Dosen Pengajar:
Oleh:
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
2017/2018
KONSEP DASAR STROKE HEMORAGIK
1. DEFINISI
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya
aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani,
2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah
yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M.
Adib, 2009).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular
(Muttaqin, 2008).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara
semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
2. ETIOLOGI
Penyebab stroke hemoragik biasanya diakibatkan dari:
Hemoragi serebral ( pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan kedalam jaringan otak
atau seluruh ruang sekitar otak ). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak . Hemoragi
serebral dapat terjadi di berbagai tempat yaitu :
a. Hemoragi subakhranoid
b. Hemoragi intraserebral
Faktor resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit jantung iskemik :
a. Usia
b. Jenis kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada wanita post monophous sama
resiko dengan pria
c. Hipertensi
d. DM
e. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung
f. Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain hiperfibrinogenia
g. Keturunan
h. Hipovolemia dan syook ( Aru W, Sedoyo dkk, 2006)
3. PATOFISIOLOGI
a. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke
dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan sub arachnoid
b. Perdarahan Sub Arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang
subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan
didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi
kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui
proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
4. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis dari stroke perdarahan ditinjau berdasarkan jenisnya sebagai berikut. (1)
a) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di
hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.
1) Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului
oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.
2) Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai
kejang fokal / umum.
3) Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi
4) Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.
b) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid
yang timbul secara primer.
1) Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam 1
– 2 detik sampai 1 menit.
2) Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
3) Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai
beberapa jam. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen, Perdarahan retina berupa perdarahan
subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid, Gangguan fungsi otonom
berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan
meningkat, atau gangguan pernafasan.
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
a. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar daerah itu
mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk
menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah
yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan
darah.
b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,
pemberian dexamethason.
c. Pengobatan
1. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut.
2. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik/emobolik.
3. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Terapi farmakologi:
1) Vitamin K
- Mekanisme kerja
Mekanisme kerja dengan meningkatkan biosintesis beberapa factor pembekuan daraj yaitu
protombin, factor VII, IX, X di hepar. Aktivasi X menjadi Xa oleh factor VIIa, TF dan Ca2+ dari
jalur ekstrinsic dan factor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur intrinsic. Kemudian factor Xa dibantu
oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin menjadi thrombin. Trombin kemudian
mengaktivasi factor XIII dan XIIIa yang akan mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
2) Faktor-faktor pembekuan darah mekanisme kerja:
§ aktivasi tromboplastin
§ pembentukan thrombin dari protombin
§ pembentukan fibrin dari fibrinogen
· Vitamin K ada 2 jenis : Menadiol Sodium Fosfat yang bersifat larut dalam air dan Fitomenadion
(vitamin K1) yang larut dalam lemak.
1) Menadiol Sodium Fosfat
Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit hati)
· Kontraindikasi: neonatus, bayi, hamil tua
· Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-10 mg per hari, dewasa 10-40 mg per hari.
· Sediaan: tablet 10 mg
· Interaksi: vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion
3) Vitamin K1
· Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit hati)
· Kontraindikasi: neonates, bayi, hamil tua
· Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-20 mg per hari, dewasa 10-40 mg per hari.
· Sediaan: tablet 10 mg
· Interaksi : vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion.
4) Protamin
· Dosis: Injeksi intravena (kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit), 1 mg menetralkan 80-100 unit
heparin bila diberikan dalam waktu lebih panjang, diperlukan protamin lebih sedikit karena
heparin diekskresi dengan cepat; maksimal 50 mg.
· Indikasi: Digunakan untuk mengatasi over dosis heparin, namun jika digunakan berlebihan
memiliki efek antikoagulan. Jika perdarahan yang terjadi saat pemberian heparin hanya ringan,
protamin sulfat tidak perlu diberikan karena penghentian heparin biasanya akan menghentikan
perdarahan dalam beberapa jam.
· Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap protamin
· Efek samping: Mual, muntah, muka merah, hipontensi, bradikardi, dispnea, reaksi hipersensitif
(termasuk angiodema, anafilaksis) pernah dilaporkan.
· Mekanisme kerja: Protamin sulfat merupakan basa kuat, bekerja sebagai antagonis heparin pada
in vitro dan in vivo dengan cara membentuk kompleks bersama heparin yang bersifat asam kuat
menjadi bentuk garam stabil. Kompleks heparin dan protamin tidak mempunyai efek antikoagulan.
· Bentuk sediaan: Injeksi intravena
5) Asam traneksamat
· Indikasi: Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat pemutusan benang
fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan pendarahan yang
disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas.
· Mekanisme kerja: asam traneksamat kompetitif menghambat aktivasi plasminogen sehingga
mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim yang mendegradasi
gumpalan fibrinogen dan protein plasma lainnya termasuk faktor prokoagulan V dan VIII. Oleh
karena itu, dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan.
· Dosis: Oral 1-1.5 gr (15-25 mg/kg) 2-4 kali sehari. Dosis injeksi inravena perlahan: 0.5-1 gr (10
mg/kg) 3 kali sehari. Dosis infuse kontinyu 25-50 mg per kg setiap hari.
· Efek samping: sakit dada, vasospasme, syok hemoragik, demam, sakit kepala, kedinginan,
urtikaria, alopesia, disestesis pedis, purpura, eczema, nekrosis kutan, plak eritematosis,
hiperkelemia, hiperlipidemia, mual, muntah, konstipasi, hemorage, ditemukan darah pada urin,
epiktasis, hemoragik adrenalin, hemoragik retriperitonial, trombositopenia, peningkatan enzim
SGOT,SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan karena injeksi subkutan, neropati perifer,
osteoporosis, konjungtivitis, hemoptisis, hemoragik pulmonary, asma arthritis, rhinitis,
bronkospasme, reaksi alergi kemudian reaksi anafilaktik.
· Interaksi dengan obat lain: obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis tidak diberikan
bersamaan dengan obat anti fibrinolitik. Pembentukan thrombus akan meningkat dengan adanya
O estrogen atau mekanisme antifibrinolitik diantagonis oleh senyawa trombolitik.
