Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan
biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Seseorang dikatakan lanjut usia ketika
berumur diatas 56 tahun, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya
mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari
(Priyanto, 2012).
Menurut World Health Organisation (WHO) lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikatagorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau Proses Penuaan.

2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis), Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia, Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi, Seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003)
d. Lansia Potensial, Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,
2003).
e. Lansia Tidak Potensial, Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,
2003).

3. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-
macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana, Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri, Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang
dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman
pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas, Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin,
menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman
yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut,
sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah, Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib
baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti
kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung, Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh
(Nugroho, 2008).

4. Tahap Perkembangan lansia


Tahapan perkembangan lansia atau batas umur pada usia lanjut dari
waktu ke waktu berbeda. Menurut World Health Organisation (WHO)
lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age ) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 tahun sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua ( very old) diatas usia 90 tahun
Berdasarkan dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI
(2006) lansia dikelompokkan menjadi :
a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59)
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia
lanjut dini (usia 60-64 tahun)
c. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degenerative
(usia > 65 tahun)
5. Teori Penuaan
a. Teori Biologis
1) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas adalah produk metabolism seluler yang
merupakan bagian molekul yang sangat aktif. Molekul ini memiliki
muatan ekstraseluler kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan
protein, mengubah bentuk dan sifatnya, molekul ini juga dapat
bereaksi dengan lipid yang berada dalam membrane sel,
mempengaruhi permeabilitas, atau dapat berkaitan dengan organel
sel.
2) Teori cross-link
Teori cross-link ikat menyatakan bahwa molekul kolagen
dan elastic, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang
lama meningkatkan rigiditas sel, cross – linkage diperkirakan
akibat reaksi kimia yang menimbulkan senyawa antara molekul-
molekul yang normal terpisah. Kulit yang menua merupakan
contooh cross- linkage jaringa ikat terikat usia meliputi penurunan
kekuatan daya rentang dinding arteri, tanggalnya gigi, dan tendon
kering dan berserat (Potter & Perry, 2010)
3) Teori Imunologis
Mekanisme seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan
serangan pada jaringan tubuhh melalui autoagrasi atau
imunodefisiensi ( penurunan imun). Tubuh kehilangan kemampuan
untuk membedakan protein sendiri dengan protein asing, sistem
imun menyerang dan menghancurkan jaringan sendiri pada
kecepatan yang meningkatkan secara bertahap.
Dengan bertambahnya usia kemampuan sistem imun untuk
menghancurkan bakteri, virus, dan jamur melemah, bahkan sistem
ini mungkin tidak tahan terhdap serangannya sehingga sel mutasi
terbentuk beberapa kali. Disfungsi sistem imun ini dioerkirakan
menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis seperti
kanker, diabetes dan penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Potter
& Perry, 2010).
b. Teori Psiologis
1) Teori disengangement (pembahasan)
Menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari peran
yang biasanya dan terkait pada aktivitas yang lebih intopeksi dan
berfokus diri sendiri, meliputi empat konsep dasar yaitu:
a) Individu yang menua dan masyarakat secara berasama salaing
menarik diri
b) Disengangement dianggap perlu untuk proses penuaan
c) Disengangement adalah instrinsik dan tidak dapat diletakkan secara
biologis dan psikologis
d) Disengangement bermanfaat baik bagi lanjut usia dan masyarakat
(Potter & Perry, 2010)
2) Teori aktivitas
Lanjut usia dengan keterlibatan sosial yang lebih besar memiliki
semnagat dan kepuasaan hidup yang tinggi, penyesuaian kesehatan
mental yang lebihh positif dari pada lansia yang kurang terlibat secara
sosial (Potter & Perry, 2010)
3) Teori kontinuitas (kesinambungan)
Teori kontinuitas atau teori perkembangan menyatakan bahwa
kepribadian tetap sama den perilaku menjadi lenih mudah diprediksi
seiring penuaan. Kepribadian dan pola perilaku yang berkembnagan
sepanjang kehidupan menentukan derajat keterkaitan dan aktivitas pada
masa lanjut usia (Potter & Perry, 2010)

4. Masalah yang sering terjadi pada lansia


a. Permasalah dari aspek fisiologis
Terjadi perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh
faktor kejiwaan, sosial, ekonomi dan medic. Perubahan tersebut akan
terlihat dalam jaringan dan organ dalamm tubuh seperti kulit menjadi
kering dan keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun,
daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena prose
osteoporosis yang berakibta badan menjadi bungkuk, tulang keropos,
elastic paru berkurang, napas menjadi pendek, adanya penurunan orang
reproduksi, terutama pada wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi
lambat (Martono, 2011)
b. Permasalahan dari aspek psikologis
Menurut Martono (2011) beberapa masalah psikologis lansia
antara lain :
1) Kesepian, yang mengalami oleh lansia pada saat meninggalnya
pasangan hidup, terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama gangguan pada
pendengaran.
2) Duka cita, dimana pada priode duka cita ini merupakan periode
yang sangat rawan bagi lansia. Meninggalnya pasangan hidup,
teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan bias meruntuhkan
ketahanan jiwwa yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang
selanjutnya menicu terjadinya ganguan fisik dan ksesehatannya
3) Depresi, pada lansia stress lingkungan sering menimbulkan depresi
dan kemampuan beradaptasi sudah menurun
4) Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobia,
gangguan panic, gangguan cemas umum. Pada lansia gangguan
cemas merupakan kelanjutandari dewasa muda dan biasanya
berhubungan dengan skunder akibat penyakit medis, depresi, efek
samping obat, atau gejala penghentian mendadak suatu obat.
5) Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bias
terjadi pada lansia, baik sebagai kelnjutann keadaan dari dewasa
muda atau yang timbul pada lansia
c. Permasalahan dari aspek sosial budaya
Menurut Setiabudhi (2009). Permasalahan sosial budaya lansia
secara umum yaitu masih besarnya jumlah yang berada dibawah garis
kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota
keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan
dihormati.

