Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL PADA PASIEN DENGAN


SAH (SUBARACHNOID-HEMORRHAGE) DI RUANG MELATI
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
Raisya Nadirawati, S.Kep
NIM 162311101311

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
A. KONSE TEORI
1. Definisi SAH
Subarakhnoid Hemorragic (SAH) adalah perdarahan yang terjadi
di ruang subarakhnoid, yaitu ruang diantara lapisan dalam (Pia meter) dan
lapisan tengah (Arakhnoid meter) dari jaringan selaput otak (Meningens).
(Smeltzer & Bare, 2002)
Subarakhnoid Hemmoragic (SAH) merupakan penemuan yang
sering pada trauma kepala akibat yang paling sering adalah robeknya
pembuluh darah leptomeningeal pada vertex dimana terjadi pergerakan
otak yang besar sebagai dampak, atau pada sedikit kasus akibat rupture
pembuluh darah serebral major (Harsono, 2013)

2. Etiologi
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid
adalah ruptur aneurisma (85%) salah satu arteri di dasar otak dan adanya
malformasi arteriovenosa (MAV). (Smeltzer & Bare, 2002)
Penyebab yang lebih jarang
a. Trauma
b. Kelemahan pembuluh darah akibat infeksi, misalnya emboli septik
dari endokarditis infektif ( aneurisma mikotik )
c. Koagulapati
d. Gangguan lain yang mempengaruhi vessels
e. Gangguan pembuluh darah pada sum- sum tulang belakang dan
berbagai jenis tumor

3. Patofisiologi
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau malformasi
arteriovenosa (AVM). Aneurisma paling sering didapat pada percabangan
pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada
jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam
ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya
darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK
yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri
kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan
kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat
menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese,
gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90%
tanpa keluhan sakit kepala. Kesadaran sering terganggu, dan sangat
bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit delir sampai koma. Nyeri
kepala akut dapat sisertai mual dan muntah, kadang-kadang dapat
disusul dengan gangguan kesadaran dan kejang-kejang (26%)
Ditandai dengan rangsangan selaput otak dan adanya perdarahan pada
mata (subhyloid bleeding) : 10%. Pada umumnya tidak dijumpai
adanya tanda fokal, Bila dilakukan punksi lumbal selalu didapatkan
cairan otak yang berdarah
b. Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, tanda kernig ada.
c. Fundus okuli : 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam
setelah pendarahan. Sering terdapat pedarahan subarachnoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior, atau arteri
karotis internal
d. Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.
e. Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam
ringan karena rangsangan mening, dan demam tinggi bila pada
hipotalamus.
f. Begitu pun muntah, berkeringat, menggigil, dan takikardi, adanya
hubungan dengan hipotalamus. Bila berat, maka terjadi ulkus
peptikum disertai hematemesis dan melena dan seringkali disertai
peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan ada
perubaha pada EKG (elektro kardio gram). (Smeltzer & Bare, 2002)
5. Pemeriksanaan Penunjang

a. CT Scan
Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena
sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih
akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam
pertama setelah serangan tetapi akan turun pada 1 minggu setelah
serangan.

Gambar 1.1 CT Scan Perdarahan Subarachnoid

b. Pungsi lumbal:
Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk menyingkirkan
diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung
diagnosis perdarahan subarachnoid adalah adanya eritrosit,
peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau xantokromia. Jumlah
eritrosir meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan
menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia adalah warna
kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit,
terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal
c. Angiografi
Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas
untuk deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering
digunakan karena non-invasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih
tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus
dilakukan, karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multiple.
Foto radiologic yang negative harus diulang 7-14 hari setelah onset
pertama. Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI
harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya malformasi
vascular di otak maupun batang otak

Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk


intervensi dan prognosis pada PSA seperti skala Hunt dan Hess yang
bisa digunakan.
Tabel 1.1 tabel Skala Hunt dan Hess
Grade Gambaran Klinis
I Asimtomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningea
II Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat
seumur hidupnya), meningismus, deficit saraf kranial
(paresis nervus abdusen sering ditemukan)
III Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan
IV Stupor, deficit neurologis berat (misalnya, hemiparesis),
manifestasi otonom
V Koma, desebrasi

Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya
darah di kepala pada pemeriksaan CT scan
Tabel 1.2 tabel Skor Fisher
Skor Diskripsi adanya darah berdasarkan CT Scan Kepala
1 Tidak terdeteksi adanya darah
2 Deposit darah difus atau lapisan vertical terdapat darah
ukuran < 1 mm, tidak ada jendalan
3 Terdapat jendalan atau lapisan vertical terdapat darah
tebal dengan ukuran > 1 mm
4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler
secara difus atau tidak ada darah

6. Penatalaksanaan
Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat.
Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang
dipasang selang drainase didalam otak untuk mengurangi tekanan.
Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding arteri yang
lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari.
Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada
penderita yang mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah
menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu 3 hari setelah
timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih
memang mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan
kemungkinan terjadinya perdarahan kembali.
Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam
ruang perawatan intensif, kontrol tekanan darah dan tatalaksana nyeri
sementara menunggu perbaikan aneurisma defisit. Klien juga harus
menerima profilaksis serangan kejang dan bloker kanal kalsium untuk
vasospasme. Pemberian Antagonis kalsium nimodipin dapat menurunkan
mor komplikasi dini perdarahan subarahnoid meliputi hidrosepalus
sebagai akibat obstruksi aliran cairan serebrospinal oleh bekuan darah.
Perdarahan lebih rendah akibat malformasi arteriovenosa memiliki
mortalitas lebih rendah dibandingkan aneurisma. Pemeriksaan dilakukan
dengan angiografi dan terapi dilakukan dengan pembedahan, radio terapi
atau neurologi intervensional. Malformasi arteriovenosa yang terjadi
tanpa adanya perdarahan, misalnya epilepsi, biasanya tidak ditangani
dengan pembedaha

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan.
b. Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kanan, bicara
pelo tidak dapat berkomunikasi,atau dengan kondisi langsung tidak sadar
c. Pengkajian Keperawatan
Penggunaan pengkajian Gordon, yang meliputi 11 aspek yaitu, persepsi
kesehatan & pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi/metabolik, pola
eliminasi, pola aktivitas & latihan, pola tidur & istirahat, pola kognitif &
perceptual, pola persepsi diri, pola seksualitas & reproduksi, pola peran
& hubungan, pola manajemen & koping stress, sistem nilai dan
keyakinan
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala,
mata, telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital,
ekstremitas, kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
Menurut Muttaqin (2008), data pengkajian yang dapat ditemukan
pada klien yang mengalami cidera otak adalah sebagai berikut:
a) Breathing
Jika terjadi kompresi pada batang otak akan mengakibatkan
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola
napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa
Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor,
ronkhi, wheezing (kemungkinan karena aspirasi), cenderung
terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas yang dapat
menyebabkan suara nahfas ronkhi pada klien.

b) Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
c) Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas
dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus
cranialis, maka dapat terjadi :
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah
laku dan memori)
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi
pada mata.
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada
nervus vagusmenyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah
jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan
menelan.
 Pemeriksaan GCS
 Pemeriksaan saraf kranial
d) Bladder
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia urin, dan ketidakmampuan menahan miksi.

e) Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan, bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses
eliminasi alvi.
f) Bone
Klien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena
imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan
refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus
otot.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
a. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
perdarahan cerebri (Sub-arakhnoid), ketidakseimbangan suplai oksigen
dan darah ke otak
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
secret, penurunan kesadaran
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuscular
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran dan
kelemahan neuromuscular
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan tekanan intra kranial
f. Risiko kerusakan integritas kulit dengan faktor risiko imobilisasi
g. Risiko cidera dengan faktor risiko penurunan status kesadaran
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Keperawatan