· Mekanisme kerja: asam traneksamat bekerja dengan sama memblok ikatan plasminogen dan
plasmin terhadap fibrin; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada tingkat tertentu.
· Bentuk: sediaan kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 ml.
6) Calsium Chanel Blocker: Nimodipin
· Indikasi: merupakan Ca chanel bloker dengan aktivitas serebrovaskuler preferensial. Hal ini
ditandai dengan efek dilatasi dan menurunkan tekanan darah pada serebrovaskuler.
· Mekanisme kerja: nimodipin ternasuk dalam kelas agen farmakologis dikenal sebagai kalsium
chanel blocker. Nimodipin diindikasikan untuk peningkatan hasil neurologis dengan mengurangi
insiden dan keparahan deficit iskemik pada pasien dengan perdarhan subarachnoid dari pecahnya
aneurisme. Proses kontraktil sel-sel otot polos tergantung pada ion kalsium sel selama depolarisasi
sebagai penghambat arus transmembran. Nimodipin menghambat transfer ion kalsiun ke dalam
sel dan demikian menghambat kontraksi otot polos vaskuler.
· Dosis: PO / nasogastrik 60 mg/4 jam selam 21 hari berturut-turut. Memulai terapi dalam waktu 96
jam perdarahan subarachnoid.
7) Terapi suportif: infuse manitol
· Indikasi: menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral.
· Mekanisme kerja: kenaikan tekanan intrakranial dan adanya edema serebral pada hemoragik dapat
terjadi karena dari efek gumpalan hematoma. Manitol bekerja untuk meningkatkan osmolaritas
plasma darah, mengakibatkan peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan cairan
serebrospinal, ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya edema otak, peningkatan tekanan
intrakranial serta volume dan cairan serebrospinal dapat dikurangi.
· Dosis, lama dan cara pemberian: tekanan intracranial;edema serebral;1.5-2 gr/kg dosis IV dalam
15,20, atau 25% larutan selam 30-60 menit pertahankan osmolarotas serum 310 sampai >320
mOsm/kg.
5. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak. Penderita yang
menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan
penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga
saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau
adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya
hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak.
Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
b. Breathing.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau
tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
c. Circulation.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut.
3. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitasdan istirahat.
Data Subyektif:
2) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum.
3) Gangguan penglihatan.
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
1) Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis
bacterial), polisitemia.
Data obyektif:
1) Hipertensi arterial
c. Integritasego
Data Subyektif:
Data obyektif:
1) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan.
d. Eliminasi
Data Subyektif:
1) Inkontinensia, anuria
2) Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)
e. Makan/minum
Data Subyektif:
Data obyektif:
1) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)
f. SensoriNeural
Data Subyektif:
2) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
4) Penglihatan berkurang.
5) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi
yang sama).
2) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke, genggaman tangan
tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
4) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata
kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
7) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral.
g. Nyeri/kenyamanan
Data Subyektif:
Data obyektif:
1) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
h. Respirasi
Data Subyektif:
i. Keamanan
Data obyektif:
2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap
bagian tubuh yang sakit.
3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
5) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
j. Interaksisocial
Data obyektif:
(Doenges E, Marilynn,2000).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral oklusi
otak, vasospasme, dan edema otak ( Brunner dan Suddarth, 2009)
b. kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
c. kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan
kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
f. Resiko gangguan intregitas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama
g. Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan
otot dalam mengunyah dan menelan.
h. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan
batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak. ( Brunner dan Suddarth, 2009)
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara maksimal
Kriteria hasil:
- Tingkat kesadaran komposmentis
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan Intrakranial
- Tanda vital stabil dalam batas normal (BP: 90/60-140/90 mmHg, HR 60-100x/m)
- Tidak ada tanda deficit neurologis dan perburukan
Intervensi :
1) Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral dan tanda peningkatan TIK
Rasional: mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan/kemunduran tanda/gejala
neurologi atau kegagalan memperbaiki setelah fase awalmemerlukan tindakan pembedahan atau
pasien dipindahkan ke ruang ICU.
2) Tinggikan posisi kepala tempat tidur 30 derajat
Rasional: menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase serta meningkatkan sirkulasi/
perfusi serebral. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
3) Monitor status neurologis (tingkat kesadaran, reflek patologis dan fisiologis, pupil) secara berkala
dan bandingkan dengan nilai normal.
Rasional: mengetahui kecenderungan penurunan kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui luas serta lokasi dan kerusakan SSP. (Carpenito,2005)
4) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Adanya penyumbatan pada arteri subklavikula dapat
dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Frekuensi dan irama
jantung. Kemungkinan adanya bradikardi sebagai akibat adanya kerusakan otak. Ketidakteraturan
pernapasan memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral.
5) Pertahankan suhu tubuh tetap normal
Rasional: peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan metabolisme
tubuh sehingga kebutuhan oksigen tubuh meningkat. Hal ini dapat
memperburuk gangguan serebral.
6) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, penurunan lapang pandang bila
pasien telah sadar.
Rasional: Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah
otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat
perhatian Dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan. Pengkajian persepsi ini penting
dilakukan, karena stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual dan kehilangan sensori.
Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) sisi yang terkena sama dengan
sisi yang mengalami paralysis.
