TINJAUAN TEORI
2.1 Defenisi
Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit, yang merupakan bagian dari pembekuan
darah. Darah biasanya mengandung sekitar 150.000-350.000 trombosit/mL.
Jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun
biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang dari 10.000/mL.
2.2 Etiologi
Banyak hal yang dapat melatarbelakangi terjadinya trombositopenia. Pada kondisi normal,
sumsum tulang akan memproduksi dan menggantikan trombosit yang sudah rusak. Tetapi jika
mengalami trombositopenia, jumlah trombosit dalam darah penderita tidak mencukupi angka
yang seharusnya.
Kekurangan ini dapat disebabkan oleh produksi trombosit yang menurun atau proses hancurnya
trombosit lebih cepat dari proses produksi. Kondisi ini dapat dipicu oleh beberapa faktor yang
meliputi:
1. Penyakit tertentu, seperti kanker darah, limfoma, atau purpura trombosito- penik trombotik.
2. Kelainan darah, contohnya anemia aplastik.
3. Konsumsi alkohol yang berlebihan.
4. Proses kemoterapi atau radioterapi.
5. Infeksi virus, seperti HIV, cacar air, dan hepatitis C.
6. Infeksi bakteri dalam darah.
7. Obat-obatan tertentu, misalnya heparin, kina, atau obat antikonvulsan.
8. Kondisi autoimun, contohnya lupus.
Trombositopenia juga dapat muncul ketika banyak trombosit yang terperangkap dalam limfa
yang membengkak. Ini bisa terjadi pada seorang wanita selama masa kehamilan. Tetapi kondisi
ini akan berangsur-angsur membaik setelah wanita tersebut melahirkan.
2.3 Patofisiologi
Trombosit dapat dihancurkan oleh pembentukan antibodi yang diakibatkan oleh obat (seperti
yang ditemukan pada kinidin dan senyawa emas) atau oleh autoantibodi (antibodi yang bekerja
melawan jaringnnya sendiri). Antibodi tersebut menyerang trombosit sehingga lama hidup
trombosit diperpendek. Seperti kita ketahui bahwa gangguan–gangguan autoimun yang
bergantung pada antibodi manusia, paling sering menyerang unsur-unsur darah, terutama
trombosit dan sel darah merah. Hal ini terkait dengan penyakit ITP, yang memiliki molekul-
molekul IgG reaktif dalam sirkulasi dengan trombosit hospes.
Meskipun terikat pada permuakaan trombosit, antibodi ini tidak menyebabkan lokalisasi protein
komplemen atau lisis trombosit dalam sirkulasi bebas. Namun, trombosit yang mengandung
molekul-molekul IgG lebih mudah dihilangkan dan dihancurkan oleh makrofag yang membawa
reseptor membran untuk IgG dalam limpa dan hati. Manifestasi utama dari ITP dengan trombosit
kurang dari 30.000/mm3 adalah tumbuhnya petechiae. Petechiae ini dapat muncul karena adanya
antibodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit yang akan mengakibatkan gangguan
agregasi trombosit dan meningkatkan pembuangan serta penghancuran trombosit oleh sistem
makrofag. Agregaasi trombosit yang terganggu ini akan menyebabkan penyumbatan kapiler-
kapiler darah yang kecil. Pada proses ini dinding kapiler dirusak sehingga timbul perdarahan
dalam jaringan.
Bukti yang mendukung mekanisme trombositopenia ini disimpulkan berdasarkan pemeriksaan
pada penderita ITP dan orang-orang percobaan yang menunjukkan kekurangan trombosit berat
tetapi singkat, setelah menerima serum ITP. Trombositopenia sementara, yang ditemukan pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan ITP, juga sesuai dengan kerusakan yang disebabkan oleh
IgG, karena masuknya antibodi melalui plasenta. ITP dapat juga timbul setelah infeksi,
khususnya pada masa kanak-kanak, tetapi sering timbul tanpa peristiwa pendahuluan dan
biasanya mereda setelah beberapa hari atau beberapa minggu.
2.4 Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang biasanya sering muncul pada penderita trombositopenia, antara
lain :
a) Adanya petekhie pada ekstermitas dan tubuh.
b) Menstruasi yang banyak.
c) Perdarahan pada mukosa, mulut, hidung, dan gusi.
d) Muntah darah dan batuk darah.
e) Perdarahan Gastro Intestinal.
f) Adanya darah dalam urin dan feses.
g) Perdarahan serebral, terjadi 1 – 5 % pada ITP.
2.7 Komplikasi
a) Syock hipovolemik.
b) Penurunan curah jantung.
c) Purpura, ekimosis, dan petekie.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Data subjektif
1. Identitas Klien
Nama klien
Nomer RM
Umur
ITP kronik umumnya terdapat pada orang dewasa dengan usia rata-rata 40-45 tahun.
Jenis kelamin
Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien ITP akut sedangkan pada ITP
kronik adalah 2-3:1.
Status perkawinan
Pekerjaan
Agama
Alamat
Tanggal MRS
Diagnosa Medis
Diagnosa medis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang, tidak bisa hanya dengan
manifestasi klinik yang ada.
Tanggal MRS
Jam MRS
Tanggal Pengkajian
Jam Pengkajian
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama :
Ptekie
Bintik-bintik kemerahan yang muncul akibat pendarahan dibawah kulit,
keluarnya darah dari pembuluh darah ke dermis, dan ruam tidak memucat bila ditekan. Nilai
ptekie kurang dari 5 mm apabila memucat ketika ditekan. Sedangkan lebih dari 5 mm disebut
purpura. Petekie ditemukan bila jumlah trombosit < 30.000/mm3.
Ekimosis
Darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit dan gejala ini terjadi
mendadak pada penderita ITP. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang lama akibat
trauma ringan ditemukan pada jumlah < 50.000/mm3.
Vesikel atau bulae yang bersifat hemoragik
Lepuhan kecil berisi cairan yang berdiameter kurang dari 0,5 cm. Sedangkan
bulae merupakan lesi menonjol melingkar (> 0,5 cm) yang berisi cairan serosa di atas dermis.
Perdarahan dibawah membran mukosa (saluran GI, kemih, genital, respirasi)
Malaise
Keluhan utama dapat disertai malaise yaitu anoreksia, nafsu makan menurun dan kelelahan, dan
kelemahan. Kelemahan dapat terjadi dengan atau tanpa disertai saat pendarahan terjadi akibat
kekurangan suplai darah tidak seimbang dengan kebutuhan.
Menometroraghia
Bentuk campuran dari menoragia dan metroragia, menoragia merupakan perdarahan haid dalam
jumlah yang melebihi 80 ml. Sedangkan metroragia yaitu terjadinya perdarahan berupa bercak
bercak diluar siklus haid.
c. Pola eliminasi.
Pola ini biasanya terjadi perubahan pada eliminasi akut karena asupan nutrisi yang kurang
sehingga penderita biasanya tidak bisa BAB secara normal. Terjadi melena dan hematuria adalah
hal yang sering dihadapi klien.
d. Pola istirahat-tidur.
Gangguan kualitas tidur akibat perdarahan yang sering terjadi.
e. Pola aktivitas latihan
Penderita terjadi kelelahan umum dan kelemahan otot, kelelahan, nyeri akan mempengaruhi
aktifitas pada penderita ITP.
f. Pola persepsi diri
Adanya kecemasan, menyangkal dari kondisi, ketakutan dan mudah terangsang, perasaan tidak
berdaya dan tidak punya harapan untuk sembuh.
g. Pola kognitif perseptual
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi kemampuan panca indra penglihatan dan
pendengaran akibat dari efek samping obat pada saat dalam tahap penyembuhan.
h. Pola toleransi koping stress
Adanya ketidakefektifan dalam mengatasi masalah individu dan keluarga pada
klien.
i. Pola reproduksi seksual
Pada umumnya terjadi penurunan fungsi seksualitas pada penderita ITP.
j. Pola hubungan peran
Terjadi keadaan yang sangat menggangu hubungan interpersonal karena klien dengan ITP
dikenal sebagai penyakit yang menakutkan.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress spiritual pada diri penderita, bila terjadi serangan yang hebat atau penderita
tampak kurang sehat.
Data Obyektif
a. Keadaan Umum
Penderita dalam kelemahan, composmentis, apatis, stupor, somnolen,
soporo coma dan coma. Penilaian GCS sangat penting untuk diperhatikan.
Tanda vital : suhu meningkat, takikardi, takipnea, dyspnea, tekanan darah
sistolik meningkat dengan diastolik normal.
Palpasi :
Kemungkinan vokal vremitus menurun akibat kualitas pernapasan buruk karena pendarahan pada
saluran respirasi
Perkusi : Suara paru sonor atau pekak
Auskultasi : Adanya suara napas tambahan whezing atau ronchi yang muncul akibat dari
komplikasi gejala lain.
Blood (B2)
Inspeksi :
Adanya hipertensi, hemoraghi subkutan, hematoma dan Sianosis akral. Adanya ptekie atau
ekimosis pada kulit, purpura.
Palpasi :
Penghitungan frekuensi denyut nadi meliputi irama dan kualitas denyut nadi, denyut nadi perifer
melemah, hampir tidak teraba. Takikardi, adanya petekie pada permukaan kulit. Palpitasi
(sebagai bentuk takikardia kompensasi).
Perkusi : Kemungkinan adanya pergeseran batas jantung
Auskultasi : Bunyi jantung abnormal, tekanan darah terjadi peningkatan sistolik, namun normal
pada diastolik.
Brain (B3)
Inspeksi : Kesadaran biasanya compos mentis, sakit kepala, perubahan tingkat kesadaran, gelisah
dan ketidakstabilan vasomotor.
Bladder (B4)
Inspeksi :
Adanya hematuria (kondisi di mana urin mengandung darah atau sel-sel darah merah.
Keberadaan darah dalam urin biasanya akibat perdarahan di suatu tempat di sepanjang saluran
kemih.
Palpasi :
kemungkinan ada nyeri tekan pada kandung kemih karena distensi sebagai bentuk komplikasi
Bowel (B5)
Inspeksi :
klien biasanya mengalami mual muntah penurunan nafsu makan, dan peningkatan lingkar
abdomen akibat pembesaran limpa. Adanya hematemesis dan melena.
Palpasi :
adakah nyeri tekan abdomen, splenomegali, pendarahan pada saluran cerna
Perkusi :
Bunyi pekak deteksi adanya pendarahan pada daerah dalam abdomen
b. Kriteria Hasil
- Tidak ada atau penurunan takipneu
- Menunjukan TTV stabil
c. Intervensi
1) Observasi secara berkala adanya dispnea, takipnea, adanya bunyi nafas
tak normal atau menurun, terbatasnya ekspansi dinding dada.
Rasional ; Deteksi dan pengawasan terhadap proses perfusi jaringan. Takipnea dapat terjadi
karena peningkatan kompensasi curah jantung.
2) Observasi perubahan pada tingkat kesadaran yang dapat terjadi
secara tiba-tiba
Rasional : Hipoksia dapat mempengaruhi fungsi otak dan perubahan
kesadaran.
3) Pantau adanya sianosis dan perubahan pada warna kulit termasuk
membrane mukosa dan kuku.
Rasional :
Sianosis menunjukkan suplai oksigen pada jaringan sangat
berkurang.
4) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
5) Tingkatkan tirah baring atau batasi latihan fisik dan bantu aktifitas
perawatan diri sesuai keperluan
Rasional: Menurunkan konsumsi oksigen dalam metabolisme tubuh.
6) Berikan oksigen sesuai kebutuhan dan indikasi
Rasional: Memenuhi kebutuhan oksigen dan mengoptimalkan suplai
oksigen untuk metabolisme tubuh.
7) Kolaborasi :
Pemberian Kortikosteroid, terapi awal prednison dosis 0,5-1,2
mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
Rasional : Untuk menekan respon kekebalan tubuh dan meningkatkan
jumlah trombosit.
b. Kriteria Hasil
- Integritas kulit baik dapat dipertahankan
- Tidak ada lesi pada kulit
- Klien dapat mengidentifikasi faktor risiko atau perilaku untuk mencegah cedera dermal
c. Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya pada klien saat pemeriksaan
Rasional : Meningkatkan kerjasama dalam pelayanan keperawatan
2) Observasi integritas kulit, catat perubahan pada turgor
Rasional ; Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat
menjadi rapuh, mudah rusak dan terinfeksi.
2) Observasi kualitas petekie, ekimosis dan purpura yang muncul
Rasional : Merupakan gejala dari adanya pendarahan dibawah
permukaan kulit sebagai deteksi ITP
3) Pantau adanya sianosis dan perubahan pada warna kulit termasuk
membrane mukosa dan kuku.
Rasional :
Sianosis menunjukkan suplai oksigen pada jaringan sangat
berkurang.
4) Jelaskan gejala dari proses penyakit untuk mencegah ansietas
Rasional : Manifestasi yang muncul secara mendadak dapat
meningkatkan resiko ansietas pada klien dan cedera
5) Berikan kebersihan lingkungan dan tempat tidur klien yang kering dan
hindari kelembapan
Rasional : Media lembab dan kebersihan minimal merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan organisme patogenik, meningkatkan
resiko infeksi.
6) Batasi aktivitas dan hindarkan dari benda-benda berbahaya dan tajam
Rasional : Mencegah resiko cedera yang akan memperburuk integritas
kulit dan pendarahan hebat.
7) Anjurkan dan bantu untuk sering mengubah posisi.
Rasional : mencegah komplikasi dekubitus yang sangat dikhawatirkan
pada penderita ITP
8) Programkan jad wal dan bantu untuk latihan rentang gerak aktif atau
pasif secara bertahap sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mencegah statis
9) Kolaborasi
Gunakan alat pelindung atau alas dengan bahan khusus, misalnya pada
tempat tidur dengan sprei bahan lembut dan tidak panas.
Rasional: Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah dan menurunkan tekanan pada
permukaan kulit.
10) Pantau integritas kulit secara berkala, petekie, ekimosis dan purpura
Rasional : Penilaian terhadap intervensi yang dilakukan dan deteksi
adanya komplikasi atau perburukan kondisi
c. Kriteria Hasil
- TTV dalam batas normal
- Nyeri hilang atau berkurang
- Klien dapat mengontrol nyeri
- Dapat mempraktekkan manajemen nyeri
a. Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya dengan klien
Rasional : Meningkatkan kerjasama selama proses keperawatan
2) Observasi keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat
faktor-faktor yang memperberat nyeri.
Rasional : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri
dan keefektifan program.
3) Ajarkan teknik manajemen nyeri, dengan distraksi dan pengalihan
perhatian
Rasional : Kemampuan manajemen nyeri mampu mengurangi dan mengontrol rasa nyeri.
4) Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan
Rasional : Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada daerah yang nyeri.
5) Anjurkan dan bantu untuk sering mengubah posisi.
Rasional : mencegah komplikasi dekubitus yang sangat dikhawatirkan
pada penderita ITP
6) Bantu untuk bergerak di tempat tidur, hindari gerakan yang menyentak.
Rasional : Mencegah terjadinya kelelahan umum berkelanjutan dan
kekakuan sendi sekitar daerah nyeri.
7) Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap
Rasional : Mengetahui jumlah trombosit penurunan kadar Hb dan
leukosit terhadrap proses penyakit
8) Kolaborasi
Lakukan uji antibodi trombosit dengan tes sensitif
Rasional : Menunjukkan jumlah Ig G antitrombosit pada permukaan
atau dalam serum. Mengetahui faktor penyebab splenomegali.
9) Kolaborasi
Berikan obat-obatan analgesik sesuai indikasi dan advice dokter
(misalnya : asetil salisilat)
Rasional : Sebagai anti inflamasi dan pereda nyeri, meningkatkan
mobilitas.
10) Kolaborasi
Imunosupressan : Siklofosfamid (2 mg/kgBB/hari per oral)
Rasional : Golongan obat agen imunosupresif, menekan sistem
kekebalan alami tubuh
11) Pantau daerah nyeri pada lokasi splenomegali
Rasional : Menentukan intervensi yang dilakukan, mengetahui kualitas
pembesaran dan pembentukan neoantigen dengan proses perjalanan
penyakit.
12) Pantau kualitas nyeri terhadap perkembangan pengobatan
Rasional : Deteksi dini adanya gangguan atau meningkatnya tingkat
keparahan setelah pengobatan
c. Intervensi
1) Kondisikan lingkungan yang aman dan tenang untuk pasien
Rasional : Meminimalkan rangsangan dan menghindari ansietas yang
dapat meningkatkan resiko cedera
2) Identifikasi kebutuhan keamanan klien, sesuai dengan kondisi fisik
dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien.
Rasional : Adaptasi aktivitas klien menghindari gerak berlebihan dan
mencegah komplikasi
3) Memodifikasi lingkungan yang berbahaya dan jauhkan dari benda
benda tajam
Rasional : Menghidarkan terjadinya cedera kecil sampai berat yang
akan menimbulkan pendarahan. Tetap dapat beraktivitas untuk
memenuhi kebutuhan sesuai kemampuan kognitif tanpa terhambat oleh
kondisi sekitar.
4) Memasang side rail tempat tidur
Rasional : Melindungi dari resiko jatuh ketika tidur atau gerakan tubuh
yang tidak terkoordinasi apabila muncul tiba-tiba.
5) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Rasional : Memelihara kenyamanan dengan keterbatasan aktivitas,
sehingga kebersihannya tetap terjaga.
6) Memberikan penerangan yang cukup dan menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah dijangkau pasien.
Rasional : Memudahkan untuk memenuhi penerangan sesuai
kebutuhan dan enghindarkan dari resiko jatuh atau terkena benda
tajam.
9) Anjurkan dan diskusikan dengan keluarga untuk melakukan
pengawasan aktivitas pada klien
Rasional : Membantu dalam pengawasan aktivitas pasien
10) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
Rasional : Pemahaman yang cukup bagi keluarga atas perubahan
kesehatan pada penderita sangat penting, untuk meningkatkan kerja
sama keluarga dengan perawat dalam proses penyembuhan.
Evaluasi :
- TTV dalam batas normal
- Tidak ada takipnea
- Tidak ada sianosis
- Klien kooperatif dalam proses perawatan
- Klien tidak mengalami penurunan kesadaran
Evaluasi :
- Tidak ada luka atau lesi pada kulit
- Integritas kulit baik dapat dipertahankan
- Klien dapat mengidentifikasi faktor resiko atau perilaku untuk
mencegah cedera dermal
- Petekie atau ekimosis berkurang
- Tidak terjadi perdarahan
Evaluasi :
- TTV dalam batas normal
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien dapat mengontrol nyeri
- Klien dapat mempraktekkan manajemen nyeri
Evaluasi :
- Nafsu makan klien meningkat
- Tidak mengalami penurunan BB
- Klien mengikuti diet yang diprogramkan
- Klien menghabiskan porsi makan
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan perubahan
Nutrisi
Implementasi :
- Bina hubungan saling percaya
- Observasi kemampuan klien untuk melakukan aktifitas normal, catat
laporan kelemahan, keletihan saat beraktifitas
- Pantau TD, nadi, dan pernafasan saat sebelum, selama dan sesudah
aktivitas
- Bantu untuk sering klien mengubah posisi dengan perlahan tanpa
gerakan menyentak
- Pantau adanya pusing dan penurunan kesadaran
- Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap
- Pantau kadar Hb pada klien
- Jadwalkan program latihan sesuai indikasi
- Pantau status nutrisi dan programkan diet kaya zat besi
Evaluasi :
- TTV dalam batas normal saat sebelum, selama dan sesudah melakukan
aktifitas
- Kadar Hb stabil dan tidak mengalami penurunan
- Klien mengalami peningkatan toleransi aktivitas sesuai indikasi
- Klien melakukan program latihan yang dijadwalkan
Evaluasi :
- Klien terbebas dari cedera
- Klien mampu memahami dan mempraktekkan cara atau metode untuk
mencegah cedera
- Klien dan keluarga mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan
atau perilaku personal untuk menghindari cedera
- Mampu memodifikasi gaya hidup dengan aktivitas sederhana bebas
resiko cedera
- Memahami perubahan status kesehatan