Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HHF (HIPERTENSI HEART


FAILURE) DI RUANG CATLEYA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Raisya Nadirawati, S. Kep
NIM 162311101311

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
A. Konsep Teori
1. Definisi
Hipertensi Heart Failure adalah penyakit jantung yang terjadi akibat
komplikasi jantung pada pasien hipertensi dapat disebabkan secara langsung
oleh derajat tingginya tekanan darah dan proses arterosklerosis yang
dipercepat. Penyakit jantung hipertensif ditegakkan bila dapat dideteksi
hipertrofi ventrikel kiri sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap
tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri (Arif Mansjoer, dkk,
2001 : 441).
Menurut American Journal of Hypertension (2003) gagal jantung (heart
failure) adalah hasil akhir dari tahap-tahap penyakit kardiovaskuler. Penyebab
yang paling sering terjadi pada gagal jantung adalah hipertensi kronik dan
infark miokard akut. Penyakit kardiovaskuler biasanya dimulai dengan faktor
resiko klasik seperti hipertensi, obesitas, diabetes melitus, merokok, dan
dislipidemia.

2. Etiologi
Ada 2 faktor utama penyebab penyakit jantung hipertensi yaitu :
a. Penebalan ateriol koroner yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos
pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolus resistance vessels) seluruh
badan kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan
berkurangnya compliance pembuluh ini dan meningkatnya tahanan
perifer.
b. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler
per unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik, peningkatan jarak
difusi antara kapiler dan serat otot yang hipertrofi menjadi faktor utama
pada stadium lanjut dari gambaran hemodinamik (Arif Mansjoer, dkk,
2001: 441).
3. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO / ISH :
a. Normotensi
Jika tekanan darah sistolik < 140 mmHg dan diastolic < 90 mmHg
b. Hipertensi ringan
Jika tekanan darah sistolik 140-180 mmHg dan diastolic 90-105 mmHg
c. Hipertensi perbatasan
Jika tekanan darah sistolik 140-160 mmHg dan diastolic 90-95 mmHg
d. Hipertensi sedang dan berat
Jika tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan diastolic > 105 mmHg
e. Hipertensi sistolik terisolasi
Jika tekanan darah sistolik >140 mmHg dan diastolic < 90 mmHg
f. Hipertensi sistolik perbatasan
Jika tekanan darah sistolik 140-160 mmHg dan diastolic < 90 mmHg
(Arif Mansjoer, dkk, 2001; 519)

New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional


heart failure (gagal jantung) dalam 4 kelas, antara lain (Ziliwu, 2013):

a. Kelas 1 = bila klien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan


b. Kelas 2 = bila klien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari
aktifitas sehari-hari tanpa keluha
c. Kelas 3= bila klien tidak dapat melaksanakan aktifitas sehari-hari tanpa
keluhan
d. Kelas 4= bila klien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun
dan harus tirah baring
e.
3. Patofisiologi
Pada stadium permulaan hipertensi, hypertrophy yang terjadi konsentrik
(difus). Belum ada perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif
ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, akibat hipertensi yang terus menerus,
maka hipertropi menjadi tak teratur (eksentrik). Pada kondisi ini terjadi
penurunan fungsi pompa ventrikel secara menyeluruh yang berakibat pada
penurunan fraksi injeksi, peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat
sistolik, peningkatan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek
mekanik pompa jantung. Kondisi ini akan lebih diperburuk bila terjadi
penyakit jantung koroner.
Pada kondisi hypertrophy maka tekanan perfusi pada koroner akan meningkat
dan diikuti dengan peningkatan tahanan pembuluh koroner. Sebagai
akibatnya cadangan aliran darah koroner akan berkurang.
Ada dua factor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner
yaitu:
a. Penebalan arteri koroner, yaitu bagian dari hiprtrophy umum otot polos
pembuluh darah seluruh tubuh. Kemudian terjadi retensi garam dan air
yang mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh darah dan
meningkatnya tahanan perifer.
b. Peningkatan hypertrophy mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler
unit otot jantung terutama pada hypertrophy eksentrik.
Jadi factor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit,
meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan
aktivitas mekanik ventrikel kiri.

4. Manifestasi Klinis
Pada stadium dini Hipertensi tampak tanda-tanda akibat rangsangan
simpatis yang kronik. Jantung berdenyut cepat dan kuat. Terjadi
hipersirkulasi yang mungkin diakibatkan peningkatan aktivitas sistem
neurohumoral disertai hipervolemia. Pada stadium selanjutnya timbul
mekanisme kompensasi pada otot jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri
yang difus dan peningkatan tahanan pembuluh darah perifer.
Gambaran klinis seperti sesak nafas adalah salah satu gejala gangguan
fungsi diastolik dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel walaupun fungsi
sistolik masih normal. Bila berkembang terus, terjadi hipertrofi eksentrik dan
akhirnya menjadi dilatasi ventrikel kemudian timbul gejala payah jantung.
Stadium ini kadang kala disertai dengan gangguan sirkulasi pada cadangan
aliran darah koroner dan akan memperburuk kelainan fungsi mekanik atau
pompa jantung yang selektif. (Arif Mansjoer, dkk, 2001; 442)

5. Pemeriksaan penunjang
Pada foto thorak posisi posterioanterior pasien hiperthrophy konsentrik, besar
jantung dalam batas normal. Pembesaran jantung kiri terjadi bila sudah ada dilatasi
ventrikel kiri. Terdapat stenosis aorta pada hipertensi yang kronik dan tanda-tanda
bendungan pembuluh paru pada stadium payah jantung hipertensi.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin yang diperlukan adalah pemeriksaan
ureum dan kreatinin untuk menilai fungsi ginjal, dan pemeriksaan elektrolit. Pada
pemeriksaan EKG akan ditemukan tanda-tanda hypertrophy ventrikel kiri.
Pemeriksaan Ekokardiografi dapat mendeteksi hypertrophy ventrikel kiri secara dini
yang mencakup kelainan anatomic dan fungsional jantung. Perubahan yang dapat
dilihat adalah:

a. Tanda-tanda hiper sirkulasi pada stadium dini


b. Hipertrophy yang konsentrik maupun yang eksentrik
c. Dilatasi venterikelyang dapat merupakan tanda-tanda payah jantung,
serta tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkat.
d. Tanda-tanda iskemik pada stadium lanjut.

6. Penatalaksanaan
a. Perubahan gaya hidup
Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki
pengaruh baik pada pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi.
Modifikasi gaya hidup yang meningkatkan kesehatan direkomendasikan
bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai tambahan untuk terapi
obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi ini harus diarahkan
untuk mengatasi risiko penyakit kardiovaskular secara keseluruhan.
Walaupun efek dari intervensi gaya hidup pada tekanan darah adalah jauh
lebih nyata pada individu dengan hipertensi, pada uji jangka-pendek,
penurunan berat badan dan reduksi NaCl diet juga telah terbukti
mencegah perkembangan hipertensi.
Pada individu hipertensif, bahkan jika intervensi-intervensi ini tidak
menghasilkan reduksi tekanan darah yang cukup untuk menghindari
terapi obat, namun jumlah pengobatan atau dosis yang diperlukan untuk
kontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang secara efektif
mengurangi tekanan darah adalah penurunan berat badan, reduksi
masukan NaCl, peningkatan masukan kalium, pengurangan konsumsi
alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan.
b. Pengobatan
Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal
mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan
mortalitas terhadap penyakit kardiovaskuler dan menurunkan faktor
resiko terhadap penyakit kardiovaskuler semaksimal mungkin. Untuk
menurunkan tekanan darah dapat ditinjau 3 faktor fisiologis yaitu:
1) menurunkan isi cairan intra vaskuler dan Na darah dengan
diuretic,
2) menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan respons
kardiovaskuler terhadap rangsangan adrenergik dengan obat dari
golongan anti simpatis
3) dan menurunkan tahananan perifer dengan obat vasodilator.