7) Kolaborasi
a) Berikan oksigen
Rasional: Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
menurunkan hipoksia, dapat menyebabkan vasodilatasi serebral
sehingga kebutuhan serebral akan oksigen terpenuhi
b) Obat Stimulator otak/neuroprotektor
Rasional : meningkatkan nutrisi sel otak sehingga dapat menstimulasi
kerja otak.
c) Obat antihipertensi
Rasional : Captopril merupakan golongan anti hipertensi penghambat
enzim konversi angiotensin (ACE). Penghambat ACE mengurangipembentukan angiotensin II
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya
ekskresi natrium dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan tekanan darah.
d) Obat laxative (pelunak feses)
Rasional : mencegah proses mengejan selama defekasi yang dapat menimbulkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Obat ini memberikan efek langsung pada mukosa usus dan
menstimulasi peristaltik, hal ini akan meningkatkan sekresi air dan elektrolit menurunkan faktor
penyebab, resiko perluasan kerusakan jaringan dan menurunkan TIK . (Stein, 2008:510)
e) Obat anti piretik
Rasional : Contohnya adalah Paracetamol yang merupakan obat antiinflamasi non
steroid, golongan diflunizal. Saat demam tubuh melepaskan zat pirogenendogen atau sitokin
seperti interleukin 1 yang memacu pengeluaranprostaglandin di daerah preoptik hipotalamus.
Paracetamol ini akan dapatmenekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat
sintesis prostaglandin. (Aronson, 2009). Intervensi ini berlandaskan pada teori
keperawatan dimana kesembuhan pasien itu berdasarkan adanya kerjasama yang sinergis antara
keperawatan dan tim kesehatan lain diantaranya adalah perawat, dokter dan tim kesehatan yang
lain.
I. PENGKAJIAN :
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. AM – Register xxxxxxx
Umur : 65 tahun
Alamat : Jl. Adi Sucipto kota kesehatan.
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh Bangunan
Status perkawinan : Kawin
Suku : Jawa tengah
Tanggal MRS : 17 Mei 2010 ( jam 18.00)
Pengkajian : 19 Mei 2010 ( jam 09.00)
Diagnosa masuk : CVD-SH, Anemia, PSCB (Heomokitsia)
Penanggung jawab : Tn NM
Hubungan : Anak
Alamat : Purwokerto – Jawa Tengah
3. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit berat, keadaan umu tampak lemah, kesadaran compos mentis
mengarah apatis, tekanan darah 180/110 mmHg, suhu tubuh 384◦C, pernapasan 24
X/menit, nadi 84X/menit (regular), GCS :E4 M6 Vapasia. BB ( sakit ): tidak diketahui,
BB ( Sblm Sakit ) ; tidak diketahui, hasil pengukuran LL 25 cm.(BB=2xLL; 50 kg).
b. Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, rambut hitam dan
berminyak , tidak botak, perubahan warna kulit; muka tampak pucat.
c. Kepala
Normo cephalic, simetris, nyeri kepala/sakit kepala, benjolan tidak ada.
d. Muka
Asimetris, odema , otot muka dan rahang kekuatan lemah , sianosis tidak ada
e. Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor, sclera ikterus
(-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat dievalusai, mata tampak
cowong.
f. Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
g. Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak
ada.
h. Mulut dan faring
Bau mulut , stomatitis (-), gigi banyak yang hilang, lidah merah merah mudah,
kelainan lidah tidak ada. Terpasang NGT
i. Leher
Simetris, kaku kuduk tidak ada, vena jugularis 5 + 2cm H2O. tidak ada benjolan limphe
nodul.
j. Thoraks
Gerakan dada simitris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi resonan,
rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak teridentifikasi.
k. Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan
dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1 dan S2 tunggal; dalam batas normal,
gallop(-), mumur (-). capillary refill 2 – 3 detik .
l. Abdomen
Bising usus; hiperperistaltik, bunyi bruit sangat jelasa, tidak ada benjolan, nyeri tekan
tidak ada, perabaan massa tidak ada, hepar tidak teraba, asites (-).
m. Inguinal-Genitalia-Anus
Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembuluh limfe tidak ada.,
tidak ada hemoroid, terpasang kateter hr.III
n. Ekstrimitas
Akral hangat, edema -/-, kekuatan 2/2, gerak yang tidak disadari -/-, atropi -/-, capillary
refill 3 detik, atropi -/-. Perifer tampak pucat.
o. Tulang belakang
Tidak ada lordosis, kifosis atau scoliosis.
4. Pemeriksaan penunjang
- Hasil CT Scan ;Perdarahan pada basal ganglia dan Thalamus kiri kurang lebih p: 5,2x5.0
mm banyaknya perdarahan 23 cc
- Hasil Foto rongen; gambaran infiltrate minimal, CTR >50%
- Hasil ECG; SR;92x/mnt, MI lead I, AVL,V5-V6 poor r, saran konsul kardiologi konsul
gastro dan ginjal, echokardiograf, tranfusi PRC..
- Hasil konsul dengan IPD, gastroenterology prinsipnya sama terapi dilanjutkan dan
rencanakan USG ginjal, dan Koloscopy setelah HB >10 gr/dl
5. Terapi
Obat-obatan (17–11–2007)
Nama obat Dosis Pemakaian Efek Samping ( evaluasi perawat)
Citicolin 2x500 gr Injeksi Metabolisme cerebral yang tidak adequat
IVFD Asering 8 Jam Infus Resti infeksi
Captopril 3 x 12,5 mg Oral Hipotensi
Paracetamal 3 x 500 mg Oral Hipotermia & stress ulcer
Ranitidin 2x 1 ampl Injeksi Mual muntah
O2 2 l/mnt Kanul Keracunan O2
Obat-obatan (20–11–2007)
Nama obat Dosis Pemakaian Efek Samping ( evaluasi perawat)
Citicolin 2x500 gr Injeksi Metabolisme cerebral yang tidak adequat
IVFD Asering 8 Jam Infus Resti infeksi
Captopril 3 x 12,5 mg Oral Hipotensi
Paracetamal 3 x 500 mg Oral Hipotermia & stress ulcer
Ranitidin 2x 1 ampl Injeksi Mual muntah
O2 2 l/mnt Kanul Keracunan O2
Adalat 1x3 mg Oral Hipotensi
B6,12,Asam folat 2 x 1 tb Oral Meningginya fungsi hati
Transmin 3 x 1 ampl injeksi Pembekuan darah secara sistemik
Vit K 3 x 1 ampl injeksi Pembekuan darah secara sistemik
Cefriaxon 2 x 1 gr injeksi Alergi sistemik
HCT 1 x 25 mg Oral Output cairan berlebih/ tidak terkontrol
Laculac 3 x 1 sdk Oral (sirup)
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun prioritas diagnosa keperawatan Tn.AM (sesuai form pengkajian terlampir) adalah:
1. Resiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi skret sekunder adanya kelemahan
neuromuskuler
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d adanyan oklusi/perdarahan daerah serebral.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: kurang dari yang dibutuhkan b.d intake
yang tidak adequat
III. INTERVENSI YANG DIRENCANAKAN
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d akumulasi skret sekunder ketidakmampuan
mengeluarkan skret karena kelemahan9,10
Rasionalisasi intervensi yang direncanakan:
a. Kaji dan monitor status pernafasan, kemampuan batuk dan mengeluarkan skret
R: untuk menentukan batas ketidakmampuan pasien dalam mengeluarkan sekret sehingga
akan diambil tindakan yang tepat dan sesuai
f. Kolaborasi
- Berikan oksigen sesuai indikasi
R : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi cerebral dan tekanan
meningkat / terbentuknya edema.