5. Perubahan Sistem Pada Lansia


Lansia yang mengalami penurunan persepsi sensoris akan terdapat
kesenggangan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi
sensoris yang dimiliki. Indera yang dimiliki seperti penglihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan merupakan kesatuan
integrasi dari persepsi sensoris.
a. Pengelihatan
Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi disekitar
kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di
antara iris dan sclera. Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya
ditemukan pada lansia. Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang
dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan
kemampuan dalam melakukan akomodasi, konstriksi pupil akibat
penuaan dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata, yaitu katarak
(Suhartin, 2015).
Hal ini akan berdampak pada penurunan kemampuan sistem visual
dari indera penglihatan yang berfungsi sebagai pemberi informasi ke
susunan saraf pusat tentang posisi dan letak tubuh terhadap lingkungan
di sekitar dan antar bagian tubuh sehingga tubuh dapat mempertahankan
posisinya agar tetap tegak dan tidak jatuh.
b. Pendengaran
Penurunan pendengaran merupakan kondisi secara dramatis dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Kehalangan pendengaran pada
lansia disebut dengan presbikusis. Presbikusis merupakan perubahan
yang terjadi pada pendengaran akibat proses penuaan yaitu telinga
bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural, hal ini terjadi
karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan
baik sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi dari hal ini adalah
kehilangan pendengaran secara bertahap. Ketidakmampuan untuk
mendeteksi suara dengan frekuensi tinggi (Chaccione, 2015).
Telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran
timfani, pengapuran dari tulang pendengaran, lemah dan kakunya otot
dan ligamen. Implikasi dari hal ini adalah gangguan konduksi pada
suara. Pada telinga bagian luar terjadi perpanjangan dan penebalan
rambut, kulit menjadi lebih tipis dan kering serta terjadi peningkatan
keratin. Implikasi dari hal ini adalah potensial terbentuk serumen
sehingga berdampak pada gangguan konduksi suara
Penuruan kemampuan telinga seperti diatas dapat berdampak pula
terhadap komponen vestibular yang terletak di telinga bagian dalam.
Komponen vestibular ini berperan sangat penting terhadap
keseimbangan tubuh. Saat posisi kepala berubah maka komponen
vestibular aka merespon perubahan tesebut dan mempertahakan posisi
tubuh agar tetap tegak.
c. Perabaan
Pada lansia terjadi penurunan kemampuan dalam mempersepsikan rasa
pada kulit, ini terjadi karena penurunan korpus free nerve ending pada
kulit. Rasa tersebut berbeda untuk setiap bagian tubuh sehingga terjadi
penurunan dalam merasakan tekanan, raba panas dan dingin. Gangguan
pada indera peraba tentunya berpengaruh pada sistem somatosensoris.
Somatosensoris adalah reseptor pada kulit, subkutan telapak kaki
dan propioceptor pada otot, tendon dan sendi yang memberikan
informasi tentang kekuatan otot, ketegangan otot, kontraksi otot dan
juga nyeri, suhu, tekanan dan posisi sendi. Pada lansia dengan semakin
menurunnya kemampuan akibat faktor degenerasi maka informasi yang
digunakan dalam menjaga posisi tubuh yang didapat dari tungkai,
panggul, punggung dan leher akan menurun (Chaitow, 2015). Hal ini
berdampak pada keseimbangan yang akan terganggu akibat dari
penurunan implus somatosensoris ke susunan saraf pusat.
d. Sistem Muskulokaletal
1) Otot
Pada umumnya seseorang yang mulai tua akan berefek
pada menurunnya kemampuan aktivitas. Penurunan kemampuan
aktivitas akan menyebabkan kelemahan serta atrofi dan
mengakibatkan kesuliatan untuk mempertahankan serta
menyelesaikan suatu aktivitas rutin pada individu tersebut.
Perubahan pada otot inilah yang menjadi fokus dalam penurunan
keseimbangan berkaitan dengan kondisi lansia.
Perubahan-perubahan yang timbul pada sistem otot lebih
disebabkan oleh disuse. Lansia yang aktif sepanjang umurnya,
cenderung lebih dapat mempertahankan massa otot, kekuatan otot
dan koordinasi dibanding mereka yang hidupnya santai
(Rubenstein, 2016). Tetapi harus diingat bahwa olahraga yang
sangat rutin pun tidak dapat mencegah secara sempurna proses
penurunan massa otot (Lumbatobing, 2015).
Permasalahan yang terjadi pada lansia biasa sangat terlihat
pada menurunnya kekuatan grup otot besar. Otot-otot pada batang
tubuh (trunk) akan berkurang kemampuannya dalam menjaga
tubuh agar tetap tegak. Respon dari otot-otot postural dalam
mempertahankan postur tubuh juga menurun. Respon otot postural
menjadi kurang sinergis saat bekerja mempertahankan posisi akibat
adanya perubahan posisi, gravitasi, titik tumpu, serta aligmen
tubuh. Pada otot pinggul (gluteal) dan otot-otot pada tungkai
seperti grup otot quadriceps, hamstring, gastrocnemius dan tibialis
mengalami penurunan kemampuan berupa cepat lelah, turunnya
kemampuan, dan adanya atrofi yang berakibat daya topang tubuh
akan menurun dan keseimbangan mudah goyah.
2) Tulang
Pada lansia dijumpai proses kehilangan massa tulang dan
kandungan kalsium tubuh, serta perlambatan remodeling dari
tulang. Massa tulang akan mencapai puncak pada pertengahan usia
dua puluhan (di bawah usia 30 tahun). Penurunan massa tulang
lebih dipercepat pada wanita pasca menopause. Sama halnya
dengan sistem otot, proses penurunan massa tulang ini sebagai
disebabkan oleh faktor usia dan disuse (Wilk, 2016).
Dengan bertambahannya usia, perusakan dan pembentukan
tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon
estrogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain.
Tulang-tulang trabekular menjadi lebih berongga, mikroarsitekur
berubah dan sering patah baik akibat benturan ringan maupun
spotan. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya resiko
