Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

DENGAN DIMENSIA DI WISMA SRIKANDI

RUMAH PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA (RUMPELSOS)

WENING WARDOYO UNGARAN

Disusun Oleh :

Nama : Dwi Setyowati

Nim : N520184011

Prodi : Profesi Ners

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS INDONESIA

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


LAPORAN PENDAHULUAN

DIMENSIA PADA LANSIA DI WISMA SRIKANDI

RUMAH PELAYANAN LANJUT USIA (RUMPELSOS)

WENING WARDOYO UNGARAN

Disusun Oleh :

Nama : Dwi Setyowati

Nim : N520184011

Prodi : Profesi Ners

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS INDONESIA

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


KONSEP DASAR LANSIA

A. Konsep dasar lansia


1. Pengertian Lansia
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65-75
tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi
tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan
secara terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Menurut Keliat
(1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan
pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13
Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Penuaan adalah normal,
dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua
orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu
(Stanley, 2006).
2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
3. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang
kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi
maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008).
4. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-
macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru,
selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat, ringan
kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
5. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri
terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang
pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun dan kehidupan yang baru.
c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
d. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.
e. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam,2008).
KONSEP DASAR MEDIS

A. PENGERTIAN
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi
aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
(Mickey Stanley, 2009)
Sindrom demensia dapat didefinisikan sebagai deteriorasi kapasitas intelektual
dapat diakibatkan oleh pnyakit di otak. Sindrom ini ditandai olah gangguan kognitif,
emosional, dan psikomotor. (Lumbantobing, 2008)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama
pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks
serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan kemampuannya
untuk mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi. Jika degenerasi ini mulai
berlangsung, dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan
kembali sel-sel atau menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
B. ETIOLOGI
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit Alzheimer
disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu.
Penyebab lainnya dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau
kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan
kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya
aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil
disebut demensia multi-infark. Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi
atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal kelainan
yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim,
atau pada metabolisme
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1. Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3. Khorea Huntington
c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan ini
diantaranya
1. Penyakit cerebro kardiofaskuler
2. penyakit- penyakit metabolik
3. Gangguan nutrisi
4. Akibat intoksikasi menahun
C. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut :
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita
yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan
gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
D. PATHOFISIOLOGI
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua per tiga kasus demensia.
Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya genetika
berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi saat ini kurang
mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium, virus yang berkembang
perlahan sehingga menimbulkan respon atau imun, atau defisiensi biokimia. Dr. Alois
Alzheimer pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur abnormal yang ditemukan
pada otak mayat yang menderita penyakit Alzheimer:plak amiloid dan kekusutan
neurofibril trdapat juga penurunan neurotransmitter tertentu, terutama asetilkolin. Area
otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks serebri dan hipokampus,
keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif dan memori.
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amiloid berasal dari protei
yang lebih besar, protein precursor amiloid (amyloid precursor protein[APP]).
Keluarga-keluarga dngan awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak sebagaisesuatu
yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa diantaranya mengalami mutasi
pada gen APP-nya. Mutasi genAPP lainnya yang berkaitan dengan awitan lambat AD
dan penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi. Terdapat peningkatan risiko
awitan lambat penyakit Alzheimer dengan menurunnya alel apo E4 pada kromosom 19.
Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat sel saraf yang saling berpilin,yang
disebut pasangan filamen heliks. Peran spesifik dari simpul tersebut pada penyakit ini
sedang diteliti. Asetilkolin dan neurotransmiter merupakan zat kimia yang diperlukan
untuk mengirim pesan melewati system saraf. Deficit neurotransmiter menyebabkan
pemecahan proses komunikasi yang kompleks di antara sel-sel pada system saraf. Tau
dalah protein dalam cairan srebrospinal yang jumlahnya sudah meningkat sekalipun
pada penyakit Alzheimer tahap awal. Temuan-temuan yang ada menunjukan bahwa
penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat selular, dengan atau menjadi penanda
molecular di sel-sel tersebut.
Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling banyak
terjadi. Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular yang seperti namanya,
berkembang menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak semua orang yang menderita
infark serebral multiple mengalami demensia. Dalam perbandingannya dengan
penderita penyakit Alzheimer, orang-orang dengan demensia multi infark mengalami
awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekedar deteriorasi linear pada kognisi dan
fungsi, dan dapat menunjukan beberapa perbaikan di antara peristiwa-peristiwa
serebrovaskular.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita perjalanan
penyakiy yang lama dan parah akan mengalami demensia. Pada satu studi, pasien-
pasien diamati selama 15 sampai 18 tahun setelah memasuki program pengobatan
levodopa, dan 80% di antaranya menderita demensia sedang atau [parah sebelum
akhirnya meninggal dunia. (Mickey Stanley, 2009)
E. PATHOFLOW
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia
reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan
hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah
lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone
tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya
masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi
gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,
demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan
meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik
yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode
bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang
demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian
genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
6. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah test
yang paling banyak dipakai, tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan memori
ringan. (Tang-Wei,2009)
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai
saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan
kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi dalam kurun
waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan
kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2008).
G. PENATALAKSANAAN
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang
disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan
tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes
laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera setelah
diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat
diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan
pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang
mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan
pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar
jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang
tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan audiotoris, dan
pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus
dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada
pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah
psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada
penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik. Faktor-
faktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes
dan ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti,
karena penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi
kognitif.
Obat untuk demensia
1. Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian.
Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang lumayan pada
beberapa penderita; namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan
keberhasilan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia
alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini
juga disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi
kolinergik dan noradrenergic ternyata bersifat kompleks; pemberian obat kombinasi
ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu sistem
kardiovaskular.
2. Cholinedan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer dan
hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti untuk
mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor, cholinedan
lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian
tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengancholine ada sedikit perbaikan
terutama dalam fungsi verbal dan visual. Denganlecith in hasilnya cenderung negatif,
walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120
persen dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58 persen.
3. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh perhatian.
Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan dengan
informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian
ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
4. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering digunakan dalam
terapi demensia, ialahnicer goline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya
berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi
serebral dengan cara mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi
oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung,
serta memperbaiki kognisi. Disisi lain,nicergoline tampak bermanfaat untuk
memperbaiki perasaan hati dan perilaku.
5. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium channels
menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat untuk
mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk
mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis
Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa
dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif
untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial.
H. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang
kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebabkan klien datang berobat. Gejala
utamanya adalah kesadaran menurun.
3. Pemeriksaan fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tekanan darah
menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan
tidak mau makan.
4. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agaman dan keyakinan masih kuat tetapi tidak atau
kurang mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
5. Status mental
Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri,
pembicaraan keras, cepat dan koheren, aktivitas motorik dan perubahan motorik
dapat dimanifestasikan adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif.
6. Alam perasaan
Klien tampak ketakuan dan putus asa
7. Afek dan emosi
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan
tertentu, jika langsung mengalami perasaan tersebut dapat menimbulkan ansietas.
Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang digunakan klien untuk melindungi
dirinya, karena afek yang telah berubah klien mengingkari dampak emosional yang
menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin biasa dan
tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek
adalah tumpul, datar, tidak sesuai dan berlebihan.
8. Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap suatu
objek. Perubahan persepsi dapat terjadi padaa satu atau lebih panca indera yaitu
pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan
persepsi dapat ringan, sedang, dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi
yang paling sering ditemukan adalah halusinasi
9. Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya suka berperilaku kohern, tindakannya cenderung
berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak sesuai dengan
penilaian umum. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian
subjektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak logis.
Penilaian autistik, klien tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik
dasar perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikiran
primitif, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi.
10. Tingkat kesadaran
Kesadaran umum klien bingung, disorientasi waktu, tempat dan orang
1. Memori : gangguan daya ingat sudah lama terjadi
2. Tingkat konsentrasi : klien tidak mampu berkonsentrasi
3. Kemampuan penilaian : gangguan dalam penilaian atau keputusan
11. Kebutuhan sehari – hari
1. Tidur : klien susah tidur karena cemas, gelisah. Kadang – kadang terbangun
tengah malam dan susah untuk tidur kembali. Tidur yang terganggu di tengah
malam sehingga klien tidak merasakan segar dipagi hari.
2. Selera makan : klien tidak mempunyai selera makan atau makan hanya sedikit,
karena merasa putus asa dan tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga dapat
terjadi penurunan berat badan.
3. Eliminasi : klien terganggu pada proses buang air kecil, kadang – kadang lebih
sering daripada biasanya, karena susah tidur dan stres. Dapat juga terjadi
konstipasi karena pola makan yang terganggu.
12. Mekanisme koping
Klien mengurangi kontak mata, memakai kata – kata yang cepat dan keras dan
menutup diri
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan


sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas,
mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga,
dan tingkah laku agresif.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron
ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak
mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau
integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur,
nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan
keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu
menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
J. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Tujuan dan kriteria