- Obat antihipertensi:20,21
R: menurunkan factor penyebab dan menurunkan TIK
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: kurang dari yang dibutuhkan b.d intake yang
tidak adequat22,23
Rasionalisasi intervensi yang direncanakan:
a. Monitor/obs tanda-tanda vital, nadi perifer, status membran mukosa, turgor kulit
R: indikator keadequatan dari volume cairan dan sirkulasi, bila ada kelainan tanda vital
menunjukkan adanya kekurangan cairan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi skret sekunder adanya kelemahan
neuromuskuler
a. Mengkaji dan memonitor status pernafasan, kemampuan batuk dan mengeluarkan skret
b. Mendengarkan bunyi nafas (ada ronchi/wheZing)
c. mempertahankan kepatenan jalan nafas (posisi kepala dan leher netral anatomis, cegah
fleksi leher
d. mempertahankan elevasi kepala tempat tidur 30 – 45 derajat
e. mengubah posisi baring tiap 2 jam
f. menigkatkan hidrasi (2000 ml/hari) bila tidak ada kontra indikasi
g. Kolaborasi : Pemberian O2 2/ml – kanul, Chek AGD
Dari beberapa intervensi yang telah dilakukan pada tanggal 19/11/07, pada setiap hari dilakukan
SOAP (tg20/11/07-22/11/07) selama 3 hari sesuai tujuan pada askep, dimana Resiko bersihan jalan
nafas belum aktual tetapi untuk mengarah kearah aktual akan lebih besar terjadi. Hal ini
dimungkinkan karena kondisi kesadaran pasien menurun, GCS 14, pasien batuk tidak efektif,
adanya gangguan menelan dan juga gangguan NC VII, dan posisi pasien tidur terlentang sudah
kurang lebih sudah 3 hari ini(Immobilisasi), gerakan atau pengembangan paru tidak optimal karena
kelemahan pasien. Oleh karena itu intervensi keperawatan yang seharusnya dilakukan untuk
mencegah lebih lanjut dari gangguan bersihan jalan napas, adalah:
a. Monitor ketat bersihan jalan nafas (suara nafas, pola nafas)
b. Chest fisioterapi secara perlahan dimulai 2 x 24 jam, 3 x 24 jam dan dapat ditingkatkan
frekwensinya disesuaikan dengan kondisi pasien.
c. Pemeriksaan AGD secara ketat sesuai perubahan kondisi klien, bila dalam kolaborasi hanya
6 jam , dapat dilakukan 2 - 4 jam sekali
d. Dapat dilakukan suction secara berkala
e. Ajarkan keluarga untuk merubah posisi pasien dan membersihkan sekret dalam mulut bila
keluar
Pada hasil evaluasi (SOAP) bahwa masalah tidak efektifnya bersihan jalan nafas tidak terjadi
menjadi aktual, untuk selanjutnya asuhan yang telah dilaksanakan tetap dipertahankan intervensi
keperawtan terhadap masalah untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya penumpukan sekret
karena immobilisasi pasien yang terlalu lama.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: kurang dari yang dibutuhkan b.d intake yang tidak
adequate
a. Memonitor balance cairan dengan ketat
b. Mengkaji tingkat kebutuhan cairan yang dibutuhkan pasien
c. Mengkaji ketidakmampuan intake per-oral
d. Menurunkan panas tubuh dengan melakukan kolaborasi
e. Memonitor tanda-tanda ketoasidosis (Hasil AGD) dan tanda-tanda vital
f. Kolaborasi : Pemberian infus NaCL 0,9 %/12 jam, Intake cairan 6 x 250 cc/24jam, bila tidak
ada kontraindikasi yaitu perdarahan saluran cerna masih berlangsung dan sebelum
pemeberian cairan (nutrisi parenteral) harus dicek dahulu adanya tanda-tanda perdarahan
saluran cerna, dengan mengeluarkan cairan lewat NGT dan observasi perdarahan yang terjadi
pada saat Bab.
Dari beberapa intervensi keperawatan telah dilakukan tetapi sesuai hasil evaluasi pada tanggal 20
/11/07 jam 10 terjadi panas badan masih tinggi, produksi urine masih kurang (1250 cc) hal ini
dimungkinkan terjadi karena berbagai situasi, yaitu:
- Intake cairan/makanan tidak adequat, bila mendapat 6 x 250cc masih kurang (harusnya)
ditambah 1000cc dengan asumsi intake dari oral(zonde) adalah 1500 cc dan dengan kalori
1cc: 1,5 kal (1500 kal). Dengan intake cairan kurang lebih 2500-3000 cc diasumsikan
bahwa thermoregulasi dan sirkulasi akan menurunkan deman (panas badan) dan juga
membantu proses sirkulasi dan membantu fungsi ginjal dengan baik. Perlunya konsul pada
keilmuan gastroenterology.
