Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pendahuluan Post Appendisitis

DI RUANG CEMPAKA 3

RSUD Dr. Loekmono Hadi KUDUS

Disusun oleh :

Dwi Setyowati

N520184011

PROFESI NERS
STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
A. Definisi
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat
terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (appendix). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut
sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi
yang umumnya berbahaya (Nanda aplikasi, 2015)
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 3 yakni :
1. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat , disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local
2. Apendistis rekurens
3. Apendistis kronis

B. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
prediposisi yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)
Menurut klasifikasi (nanda aplikasi ,2015):
1. Apendistis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh
bakteria , dan factor pencetusnya disebabkan sumbatan lumen
apendiks . selain itu hyperplasia jaringan limfe , fikalit
(tinja/batu) , tumor apendiks , dan cacing askaris yang dapat
menyebabakn sumbatan karemna parasit
2. Apendistis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi
. kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali
sembuh spontan . namun apendisitis tidak pernah kembali
kebentuk aslinya sembukarena terjadi fibrosis dan jaringan
perut .
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari dua minggu , radang kronik apendiks
secara maskroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh
didinding apendiks , sumbatan parsial atau lumen apendiks ,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi
sel inflamasi kronik) , dan keluhan menghilang setelah
apendiktomi .

C. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis
adalah nyeri samar atau nyeri tumpul di daerah epigastrum disekitar umbilikus
atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan
terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian
dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc
Burney. Di titik ini nyeri akan terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang tidak dirasakan adanya
nyeri di daerah apigastrium, tetapi terdapat konstipasi yang akan
menyebabkan penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini
dianggap cukup berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah yang
berkisar sekitar 37,5 - 38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik diatas, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul
sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak
apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut :
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih
kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti
berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbulnya
karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak dirongga pelvis, yaitu bila apendiks terletak di
dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan merangsang
sigmoid atau rektum, sehingga peristaltik meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang - ulang (diare).
3. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena akan merangsang
dindingnya.
(Nanda aplikasi,2015)
D. Pathofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
E. Pathway
Apendisitis

Hiperplasi folikel benda asing erosi mukosa fekalit striktur tumor


limfoid apendiks

obstruksi

mukosa terbendung

apendiks teregang

tekanan intraluminal

aliran darah terganggu

ulserasi dan invasi bakteri pada dinding apendiks

Appendicitis

Ke peritoneum trombosit pada vena intramural

peritonitis pembengkakan dan iskemia

perforasi

cemas pembedahan operasi

luka insisi (post operasi)

defisit selft Nyeri akut


care
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Nanda aplikasi ,2015)
1. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan rongga perut
,dimana dinding perut tampak mengencang
 Palapasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa
nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan tersa nyeri .
 Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai
diangkat tinggi-tinggi , maka rasa nyeri di perut semakin parah
 Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur menimbulkan rasa nyeri juga
 Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla) ,
lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu
2. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive
protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) jika terjadi peningkatan yang lebih
dari itu , maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah)
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning (CT-
scan). Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi (Nanda,aplikasi, 2015)
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan
drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan
besar infeksi intra-abdomen.

H. Pengkajian
A. Pengkajian
Identitas
a. Identitas pasien : nama ,umur, jenis kelamin,suku/bangsa,
agama,pekerjaan, pendidikan ,alamat
b. Identitas penanggungjawab : nama ,umur, jenis kelamin,suku/bangsa,
agama,pekerjaan, pendidikan ,alamat
c. Pengakajian
1. Alasan utama datang kerumah sakit
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang
4. Riwayat kesehatan sekarang
5. Riwayat kesehatan dahulu
6. Riwayat kesehatan keluarga
d. Pola fungsional (Menurut Virginia Henderson)
1. Bernafas : yang perlu dikaji antara lain kemampuan pasien
dalam melakukan ekspirasi dan inspirasi. Apakah menggunakan
otot-otot pernafasan, bagaimana frekuensi pernafasan,
pengukuran tidal volume dan warna mukosa
2. Makan dan Minum : mengkaji tentang kemampuan pasien dalam
memenuhi kebutuhan makan dan minum, tentang prilaku makan
dan minum, kemampuan menetukan makan dan minum yang
memenuhi syarat kesehatan, kemampuan memasak dan
menyiapkan makanan sendiri.
3. Eliminasi : mengkaji kemampuan BAB / BAK serta fungsi dari
organ -organ tersebut dan bagaimana pasien mempertahankan
fungsi normal dari BAB / BAK .
4. Mobilisasi : mengkaji kemamppuan aktifitas dan mobilitas
kehidupan klien sehari-hari .
3. Istirahat dan Tidur : mengkaji kemapuan pasien dalam
pemenuhan kebutuhan tidur ( pola, jumlah, kualitas tidur )
4. Berpakaian : mengkaji apakah ada kesulitan dalam memakai
pakaian.
5. Suhu Tubuh : mengkaji pasien dalam hal mempertahankan suhu
tubuh tetap normal.
6. Kebersihan Tubuh : mengkaji apakah ada kesulitan dalam
memelihara kebersihan dirinya.
7. Gerak dan keseimbangan tubuh : mengkaji kemampuan pasien
dalam melakukuan keamanan dan pencegahan pada saat
melaksanakan aktifitas hidup sehari –hari , termasuk faktor
lingkungan , faktor sensori, serta faktor psikososial.
8. Berkomunikasi : melalui komunikasi antar perawat , pasien dan
keluarga dapat dikaji mengenai pola komunikasi dan interaksi
sosial pasien dengan cara mengidentifikasi kemampuan pasien
dalam berkomunikasi,
9. Spiritual : mengkaji bagaimana klien memenuhi kebutuhan
spiritualnya sebelum dan ketika sakit.
10. Bekerja : mengkaji pekerjaan pasien saat ini atau pekerjaan yang
lalu.
11. Bermain : mengkaji kemampuan aktifitas rekreasi dan relaksasi (
jenis kegiatan dan frekuensinya ).
12. Belajar : mengkaji bagaimana cara klien mempelajari sesuatu
yang baru.
B. Pemeriksaan fisik
a. keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
b. Sirkulasi : Takikardia.
c. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
d. Aktivitas/istirahat : Malaise.
e. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
g. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney,
meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri
pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi
duduk tegak.
h. Demam lebih dari 38oC.
i. Data psikologis klien nampak gelisah.
j. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
l. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

I. Diagnosa Keperawatan
POST OPERASI
1. Nyeri berhubungan dengan agen agen biologis (luka insisi post operasi
appenditomi).
2. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.

J. Intervensi Keperawatan
POST OPERASI
No Diagnosa Tujuan (Noc) Intervensi (NIC)
1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan  Monitor tanda-tanda
biologis perawatan 2x24 jam, diharapkan vital
(luka insisi post Nyeri teratasi dengan kriteria  Kaji tingkat nyeri
operasi hasil : (0 – 10)
appenditomi)  Klien mampu mengontrol  Berikan posisi semi
(00132) nyeri (tahu penyebab nyeri, powler.
kelas1.kenyamanan mampu menggunakan tehnik  Ajarkan tehnik non
nonfarmakologi untuk farmakologi (nafas
fisik
mengurangi nyeri) dalam ) relaksasi
Domain12.kenyam
 Melaporkan bahwa nyeri  Kolaborasi dengan
anan berkurang dengan tim medis dalam
menggunakan manajemen pemberian analgetik
nyeri
 Tanda vital dalam rentang
normal
 Klien tampak rileks
mampu tidur/istirahat

2 Defisit self care Setelah dilakukan tindakan  Anjurkan


berhubungan perawatan 2x24 jam, diharapkan pasien/keluarga
dengan volume cairan teratasi dengan untuk mandi (sibin)
nyeri(00109) kriteria hasil : 2x sehari
Kelas 5.perawatan  klien bebas dari bau badan  Anjurkan mengganti
diri  klien tampak bersih pakaian kotor engan
Doamin4.aktivitas/  klien dapat mandiri atau yang bersih
dengan bantuan  Ajarkan keluarga
istirahat
untuk menjaga
kebersihan pasien
 Bersihkan dan atur
posisi serta tempat
tidur pasien

K. Penggunaan Refrensi
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Buku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Manjoer,A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI
Nurarif, A. Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC
Nuzulul. 2009. Askep Appendisitis . Diakses
http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-
kep%20pencernaanAskep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012b
T.Heather Herdman, shigemi Kamitsuru . 2015 . Nanda Internasional
Inc.nursing diagnosis keperawatan . Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai