Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Konsep Idiopathic Thrombocytopenic Purpura
1.1.1 Definisi
Trombositopenia adalah berkurangnya produksi trombosit di bawah 100.
000/mm3 (Blood Disorder, 1993). Apabila jumlah trombosit 50.000/mm3 atau
kurang, maka kemungkinan perdarahan meningkat dan pasien akan mengalami
trauma ringan. Perdarahan spontan yang keluar dari hidung dapat terjadi dengan
jumlah antara 10.000-20.000/mm3 , dimana individu akan menunjukan adanya
ecymoses bintik-bintik, purpura yang besar, perdarahan dari mukosa membran. Jika
jumlah trombosit dibawah 10.000/mm3 maka akan terjadi perdarahan hebat dari
hidung dan akan berakibat fatal.
ITP adalah kondisi yang ditandai dengan menurunnya jumkah trombosit darah
(trombositopenia) dalam tubuh, sehingga menimbulkan kecenderungan perdarahan.
Biasanya berbentuk perdarahan yang muncul sebagai purpura, yaitu perubahan warna
pada kulit atau selaput lender karena adanya perdarahan pembuluh darah kecil
(memar) atau bisa juga dalam bentuk prechiae, yaitu bintik – bintik merah akibat
perdarahan didalam kulit (Andriyani, 2021).
Trombositopenia bermanifestasi sebagai memar, perdarahan dan petekia
dalam beberapa hari sampai dengan beberapa minggu terisolasi pada individu dalam
keadaan lainnya sehat (Hoffbrand. dkk, 2011).

1.1.2 Etiologi
Penyebab ITP yang pasti belum diketahui, tetapi dikemukakan berbagai
kemungkinan diantaranya ialah :
a. Trombositopenia (Jumlah trombosit dapat sedikit atau sangat menurun,
bila kurang dari 20.000 bahkan mencapai 0
b. Infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, rubela, dll)
c. Bahan kimia.
d. Pengaruh fisis (radiasi, panas)
e. Kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi)
f. Mekanisme imun yang menghancurkan trombosi

1.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi ITP adalah sebagai berikut:
1. Akut
a. Pada anak-anak dan dewasa muda
b. Riwayat infeksi virus 1-3 minggu sebelumnya
c. Gejala Pendarahan bersifat mendadak
d. Lama penyakit 2-6 minggu atau 6 bulan, jarang lebih dan remisi
spontan pada 80% kasus
e. Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
2. Kronik
a. Paling banyak terjadi pada wanita muda dan pertengahan
b. Jarang terdapat riwayat infeksi sebelumnya
c. Gejala pendarahan bersifat menyusup, pada wanita berupa
menomethoragi
d. Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosis 6
e. Jumlah trombosit tetap di bawah normal selama penyakit.
f. Jarang terjadi remisi spontan

1.1.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala yang ditemukan yaitu :
a. Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya
bergerombol dan menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae,
disebabkan karena adanya pendarahan dibawah kulit.
b. Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di
bawah mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut
mungkin terjadi tanpa alasan yang jelas. Memar tipe ini disebut dengan
purpura. Pendarahan yang lebih sering dapat membentuk massa tiga-dimensi
yang disebut hematoma.
c. Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi. Ada darah pada urin
dan feses. Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi
tanda ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita.
Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat
menunjukkan tingkat keparahan penyakit.
d. Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan),
sulit berkonsentrasi.