- Tidak ada perhatian dari keluarga dan perawat ruangan untuk memenuhi kebutuhan cairan
(hanya saat residen masuk ruangan)
- Tidak ada hasil ukur balance yang tepat karena setelah jam 15.00 wib, balance cairan tidak
dapat dihitung dalam waktu 24 jam karena dokumentasi dan catatan keperawatan blank
(tidak ada catatan), maka solusi yang diberikan pada keluarga dengan memberikan catatan
yang dibuat residen dan juga mengajarkan pada keluarga bagaimana mempertahankan
intake – output yang seimbang.
- Pemberian cairan yang diintruksikan NaCl 0,9%/12 jam, tidak tepat diberikan karena hasil
laboratorium Na dan Cl masih tinggi , maka kolaborasi yang tepat seharusnya dilakukan
adalah mengusulkan kebutuhan cairan yang diberikan yaitu dengan cairan IV lain seperti
Ka-En/plasma ekspander sebagai ganti pemasukan dari cairan dan elektrolit yang tepat.
- Sesuai dengan hasil test fungsi ginjal yang (ur/kret) yang tinggi, maka perlu dipertimbangkan
pemberian cairan yang terkendali baik cairan yang masuk dan keluar dan perlu dilakukan
rawat bersama dengan keilmuan lain yaitu bagian urologi, dan setelah tanggal 20-11-2007
pasien dirawat bersama dengan tim medis urologi
V. EVALUASI
- Catatan perkembangan menggunakan format yang tersedia di ruangan dan pada evaluasi ini
dilakukan setiap hari sesuai dengan masalah yang muncul pada pasien, catatan SOAP (terlampir).
- Disamping melakukan evaluasi pada setiap hari, SOAP juga untuk mengobservasi tingkat
keberhasilan asuhan keperawatan dan intervensi yang diberikan sesuai dengan tujuan yang
direncanakan.
RINGKASAN EVALUASI SELAMA PERAWATAN
1. Resiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi skret sekunder adanya kelemahan
neuromuskuler
- Tujuan dalam perencanaan intervensi (renpra), adalah masalah tidak terjadi aktual
setelah 3 hari perawatan
- SOAP dibuat setiap hari sebagai bentuk evaluasi formatif, dan pada tanggal 22-11-
2007 (evalausi sumatif) didapatkan hasil evaluasi tidak ditemukan pasien
mengalami gangguan bersihan jalan nafas inefektif yang bersifat aktual, tetapi
inervensi tetap dipertahankan, karena pasien timbul batuk dan keluar skret sedikit
dan terutama pasien saat ini masih mobilisasi. chest fisioterapi dada tetap dilakukan
untuk mencegah terjadinya penumpukan skret dan membantu mengeluarkan skret
secara perlahan karena pasien sedang dalam masa serangan stroke.
- Tujuan selanjutnya adalah mengantisipasi jangan sampai timbul masalah pada airway,
breeting dan jalan nafas tetap efektif.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: kurang dari yang dibutuhkan b.d intake
yang tidak adequat
- Tujuan sesuai dengan renpra 5 hari perawatan masalah dapat teratasi
- Hasil evaluasi masalah keseimbangan caira untuk saat ini dapat teratasi, dengan
pemantauan intake-output yang melibatkan keluarga, dalam hal ini keluarga
diberikan pendkes dan diajarkan bagaimana mengevaluasi pemberian cairan,
setelah selama 5 hari keperawatan keseibangan cairan dapat teratasi walaupun
masih ada kekurangan intake- karena produksi urine meningkat karena
pemberian HCT (catatan intake-output) balance cairan terlampir. Indikator lain
adalah pasien sudah 5 hari berikutnya tidak mengalami deman, temperatur
dalam batas normal.
- Intervensi keperawatan dipertahankan dan selalu memotivasi keluarga untuk
pemberian intake cairan, disamping mengobservasi adanya tanda berdarahan
saluran cerna dengan mengobservasi feses waktu bab dan adanya cairan NGT
yang kehitaman. Keseimbangan cairn cenderung negatif atau intake kurang
karena pasien mengalami PSCB.(dalam observasi).
4. Disamping ketiga masalah utama, dan selama pasien dirawat selama 10 hari juga muncul
masalah-masalah atisipatif, diantarannya:
- Gangguan mobilisasi fisik
- Resti infeksi dan gangguan integritas kulit
- Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut residen menlakukan intervensi sesuai
dengan masalah dan kondisi pasien termasuk kolaborasi dengan tim fisioterapi
untuk meghindarkan terjadinya masalah mobilisaisi yang lebih berat.
Disamping mobilisasi bertahap mika/miki-duduk sesuai kemampuan pasien
termasuk ROM.
- Hasil evaluasi tgl 28-11-2007 masalah-masalah seperti mobilisasi, integritas kulit
dan infeksi karena pemesangan alat tidak terjadi (catatan SOAP terlampir).
Adib,M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke. Edisi ke-
2.Yogyakarta : Dianloka Printika.
Artini, Ria.2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.Alih Bahasa: I Made Kriasa.EGC.Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Nanda, Nic-Noc, 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis, Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta
http://belajaricu.blogspot.com/2010/10/asuhan-keperawatan-stroke-hemoragik_11.html
1. KONSEP PENYAKIT STROKE NON HEMORAGIK
1.1 Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006).
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat
berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif
Mansjoer, 2000).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral
biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder (Arif Muttaqin, 2008).
1.2 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli
ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan
oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah
menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian
neuron dan infark serebri.
1. Emboli
2. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari “plaque
athersclerotique”yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima arteri akibat
trauma tumpul pada daerah leher.
3. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan bagian kiri
atrium atau ventrikel.
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup
mitralis.
Fibrilasi atrium
Infarksio kordis akut
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus sistemik
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular
seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard,
atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen
stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan
pertama setelah terjadinya infark miokard.
1.3 Klasifikasi
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik
(kausal):
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam.
2. Berdasarkan kausal
3. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik
dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah
yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low
Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran
darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis.
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas.
Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri
oksigen dan nutrisi ke otak.
