Anda di halaman 1dari 3

Syok Hipovolemia

Patofisiologi

Tanpa resusitasi cairan dan darah dan/atau koreksi patologi yang mendasari akan
menyebabkan pendarahan, perfusi jantung akhirnya berkurang, dan segera terjadi kegagalan
organ multipel.

Terdapat beberapa penyebab syok hipovolemia, termasuk perdarahan, perdarahan


dapat terlihat dengan jelas atau tersembunyi. Trauma dapat menyebabkan perdarahan yang
terlihat atau ruptur organ internal seperti limpa atau hati. Fremur fraktur yang dapat
menyebbkan perdarahan sekitar setengah liter, dan pelvis yang fraktur akan kehilangan
sekitar satu liter darah (volume ini bervariasi bergantung pada usia/berat badan). Jumlah
hematemesis menunjukkan derajat keparahan perdarahan.perdarahan yang disebabkan
kehamilan ektopik juga tidak terlihat,dengan sedikit atau tidak ada perdarahan pervaginam.
Perdarahan dan kebocoran plasma terjadi pada luka bakar. Hilangnya air dan garam yang
beratterjadi dengan kegiatan fisik yang berat dalam lingkungan yang panas, kurangnya
asupan cairan, hilangnya cairan dari diare dan muntah, serta diuresis yang tidak sesuai.
Penyebab lain dari syok meliputi curah jantung yang buruk seperti pada kasus infark miokard
masif, katup aorta yang ruptur, atau emboli paru yang masif, syok sepsis, dan prankeatitis
akut yang akan menyebabkan penurunan resistensi vaskular dan transeksi tulang belakang
yang tinggi atau anestesi spinal yang tinggi.

Orang yang dewasa yang sehat dapat bertahan kehilangan setengah liter dari sirkulasi
darah dengan volume sekitar lima liter tanpa adanya efek samping; namun, kehilangan cairan
dengan volume yang lebih besar dan lebih cepat menyebabkan masalah yang lebih besar dan
cepat. Risiko berhubungan dengan derajat hipovolemia serta kecepatan koreksi. Risiko
morbiditas dan mortalitas bertambah seiring dengan peningkatan usia. Patologi yang tidak
diharapkan dalam sistem kardiovaskular, respirasi, dan ginjal dapat meningkatkan risiko.

Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk berespon terhadap perdarahan akut


dengan mengaktivasi sistem fisiologis utama berikut; sistem hematologi, kardiovaskular,
renal, dan neuroendrokin. Sistem hematologi berespons terhadap perdarahan akut berat
dengan mencetuskan jalur koagulasi dan kontraksi pembuluh darah yang mengalami
perdarahan (melepaskan A2 tromboksan lokal). Trombosit teraktivasi dan membentuk bekuan
imatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak melepaskan kolagen; kondisi ini
akhirnya menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi bekuan darah.

Awalnya, sistem kardiovaskular berespons terhadap syok hipovolemia dengan


meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokardium, dan mengonstriksi
pembuluh darah perifer. Hal ini terjadi akibat peningkatan pelepasan neropinefrin dan
penurunan tonus vagal dasar (baroreseptor pada arkus karotis,arcus aortae, atrium sinistrum,
dan pembuluh darah paru mengatur hal ini). Sistem kardiovaskular mendistribusikan kembali
darah ke otak, jantung, dan ginjal, serta menjauhi kulit, otot, dan saluran gastrointestinal.

Sistem ginjal berespons terhadap syok hemoragik, menstimulasi peningkatan sekresi


renin dari apparatus jukstaglomerulus. Angiotensinogen dikonversi menjadi angiotensin I
oleh renin, yang kemudian dikonversi menjadi angiotensin II oleh paru dan hati. Angiotensin
II memiliki dua efek yang penting, kedua membantu membalikkan syok hemoragik,
vasokonstriksi otot polos arteriol, dan stimulasi sekresi aldosteron oleh koteks adrenal.

Sistem neuroendokrin berespons terhadap syok hemoragik dengan meningkatkan


hormon antidiuretik (antidiuretic hormone, ADH) yang bersirkulasi. Hormon ini dilepaskan
dari kelenjar hipofisis posterior sebagai respons terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi
oleh baroreseptor) dan penurunan konsentrasi natrium (dideteksi oleh osmoreseptor). ADH
secara tidak langsung menyebabkan peningkatan reabsorpsi air dan natrium klorida oleh
tubulus distal, ductus colligentes, dan ansa Henle.

Patofisiologis syok hipovolemia bersifat kompleks; terdapat berbagai mekanisme


rumit yang efektif dalam mempertahankan perfusi organ vital pada perdarahan berat.

Infark Miokard

Patofisiologis

Penyebab paling sering dari infark miokardadalah bekuan darah (trombosis) yang
terbentuk didalam arteri coronaria, atau salah satu cabangnya. Trombosis menyumbat aliran
darah ke bagian jantung. Bekuan darah biasanya tidak terbentuk dalam arteri yang normal.
Namun, bekuan dapat terbentuk jika terdapat ateroma di dlam dinding arteri. Ateroma
merupakan bercak atau plak lemak yang berkembang didalam dinding arteri. (Kondisi ini
serupa dengan pipa air yang tersumbat). Plak ateroma dapat secara bertahap terbentuk selama
bertahun-tahun pada satu atau lebih tempat dalam arteria coronaria. Setiap plak memiliki
cangkang luar yang padat dengan inti lemak yang lunak pada bagian dalam.

Pada infark miokard (serangan jantung), arteria coronaria atau satu dari cabangnya
yang lebih kecil secara tiba-tiba tersumbat, yang menyebabkan keruskan miokardium. Bagian
otot jantung yang disuplai oleh arteri ini akan kehilangan suplai darah (dan oksigen) jika
pembuluh darah tersumbat. Bagian otot jantung ini berisiko mengalamikematian kecuali
penyumbatan segera diangkat. Ketika bagian dari otot jantung rusak, maka otot jantung
tersebut dikatakan mengalami infark. Istilah infark miokard berarti otot jantung yang rusak.

Area infark terjadi pada distribusi pembuluh darah yang tersumbat. Penyumbatan
arteria coronaria utama kiri umumnya menyebabkan infark anterolateral yang besar,
sedangkan penyumbatan arteri coronaria descendens anterior sinistra menyebabkan nekrosis
yang hanya terbatas pada dinding anterior. Pada tempat dimana infark terjadi, jaringan parut
kolagen terbentuk disana, dan otot yang rusak tidak dapat berkontraksi secara efisien.
Kolagen merupakan sekelompok serat tidak elastis yang tidak meregang atau berkontraksi
dengan efektif. Jaringan jantung yang rusak mengonduksi sinyal listrik jauh lebih lambat
dibandingkan jaringan jantung yang normal, yang dapat menyebabkan kontarksi miokardium
menjadi tidak efisien.

Anda mungkin juga menyukai