B. Konsep Teori Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama: mengetahui identitas klien
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia meningkat pada
usia lanjut dan memiliki penyakit degeneratif
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: dapat terjadi pada semua pekerjaan.
Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami
proses penyakit
Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri
Alamat: mengetahui identitas klien
Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
Diagnosa medis: Hypertension Heart Failure (HHF)
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: biasanya klien masuk rumah sakit
dengan keluhan sesak nafas.
d. Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi
informasi mengenai keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak
berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya tersedia di
pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus
purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali berbau
busuk.
e. Riwayat penyakit dahulu: penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru),
diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV),
ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi).
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif.
g. Pola pemeliharaan kesehatan, merupakan pola kesehatan yang sering
dilakukan misalnya :
i. Kebiasaan minum alkohol
ii. Kebiasaan merokok
iii. Menggunakan obat-obatan
iv. Aktifitas atau olahraga
v. Stress
2. Pengkajian Fisik (B1-B6)
Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan focus pada
pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-
keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV. Pada
klien gagal jantung biasanya didapatkan sesak nafas, kelemahan, peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC. Keadaan ini biasanya
dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi alveoli yang sudah
menggangu pusat pengatur suhu tubuh (Muttaqin, 2008).
a. B1 Breathing
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering
didapatkan pada pasien gagal jantung. Palpasi adanya ketidaksimetrisan
pernapasan pada klien. Perkusi seluruh dada dan lapang paru untuk
menentukan letak gangguan di paru sebelah mana. Auskultasi bunyi napas
tambahan yaitu stridor maupun ronkhi pada pasien gagal jantung.
b. B2 Blood
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas darah
menurun. Berhubungan dengan adanya agen asing yang masuk di dalam
tubuh.
c. B3 Brain
Pada klien dengan gagal jantung pada fase akut dapat terjadi penurunan
GCS, refleks menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau
bakteri di dalam paru besirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem
saraf pusat.
d. B4 Bladder
Pada gagal jantung produksi menurun oliguri maupun anuria. Observasi
adanya penurunan urin sebagai tanda terjadinya penurunan tekanan darah
atau syok hipovolemik.
e. B5 Bowel
Gagal jantung kadang tidak mempengaruhi sistem pencernaan, feses
normal atau dapat terjadi mual dan muntah akibat terapi pengobatan dan
anoreksia.
f. B6 Bone
Akibat gangguan pada ventilasi paru maka suplai O2ke jaringan juga
menurun mengakibatkan penurunan tonus otot dan nyeri otot. Kulit
nampak pucat, sianosis, banyak keingat, suhu kulit meningkat serta
kemerahan.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas, dan
perubahan volume sekuncup
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolar.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunya laju filtrasi
glomerulus.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema,
penurunanperfusi jaringan.
4. Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Penurunan curah NOC NIC
jantung (00029)  Keefektifan pompa Perawatan Jantung:
berhubungan jantung 1. Instruksikan pasien
dengan perubahan  Status Sirkulasi tentang pentingnya
kontraktilitas untuk segera
melaporkan bila
Setelah dilakukan
merasakan nyeri dada
tindakan keperawatan
2. Pastikan tingkat
selama 1x24 jam aktivitas pasien yang
diharapkan curah tidak membahayakan
jantung mengalami curah jantung atau
peningkatan memprovokasi
Dengan kriteria hasil: serangan jantung
1. Tekanan darah 3. Dokumentasikan
sistol dalam disritmia jantung
batas normal 4. Evaluasi perubahan
2. Tekanan diastol tekanan darah
5. Lakukan terapi
dalam batas
relaksasi
normal
6. Monitor tanda-tanda
3. Urin output vital secara rutin
dalam batas 7. Kolaborasi dalam
noma terapi Oksigen sesuai
4. Tidak ada indikasi
distensi vena
jugularis
5. Tidak ada
tambahan pada
suara jantung
6. Tidak terjadi
edema perifer
7. Tidak terjadi
kelelahan
8. Tidak terjadi
sianosis
2. Gangguan NOC: NIC
pertukaran gas  Status Pernafasan: 1) Monitor respirasi dan
berhubungan Pertukaran Gas status oksigen, catat
dengan perubahan pergerakan dada,
amati kesimetrisan,
membran kapiler Setelah dilakukan
penggunaan otot
alveolar tindakan keperawatan tambahan, retraksi
selama 1x24 jam otot supraclavicular
diharapkan masalah dan intercostalis
gangguan pertukaran 2) monitor pola nafas,
gas dapat teratasi auskultasi sura nafas
dengan kriteria hasil: 3) monitor TTV, AGD
dan elektrolit
4) observasi sianosis
1. Respiratory status : khususnya membran
gas exchange mukosa
Klien mampu 5) kolaborasi terapi
memelihara oksigen sesuai
kebersihan paru-paru, indikasi
dan bebas dari tanda-
tanda distress
pernafasan, AGD
dalam batas normal,
status neurologis
dalam batas normal.
2. Respiratory status :
ventilation
Klien mampu
mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi
dan oksigen yang
adekuat,
mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan
dispneu (mampu
mengeluarkan sputum
mampu bernafas
dengan mudah, tidak
adapursed lips).
3. Intoleransi NOC NIC:
Terapi aktifitas
aktivitas  Toleransi terhadap Perwatan Jantung
berhubungan aktivitas Rehabilitasi
dengan setelah dilakukan
1) Kajia adanya faktor
ketidakseimbangan tindakan keperawatan
yang menyebabkan
antara suplai dan selama 3 x 24 jam kelelahan
kebutuhan O2 pasien bertoleransi 2) bantu klien untuk
terhadap aktivitas mengidentifikasi
dengan kriteria hasil: aktivitas yang
1. berpartisipasi mampu dilakukan
dalam aktivitas 3) monitor toleransi
pasien terhadap
fisik tanpa disertai aktivitas
peningkatan TD, 4) bantu untuk memilih
nadi dan RR, aktivitas konsisten
2. mampu yang sesuai dengan
melakukan kemampuan fisik,
aktivitas sehari- psikologi dan social
5) instruksikan pasien
hari (ADLs)
dan keluarga untuk
secara mandiri, membatasi
keseimbangan mengangkat
aktivitas dan /mendorong barang
istirahat (benda berat) dengan
cara yang tepat.
6) koodinasikan rujukan
pasien (diit, dan
fisioterapi)
4. Kelebihan volume NOC NIC
cairan
Keseimbangan cairan Manajemen
berhubungan (0601) elektrolit/cairan (2080)
dengan
menurunnya laju Tanda-tanda vital 1. Jaga pencatatan
filtrasi (0802) intake/asupan dan output
yang akurat
glomerolus(GFR) Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 2. pantau adanya tanda
selama 3 jam kelebihan dan gejala retensi cairan
volume cairan normal,
dengan kriteria hasil: 3. batasi cairan yang
sesuai
1. Tekanan darah
normal (110-120/80- Monitor cairan ( 4130)
90)
4. tentukan jumlah dan
2. Kesimbangan intake jenis intake dan output
dan output dalam 24 serta kebiasaan eliminasi
jam
5. periksa turgor kulit
3. Turgor kulit baik
6. monitor berat badan
4. Tidak asites
7. monitor nilai kadar
5. Tidak edema perifer serum dan elektrolit urin
6. Suhu tubuh (N 36,5-
37,3C)
7. Irama Pernapasan
(16-20 x/menit)
8. Tekanan nadi (60-
100 x/menit)

5. Kerusakan Tujuan: 1) Anjurkan pasien


integritas kulit untuk menggunakan
berhubungan setelah dilakukan pakaian yang longgar
tindakan keperawatan3 2) mobilisasi pasien
dengan tirah
x 24 jam diharapkan (ubah
baring lama, posisi pasien) setiap dua
edema, penurunan kerusakan integritas
klien teratasi dengan jam sekali
perfusi jaringan. 3) monitor kulit akan
kriteria hasil:
adanya kemerahan,
2. Tissue integrity: oleskanlotion atau
skin and mucous minyak / baby oil
membrane pada daerah yang
Integritas kulit dapat tertekan
dipertahankan 4) monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
(sensasi, elastisitas,
5) monitor status nutrisi
temperature, pasien
hidrasi,pigmentasi), 6) memandikan pasien
perfusi jaringan dengan sabun dan air
baik. hangat
2. wound healing: 7) kaji lingkungan dan
primer dan peralatan yang
sekunder menyebabkan
Tidak ada luka atau tekanan
lesi pada kulit, 8) observasi luka
:lokasi, dimensi,
menunjukan
kedalaman luka,
pemahaman dalam karakteristik, warna
proses cairan, granulasi,
jaringannekrotik,
perbaikankulit dan tanda-tanda infeksi
mencegah lokal, formasi traktus
terjadinya cedera 9) ajarkan pada keluarga
tentang luka dan
berulang,
perawatan luka
menunjukan 10) kolaborasidengan
terjadinya ahli gizi pemberian
prosespenyembuhan diet TKTP, vitamin
luka, mampu
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan parawatan
alami
Daftar Pustaka
Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Brown CT. 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner. In: Price SA, Wilson LM,
editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Volume 1.
Edisi VI.Jakarta: EGC.

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United


Sates of America: Elsevier.

Chobanian AV. 2003. The Seventh Report of The Joint National Committee on
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA.

Dumitru I. 2011. Heart Failure. [serial online]


http://emedicine.medscape.com/article/163062-
overview#aw2aab6b2b5aa[29Oktober 2017].

Katzung BG. 2008. Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi VI. Jakarta: EGC.

NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC.

Nurarif, A.H, Hardhi Kusuma. 2015. Apilkasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA, NIC-NOC. Jakarta: Mediacton Publishing

Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates
of America: Elsevier.

Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
O’Donnell MM. 2006. Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi . In :
Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit. Volume 1. Edisi VI.Jakarta: EGC.
Yogiantoro M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I: Hipertensi Esensial.
Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI.

Anda mungkin juga menyukai