1.4 Manifestasi Klinis
1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia (kehilangan
berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan perifer dan
diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:
1. Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan
penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
– Mengalami hemiparese kanan
– Mudah frustasi
1.5 Patofisiologi
Obesitas, kolesterol, penyakit jantung dan perokok merupakan faktor resiko yang dapat
menyebabkan stroke non hemoragik (Batticaca, 2012, p. 58) yang dimana dapat menyebabkan
trombosis dan emboli (Setiati dkk., 2014, p. 1557). Trombosis lebih sering terjadi pada
penyumbatan aliran darah karena adanya perubahan bentuk dinding pembuluh darah yaitu
pembekuan dinding pembuluh darah karena lemak (aterosklerosis), sedangkan emboli tidak
disebabkan oleh patologi pembuluh darah lokal melainkan aorta, karotis, vertebralis, dan material
emboli lain seperti udara, lemak, benda asing yang memasuki sirkulasi sistemik (Setiati dkk., 2014,
p. 1557). Kondisi tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah serebral (Chang, Daly
& Elliott, 2009, p. 287). Kondisi yang menyebabkan perubahan pada vaskularisasi darah pada
serebral dapat menyebabkan keadaan hipoksia (Batticaca, 2012, p. 56). Kekurangan oksigen dalam
satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesdaran, sedangan
kekurangan oksign dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis neuron yang disebut
infark (Batticaca, 2012, p. 57). Perfusi jaringan serebral tidak efektif dapat menyebabkan fungsi
otak yang mempersyarafi 12 syaraf kranial mengalami penurunan ataupun terganggu, maka
muncul masalah keperawaatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, defisit nutrisi, gangguan
mobilitas fisik, gangguan persepsi sensori, dan gangguan komunikasi verbal (Nurarif & Kusuma,
2015, p. 157).
Anoreksia
Disfagia
Refluk
Disfungsi N. XI
Defisit Nutrisi
Disfungsi N. II
Emboli
Trombus
Kebutaan
Kerusakan N. VII, IX
Penurunan N. X, IX
iskemia
Kelemahan pd 1 atau 4 anggota gerak
Gangguan Mobilitas Fisik
Hemiparase/ hemiplegi kanan & kiri
Gambar 2.1 Pathway Stoke Non Hemoragik Berdasarkan Nurarif & Kusuma (2015), Setiati dkk.,
(2014) dan Batticaca (2012)
1.6 Komplikasi
1. Defisit sensoripersepsi
Stroke dapat melibatkan perubahan patologis pada jaras neurologis yang mengganggu kemampuan
untuk menghadirkan data sensori. Pasien dapat mengalami defisit dalam penglihatan,
pendengaran, keseimbangan, rasa, dan indra penciuman. Kemampuan menerima getaran, nyeri,
kehangatan, dingin dan tekanan juga dapat terganggu. Hal tersebut dapat meningkatkan resiko
cedera (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
2. Defisit neurologis
Kelainan fungsional tubuh karena penurunan fungsi otak ini tandanya tidak selalu disebabkan oleh
kurangnya aliran darah otak. Tetapi tanda tersebut bisa karena hemiparase seluruh tubuh, sensasi
kepala terasa ringan, penurunan tingkat kesadaran, bingung serta tinitus (Setiati dkk., 2014, p.
1559).
3. Gangguan eliminasi
Gangguan eliminasi kandung kemih dan usus lazim terjadi stroke dapat menyebabkan kehilangan
sebagian sensasi yang memicu eliminasi kandung kemih, menyebabkan sering berkemih, urgensi
berkemih, atau inkontinensia. Pengendalian kandung kemih bisa berubah karena adanya dari
gangguan kognitif. Perubahan eliminsai usus lazim terjadi, akibat dari perubahan LOC, imobilitas,
dan dehidrasi. (LeMone dkk., 2016, p. 1804).
2.1 Pengkajian
1. Identitas
Stroke non hemoragik ditemukan pada semua golongan usia dan terbanyak pada jenis kelamin pria
dibandingkan pada wanita (Bustan, 2015, p. 98).
Stroke non hemoragik terjadi saat pasien tidak beraktivitas atau saat sedang santai dan tidur. Sering
beberapa waktu sebelumnya merasa pegal, agak lemah atau keram linu pada separuh tubuh
(Masriadi, 2016, p. 117).
Adanya penyakit keturunan diantaranya hipertensi, riwayat stroke pada keluarga, penyakit jantung,
dan juga diabetes (Kowalak, 2011, p. 334).
Kebiasaan
Pada pasien stroke non hemoragik biasanya terjadi pada klien yang gaya hidup kurang aktivitas
fisik atau kurang gerak, memiliki kebiasaan merokok, minum-minuman keras, konsumsi alkohol
(Kowalak, 2011, p. 334).
Obat-obatan
Pada pasien stroke non hemoragik biasanya mengkonsumsi obat-obatan seperti kokain dan
amfetamin yang dapat mempersempit pembuluh darah di otak (Sutanto, 2010, p. 41).
Riwayat Lingkungan
Stroke non hemoragik diyakini terjadi karena peningkatan prevalensi hipertensi (Kowalak, 2011,
p. 334)
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
1. Kesadaran
1. Sistem pernafasan
Pernapasan pasien pada stroke non hemoragik jarang terjadi gangguan (Batticaca, 2012, p. 59).
1. Sistem kardiovaskuler
1. Sistem persarafan
Saraf I : biasanya pada klien masih dapat mencium aroma kopi dan vanilla atau aroma lain
yang tidak menyengat. (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
Saraf II : terjadi gangguan visual di sisi yang di serang, bila arteri crotid yang bermasalah
(Masriadi, 2016, p. 120).
Saraf III: Adanya reaksi pupil tidak sama, (Batticaca, 2012, p. 61).
Saraf IV: pasien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah (Haswita &
Sulistyowati, 2017, p. 284).
Saraf V : mati rasa di sekitar bibir dan mulut bila arteri yang diserang vertebrobasilar
(Masriadi, 2016, p. 120). Pasien mampu mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot
rahang (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 284).