1.1.5 Patofisiologis
Ada 4 mekanisme yang dapat mempercepat trombositopenia yaitu :
1) Kegagalan produksi trombosit
a. Kegagalan sumsum tulang generalisasi anemia aplastik, anemia
megaloblastik, sindroma mielodisplastik, mielofibrosis, myeloma
multiple, infiltrasi sumsum tulang, missal karsinoma, limfoma, radioterapi,
obat sitotoksik, leukemia, infeksi HIV.
b. Penekanan megakarosit selektif, defek congenital yang langka, obat-
obatan, bahan kimia, infeksi virus.
2) Peningkatan destruksi trombosit
a. Purpura trombositopenia autoimun/idiopatik (ITP).
Sensitisasi trombosit oleh autoantibody (biasanya igG) menyebabkan
disingkirkannya trombosit tersebut secara premature dari sirkulasi oleh
makrofag system retikuloendotel, khususnya limpa. Pada banyak kasus
antibody tersebut ditujukan terhadap tempat-tempat antigen pada
glikoprotein IIb-IIa atau kompleks Ib. Masa hidup normal untuk trombosit
adalah 7 hari tetapi pada penderita trombositopenia masa hidup ini
memendek menjadi beberapa jam. Masa bosit meningkat secara sejajar
seperti 5 kali normal.
b. Purpura pascatransfusi Trombositopenia yang terjadi sekitar 10 hari
setelah transfuse darah telah dikaitkan dengan terbentuknya antibody pada
penerima darah terhadap antigen- Ia trombosit manusia (HPA-Ia) pada
trombosit yang ditransfusikan (yang tidak terdapat pada trombosit pasien
itu sendiri).
c. Purpura trombositopenia trombotik (TTP). TTP terjadi dalam bentuk
familial. Terdapat defesiensi metalloprotease (kaspase) memecah
multimer factor von willebrand (vWF) berberat molekul tinggi, bentuk
familial terjadi karena defec genetic sedangkan bentuk didapat TTP terjadi
setalah terbentuknnya antibody inhibitor yang keberadaannya dapat
dirangsang oleh infeksi. Multimer vWF berat molekul tinggi dengan
plasma menginduksi agregrasi trombosit, menyebabkan pembentuknya
mikrotrombus dalam pembuluh darah kecil.
d. Sindrom hemolitik uremic. Toksin masuk kedalam sirkulasi intestinal dan
berjalan didalam plasma dan permukaan trombosit atau monosit. Toksin
berkaitan dengan molekul endotel kapiler glomerular, selm mesangia dan
sel epitel glomerular dan tubular yang kemudian merusak endotel sel
melalui pembentukan factor von Willebrans multimer besar yang tidak
biasa.
e. Koagulasi intavaskuler diseminata (KID). DIC dapat dicetuskan oleh
masuknya materi prokoagulan kedalam darah pada keadaan-keadaan
berikut ini : Emboli cairan amnion, solusio plasenta, adenokarsinoma yang
menyekresi musin secara luas, leukimia promiolistik akut (LMA tipe M3),
penyakit hati,malaria, falcifarum berat, reaksi transfuse hemolitik dan
beberapa gigitan ular. DIC dapat juga dicetuskan oleh kerusakan endotel
luas dan pemanjanan kolagen (misalnya endotoksemia, septisemia gram
negative dan meningococus, aborsi septik), infeksi virus tertentu dan luka
bakar berat atau hipotermia
f. Trombositopenia imun yang diinduksi obat (terutama heparin). Ini terjadi
akibat peningkatan heparin pada thrombosis yang diikuti dengan
pembentukan antibody igG terhadap kompleks heparin –platelet factor 4
(PF4) yang menyebabkan aktivasi trombosit.
3) Distribusi trombosit abnormal.
Pada splenomegali hingga 90% dapat mengalami sekuestrasi dalam limpa,
sedangkan pada keadaan normal sekuestrasi hanya dapat terjadi pada sekitar
sepertiga masa trombosit total. Lama hidup trombosit normal dan tidak
terdapat defek hemostatis lain.
4) Kehilangan akibat dilusi (sindroma transfuse massif). Trombosit tidak berada
dalam keadaan stabil bila darah disimpan dalam suhu 4ºC dan jumlah
trombosit menurun dengan cepat bila darah disimpan selama lebih dari 24
jam.
Pathway
Terbentuk antibodi
Menyerang platelet
Trombositopenia yang merusak
dalam darah
trombosit