1. Nyeri akut
berhubungan
dengan
2. Risiko NOC: NIC: Bleeding reduction wound
ketidakefektifan 1. Monitor tanda-tanda vital (nadi,
perfusi jaringan Status Sirkulasi RR, dan tekanan darah)
otak berhubungan 2. Berikan posisi elevasi pada area
dengan perdarahan Setelah dilakukan tindakan yang mengalami perdarahan
cerebri, keperawatan....x24 jam pasien 3. Monitor jumlah input dan
ketidakseimbangan menunjukkan perfusi jaringan output cairan
suplai oksigen dan otak yang baik dengan kriteria
darah ke otak hasil:
NIC: peripheral sensation
1. Menunjukkan status management
sirkulasi yang baik ditandai 4. Monitor adanya daerah tertentu
dengan: tekanan systole yang peka terhadap rangsang
5. Monitor adanya paratese
(110-130mmHg), tekanan
diastole (<85mmHg), tidak
6. Batasi gerakan pada kepala
ada hipotensiortostatik, leher, dan punggung
tidak ada peningkatan
tekanan intracranial (<15
mmHg)
2. Menunjukkan kemampuan
kognitif yang baik ditandai
dengan dapat
berkomunikasi dengan jelas
sesuai kemampuan,
menuunjukkan kemampuan
perhatian, konsentrasi, dan
oreientasi
3. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial yang
baik ditandai dengan
tingkat kesedaran
membaik, tidak ada
gerakan involunter
2. Ketidakefektifan NOC: NIC: Airway management
bersihan jalan nafas 1. Auskultasi suara nafas, catat
berhubungan Status Pernafasan: Kepatenan adanya suara tambahan
dengan Jalan Nafas 2. Identifikasi pasien perlunya
penumpukan pemasangan alat jalan nafas
secret, penurunan Setelah dilakukan tindakan buatan
kesadaran keperawatan ....x24 jam pasien 3. Buka jalan nafas, gunakan
memiliki jalan nafas yange metode head tilt chin lift atau
yang paten dengan kriteria jaw thrust jika perlu
4. Posisikan pasien untuk
hasil:
memaksimalkan ventilasi
1. Pasien dapat menunjukkan 5. Keluarkan secret dengan batuk
atau suction
suara nafas yang bersih,
6. Ajarkan teknik batuk efektif jika
tidak ada syanosis dan
pasien mampu
dyspneu (sputum dapat 7. Berkolaborasi pemberian
keluar, mampu bernafas bronkodilator jika perlu
dengan mudah)
2. Pasien menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
nafas 16-20 kali per menit,
tidak ada suara nafas
ronkhi dan wheezing)
3. Hambatan NOC: NIC: Exercise therapy: ambulation
mobilitas fisik 1. Kaji kemampuan pasien dalam
berhubungan Ambulasi, Pergerakan mobilisasi
dengan kelemahan 2. Monitor tanda vital sebelum dan
neuromuskuler Setelah dilakukan tindakan
sesudah latihan
keperawatan ...x 24 jam pasien
3. Ajarkan pasien tentang teknik
dapat mobilisasi secara
ambulasi
bertahapa dengan kriteria hasil: 4. Ajarkan pasien bagaimana
1. Kemampuan klien dalam merubah posisi dan berikan
beraktifitas meningkat bantuan jika diperlukan
2. Mengungkapkan perasaan 5. Konsultasikan dengan terapi
terkait penigkatan fisik tentang rencana ambulasi
kemampuan berpindah sesuai kebutuhan
3. Memperagakan penggunaan
alat bantu untuk mobilisasi
4. Defisit perawatan NOC: NIC: Self Care Assistance hygiene
diri (Mandi) 1. Menentukan jumlah dan jenis
berhubungan Perawatan diri: Mandi bantuan yang dibutuhkan pasien
dengan penurunan 2. Memfasilitasi pasien untuk
Setelahh dilakukan tindakan
kesadaran dan hygiene oral
keperawatan…x24 jam pasien
kelemahan 3. Fasilitasi pasien mandi
dapat menunjukkan
neuromuscular 4. Memanatau integritas kulit
kemampuan perawatan diri pasien
dengan kriteria hasil: 5. Mengajarkan pasien dan
keluarga tentang menjaga
1. Pasien dapat memenuhi
kebersihan diri
kebutuhan ADL amndiri
atau dengan alat bantu
2. Pasein mampu
memeprtahankan kebersihan
dan penampilan yang rapi
secara mandiri atau dnegan
alat bantu.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A. H, Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediactoin Publishing

Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC).


Mosby Elsevier.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2015. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-
Blackwell.
Price, Sylvia A & Wilson, Lorrain M. 2011. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Setyopranoto, Ismail. 2012. Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid.


http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_199Penatalaksanaan%20perdarahan%2
0subaraknoid.pdf | Di unduh pada tanggal 14 Juni 2018

Smeltzer, Suzanne C., dan Bare Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Clinical Pathway

Hipertensi Aterosklerosis Cedera Kepala MAV (Mal Formasi


Arteriovenosa)

Aliran darah Kerusakan dinding Autoregulasi


pembuluh darah Arteri menerima
di otak
darah dalam jumlah
Menekan dinding yang besar
pembuluh darah
Kelemahan pada Volume
dinding Pem. darah darah di otak
Elastisitas
pembuluh darah

Arteri Berdilatasi

Aneurisma Intrakranial

Pelebaran aneurisma dan tek. Pada


daerah sekitar saraf kranial

Aneurisma Pecah
Stroke
Hemorragik
Perdarahan dalam otak atau
pada ruang subarachnoid

Kerusakan sirkulasi CSS Pelepasan ion-ion kalsium dari sel-


sel darah merah yang lisis
TIK
Vasospasme serebral

Tahanan vaskuler

Menghalangi aliran darah


Aliran Suplay 02
serebral
darah di otak
serebral
Perfusi jaringan otak Ketidakefektifan Metabolisme
perfusi jar. serebral anaerob
Iskemia jaringan otak
Peningktan. Akumulasi
asam laktat
Injury jaringan otak
Merangsang
resptor nyeri
Infark (kematian)
jaringan otak Nyeri akut

Kerusakan serebral

Defisit
Neurologis

Risiko Cedera

Anda mungkin juga menyukai