Saraf VI: pasien dapat melihat ke samping kanan dan kiri (Haswita & Sulistyowati, 2017,
p. 284).
Saraf VII : hemiplegia kontralateral wajah (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
Saraf VIII : klien dapat mengulangi kata atau kalimat yang dibicarakan sebelumnya
(Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 285).
Saraf IX: gangguan menelan atau bila minum sering tersedak (Masriadi, 2016, p. 119).
Saraf X: pasien mengalami disartria (bicara pelo atau cadel) (Masriadi, 2016, p. 119).
Saraf XI : hemiplegia kontralateral pada lengan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
Saraf XII : mulut dan lidah mencong bila diluruskan (Masriadi, 2016, p. 119).
1. Sistem penginderaan
Tidak terjadi gangguan pada penglihatan. Pasien tidak mengalami penurunan ketajaman
penglihatan (LeMone dkk., 2016, p. 1802).
1. Sistem pencernaan
1. Sistem perkemihan
1. Sistem reproduksi
Pada pasien stroke mengalami hemiparesis sehingga tidak dapat mengalami gangguan pada sistem
reproduksi (Kowalak, 2011, p. 336).
1. Sistem muskuluskeletal
1. Sistem integument
Terdapat defisit sensoris yang menyebabkan lesi pada ekstremitas sehingga menyebabkan resiko
kerusakan integritas kulit (Masriadi, 2016, p. 123).
1. Sistem endokrin
Stroke adalah gangguan dalam sirkulasi intraserebral yang berkaitan vaskuler insuffiency,
thrombosis, emboli, atau perdarahan, sehingga pada sistem endokrin tidak ada kelainan kecuali
terdapat penyakit penyerta. (Widagdo dkk., 2008, p. 87).
1. Sistem imunologi
Bila terjadi gangguan imunologi, psien mengalami mual dan muntah (Setiati dkk., 2014, p. 1560)
1. Pemeriksaan Penunjang
Hindari pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik (Masriadi,
2016, p. 129).
Terapi obat digunakan untuk mencegah terjadinya penggumpalan trombosit dan
terbentuknya trombus atau pembekuan darah yang dapat menyumbat lumen pembuluh
darah seperti asam asetil salisilat dengan dosis 2x 80-200 mg per hari dalam 48 jam,
tiklopidin dengan dosis 2x 250 mg sehari dalam 1-2 tahun, clopidogrel dengan dosis 75 mg
1x sehari (Masriadi, 2016, p. 128).
Sebelum pemberian nutrisi, periksa reflek muntah sebelum menawarkan makanan
semipadat dengan porsi kecil tetapi sering. Letakkan baki makanan di tempat yang mudah
terlihat oleh pasien bila pasien mengalami gangguan penglihatan. Bila pasien masih
mampu makan melalui oral, tidak perlu dilakukan pemasangan selang nasogastric (NGT)
(Kowalak, 2011, p. 339).
2. Defisit Nutrisi
3. Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
4. Penyebab
Stroke
Stroke
Gangguan penglihatan
Gangguan pendengaran
Gangguan penciuman
Gangguan perabaan
Hipoksia serebral
Subjektif: mendengar suara bisikan atau melihat bayangan, merasakan sesuatu melalui
indera perabaan, penciuman, pengecapan.
Objektif: distorsi sensori, respon tidak sesuai, bersikap seolah melihat, mendengar,
mengecap, meraba, mencium sesuatu.
Trauma pada saraf kranialis II, III, IV, akibat stroke, aneurisma intrakranial, trauma otak.
Stroke
Hipoksia kronis (PPNI, 2017, p. 264).
1. Aktivitas Keperawatan
o 1) Pengkajian
1. Pantau tanda vital: suhu tubuh, tekanan darah, nadi dan pernapasan
2. Ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas pupil
3. Kaji Sakit kepala, tingkat kesadaran orientasi, kekuatan otot
o 2) Aktifitas kolaboratif
1. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intra vascular sesuai
program
2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45 derajat, tergantung pada kondisi
pasien dan tergantung perubahan dokter.
3) Aktifitas lain
1. Minimalkan stimulus lingkungan
2. Defisit Nutrisi
3. Tujuan: Setelah dialakuakn tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan asupan
nutrisi pasien untuk memenuhi kebutuhan metabolic tercukupi yang dibuktikan dengan BB
normal atau ideal.
4. Kriteria Hasil:
1. Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
Aktivitas kolaboratif
1. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien yang mengalami
ketidak adekuatan asupan protein atau kehilangan protein (mis, pasien anoreksia nervosa
atau penyakit glomerular/ dialisis paritonal)
2. Dikusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap,
pemberian makana melalui selang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang
adekuat dapat dipertahankan
3. Rujuk ke program gizi di komuitas yang tepat, jika pasien tidak membeli atau menyiapkan
makanan yang adekuat. (Wilkinson, 2016, p. 282).
Aktifitas lain
1. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan, lingkungan
makan, kesukaan pasien, serta suhu makanan.
2. Dukung anggota keluarga untuk membawa makan kesukaan pasien dari rumah
3. Bantu pasien menulis tujuan minggguan yang realistis utnuk latihan fisik dan asupan
makanan
4. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik di lokasi yang terlihat
jelas dan kaji ulang setiap hari
5. Tawarkan makan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
6. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
7. Hindari prosedur infasif sebelum makan
8. Suapi pasien, jika perlu
9. Gangguan Mobilitas Fisik
10. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien
mampu melakukan pergerakan fisik mandiri dan terarah yang dibuktikan dengan skala
fungsional tingkat kemandirian 0.
11. Kreteria Hasil:
1. Aktifitas keperawatan
1. Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
1. Kaji kemampuan berbicara, mendengar, berespon terhadap perintah yang sederhana untuk
mendapatkan gambaran status mental dan kognitif serta kemampuan menginterprestasikan
stimulus.
2. Observasi respon perilaku misalnya disorientasi yang mungkin terjadi karena adanya
infeksi otak atau neurologis.