Jumlah platelet menurun

Dihancurkan oleh Molekul Ig G reaktif dalam Platelet mengalami


makrofak dalam jaringan sirkulasi trombosit gangguan agresi

Penghancuran dan
pembuangan trombosit
meningkat

Menyumbat kapiler – Ketidakefektifan perfusi Resiko Perdarahan


kapiler darah jaringan perifer

Suplai darah ke perifer


Dinding kapiler rusak
menurun

Penumpukan darah intra Kapiler pecah Kapiler bawah kulit pecah


dermal
Perdarahan intra dermal Tumbuh bintik merah
Menekan saraf nyeri

Kerusakan integritas Gangguan citra tubuh


Merangsang SSP
jaringan

Penurunan transport O2
Muncul sensasi nyeri Penurunan metabolism
dan zat nutrisi lain
anaerob
kejaringan
Nyeri
Kelemahan

Intoleransi aktivitas
1.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang dialami penderita idiopatik trombositopenia purpura adalah
sebagai berikut :
1. Reaksi transfusi
Merupakan keadaan kegawatdaruratan hematologik, pada ITP dapat terjadi
pendarahan mayor jika trombosit < 10.000/mm3 . Dalam pemberian tranfusi
memang harus dalam pengawasan ketat. Reaksi transfusi dapat
mengakibatkan reaksi anafilaksis. Terjadi karena pemberian darah
mengandung Ig A pada penderita tergolong defisiensi Ig A konginetal, yang
telah mendapat sensitisasi terhadapa Ig A sebelumnya melalui tranfusi
kehamilan. Reaksi dapat terjadi dalam bentuk urtikaria dan bronkospasme.
2. Realps / Kekambuhan
Merupakan kambuh berulang atau gagal dalam pengobatan, dan pada dewasa
perlu dilakukan splenenektomi. Relaps dapat terjadi karena tidak berespon
terhadap kortikostroid dan imunoglobulin IV.
3. Perdarahan susunan saraf pusat ( kurang dari 1% individu yang terkena)
4. Kematian
Trombositopenia berat yang mengancam kehidupan ditemukan bila jumlah
trombosit < 10.000/mm3.

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Darah Tepi
ITP ditandai dengan trombositopenia dengan pemeriksaan darah lengkap
dinyatakan normal. Anemia karena kehilangan darah dapat ditemukan, tetapi
harus sebanding dengan jumlah, dan durasi perdarahan dan dapat
menyebabkan defisiensi besi. Jika anemia ditemukan, jumlah retikulosit dapat
membantu menentukan apakah hasil produksi yang buruk atau peningkatan
perusakan sel darah merah. Pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan
apusan darah tepi oleh hematopathologist biasanya cukup untuk mendukung
kecurigaan klinis ITP klasik. Fitur morfologi termasuk trombosit yang besar
pada apusan darah perifer dan jumlah yang memadai atau meningkat dari
megakariosit di sumsum tulang. Informasi paling penting yang akan
membantu adalah dari pemeriksaan darah dan sumsum tulang belakang adalah
adanya eritrosit, leukosit dan prekursor lainnya normal, sehingga
menyingkirkan kelainan hematologi dan penyebab infiltratif lainnya.
b. Pemeriksaan Helicobacter pylori
Deteksi infeksi Helicobacter pylori, sebaiknya dengan tes napas urea atau tes
antigen pada tinja, harus dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada orang
dewasa dengan ITP yang khas di mana hal itu mungkin karena adanya bukti
klinis (tingkat bukti IIa). Deteksi serologi dapat digunakan tetapi kurang
sensitif dan kurang spesifik daripada tes lainnya; Selanjutnya, tes dapat
menghasilkan hasil positif palsu setelah terapi IV Ig. Kecuali di daerah
prevalensi tinggi, literatur tidak mendukung pemeriksaan rutin pada anak-
anak dengan ITP.
c. Pemeriksaan HIV dan HCV
Trombositopenia terkait dengan HIV dan infeksi virus hepatitis C (HCV)
mungkin secara klinis tidak dapat dibedakan dari ITP primer dan dapat terjadi
beberapa tahun sebelum pasien menunjukkan evaluasi gejala lainnya. Sering
ditemukan HIV dan atau infeksi HCV pada pasien dewasa yang diduga ITP,
terlepas dari prevalensi dan latar belakang faktor risiko pribadi ditemukan
dalam riwayat pasien dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan. Pengendalian
infeksi ini dapat menyebabkan perbaikan hasil jumlah pemeriksaan darah
lengkap.
d. Pemeriksaan kadar immunoglobulin secara kuantitatif
Dasar imunoglobulin (Ig) kadar (IgG, IgA, dan IgM) harus diukur pada orang
dewasa. Juga harus dipertimbangkan pada anak-anak dengan ITP awal, dan
diukur pada anak-anak dengan ITP persisten atau kronis sebagai bagian dari
evaluasi ulang. Kadar yang rendah dapat menunjukkan kondisi yang umum
pada imunodefisiensi (CVID) atau defisiensi IgA selektif. Pengobatan ITP
dengan agen imunosupresif karena itu relatif kontraindikasi pada CVID.
Meskipun tingkat Ig idealnya harus diuji sebelum digunakan dari IVIg, sering
akan diperlukan untuk mengobati pasien sebelum hasilnya diketahui.
e. Pemeriksaan Antiglobulin Langsung
Direct antiglobulin test (DAT) yang positif ditemukan pada 22% dari 205
pasien (19 anak, 186 orang dewasa) dengan ITP, namun secara perubahan
klinis tidak diketahui. Sebuah DAT umumnya sesuai jika anemia dikaitkan
dengan jumlah retikulosit tinggi ditemukan dan jika pengobatan dengan anti-
D imunoglobulin sedang dipertimbangkan.
f. Tes antibodi antiplatelet: tes antibodi-glikoprotein spesifik
Tes antibodi terhadap glikoprotein trombosit spesifik tidak rutin dianjurkan
karena platelet terkait IgG (PaIgG) meningkat pada kedua trombositopenia
imun dan non-imun.
1.1.8 Penatalaksanaan
1) Pengobatan
Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan
trombosit sebagai berikut :
a. ITP Akut
a) Ringan: observasi tanpa pengobatan akan sembuh spontan.
b) Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik,
maka berikan kortikosteroid. Terapi awal prednison dosis 0,5- 1,2
mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respon terapi prednisone terjadi
dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu
pertama,bila respon baik dilanjutkan sampai satu bulan.
c) Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan
immunoglobulin per IV. Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr
selama 2-3 hari berturut- turut digunakan bila terjadi pendarahan
internal, saat AT (antibodi trombosit) <5000ml meskipun telah
mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya
purpura yang progresif. Bila keadaan gawat, maka diberikan transfuse
suspensi trombosit.
b. ITP Kronis
a) Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan.
Misal: prednisone 2 – 5 mg/kgBB/hari peroral. Bila tidak berespon
terhadap kortikosteroid berikan immunoglobulin (IV).
b) Imunosupressan: 6 – merkaptopurin 2,5 – 5 mg/kgBB/hari peroral.
Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per oral.
Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral.
Jika dalam 3 bulan tidak memberi respon pada kortikosteroid
(AT<30.000 /μL) atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka
diperlukan
c) Splenektomi
Indikasi:
1. Resisten terhadap pemberian kortikosteroid dan imunosupresif
selama 3 bulan.
2. Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian
kortikosteroid saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.
3. Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid
namun perlu dosis tinggi untuk mempertahankan klinis yang baik
tanpa perdarahan.
Kontra indikasi:
Anak usia sebelum 2 tahun: fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat
diambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening dan
thymus)
1. Pemberian Ig anti G 70μg/kg
2. Terapi supportif, terapi untuk mengurangi pengaruh
trombositopenia
(1) Pemberian androgen (danazol)
(2) Pemberian high dose immunoglobulin (IgIV 1 mg/kg/hari
selama 2
(3) Hari berturut-turut) untuk menekan fungsi makrofag dan
meningkatkan AT dengan cepat.
(4) Pemberian metil prednisolon jika pasien resisten terhadap
prednison
(5) Transfusi konsentrat trombosit hanya dipertimbangkan pada
penderita dengan risiko perdarahan akut.
2) Preventif
Tindakan preventif ini untuk mencegah terjadinya komplikasi dan meningkatnya
tingkat keparahan.
a. Membatasi gerakan fisik
b. Mencegah pendarahan akibat trauma
c. Melindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan
d. Menghindari obat – obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat
mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan
e. Menghindari obat penekan fungsi trombosit
f. Melakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang
g. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini
penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak
memiliki limfa.
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1. Biodata
Meliputi dari: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor registrasi, tanggal masuk
rumah sakit, dan diagnosa medis
2. Keluhan utama
Biasanya pasien mengeluhkan adanya ptekie, ekimosis, vesikel atau
bullae yang bersifat hemoragik, dan perdarahan dibawah membrane
mukosa (saluran GI, kemih, genital, respirasi).
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pasien mengeluhkan epitaksis, menoragia, malaise, dan
menometroraghia.
4. Riwayat penyakit keluarga
Penderita trombositopenia juga memiliki kecenderungan genetik pada
kembar monozigot dan pada beberapa keluarga, serta telah diketahui
adanya kecenderungan menghasilkan autoantibodi pada anggota
keluarga yang sama.
5. Pola fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi terhadap kesehatan
Terjadi perubahan karena defisit perawatan diri akibat kelemahan,
sehingga menimbulkan masalah kesehatan lain yang juga
memerlukan perawatan yang serius akibat infeksi.
2) Pola nutrisi metabolism
Penderita pada umumnya kehilangan nafsu makan, dan sering terjadi
pendarahan pada saluran pencernaan.
3) Pola eliminasi.
Pola ini biasanya terjadi perubahan pada eliminasi akut karena
asupan nutrisi yang kurang sehingga penderita biasanya tidak bisa
BAB secara normal. Terjadi melena dan hematuria adalah hal yang
sering dihadapi klien.
4) Pola istirahat-tidur.
Gangguan kualitas tidur akibat perdarahan yang sering terjadi.
5) Pola aktivitas latihan Penderita terjadi kelelahan umum dan
kelemahan otot, kelelahan, nyeri akan mempengaruhi aktifitas pada
penderita trombositopenia.
6) Pola persepsi diri
Adanya kecemasan, menyangkal dari kondisi, ketakutan dan mudah
terangsang, perasaan tidak berdaya dan tidak punya harapan untuk
sembuh.
7) Pola kognitif perceptual
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi kemampuan panca
indra penglihatan dan pendengaran akibat dari efek samping obat
pada saat dalam tahap penyembuhan.
8) Pola toleransi koping stress
Adanya ketidakefektifan dalam mengatasi masalah individu dan
keluarga pada klien.
9) Pola reproduksi seksual
Pada umumnya terjadi penurunan fungsi seksualitas pada penderita
ITP.
10) Pola hubungan peran
Terjadi keadaan yang sangat menggangu hubungan interpersonal
karena klien dengan ITP dikenal sebagai penyakit yang menakutkan.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress spiritual pada diri penderita, bila terjadi serangan
yang hebat atau penderita tampak kurang sehat.
6. Pemeriksaan Fisik (B1-B6)
1) Breathing (B1)
a. Inspeksi: Adanya dispnea, takipnea, sputum mengandung darah,
terjadi pendarahan spontan pada hidung
b. Palpasi: Kemungkinan vokal vremitus menurun akibat kualitas
pernapasan buruk karena pendarahan pada saluran respires
c. Perkusi: Suara paru sonor atau pekak
d. Auskultasi: Adanya suara napas tambahan whezing atau ronchi
yang muncul akibat dari komplikasi gejala lain.
2) Blood (B2)
a) Inspeksi: Adanya hipertensi, hemoraghi subkutan, hematoma dan
Sianosis akral. Adanya ptekie atau ekimosis pada kulit, purpura.
b) Palpasi: Penghitungan frekuensi denyut nadi meliputi irama dan
kualitas denyut nadi, denyut nadi perifer melemah, hampir tidak
teraba. Takikardi, adanya petekie pada permukaan kulit. Palpitasi
(sebagai bentuk takikardia kompensasi).
c) Perkusi: Kemungkinan adanya pergeseran batas jantung
d) Auskultasi: Bunyi jantung abnormal, tekanan darah terjadi
peningkatan sistolik, namun normal pada diastolik.
3) Brain (B3)
a) Inspeksi: Kesadaran biasanya compos mentis, sakit kepala,
perubahan tingkat kesadaran, gelisah dan ketidakstabilan
vasomotor
4) Bladder (B4)
a) Inspeksi: Adanya hematuria (kondisi di mana urin mengandung
darah atau sel-sel darah merah. Keberadaan darah dalam urin
biasanya akibat perdarahan di suatu tempat di sepanjang saluran
kemih.
b) Palpasi: Kemungkinan ada nyeri tekan pada kandung kemih
karena distensi sebagai bentuk komplikasi.
5) Bowel (B5)
a) Inspeksi: Klien biasanya mengalami mual muntah penurunan
nafsu makan, dan peningkatan lingkar abdomen akibat
pembesaran limpa. Adanya hematemesis dan melena.
b) Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, splenomegali, pendarahan
pada saluran cerna
c) Perkusi: Bunyi pekak deteksi adanya pendarahan pada daerah
dalam abdomen
d) Auskultasi: Terdengar bising usus menurun (normal 5-
12x/menit).
6) Bone (B6)
a) Inspeksi: Kemungkinan adanya nyeri otot sendi dan punggung,
aktivitas mandiri terhambat, atau mobilitas dibantu sebagian
akibat kelemahan. Toleransi terhadap aktivitas sangat rendah.
7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan DL: jumlah trombosit rendah hingga mencapai
100.000/ mm3 (normal 150.000- 350.000 / mm3), penurunan
hemoglobin, kadar trombopoietin tidak meningkat, masa koagulasi
untuk pt dan ptt memanjang, foto toraks dan uji fungsi paru, tes
kerapuhan kapiler meningkat, skrining antibody, aspirasi sumsum
tulang, menunjukkan peningkatan jumlah megakariosit, tes sensitif
menunjukkan igg antitrombosit pada permukaan trombosit atau
dalam serum.
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko Perdarahan
Resiko Pendarahan (D.0012)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Sirkulasi
Definisi : berisiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadinya didalam tubuh )
maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh).

Faktor Resiko Kondisi Klinis Terkait


1. Aneurisme 1. Aneurisme
2. Gangguan gastrointestinal (mis. Ulkus 2. Koagulopati intravaskuler diseminata
lambung, polip, varises) 3. Sirosis hepatis
3. Gangguan fungsi hati (mis. Sirosis 4. Ulkus lambung
hepatitis) 5. Varises
4. Komplikasi kehamilan (mis. Ketuban 6. Trombositopenia
pecah sebelum waktunya, plasenta 7. Ketuban pecah sebelum waktunya
previa/abrupsio, kehamilan kembar) 8. Plasenta previa/abrupsio
5. Komplikasi pasca partum (mis, atoni 9. Atonia uterus
uterus, retensi plasenta) 10. Retensi plasenta
6. Gangguan koagulasi (mis. 11. Tindakan pembedahan
trombositopenia) 12. Kanker
7. Efek agen farmakologis 13. Trauma
8. Tindakan pembedahan
9. Trauma
10. Kurang terpapar informasi tentang
pencegahan pendarahaan
11. Proses keganasan

Diagnosa 2 : Nyeri Akut


Nyeri akut (D.0077)
Definisi :Pengalaman sensorik dan emosional yang berkaitan dengan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
Penyebab
1. Agen pencedera fisiologis ( mis., inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi ( mis.,terbakar, bahan kimiawi awitan)
3. Agens pencedera fisik (mis.,abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, olaraga berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subyektif Objektif
1. Mengeluh Nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis, waspada,
posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor

Subyektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

1.2.3 Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)


Diagnosa 1 : Resiko Perdarahan
Tingkat Perdarahan (L.02017)
Definisi : kehilangan darah baik internal (terjadi didalam tubuh) maupun eksternal
(terjadi hingga keluar tubuh)
Ekspetasi : Menurun
Kriteria Hasil Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun meningkat
Kelembapan 1 2 3 4 5
membran mukosa
Kelembapan kulit 1 2 3 4 5
Kognitif 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Hepotisis 1 2 3 4 5
Hematematisis 1 2 3 4 5
Perdarahan anus 1 2 3 4 5
Distensi abdomen 1 2 3 4 5
Perdarahan pervagina 1 2 3 4 5
Perdarahan pasca 1 2 3 4 5
operasi
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Hemoglobin 1 2 3 4 5
Hematokrit 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Denyut nadi aplikal 1 2 3 4 5
Suhu tubuh 1 2 3 4 5

Diagnosa 2 : Nyeri Akut


SLKI : Tingkat Nyeri.........................................................................Kode: ( L.08066 )
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lembut
dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan
Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menurun Meningkat
Kemampuan
menuntaskan aktivitas 1 2 3 4 5

Cukup Cukup
Meningkat Sedang Menurun
Meningkat Menurun
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap protektif 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitan tidur 1 2 3 4 5
Menarik diri 1 2 3 4 5
Berfokus pada diri
1 2 3 4 5
sendiri
Diaforesis 1 2 3 4 5
Perasaan depresi
1 2 3 4 5
(tertekan)
Perasaan takut
mengalami cedera 1 2 3 4 5
berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perineum terasa
1 2 3 4 5
tertekan
Uterus teraba
1 2 3 4 5
membulat
Ketegangan otot 1 2 3 4 5
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Memburuk Sedang Membaik
memburuk membaik
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Proses berpikir 1 2 3 4 5
Fokus 1 2 3 4 5
Fungsi berkemih 1 2 3 4 5
Perilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 2 3 4 5

1.2.4 Standar Intervesi Keperawatan Indonesia (SIKI)


Diagnosa 1 : Resiko Perdarahan
Pencegahan Pendarahan (1.02067)
Defenisi : Mengindentifikasi dan menurunkan risiko atau komplikasi stimulus yang
menyebabkan perdarahan atau risiko perdarahan
Tindakan
Observasi :
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
2. Monitor nilai hematokrit /hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah
3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
4. Monitor koaglasi (mis. Prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT),
fibrinogen, degradasi fibrin dan/atau platelet)
Terapiutik :
1. Pertahanakan bed rest selama perdarahan
2. Batasi tindakan invasif, jika perlu
3. Gunakan kasur pengaruh dekubitus
4. Hindari pengukuran suhu rektal

Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
4. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
6. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

Diagnosa 2 : Nyeri Akut


Manajemen Nyeri (1.08238)
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambat dan berintesitas ringan hingga berat dan konstan.
Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis, TENS, hypnosis,
akupresur, terapi non music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi,
terbimbing, kompres hangat / dingin, terapi bermain).
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, (mis, suhu ruangan, pencayahaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurasi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
1.2.5 Evaluasi Keperawatan
1. Nyeri berkurang
2. Tidak terjadi perdarahan
3. Pasien dapat mengatasi apabila terjadi perdarahan
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani, Septian. 2021. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Medan : Yayasan Kita
Menulis

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017 Standar


Diagnosis Keperawatan Indonesia. .Jakarta.DPP PPNI.

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2019 Standar Luaran
Keperawatan Indonesia. .Jakarta.DPP PPNI.

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018 Standar


Intervensi Keperawatan Indonesia. .Jakarta.DPP PPNI.

Kiik, K. (2019). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Nn. DB Dengan Idiopatik
Trombositopenia Purpura (ITP) Di Ruang Cempaka RSUD Prof. Dr. WZ
Johannes Kupang (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).

Lewo Tobi, G. (2018). Studi Kasus “Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan
Diagnosa Medis Trombositopenia Di Ruangan Anggrek RSUD Prof. DR.
WZ Johannes Kupang”.

Anda mungkin juga menyukai