Intervensi Rasional
Dx hasil
1 Setelah diberikana. Jalin hubungan salinga) Untuk membangan kepercayaan
tindakan keperawatan mendukung dengan klien. dan rasa nyaman.
diharapkan klien dapatb. Orientasikan pada
beradaptasi dengan lingkungan dan rutinitas
b) Menurunkan kecemasan dan
perubahan aktivitas baru. perasaan terganggu.
sehari- hari danc. Kaji tingkat stressor
lingkungan dengan KH : (penyesuaian diri,c) Untuk menentukan persepsi klien
a. mengidentifikasi perkembangan, peran tentang kejadian dan tingkat
perubahan keluarga, akibat perubahan serangan.
b. mampu beradaptasi pada status kesehatan)
perubahan lingkungan dand. Tentukan jadwal
aktivitas kehidupan aktivitas yang wajar dan
sehari-hari masukkan dalam kegiatan
c) Konsistensi mengurangi
c. cemas dan takut rutin. kebingungan dan meningkatkan
berkurang rasa kebersamaan.
d. membuat pernyataan yange. Berikan penjelasan dan
positif tentang lingkungan informasi yange) Menurunkan ketegangan,
yang baru. menyenangkan mengenai mempertahankan rasa saling
kegiatan/ peristiwa. percaya, dan orientasi.
2 Setelah diberikana. Kembangkan lingkungana. Mengurangi kecemasan dan
tindakan keperawatan yang mendukung dan emosional.
diharapkan klien mampu hubungan klien-perawat
mengenali perubahan yang terapeutik.
dalam berpikir denganb. Pertahankan lingkungan
KH: yang menyenangkan dan
a. Mampu memperlihatkan tenang. b. Kebisingan merupakan sensori
kemampuan kognitifc. Tatap wajah ketika berlebihan yang meningkatkan
untuk menjalani berbicara dengan klien. gangguan neuron.
konsekuensi kejadian
yang menegangkand. Panggil klien dengan
c. Menimbulkan perhatian, terutama
terhadap emosi dan namanya. pada klien dengan gangguan
pikiran tentang diri. perceptual.
b. Mampu mengembangkan d. Nama adalah bentuk identitas diri
strategi untuk mengatasi dan menimbulkan pengenalan
anggapan diri yange. Gunakan suara yang agak terhadap realita dan klien.
negative. rendah dan berbicara
c. Mampu mengenali dengan perlahan pada
e. Meningkatkan pemahaman.
tingkah laku dan faktor klien. Ucapan tinggi dan keras
penyebab. menimbulkan stress yg
mencetuskan konfrontasi dan
respon marah.
3 Setelah diberikana. Kembangkan lingkungana. Meningkatkan kenyamanan dan
tindakan keperawatan yang suportif dan menurunkan kecemasan pada klien.
diharapkan perubahan hubungan perawat-klien
persepsi sensori klien yang terapeutik.
dapat berkurang ataub. Bantu klien untuk
b. Meningkatkan koping dan
terkontrol dengan KH: memahami halusinasi. menurunkan halusinasi.
a. Mengalami penurunan
halusinasi. c. Kaji derajat sensori atauc. Keterlibatan otak memperlihatkan
b. Mengembangkan strategi gangguan persepsi dan masalah yang bersifat asimetris
psikososial untuk bagaiman hal tersebut menyebabkan klien kehilangan
mengurangi stress. mempengaruhi klien kemampuan pada salah satu sisi
c. Mendemonstrasikan termasuk penurunan tubuh.
respons yang sesuai penglihatan atau
stimulasi. pendengaran.
d. Ajarkan strategi untuk
c. Untuk menurunkan kebutuhan
mengurangi stress. akan halusinasi.

e. Ajak piknik sederhana,e. Piknik menunjukkan realita dan


jalan-jalan keliling rumah memberikan stimulasi sensori yang
sakit. Pantau aktivitas. menurunkan perasaan curiga dan
halusinasi yang disebabkan
perasaan terkekang.
4 Setelah dilakukana. Jangan menganjurkan kliena. Irama sirkadian (irama tidur-
tindakan keperawatan tidur siang apabila bangun) yang tersinkronisasi
diharapkan tidak terjadi berakibat efek negative disebabkan oleh tidur siang yang
gangguan pola tidur pada terhadap tidur pada malam singkat.
klien dengan KH : hari.
a. Memahami faktorb. Evaluasi efek obat klien
b. Deragement psikis terjadi bila
penyebab gangguan pola (steroid, diuretik) yang terdapat panggunaan kortikosteroid,
tidur. mengganggu tidur. termasuk perubahan mood,
b. Mampu menentukan insomnia.
penyebab tidur inadekuat.
c. Melaporkan dapatc. Tentukan kebiasaan dan
beristirahat yang cukup. rutinitas waktu tidur malamc. Mengubah pola yang sudah
d. Mampu menciptakan pola dengan kebiasaan terbiasa dari asupan makan klien
tidur yang adekuat. klien(memberi susu pada malam hari terbukti
hangat). mengganggu tidur.
d. Memberikan lingkungan
yang nyaman untuk
meningkatkan d. Hambatan kortikal pada formasi
tidur(mematikan lampu, reticular akan berkurang selama
ventilasi ruang adekuat, tidur, meningkatkan respon
suhu yang sesuai, otomatik, karenanya respon
menghindari kebisingan). kardiovakular terhadap suara
e. Buat jadwal tidur secara meningkat selama tidur.
teratur. Katakan pada klien
bahwa saat ini adalah
waktu untuk tidur.
e. Penguatan bahwa saatnya tidur dan
mempertahankan kesetabilan
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2009. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2. EGC :
Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati.
EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2009
Stanley,Mickey. 2009. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.
Sumber : http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-lansia-3/

Anda mungkin juga menyukai