O:
A : masalah belum teratasi; Kesadaran masih sopor, GCS
E1M4V1, pupil isokor, reaksi terhadap cahaya masih lambat.
P : lanjutkan intervensi : Observasi dan catat tanda-tanda vital
dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam, berikan posisi
kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis),
anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan

13 april 3 S:
2015 O:
A : masalah belum teratasi ; kesadaran masih turun E2M4V1
P : Lanjutkan intervensi ;
http://nursecantike.blogspot.com/2015/05/asuhan-keperawatan-pada-pasien-stroke.html
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika.

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC

http://nursecantike.blogspot.com/2015/05/asuhan-keperawatan-pada-pasien-stroke.html

Anda mungkin juga menyukai