osteoporosis dan fraktur (Suhartin, 2015).
3) Perubahan postur
Perubahan postur meningkatkan sejalan dengan
pertambahan usia. Hal itu dapat dihubungkan dengan
keseimbangan dan resiko jatuh. Gangguan keseimbangan lansia
disebakan oleh degenerasi progresif mekanoreseptor sendi
intervertebra. Degenerasi karena peradangan atau trauma pada
vertebra dapat menggangu afferent feedback ke saraf pusat yang
berguna untuk stabilitas postural. Banyak perubahan yang terjadi
pada vertebra lansia, seperti spondilosis servikal yang dimana 80%
ditemukan pada orang berusia 55 tahun keatas. Hal itu berpengaruh
terhadap penurunan stabilitas dan fleksibilitas pada postur
(Pudjiastuti, 2015).
Perubahan yang paling banyak terjadi pada vertebra lansia
meliputi kepala condong ke depan (kifosis servikal), peningkatan
kurva kifosis torakalis, kurva lumbal mendatar (kifosis lumbalis),
penurunan ketebalan diskus intervertebralis sehingga tinggi badan
menjadi berkurang. Kepala yang condong ke depan seringkali
diartikan tidak normal, tetapi dapat dikatakan normal apabila hal
itu merupakan kompensasi dari perubahan postur yang lain. Kurva
skoliosis dapat timbul pada lansia karena perubahan vertebra,
ketidakseimbangan otot erctor spine dan kebiasaan atau aktivitas
yang salah. Pada anggota gerak, variasi perubahan postur yang
paling banyak adalah protraksi bahu dan sedikit fleksi sendi siku,
sendi panggul dan lutut. Adanya perubahan permukaan dan kapsul
sendi, akan mengakibatkan kecacatan varus atau valgus dapat sendi
panggul, lutut atau pergelangan kaki.
Perubahan yang terjadi pada sistem saraf dan tulang
memungkinkan terjadinya penurunan kontrol terhadap postural
secara statis. Selanjutnya, perubahan otot, jaringan pengikat dan
kulit dapat mempengaruhi perubahan postur. Adanya trauma, gaya
hidup atau kebiasaan memakai sepatu hak tinggi juga memberi
kontribusi pada percepatan perubahan postur lansia. Perubahan
postur ini tentunya akan berpengaruh pada keseimbangan saat
berdiri karena pusat gravitasi pada tubuh juga turut berubah.
e. Sistem Persyarafan
1) Saraf pusat
Menurut Martono (2004) pada lansia akan terjadi
penurunan berat otak sebesar 10%. Berat otak 350 gram pada saat
kelahiran, kemudian meningkatkan menjadi 1,375 gram pada usia
20 tahun, berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun
penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan
volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun.
Otak mengandung 100 juta sel termasuk diantaranya sel neuron
yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf
pusat.
Pada penuaan, otak kehilangan 100.000 neuron/tahun.
Neuron dapat mengirimkan signal kepada sel lain dengan
kecepatan 200 mil/jam. Terjadi atrofi cerebal (berat otak menurun
10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsurangsur tonjolan
dendrit di neuron hilang disusul membengkaknya batang dendrite
dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian
sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and
tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dan
lisosom atau mitokondria (Suhartin, 2016).
2) Saraf perifer
Saraf perifer tepi adalah jaringan saraf untuk semua
gerakan (saraf motorik) dan sensasi (saraf sensoris). Jaringan saraf
ini berhubungan dengan sistem sarat pusat (SSP) melalui batang
otak dan pada beberapa tempat sepanjang kord spinal. Ia menuju
berbagai bagian tubuh. Saraf perifer membentuk komunikasi antara
otak dan organ, pembuluh darah, otot dan kulit. Perintah otak akan
dihantarkan oleh saraf motor, dan informasi dihantar kembali ke
otak oleh saraf sensori.
Penuaan menyebabkan penurunan presepsi sensorik dan
respon motorik pada susunan SSP. Hal ini terjadi karena SSP pada
usia lanjut usia mengalami perubahan. Berat otak pada lansia
berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan
lemak pada otak sehingga otak menjadi lebih ringan. Akson,
dendrit dan badan sel saraf banyak mengalami kematian, sedang
yang hidup banyak mengalami perubahan. Dendrit yang berfungsi
untuk komunikasi antar sel mengalami perubahan menjadi lebih
tipis dan kehilangan kontak antar sel. Daya hantar saraf mengalami
penurunan 10% sehingga gerakan menjadi lambat. Akson dalam
medula spinalis menurun 37%. Perubahan tersebut mengakibatkan
penurunan kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot,
reflek, perubahan postur dan waktu reaksi (Sherwood, 2015).
Perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk
kehilangan dan penyusutan neuron, dengan potensial 105
kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun. Secara fungsional
terdapat suatu perlambat reflek tendon, terdapat kecenderungan
kearah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan
dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya
gerakan yang sesuai. Waktu reaksi menjadi lebih lambat, dengan
penurunan atau hilangnya hentakan pergelangan kaki dan
pengurangan reflek lutut, bisep dan trisep terutama karena
pengurangan dendrit dan perubahan pada sinaps, yang
memperlambat konduksi (Suhartin, 2014).
Dengan adanya perubahan tersebut tentunya akan
berpengaruh pada keadaan postural dan kemampuan lansia dalam
menjaga keseimbangan tubuhnya terhadap bidang tumpu. Kondisi
penurunan kemampuan visual, vestibular dan somatosensoris
tentunya akan memperburuk keseimbangan pada lansia. Tubuh
akan mengalami gangguan dalam mempersepsikan base of support
atau landasan tempat berpijak. Kondisi muskuloskeletal yang
mengalami penurunan juga berpengaruh pada keseimbangan otot
dan postural. Perubahan postur tersebut berpengaruh pada
perubahan Center of Gravity (COG) tubuh terhadap bidang tumpu.
Otot-otot baik ekstremitas bawah maupun atas akan mengalami
penurunan kekuatan. Akibat dari keadaan tersebut lansia sering
mengalami gangguan keseimbangan saat berdiri maupun saat
beraktivitas dan rentan untuk jatuh.