3. Evaluasi kesadaran sensori misalnya panas, dingin, ketajaman bau bau, rasa, penglihatan.
1. Beri penjelasan dan rencana perawatan pada klien atau keluarga untuk meningkatkan
komitmen dan mengoptimalkan hasil
2. Tunjukkan cara dan perawatan alat prostetik sensorik misalnya alat bantu melihat atau
mendengar
Aktivitas kolaboratif
1. Diskusikan kebutuhan evaluasi program obat yang teratur, catat kemungkinan efek
samping toksik atau interaksi program dan obat bebas (Doenges dkk., 2014, p. 791).
Aktivitas lain
1. Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
Aktivitas kolaboratif
Aktivitas lain
Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual,
teknik yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu
memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien
(Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang
diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai 3 alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:
1. Berhasil: perilaku pasien sesuai pertanyaan tujuan dalam waktu tanggal yang ditetapkan di
tujuan.
2. Tercapai sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai: pasien tidak ammpu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan pernyataan tujuan (Bararah & Jauhar, 2013, p. 51).
3. KASUS SEMU
Ny S (90 tahun) dirawat di ICU dengan diagnosa SNH, pasien kiriman IGD dengan
penurunan kesadaran, dan mengalami kesulitan makan dan minum sejak 3 hari SMRS. Hasil
pemeriksaan di IGD kesadaran somnolen, GCS E3M5V afasia, TD 160/90 mmHg, Nadi 80x/mnt,
RR 28x/mnt, Suhu 37ᵒC, pupil isokor, reaksi terhadap cahaya melambat, hasil EKG SR. Di IGD
sudah mendapatkan terapi O2 3L/mnt, IV line RL 20tpm, injeksi ranitidin dan citicolin. Kemudian
dikirim ke ICU, dengan hasil pemeriksaan Kesadaran turun menjadi Sopor E1M4V1, suara nafas
stridor, kemudian dipasang Orofaringeal tube, terdapat banyak sekret di mulut. Terdengar ronkhi,
TD 220/110, MAP 147, nadi 74x/mnt suhu 37,2ᵒC dan terdapat kelemahan ekstremitas kiri dengan
kekuatan otot
3 1
3 1
Keluarga Klien mengatakan pasien mempunyai penyakit hipertensi yang sudah lama dan tidak
terkontrol.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 90 tahun
TTL : Kebumen, 25 Februari 1925
Jenis Kelamin : Perempuan
TB : 165 cm
BB : 48 kg
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. Med. Rec : 2477890
Diagnosa Medis : Stroke Non Hemoragik
Tanggal Masuk : 13 April 2015
Tanggal Pengkajian : 13 April 2015
Golongan Darah :O
Alamat : Kedawung
3 1
3 1
- Genetalia : Bersih tidak ada kelainan, Tidak terdapat luka/ulkus, tidak terpasang kateter.
e. Pemeriksaan penunjang
- CT-scan :
B. ANALISA DATA
Waktu Data Fokus Etiologi Problem Paraf
13 April DS : Akumulasi secret Kebersihan Jalan
2015 Pukul
- Anak klien mengatakan Nafas
07.00 bahwa klien kesulitan
bernapas
DO:
- Airway
Terdapat sumbatan jalan napas
oleh secret yang banyak di
mulut, terdengar suara stridor.
- Breathing
Terdengar stridor, RR waktu di
IGD 28 x/ menit, Irama nafas
cepat, dangkal.
- Circulation
TD 220/110, MAP 147, Nadi
74x/mnt, EKG SR
13 April DS:
2015 Pukul
- Anak klien mengatakan klien perdarahan Gangguan perfusi
07.00 tidak sadarkan diri intracerebral jaringan otak
DO:
- Kesadaran turun menjadi
Sopor
- GCS E1M4V1.
- pupil isokor
- reaksi terhadap cahaya
melambat
- hasil EKG SR
13 April DS: kesulitan makan dan Resiko tinggi nutrisi
2015 Pukul
- Anak klien mengatakan klien minum kurang dari
07.00 tidak nafsu makan sejak 3 hari kebutuhan
sebelum masuk rumah sakit
DO:
- Terpasang NGT
- mengalami kesulitan makan
dan minum sejak 3 hari SMRS
- Kesadaran turun menjadi
Sopor E1M4V1
Diagnosa Keperawatan :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret
2. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intracerebral
3. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kesulitan makan dan minum
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
D. IMPLEMENTASI
WAKTU NO TINDAKAN KEPERAWATAN KETERANGAN
DX
13 April 2015 1 - Melakukan suction
Pukul 07.00 - Memberikan klien terapi O2 sesuai
indikasi
- Mengauskultasi nafas klien setiap 2 jam
sekali
- Melakukan fisioterapi nafas sesuai
keadaan klien
- Menciptakan lingkungan yang tenang
- Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat
E. EVALUASI
Waktu No dx Evaluasi Paraf
13 april 1 S:-
2015 O : RR: 26 x/menit, irama nafas cepat, dangkal.
08.00 A : masalah belum teratasi, pasien masih tampak sesak RR: 26
x/menit
P : lanjutkan intervensi :
- Lakukan suction
- Berikan klien terapi O2 sesuai indikasi
- Auskultasi nafas klien setiap 2 jam sekali
- Lakukan fisioterapi nafas sesuai keadaan klien
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
13 april 2 S:
2015 O:
A : masalah belum teratasi; Kesadaran masih sopor, GCS
E1M4V1, pupil isokor, reaksi terhadap cahaya masih lambat.
P : lanjutkan intervensi : Observasi dan catat tanda-tanda vital
dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam, berikan posisi
kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis),
anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan
13 april 3 S:
2015 O:
A : masalah belum teratasi ; kesadaran masih turun E2M4V1
P : Lanjutkan intervensi ;
http://nursecantike.blogspot.com/2015/05/asuhan-keperawatan-pada-pasien-stroke.html
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika.
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC
http://nursecantike.blogspot.com/2015/05/asuhan-keperawatan-pada-pasien-stroke.html