B. Konsep Dasar Reumatik


1. Pengertian
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang
bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta
jaringan ikat sendi secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu
Bedah Orthopedi, hal. 165).
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang
menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2011 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak
sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya
umur (Felson dalam Budi Darmojo, 2009).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam
membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan
deformitas lebih lanjut (Susan Martin Tucker, 2009).
Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama
mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan
dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan
(Diane C. Baughman, 2010).

2. Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa
faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;
a. Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor
penuaan adalah yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa
osteoartritis bukan akibat penuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi
pada penuaan berbeda dengan eprubahan pada osteoartritis.
b. Jenis kelamin wanita lebih sering
Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan
laki-laki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan
leher. Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis
kurang lebih sama antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50
tahunh (setelah menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada
wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis osteoartritis.
c. Suku bangsa
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing
suku bangsa. Hal ini mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup
maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan tulang.
d. Genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR
seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relative 4 : 1 untuk
menderita penyakit ini.
e. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya
resiko untuk timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria.
Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan oateoartritis pada
sendi yang menanggung beban berlebihan, tapi juga dnegan osteoartritis
sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu disamping
faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis),
diduga terdapat faktor lain (metabolit) yang berpperan pada timbulnya
kaitan tersebut.
f. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus
menerus berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu.
Olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi yang berkaitan dengan
resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
g. Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan
timbulnya oateoartritis paha pada usia mudah
h. Kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko
timbulnya osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang
lebih padat (keras) tidak membantu mengurangi benturan beban yang
diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi
menjadi lebih mudah robek.

3. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


a. Anatomi Fisiologi Rangka

Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal


(tulang). Rangka (skeletal) merupakan bagian tubuh yang terdiri dari
tulang, sendi dan tulang rawan (kartilago), sebagai tempat
menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan
sikap dan posisi. Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang –
tulang (sekitar 206 tulang ) yang membentuk suatu kerangka tubuh
yang kokoh. Walaupun rangka terutama tersusun dari tulang, rangka
di sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago. Rangka digolongkan
menjadi rangka aksial, rangka apendikular, dan persendian.
1) Rangka aksial, melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan
torso.
a) Kolumna vertebra
b) Tengkorak
Tulang cranial : menutupi dan melindungi otak dan organ-
organ panca indera.
Tulang wajah : memberikan bentuk pada muka dan berisi
gigi.
Tulang auditori : terlihat dalam transmisi suara.
Tulang hyoid : yang menjaga lidah dan laring.
2) Rangka apendikular, tulang yang membentuk lengan tungkai dan
tulang pectoral serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat
melekatnya lengan dan tungkai pada rangkai aksial.
3) Persendian, adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih.

b. Fungsi Sistem Rangka :


1) Tulang sebagai penyangga (penopang); berdirinya tubuh, tempat
melekatnya ligamen-ligamen, otot, jaringan lunak dan organ, juga
memberi bentuk pada tubuh.
2) Pergerakan ; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak, adanya persendian.
3) Melindungi organ-organ halus dan lunak yang ada dalam tubuh.
4) Pembentukan sel darah (hematopoesis / red marrow).
5) Tempat penyimpanan mineral (kalium dan fosfat) dan lipid
(yellow marrow).
c. Struktur Tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi tulang pendek,
panjang, tulang berbentuk rata (flat) dan tulang dengan bentuk tidak
beraturan. Terdapat juga tulang yang berkembang didalam tendon
misalnya tulang patella (tulang sessamoid). Semua tulang memiliki
sponge tetapi akan bervariasi dari kuantitasnya. Bagian tulang tumbuh
secara longitudinal,bagian tengah disebut epiphyse yang berbatasan
dengan metaphysic yang berbentuk silinder.
Vaskularisasi. Tulang merupakan bagian yang kaya akan vaskuler
dengan total aliran sekitar 200-400 cc/menit.Setiap tulang memiliki
arteri menyuplai darah yang membawa nutrient masuk di dekat
pertengahan tulang kemudian bercabang ke atas dan ke bawah
menjadi pembuluh darah mikroskopis, pembuluh ini menyuplai
korteks, morrow, dan sistem harvest.
Persarafan. Serabut syaraf simpatik dan afferent (sensorik)
mempersarafi tulang dilatasi kapiler dan di control oleh saraf simpatis
sementara serabut syaraf efferent menstramisikan rangsangan nyeri.

4. Jenis Reumatik
Menurut Adelia, (2011) ada beberapa jenis reumatik yaitu:
a. Reumatik Sendi (Artikuler)
Reumatik yang menyerang sendi dikenal dengan nama reumatik
sendi (reumatik artikuler). Penyakit ini ada beberapa macam yang
paling sering ditemukan yaitu:
b. Artritis Reumatoid
Merupakan penyakit autoimun dengan proses peradangan menahun yang
tersebar diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan sendi dan berbagai organ
di luar persendian.Peradangan kronis dipersendian menyebabkan
kerusakan struktur sendi yang terkena. Peradangan sendi biasanya
mengenai beberapa persendian sekaligus.Peradangan terjadi akibat proses
sinovitis (radang selaput sendi) serta pembentukan pannus yang
mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan tulang di sekitarnya,
terutama di persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi
pada kedua sisi).Penyebab Artritis Rematoid belum diketahui dengan
pasti. Ada yang mengatakan karena mikoplasma, virus, dan
sebagainya. Namun semuanya belum terbukti. Berbagai faktor
termasuk kecenderungan genetik, bisa mempengaruhi reaksi
autoimun. Bahkan beberapa kasus Artritis Rematoid telah
ditemukan berhubungan dengan keadaan stres yang berat, seperti tiba-
tiba kehilangan suami atau istri, kehilangan satu¬-satunya anak
yang disayangi, hancurnya perusahaan yang dimiliknya dan sebagainya.
Peradangan kronis membran sinovial mengalami pembesaran (Hipertrofi)
dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan
kematian (nekrosis) sel dan respon peradanganpun berlanjut. Sinovial
yang menebal kemudian dilapisi oleh jaringan granular yang disebut
panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi sehingga semakin
merangsang peradangan dan pembentukan jaringan parut. Proses ini
secara perlahan akan merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta
deformitas (kelainan bentuk).
c. Osteoatritis
Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab
yang belum diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis,
morfologis, dan keluaran klinis yang sama.Proses penyakitnya berawal
dari masalah rawan sendi (kartilago), dan akhirnya mengenai seluruh
persendian termasuk tulang subkondrial, ligamentum, kapsul dan
jaringan sinovial, serta jaringan ikat sekitar persendian (periartikular).
Pada stadium lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan yang ditandai
dengan adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada permukaan
sendi. Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa
faktor risiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu :
Usia lebih dari 40 tahun, Jenis kelamin wanita lebih sering, Suku bangsa,
genetik, kegemukan dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan
olah raga, kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.
d. Atritis Gout
Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat
darah (hiperurisemia) . Reumatik gout merupakan jenis penyakit yang
pengobatannya mudah dan efektif. Namun bila diabaikan, gout juga
dapat menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini timbul akibat kristal
monosodium urat di persendian meningkat. Timbunan kristal ini
menimbulkan peradangan jaringan yang memicu timbulnya reumatik
gout akut. Pada penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum
diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetic
dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang
dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga
diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.
Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya
produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengkonsumsi makanan dengan
kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organic
yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk dalam
kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Produksi asam urat
meningkat juga bisa karena penyakit darah (penyakit sumsum tulang,
polisitemia), obat-obatan (alkohol, obatobat kanker, vitamin B12).
Penyebab lainnya adalah obesitas (kegemukan), penyakit kulit
(psoriasis), kadar trigliserida yang tinggi. Pada penderita diabetes yang
tidak terkontrol dengan baik biasanya terdapat kadar benda-benda keton
(hasil buangan metabolisme lemak) yang meninggi. Benda-benda keton
yang meninggi akan menyebabkan asam urat juga ikut meninggi.
e. Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)
Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak di
luar sendi (soft tissue rheumatism) sehingga disebut juga reumatik luar
sendi (ekstra artikuler rheumatism). Jenis – jenis reumatik yang sering
ditemukan yaitu:
1) Fibrosis
Merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di batang
tubuh dan anggota gerak. Fibrosis lebih sering ditemukan oleh
perempuan usia lanjut, penyebabnya adalah faktor kejiwaan
2) Tendonitis dan tenosivitis
Tendonitis adalah peradangan pada tendon yang menimbulkan
nyeri lokal di tempat perlekatannya. Tenosivitis adalah peradangan
pada sarung pembungkus tendon.
3) Entesopati
Adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada tulang.
Entesis ini dapat mengalami peradangan yang disebut entesopati.
Kejadian ini bisa timbul akibat menggunakan lengannya secara
berlebihan, degenerasi, atau radang sendi.
4) Bursitis
Adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat perlekatan tendon
atau otot ke tulang. Peradangan bursa juga bisa disebabkan oleh
reumatik gout dan pseudogout.
5) Back Pain
Penyebabnya belum diketahui, tetapi berhubungan dengan proses
degenerarif diskus intervertebralis, bertambahnya usia dan
pekerjaan fisik yang berat, atau sikap postur tubuh yang salah
sewaktu berjalan, berdiri maupun duduk. Penyebab lainnya bisa
akibat proses peradangan sendi, tumor, kelainan metabolik dan
fraktur.
6) Nyeri pinggang
Kelainan ini merupakan keluhan umum karena semua orang pernah
mengalaminya. Nyeri terdapat kedaerah pinggang kebawah
(lumbosakral dan sakroiliaka) Yang dapat menjalar ke tungkai dan
kaki.
7) Frozen shoulder syndrome
Ditandai dengan nyeri dan ngilu pada daerah persendian di pangkal
lengan atas yang bisa menjalar ke lengan atas bagian depan, lengan
bawah dan belikat, terutama bila lengan diangkat keatas atau
digerakkan kesamping. Akibat pergerakan sendi bahu menjadi
terbatas.

5. Manifestasi klinis
Gejala utama dari osteoartritis adalah adanya nyeri pada sendi yang
terkena, terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan.
Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dnegan
istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi,
pembesaran sendi dn perubahan gaya jalan. Lebih lanjut lagi terdapat
pembesaran sendi dan krepitasi.
Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul
belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri
tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan, antara
lain;
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan
tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan
gerakan yang lain.
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
c. Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah immobilisasi,
seperti duduk dari kursi, atau setelah bangun dari tidur.
d. Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau
tangan yang paling sering) secara perlahan-lahan membesar
f. Perubahan gaya berjalan
Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau
panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan
fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk
kemandirian pasien yang umumnya tua (lansia).
6. Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,
kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau
penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan
sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara
permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu
(ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan
ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari
persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis
setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan
masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang
lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan
rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.
7. Pathway
8. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan
lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan
(perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil
jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara
bersamaan.
b. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
c. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
d. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar
dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi,
produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit,
penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).
e. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
f. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration)
atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak
leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
g. Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta
menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen

9. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat
simtomatik. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya
sebagai analgesik dan mengurangi peradangan, tidak mampu
menghentikan proses patologis
b. Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada
sendi yang sakit.
c. Mandi dengan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri
d. Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cedera
e. Dukungan psikososial
f. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan
yang tepat
g. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya
keluhan
h. Kompres dengan es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri
i. Konsumsi makanan yang mengandung protein dan Vitamin
j. Diet rendah purin:

Makanan yang tidak boleh


Golongan bahan makanan Makanan yang boleh diberikan
diberikan
Karbohidrat Semua –
Protein hewani Daging atau ayam, ikan tongkol, Sardin, kerang, jantung, hati,
bandeng 50 gr/hari, telur, susu, keju usus, limpa, paru-paru, otak,
ekstrak daging/ kaldu, bebek,
angsa, burung.

Protein nabat Kacang-kacangan kering 25 gr atau –


tahu, tempe, oncom
Lemak Minyak dalam jumlah terbatas. –
Sayuran Semua sayuran sekehendak kecuali: Asparagus, kacang polong,
asparagus, kacang polong, kacang kacang buncis, kembang kol,
buncis, kembang kol, bayam, jamur bayam, jamur maksimum 50
maksimum 50 gr sehari. gr sehari

Buah-buahan Semua macam buah -

Minuman Teh, kopi, minuman yang Alkohol


mengandung soda
Bumbu, dll Semua macam bumbu Ragi

Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi pembentukan asam


urat dan menurunkan berat badan, bila terlalu gemuk dan mempertahankannya
dalam batas normal. Bahan makanan yang boleh dan yang tidak boleh
diberikan pada penderita osteoartritis:

10. Komplikasi
a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
b. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
c. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang
disebabkan oleh adanya darah yang membeku.
d. Terjadi splenomegali.
Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar
kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah
putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel
darah akan meningkat.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Rematoid Atritis


1. Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung
jawab.Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan
keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru,
ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan
bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
b. Riwayat Kesehatan
1) Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
2) Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
c. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral),
amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
2) Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi
sinovial
a) Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
b) Catat bila ada krepitasi
c) Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
d) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
3) Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
4) Ukur kekuatan otot
5) Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
6) Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
d. Aktivitas/istirahat
 Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan
stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral
dan simetris.
 Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan.
 Tanda : Malaise
 Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan
pada sendi.
e. Kardiovaskuler
 Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali
normal).
 Integritas ego
 Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
 Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
 Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya
ketergantungan pada orang lain).

f. Makanan/ cairan
 Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
 Kesulitan untuk mengunyah
 Tanda : Penurunan berat badan
 Kekeringan pada membran mukosa.
g. Hygiene
 Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi. Ketergantungan
h. Neurosensori
 Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada
jari tangan.
 Gejala : Pembengkakan sendi simetris
i. Nyeri/ kenyamanan
 Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
j. Keamanan
 Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah
tangga.Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran
mukosa.
k. Interaksi social
 Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain;
perubahan peran; isolasi.
l. Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup
tinggi apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi
karena ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan
merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat
melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body
image dan harga diri klien.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
b. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal.
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
c. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
2. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Nyeri NOC : NIC :

Definisi :  Pain Level, Pain Management


 Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Sensori yang tidak menyenangkan dan
 Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
pengalaman emosional yang muncul
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
secara aktual atau potensial kerusakan
dan faktor presipitasi
jaringan atau menggambarkan adanya  Mampu mengontrol nyeri (tahu
 Observasi reaksi nonverbal dari
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri penyebab nyeri, mampu
ketidaknyamanan
Internasional): serangan mendadak atau menggunakan tehnik
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik
pelan intensitasnya dari ringan sampai nonfarmakologi untuk mengurangi
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
berat yang dapat diantisipasi dengan nyeri, mencari bantuan)
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon
akhir yang dapat diprediksi dan dengan  Melaporkan bahwa nyeri
nyeri
durasi kurang dari 6 bulan. berkurang dengan menggunakan
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
manajemen nyeri
Batasan karakteristik :  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
 Mampu mengenali nyeri (skala,
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
- Laporan secara verbal atau non intensitas, frekuensi dan tanda
masa lampau
verbal nyeri)
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
- Fakta dari observasi  Menyatakan rasa nyaman setelah
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri berkurang dan menemukan dukungan
nyeri  Tanda vital dalam rentang normal  Kontrol lingkungan yang dapat
- Gerakan melindungi mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
- Tingkah laku berhati-hati pencahayaan dan kebisingan
- Muka topeng  Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
capek, sulit atau gerakan kacau, (farmakologi, non farmakologi dan inter
menyeringai) personal)
- Terfokus pada diri sendiri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Fokus menyempit (penurunan menentukan intervensi
persepsi waktu, kerusakan proses  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
berpikir, penurunan interaksi  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
dengan orang dan lingkungan)  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkah laku distraksi, contoh :  Tingkatkan istirahat
jalan-jalan, menemui orang lain  Kolaborasikan dengan dokter jika ada
dan/atau aktivitas, aktivitas keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
berulang-ulang)  Monitor penerimaan pasien tentang
- Respon autonom (seperti manajemen nyeri
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil) Analgesic Administration
- Perubahan autonomic dalam tonus
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
otot (mungkin dalam rentang dari
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
lemah ke kaku)
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
dosis, dan frekuensi
gelisah, merintih, menangis,
 Cek riwayat alergi
waspada, iritabel, nafas
 Pilih analgesik yang diperlukan atau
panjang/berkeluh kesah)
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
- Perubahan dalam nafsu makan dan
lebih dari satu
minum
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
Faktor yang berhubungan :  Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
psikologis)
pengobatan nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
2 Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC :
Definisi : Exercise therapy : ambulation
 Joint Movement : Active
 Monitoring vital sign sebelum/sesudah
Keterbatasan dalam kebebasan untuk  Mobility Level
latihan dan lihat respon pasien saat latihan
pergerakan fisik tertentu pada bagian  Self care : ADLs
 Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas  Transfer performance
rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil :
 Bantu klien untuk menggunakan tongkat
- Postur tubuh yang tidak stabil  Klien meningkat dalam aktivitas saat berjalan dan cegah terhadap cedera
selama melakukan kegiatan fisik  Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
rutin harian  Mengerti tujuan dari peningkatan tentang teknik ambulasi
- Keterbatasan kemampuan untuk mobilitas  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
melakukan keterampilan  Memverbalisasikan perasaan  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
motorik kasar dalam meningkatkan kekuatan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
- Keterbatasan kemampuan untuk dan kemampuan berpindah  Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
melakukan keterampilan  Memperagakan penggunaan alat dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
motorik halus Bantu untuk mobilisasi (walker)  Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
- Tidak ada koordinasi atau  Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
pergerakan yang tersentak- dan berikan bantuan jika diperlukan
sentak
- Keterbatasan ROM
- Kesulitan berbalik (belok)
- Perubahan gaya berjalan (Misal
: penurunan kecepatan berjalan,
kesulitan memulai jalan,
langkah sempit, kaki diseret,
goyangan yang berlebihan pada
posisi lateral)
- Penurunan waktu reaksi
- Bergerak menyebabkan nafas
menjadi pendek
- Usaha yang kuat untuk
perubahan gerak (peningkatan
perhatian untuk aktivitas lain,
mengontrol perilaku, fokus
dalam anggapan
ketidakmampuan aktivitas)
- Pergerakan yang lambat
- Bergerak menyebabkan tremor
Faktor yang berhubungan :
- Pengobatan
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan tentang
kegunaan pergerakan fisik
- Indeks massa tubuh diatas 75
tahun percentil sesuai dengan
usia
- Kerusakan persepsi sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa
- Keengganan untuk memulai
gerak
- Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning
- Malnutrisi selektif atau umum
3 Gangguan Citra Tubuh NOC : NIC :
 Body image Body image enhancement
Definisi : Konfusi dalam gambaran
 Self esteem  Kaji secara verbal dan non verbal respon
mental tentang diri-fisik individu Kriteria Hasil : klien terhadap tubuhnya
 Body image positif  Monitor frekuensi mengkritik dirinya
Batasan Karakteristik
 Mampu mengidentifikasi  Jelaskan tentang pengobatan, perawatan,
- Perilaku mengenali tubuh kekuatan personal kemajuan dan prognosis penyakit
individu  Mendiskripsikan secara faktual  Dorong klien mengungkapkan perasaannya
- Perilaku menghindari tubuh perubahan fungsi tubuh  Identifikasi arti pengurangan melalui
individu  Mempertahankan interaksi sosial pemakaian alat bantu
- Perilaku memantau tubub  Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
individu kelompok kecil
- Respon nonverbal terhadap
- Perubahan aktual pada tubuh
(mis; penampilan, struktur,
fungsi)
- Respon nonverbal terhadap
persepi perubahan pada tubuh
(mis; penampilan, struktur,
fungsi)
- Mengungkapkan perasaan yang
mencerminkan perubahan
pandangan tentang tubuh
individu ( mis; penampilan,
struktur, fungsi)
- Mengungkapkan persepsi yang
mencerminkan perubahan
individu dalam penampilan

Faktor Yang Berhubungan:


- Biofisik, Kognitif
- Budaya, Tahap
perkembangan
- Penyakit, Cedera
- Perseptual, Psikososial,
Spiritual
- Pembedahan, Trauma
- Terapi penyakit
4 Resiko Jatuh NOC NIC

Definisi : Peningkatan kerentanan untuk  Trauma Risk For Fall Prevention

jatuh yang dapat menyebabkan bahaya  Injury Risk For  Mengidentifikasi defisit kognitif atau fisik
fisik pasien yang dapat meningkatkan potensi
Kriteria Hasil :
jatuh dalam lingkungan tertentu
Faktor Resiko :
 Keseimbangan : kemampuan Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang
Dewasa
untuk mempertahankan mempengaruhi risiko jatuh
- Usia 65 tahun atau lebih
ekuilibrium  Mengidentifikasi karakteristik lingkungan
- Riwayat jatuh
 Gerakan terkoordinasi : yang dapat meningkatkan potensi untuk
- Tinggal sendiri
kemampuan otot untuk bekerja jatuh (misalnya, lantai yang licin dan tangga
- Prosthesis eksremitas bawah
sama secara volunter untuk terbuka)
- Penggunaan alat bantu (mis,
melakukan gerakan yang  Sarankan perubahan dalam gaya berjalan
walker, tongkat)
bertujuan kepada pasien
- Penggunaan kursi roda
 Perilaku pencegahan jatuh :  Mendorong pasien untuk menggunakan
Anak tindakan individu atau pemberi tongkat atau alat pembantu berjalan

- Usia dua tahun atau kuran


asuhan untuk meminimalkan  Kunci roda dari kursi roda, tempat tidur,
faktor resiko yang dapat memicu atau brankar selama transfer pasien
- Tempat tidur yang terletak
didekat jendela
jatuh dilingkungan individu  Tempat artikel mudah dijangkau dari pasien
 Kejadian jatuh : tidak ada  Ajarkan pasien bagaimana jatuh untuk
- Kurangnya penahan/pengekang kejadian jatuh meminimalkan cedera
kereta dorong  Pengetahuan : pemahaman  Memantau kemampuan untuk mentransfer
- Kurangnya/longgarnya pagar pencegahan jatuh dari tempat tidur ke kursi dan demikian pula
pada tangga  Pengetahuan : keselamatan anak sebaliknya
- Kurangnya penghalang tau tali fisik  Gunakan teknik yang tepat untuk
pada jendela  Pengetahuan : keamanan pribadi mentransfer pasien ke dan dari kursi roda,
- Kurang pengawasan orang tua  Pelanggaran perlindungan tingkat tempat tidur, toilet, dan
- Jenis kelamin laki-laki yang kebingungan Akut Sebagainya
berusia < 1 tahun  Tingkat Agitas  Menyediakan toilet ditinggikan untuk
- Bayi yang tidak diawasi saat  Komunitas pengendalian risiko : memudahkan, transfer
berada dipermukaan yang tinggi Kekerasan  Menyediakan kursi dari ketinggian yang
(mis.,tempat tidur/meja)  Komunitas tingkat kekerasan tepat, dengan sandaran dan sandaran tangan
 Gerakan Terkoordinasi untuk memudahkan transfer
Kognitif
 Kecenderungan risiko pelarian  Menyediakan tempat tidur kasur dengan tepi
- Penurunan status mental untuk kawin yang erat untuk memudahkan transfer
 Kejadian Terjun  Gunakan rel sisi panjang yang sesuai dan
Lingkungan
 Mengasuh keselamatan fisik tinggi untuk mencegat jatuh dari tempat
- Lingkungan yang tidak remaja tidur, sesuai kebutuhan
terorganisasi  Mengasuh : bayi / balita  Memberikan pasien tergantung dengan
- Ruang yang memiliki keselamatan fisik sarana bantuan pemanggilan (misalnya, bel
pencahayaan yang redup  Perilaku Keselamatan pribadi atau cahaya panggilan) ketika pengasuh
- Tidak ada meteri yang antislip  Keparahan cedera fisik tidak hadir
dikamar mandi  Pengendalian risiko  Membantu ke toilet seringkali, interval
- Tidak ada materi yang antislip  Pengendalian risiko : penggunaan dijadwalkan
ditempat mandi pancuran alkohol, narkoba  Menandai ambang pintu dan tepi langkah,
- Pengekangan  Pengendahan risiko: pencahayaan sesuai kebutuhan
- Karpet yang tidak rata/terlipat sinar matahari  Hapus dataran rendah perabotan (misalnya,
- Ruang yang tidak dikenal  Deteksi Risiko tumpuan dan tabel) yang menimbulkan
- Kondisi cuaca (mis, lanta basah,  Lingkungan rumah Aman bahaya tersandung
es)  Aman berkeliaran  Hindari kekacauan pada permukaan lantai
 Zat penarikan keparahan  Memberikan pencahayaan yang memadai
Medikasi
 Integritas jaringan : kulit & untuk meningkatkan visibilitas
- Penggunaan alcohol membran mukosa  Menyediakan lampu malam di samping
- Inhibitor enzyme pengubah  Perilaku kepatuhan visi tempat tidur
angiotensia  Menyediakan pegangan tangan terlihat dan
- Agen anti ansietas memegang tiang
- Agens anti hipertensi  Menyediakan lajur anti tergelincir,
- Deuretik permukaan lantai nontrip/tidak tersandung
- Hipnotik  Menyediakan permukaan nonslip/ anti
- Narkotik/opiate tergelincir di bak mandi atau pancuran
- Obat penenang  Menyediakan kokoh, tinja curam nonslip/
- Antidepresan trisiklik anti tergelincir untuk memfasilitasi
jangkauan mudah
Fisiologis
 Pastikan pasien yang memakai sepatu yang
- Sakit akut pas, kencangkan aman, dan memiliki sol
- Anemia tidak mudah tergelincir
- Arthritis  Anjurkan pasien untuk memakai kacamata,
- Penurunan kekuatan ekstremitas sesuai, ketika keluar dari tempat tidur
bawah  Mendidik anggota keluarga tentang faktor
- Diare risiko yang berkontribusi terhadap jatuh dan
- Kesulitan gaya berjalan bagaimana mereka dapat menurunkan resiko
- Vertigo saat mengekstensikan tersebut
leher  Sarankan adaptasi rumah untuk
- Masalah kaki meningkatkan keselamatan
- Kesulitan mendengar  Instruksikan keluarga pada pentingnya
- Gangguan keseimbangan pegangan tangan untuk kamar mandi,
- Gangguan mobilitas fisik tangga, dan trotoar
- Inkontinensia  Sarankan atas kaki yang aman
- Neoplasma (mis., Ietih/mobilitas  Mengembangkan cara untuk pasien untuk
terbatas) berpartisipasi keselamatan dalam kegiatan
- Neuropati rekreasi
- Hipotensi ortostatisk  Lembaga program latihan rutin fisik yang
- Kondisi postoperative meliputi berjalan
- Perubahan gula darah  Tanda-tanda posting untuk mengingatkan
postprandial staf bahwa pasien yang berisiko tinggi untuk
- Deficit proprioseptif jatuh
- Ngantuk  Berkolaborasi dengan anggota tim
- Berkemih yang mendesak kesehatan lain untuk meminimalkan efek
- Penyakit vaskuler samping dari obat yang berkontribusi
- Kesulitan melihat terhadap jatuh (misalnya, hipotensi
ortostatik dan kiprah goyah)
 Memberikan pengawasan yang ketat dan /
atau perangkat menahan (misalnya, bayi
kursi dengan sabuk
pengaman) ketika menempatkan bayi /
anak-anak muda pada permukaan
ditinggikan (misalnya, meja dan kursi
tinggi)

5 Kurang pengetahuan NOC : NIC :


Teaching : disease Process
Definisi :  Kowlwdge : disease process  Berikan penilaian tentang tingkat
 Kowledge : health Behavior pengetahuan pasien tentang proses
Tidak adanya atau kurangnya informasi
Kriteria Hasil : penyakit yang spesifik
kognitif sehubungan dengan topic
 Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
spesifik.  Pasien dan keluarga menyatakan
bagaimana hal ini berhubungan dengan
pemahaman tentang penyakit,
Batasan karakteristik : anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
kondisi, prognosis dan program
memverbalisasikan adanya masalah, tepat.
pengobatan
ketidakakuratan mengikuti instruksi,  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
 Pasien dan keluarga mampu
perilaku tidak sesuai. muncul pada penyakit, dengan cara yang
melaksanakan prosedur yang
tepat
Faktor yang berhubungan : keterbatasan dijelaskan secara benar
 Gambarkan proses penyakit, dengan cara
kognitif, interpretasi terhadap informasi  Pasien dan keluarga mampu
yang tepat
yang salah, kurangnya keinginan untuk menjelaskan kembali apa yang
 Identifikasi kemungkinan penyebab,
mencari informasi, tidak mengetahui dijelaskan perawat/tim kesehatan
dengna cara yang tepat
sumber-sumber informasi. lainnya.
 Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang tepat
 Hindari jaminan yang kosong
 Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
 Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
 Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
 Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat.
Daftar Pustaka

Ahern, Wilkinson. 2002. Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 9. Penerbit


Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Herdman, T.H. 2002. Diagnosis Keperawatan.Penerbit Buku Kedokteran.


Jakarta: EGC.

International NANDA. (2012).Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta : EGC.

Nugroho Taufan, dkk, 2010. Kamus Pintar Kesehatan. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


& Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia Anderson.2007. Patologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta :
EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN

“REUMATIK”

DISUSUN OLEH :
AMALIA NUR AZHIMA
21218004

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN 2019
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny “M” DENGAN


GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL: ATHRITIS GOUT
DI KELURAHAN TANGGA TAKAT

DISUSUN OLEH :
AMALIA NUR AZHIMA
21218004

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai