Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

TROMBOSITOPENIA
A. KONSEP TEORI
I. Pengertian
Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam
sirkulasi yang ditandai dengan keadaan berkurangnya jumlah trombosit di
bawah nilai normal, yaitu kurang dari 150x109 /L. Kelainan ini berkaitan
dengan peningkatan resiko perdarahan hebat, bahkan hanya dengan cedera
ringan atau perdarahan spontan kecil (Corwin, 2009).

II. Etiologi
a. Penurunan produksi trombosit
1) Kongenital bone narrow (misalnya, anemia Fanconi Wiskott-
Aldrich syndrome)
2) Kegagalan sumsum tulang Acquired (misalnya, anemia
aplastik,
myelodysplasia)
3) Paparan kemoterapi, radiasi
4) Neoplastik, infeksi
5) Defisiensi vitamin B12, folat, zat besi
6) Konsumsi alkohol
b. Peningkatan penghancuran trombosit
c. Idiopatik

III. Patofisiologi dan Pathway


Trombosit dapat dihancurkan oleh pembentukan antibodi yang
diakibatkan oleh obat (seperti yang ditemukan pada kinidin dan senyawa
emas) atau oleh autoantibodi (antibodi yang bekerja melawan jaringnnya
sendiri). Antibodi tersebut menyerang trombosit sehingga lama hidup
trombosit diperpendek. Gangguan –gangguan autoimun yang bergantung
pada antibodi manusia, palling sering menyerang unsur-unsur darah,
terutama trombosit dan sel darah merah. Hal ini terkait dengan penyakit
trombositopenia, yang memiliki molekul-molekul IgG reaktif dalam
sirkulasi dengan trombosit hospes. Meskipun terikat pada permuakaan
trombosit, antibodi ini tidak menyebabkan lokalisasi protein komplemen
atau lisis trombosit dalam sirkulasi bebas. Namun, trombosit yang
mengandung molekul-molekul IgG lebih mudah dihilangkan dan
dihancurkan oleh makrofag yang membawa reseptor membrane untuk IgG
dalam limpa dan hati. Manifestasi utama adalah trombosit kurang dari
30.000/mm3 adalah tumbuhnya petekie. Petekie ini dapat muncul karena
adanya antibodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit yang akan
mengakibatkan gangguan agregasi trombosit dan meningkatkan
pembuangan serta penghancuran trombosit oleh sistem makrofag.
Agregaasi trombosit yang terganggu ini akan menyebabkan penyumbatan
kapiler-kapiler darah yang kecil. Pada proses ini dinding kapiler dirusak
sehingga timbul perdarahan dalam jaringan. Bukti yang mendukung
mekanisme trombositopenia ini disimpulkan berdasarkan pemeriksaan
yang menunjukkan kekurangan trombosit berat tetapi singkat, setelah
menerima serum trombositopenia. Trombositopenia sementara, yang
ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan trombositopenia,
juga sesuai dengan kerusakan yang disebabkan oleh IgG, karena masuknya
antibodi melalui plasenta. trombositopenia dapat juga timbul setelah
infeksi, khususnya pada masa kanak-kanak, tetapi sering timbul tanpa
peristiwa pendahuluan dan biasanya mereda setelah beberapa hari atau
beberapa minggu.
PATHWAY

Idiopathic, infeksi virus, hipersplenisme

Antigen (makrofag) menyerang trombosit

Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen (dipicu oleh antibody)

Pembentukan neoantigen

Splenomegali Trombositopenia

perdarahan

anemia
Nyeri

Nafsu makan menurun mudah lelah kadar Hb menurun


purpura

Ggn kebutuhan Intoleransi Ggn integritas


nutrisi aktivitas kulit

Ggn perfusi Ggn pemenuhan kebutuhan O2


jaringan
IV. Tanda dan Gejala
A. Akut
1) Hanya 16% yang idiopatik
2) Perdarahan dapat didahului oleh infeksi, pemberian obat – obatan
atau menarche
3) Pada permulaan perdarahan sangat hebat selain terjadi
trombositopenia, rusaknya megakariosit juga terjadi perubahan
pembuluh darah
4) Sering terjadi perdarahan GIT, tuba falopi dan peritoneum
5) Kelenjar lymphe, lien dan hepar jarang membesar
B. Menahun
1) biasanya pada dewasa, terjadi beberapa bulan samapai beberapa
tahun kadang menetap
2) permulaan tidak dapat ditentukan ada riwayat perdarahan
menahun, menstruasi lama
3) perdarah relative ringan
4) jumlah trombosit 30.000 – 80.000/mm3
5) biasanya tanpa enemi, lekopeni dan splenomegali
6) penghancuran trombosit lebih normal
7) sering terjadi relap dan remisi yang berulang – ulang
C. Recurrent
1) daiantaranya episode perdarahan, perdarahan normal dan tak ada
petekie dan masa hidup trombosit menurun
2) hasil pengobatan dengan kortikosteroid baik
3) kadang tanpa pengobatan dapat sembuh sendiri
4) remisi berkisar beberapa minggu sampai 6 bulan
D. Siklik
1) Menstruasi yang banyak
2) Perdarahan pada mukosa, mulut, hidung, dan gusi
3) Muntah darah dan batuk darah
4) Perdarahan Gastro Intestinal
5) Adanya darah dalam urin dan feses
6) Perdarahan serebral, terjadi 1 – 5 % pada ITP

V. Komplikasi
a. syok hipovolemik
b. penurunan curah jantung
c. splenomegali

VI. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang dapat


dilakukan adalah :
a) Pada pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan ini ditemukan
bahwa Hb sedikit berkurang, eritrosit normositer, bila anemi berat
hypochrome mycrosyter. Leukosit meninggi pada fase perdarahan
dengan dominasi PMN. Pada fase perdarahan, jumlah trombosit
rendah dan bentuknya abnormal. Lymphositosis dan eosinofilia
terutama pada anak
b) Pemeriksaan darah tepi. Hematokrit normal atau sedikit berkurang
c) Aspirasi sumsum tulang Jumlah megakaryosit normal atau bertambah,
kadang mudah sekali morfologi megakaryosit abnormal (ukuran
sangat besar, inti nonboluted, sitoplasma berfakuola dan sedikit atau
tanpa granula). Hitung (perkiraan jumlah) trombosit dan evaluasi
hapusan darah tepi merupakan pemeriksaan laboratorium pertama
yang terpentong.

VII. Penatalaksanaan
a. Ringan: observasi tanpa pengobatan → sembuh spontan.
b. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik,
maka berikan kortikosteroid.
c. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan
immunoglobulin per IV.
d. Bila keadaan gawat, maka berikan transfuse suspensi trombosit. b.
ITP Menahun · Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan. Misal:
prednisone 2 – 5 mg/kgBB/hari peroral. Bila tidak berespon terhadap
kortikosteroid berikan immunoglobulin (IV). · Imunosupressan: 6 –
merkaptopurin 2,5 – 5 mg/kgBB/hari peroral.
e. Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per oral.
f. Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral. · Splenektomi.

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama ,umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, agama, tanggal MRS, status perkawinan, tanggal
pengkajian, sumber informasi.
b. Riwayat kesehatan
1. Diagnosa medik
Trombositopenia
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang menyebabkan klien dibawa ke rumah
sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang dialami sekarang dan apa ada
penyakit penyerta.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Klien pernah mengalami penyakit seperti ini atau tidak,
penyakit yang pernah dialami klien.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Terdapatnya riwayat keluarga yang mengalami DBD atau
tidak.
c. Pengkajian keperawatan
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
2. Pola nutrisi/metabolic
3. Pola eliminasi
4. Pola aktivitas dan latihan
5. Pola tidur dan istirahat
6. Pola kognitif dan perseptual
7. Pola persepsi diri
8. Pola seksualitas dan reproduksi
9. Pola peran dan hubungan
10. Pola manajemen koping dan stress
11. System nilai dan keyakinan
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik difokuskan kepada:
a) Kulit dan Membran Mukosa : Purpura,Hemoraghi
subkutan,Hematoma dan Sianosis akral.
b) Sistem GI : Mual,muntah,nyeri pada abdomen, dan
peningkatan lingkar abdomen.
c) Sistem Urinaria : Hematuria.
d) Sistem Pernapasan : Dispnea.Takipnea,sputum mengandung
darah.
e) Sistem Kardiovaskular : Hipertensi,Frekuensi Jantung
meningkat dan nadi perifer tak teraba.
f) Sistem Saraf : perubahan tingkat kesadaran,gelisah dan
ketidakstabilan vasomotor.
g) Sistem Muskuloskeletal : Nyeri otot sendi dan punggung.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul diantaranya:
a. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan oksigen
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan keluarnya volume
plasma ke ekstrasel
d. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
3. Perencanaan (tujuan, kriteria hasil, intervensi, rasional)

No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Ketidakseimbanga Setelah a. Tidak ada 1. Motivasi klien untuk makan 1. Motivasi sangat penting bagi
n nutrisi: kurang dilakukan tanda mal makanan dan suplemen penderita anoreksia dan
dari kebutuhan tindakan nutrisi makanan. gangguan gastrointestinal.
tubuh keperawatan b. Tidak terjadi 2. Tawarkan makan makanan 2. Makanan dengan porsi kecil
berhubungan 3x24 jam penurunan dengan porsi sedikit tapi dan sering lebih ditolerir
dengan klien dapat berat badan sering. 3. Meningkatkan selera makan
ketidakmampuan memenuhi yang berarti 3. Hidangkan makanan yang dan rasa sehat.
untuk kebutuhan c. Berat badan menimbulkan selera dan 4. Mengurangi citarasa yang
mengabsorbsi nutrisi sesuai dengan menarik dalam tidak enak dan merangsang
nutrient seimbang tinggi badan penyajiannya. selera makan.
4. Pelihara higiene oral 5. Dapat mengurangi frekuensi
sebelum makan. mual.
5. Pasang ice collar untuk 6. Mengurangi gejala
mengatasi mual. gastrointestinal dan perasaan
6. Berikan obat yang tidak enak pada perut yang
diresepkan untuk mengatasi mengurangi selera makan dan
mual, muntah, diare atau keinginan terhadap makanan.
konstipasi. 7. Meningkatkan pola defekasi
7. Motivasi peningkatan yang normal dan mengurangi
asupan cairan dan latihan rasa tidak enak serta distensi
jika klien melaporkan pada abdomen.
konstipasi.
2. Intoleransi Setelah Self care- 1. Melakukan klasifikasi dan
aktifitas dilakukan Activities of memilih aktivitas yang dapat
berhubungan tindakan daily living 1. Bantu klien dilakukan klien di RS
dengan keperawatan mengidentifikasi aktivitas 2. Menghemat tenaga klien sambil
keidakseimbangan 3x24 jam Indikator: yang mampu dilakukan mendorong klien untuk
antara suplai dan klien dapat 2. Motivasi klien untuk melakukan latihan dalam batas
a. Berpartisipasi melakukan latihan yang
kebutuhan menoleransi dalam aktifitas toleransi klien
oksigen aktivitas dan diselingi istirahat 3. Memperbaiki perasaan sehat
fisik tanpa 3. Motivasi dan bantu klien
melakukan disertai secara umum dan percaya diri
perawatan untuk melakukan latihan 4. Memberi kalori bagi tenaga dan
peningkatan dengan periode waktu yang
diri:ADL’s TD, nadi, dan protein bagi proses penyembuhan
ditingkatkan secara bertahap Menentukan terapi yang tepat
atau tanpa RR 4. Berikan diet tinggi kalori untuk mempercepat proses
bantuan alat b. Mampu dan tinggi protein penyembuhan klien
melakukan 5. Kolaborasi dengan tenaga
aktivitas rehabilitasi medik dalam
sehari-hari merencanakan program
secara mandiri terapi yang tepat
Mampu
berpindah
dengan atau
tanpa bantuan
alat
3. Kekurangan Setelah Nutritional 1. Kaji intake cairan dan 1. Perawat harus mengetahui sumber
volume cairan dilakukan status: food and kebiasaan eliminasi klien asupan cairan klien untuk
berhubungan tindakan fluid 2. Tentukan kebutuhan cairan 2. Agar cairan yang akan diberikan
dengan keluarnya keperawatan klien kepada klien sesuai kebutuhan
volume plasma ke 1x24 jam Indikator: 3. Pantau intake dan output 3. Jumlah cairan yang masuk harus
ekstrasel intake dan a. Turgor kulit < 2 cairan klien sama dengan yang keluar untuk
output detik 4. Anjurkan klien untuk menghindari dehidrasi
cairan menambah cairan lewat oral 4. Agar klien tidak mengalami
seimbang 5. Monitor berat badan klien dehidrasi
6. Pantau turgor kulit klien 5. Mengetahui sejauh mana klien
7. Berikan intake cairan lewat kehilangan cairan
IV 6. Mengetahui bahwa kebutuhan
cairan dalam sel terpenuhi
7. Menambah kebutuhan cairan
pasien
DAFTAR PUSTAKA

1. Dengue Hemorrhagic Fever. In:Diagnosis Treatment, Prevention and


Control. 2nd ed. Geneva , WHO;2008.
2. Hadinegoro SRH, Safari HI, editor. Demam Berdarah dengue : Naskah
lengkap pelatih dokter spesialis anak dan dokter penyakit dalam, dalam
tatalaksana DBD.Jakarta :Balai Penerbit FK UI;2009.
3. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Suryadi S. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan RI Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman; 2009.
4. NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-
Blackwell.
LAPORAN PENDAHULUAN
POST KEMOTERAPI
A. Definisi
Terapi kemoterapi menggunakan obat-obatan dari berbagai kelas berbeda
untuk menghancurkan sel-sel yang berada di stadium S, M, atau G pada awal
siklus sel (Corwin, J Elizabeth 2009). Tujuan penggunaan terapi ini terhadap
kanker adalah untuk mencegah multiplikasi sel kanker dan menghambat invasi
dan metastase pada sel kanker. Jadi terapi ini cenderung diberikan bila sel
kanker sudah bermetastase luas sehingga menimbulkan efek sistemik
(Prawirodihardjo, 2006).

B. Syarat kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain:  keadaan
umum baik skala karnofsky >70), fungsi hati, ginjal dan sistem homeostatik
(darah) baik dan masalah finasial dapat diatasi. Syarat untuk hemostatik yang
memenuhi syarat adalah ;
1. HB > 10 gr%
2. Leukosit > 4.000/dl
3. Trombosit > 100.000/dl

C. Prinsip pemilihan obat kemoterapi


1. Obat yang digunakan diketahui aktivitasnya sebagai single agent, terutama
obat yang mempunyai complete remission
2. Obat dengan mekanisme kerja yang berbeda untuk menghindari efek aditif
atau sinergis
3. Obat dengan toksisitas yang berbeda untuk mendapatkan dosis yang
maksimal atau mendekati maksimal
4. Obat harus digunakan pada dosis optimal dan sesuai schedule
5. Obat harus diberikan pada interval yang konsisten
6. Obat mempunyai pola resistensi yang berbeda harus dikombinasi untuk
meminimalkan resistensi silang.
D. Tujuan Penggunaan Kemoterapi
Penggunaan kemoterapi menurut Otto pada tahun 2003 dapat melalui empat
cara yaitu antara lain :
1. Terapi adjuvant adalah suatu sesi kemoterapi yang digunakan sebagai
modalitas atau terapi tambahan untuk terapi lainnya misalnya pembedahan
dan radiasi yang bertujuan untuk mengobati mikrometastasis.
2. Kemoterapi neo adjuvan yaitu pemberian kemoterapi yang bertujuan untuk
mengecilkan tumor sebelum dilakukan pengangkatan tumor melalui
pembedahan.
3. Terapi primer yaitu terapi pada pasien dengan kanker lokal dikarenakan
alternative terapi lain tidak terlalu efektif.
4. Kemoterapi induksi yaitu terapi primer pada pasien kanker karena tidak
memilki alternative terapi lain.
5. Kemoterapi kombinasi yaitu pemberian dua atau lebih obat kemoterapi
dalam terapi kanker yan obat tersebut bersifat sinergis atau saling
memperkuat aksi obat lainnya.

E. Penggunaan obat kemoterapi


Obat-Obat Anti Proliferasi
Obat untuk menghambat perkembangbiakan sel kanker disebut
SITOSTATIKA
Obat Sitostatika
a. Yang bekerja pada fase M (antimikotik)
1. Vincristin
2. Vinblastin
b. Yang bekerja pada fase S ( antimetabolit )
1. 5-FU (fluorurasil)
2. Metotreksat (MTX)
3. 6-merkaptopurin
4. Cytocin
c. Yang bekerja pada molekul DNA ( Alkylating Agent )
1. Cyclofosfamide (endoxan)
2. Chlorambucil
d. Golongan yang membentuk ikatan kompleks dengan molekul DNA
( antibiotik )
1. Daunorubicin
2. Mytomycin C
3. Adriamycin
e. Yang belum jelas titik tangkapnya kerjanya.
1. Procarbazine
2. Cisplatin

Hormon dapat mempengaruhi pertumbuhan sel kanker yang hormon


sensitif yaitu sel kanker yang mempunyai reseptor hormon yang bersangkutan
dengan memblok reseptor hormon (kompetitif inhibitor)
Misalkan:
1. Tamoxipen
2. Aminoglutitimide
3. Fugerel

Masalah Khusus: EKSTRAVASASI


Kita harus perhatian ketika agen vesicant IV dimasukkan. Vesicant
adalah agen yang apabila terkumpul akan masuk dalam jaringan subcutan
(ekstravasasi). Ekstravasasi menyebabkan nekrosis pada jaringan dan
kerusakan tendon, syaraf, dan pembuluh darah. Diketahui pH dari
antineoplastik berhubungan dengan reaksi inflamasi berat, dan ini seiring
dengan kemampuan obat dalam mengikat jaringan DNA. Beberapa obat yang
bisa menyebabkan kerusakan jaringan (ulcer), obat tersebut dinamakan
vesicant, yaitu dactinomycin, daunorubicin, nitrogen mustard, mitomycin,
vinblastin, vincristin, dan vindesine.
Hanya dokter atau perawat yang telah mendapatkan pelatihan khusus
yang bisa memasukkan vesicant. Pemilihan vena perifer yang perlu
diperhatikan, ketrampilan venipuncture, dan perhatian khusus saat
memasukkan obat. Indikasi ekstravasasi selama pemasukan agen vesicant
meliputi:
a. Darah dapat kembali dari IV kateter
b. Resistance to flow of IV fluid
c. Bengkak, nyeri, atau kemerahan pada sisi bagian yang diinfus.
Jika terjadi ekstravasasi, segera hentikan pemasukan obat dan segera
berikan es pada bagian yang mengalami ekstravasasi (kecuali pada
ekstravasasi yang disebabkan karena agen vinca alkaloid). Dokter akan
mengaspirasi obat infiltrate dari jaringan dan menyuntikkan cairan penetralisir
ke area yang mengalami ekstravasasi, hal ini digunakan untuk mengurangi
kerusakan jaringan. Pemilihan cairan penetralisir tergantung pada agen vincant
yang menyebabkan ekstravasasi. Contohnya cairan penetralisir yaitu sodium
thiosulfate, hyaluronidase, dan sodium bicarbonate. Rekomendasi dan
petunjuk mengenai management vesicant ekstravasasi harus dibahas lebih
lanjut.

F. Efek samping pemberian kemoterapi


1. Efek samping pada saluran gastrointestinal
Efek samping pada saluran gastrointestinal yang sering diderita
oleh pasien adalah mual dan muntah yang dapat menetap hingga 1 hari
setelah pemberian obat kemoterapi. Sel-sel epitelium yang melapisi
rongga mulut dapat dengan cepat memperbaharui diri sehingga
membuatnya rentan terhadap efek obat kemoterapi. Akibat yang umum
terjadi pada pasien adalah diare. Mual, muntah, dan diare yang berat dapat
mengakibatkan pasien mengalami dehidrasi. Berbagai keluhan yang
menjadi tanda dehidrasi pada pasien adalah kekeringan pada membran
mukosa (mulut kering), merasa haus, dan urin yang keluar sedikit
2. Efek samping pada sistem Hematopoitic
Myelosupresi ditandai dengan menurunnya jumlah sel-sel darah
merah (anemia), sel darah putih (leukopenia), dan trombosit
(trombositopenia). Berbagai keluhan yang berhubungan dengan anemia,
yaitu pasien mudah mengalami kelemahan atau lelah, peningkatan denyut
jantung, merasa pusing jika melakukan perubahan posisi dengan cepat.
Bila bertambah parah maka kulitnya akan sering tampak pucat.
Leukopenia dapat menyebabkan pasien mengalami infeksi. Beberapa
tanda infeksi diantaranya adalah adanya kemerahan pada kulit. Infeksi
harus segera ditangani bila didapati berbagai keluhan, yaitu: demam,
menggigil, sakit pada tenggorokan, luka pada mulut, adanya infeksi pada
saluran kemih yang ditandai dengan merasa panas ketika berkemih atau
adanya darah dalam urin. Tanda jika pasien megalami trombositopenia
adalah mudah memar, adanya petekie (bintik-bintik merah dibawah kulit),
mudah berdarah biasanya dari hidung, gusi, atau rektum
3. Efek samping pada sistem neurologis
Golongan obat kemoterapi yang sering menyebabkan gangguan
pada sistem neurologis adalah alkaloid tumbuhan, terutama vinkristin.
Efek samping ini biasanya reversibel dan dapat menghilang setelah
selesainya kemoterapi. Beberapa gejala dari neuropati perifer yaitu
numbness dan tingling (merasa seperti tertusuk peniti atau kesemutan)
pada tangan dan kaki, nyeri pada ekstremitas, mati rasa, dan bisa juga
menyebabkan ileus paralitik seperti kesulitan dalam menelan.
4. Efek samping pada sistem Kardiopulmonal
Beberapa obat kemoterapi seperti daunorubicin dan doxorubicin
diketahui dapat menyebabkan penumpukan cardiac toxicity yang bersifat
irreversible, terutama ketika total dosis mencapai 550mg/m2. Cardiac
ejection fraction (volume darah yang dikeluarkan oleh jantung setiap satu
detakan) dan tanda dari CHF harus diobservasi secara mendalam.
Bleomycin, carmustin (BCNU) dan busulfan diketahui dapat berefek racun
pada paru-paru jika terakumulasi. Pulmonary fibrosis dapat terjadi karena
efek jangka panjang dari agen ini. Oleh karena itu pasien harus dimonitor
perubahan fungsi paru-paru, termasuk hasil fungsi paru-paru. Total
kumulatif dosis dari bleomycin tidak lebih dari 400 unit.
5. Efek samping lainnya
Obat kemoterapi juga berpengaruh terhadap sistem reproduksi,
yaitu fungsi testiskular dan ovarium yang berakibat kemungkinan terjadi
sterilitas. Pada pasien wanita akan mengalami menopause dini, sedangkan
pada pasien pria akan mengalami azoosperma (tidak adanya spermatozoa)
terjadi secara temporer atau permanen. Obat kemoterapi juga dapat
merusak ginjal karena mempunyai efek langsung terhadap sistem ekskresi.
Oleh sebab itu, diperlukan pemeriksaan fungsi ginjal secara rutin untuk
menghindari adanya kerusakan pada ginjal.

G. PERAWATAN PASIEN DENGAN POST KEMOTERAPI :


1. ANOREKSIA
Penanganan yang bisa dilakukan adalah dengan mengajarkan kepada pasien
cara mengatur makanan:
Kebutuhan karbohidrat, sebagai sumber energi harus dikonsumsi secara
teratur, bisa diperoleh dari tepung, sereal, pasta dan roti, tetapi hindari yang
terlalu manis seperti permen dan kue-kue basah.
Kebutuhan protein, penting karena banyak mengandung vitamin dan
mineral. Bisa dengan mengkonsumsi suplemen nutrisi seperti ensure,
sustacal, resource, bisa juga dengan osmolit, isocal, isosource.
Untuk menambah masukan protein bisa juga dengan makan telur rebus,
daging, yoghurt.

2. PERUBAHAN INDRA PENGECAP


1) Hindari makanan yang pahit
2) Makanan lunak berprotein ( susu, ikan,ayam )
3) Pertahankan rasa manis
4) Konsumsi makanan tambahan
5) Lakukan tes pengecapan
6) Karbohidrat pada pasien yang tidak suka manis
7) Gunakan tambahan bumbu

3. STOMATITIS DAN ESOFAGITIS


Untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya stomatitis dan esofagitis :
a) Melakukan pemeriksaan gigi 14 hari sebelum kemoterapi pertama
b) Gosok gigi 30 menit setelah makan dan sebelum tidur, gunakan
sikat gigi yang lembut, gunakan air hangat untuk kumuran pertama
kemudian bilas dengan air dingin. Kemudian letakkan sikat gigi di
tempat yang kering.
c) Gunakan pasta gigi berflouride atau yang mengandung baking
soda.
d) Jaga bibir tidak kering
e) Minum air 3 l perhari, kecuali merupakan kontra indikasi.
f) Hindari rokok dan alcohol
g) Hindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, terlalu
banyak mengandung zat kimia.
h) Kontrol gigi setelah selesai semua sesi kemoterapi.

4. MUAL DAN MUNTAH


Untuk mencegah atau meminimalkan mual dan muntah :
a) Makan makanan yang dingin atau yang disajikan dengan suhu
ruangan karena makanan panas meningkatkan sensasi mual.
b) Minum segelas jus apel, lemon, gelatin, teh atau cola untuk
meredakan mual.
c) Hindari makanan yang terlalu manis, berlemak dan telalu pedas.
d) Hindari makan dan minum 1-2 jam sebelum dan setelah
kemoterapi.
e) Gunakan teknik distraksi ( musik,radio,televisi )
f) Gunakan untuk tidur saat terasa mual
5. KONSTIPASI
a) Sediakan waktu untuk BAB secara teratur
b) Minum jus buah atau makan buah setelah waktu makan
c) Minum air hangat
d) Minum 3l air kecuali merupakan kontraindikasi
e) Usahakan agar diet yang dikonsumsi mengandung serat
f) Hindari produk yang banyak mengandung tepung
g) Tingkatkan aktivitas fisik

6. DIARE
a) Hindari makanan yang mengiritasi lambung, seperti : sereal, roti
dari tepung, kacang, biji-bijian, coklat, buah segar atau yang
dikeringkan, jus buah (pisang, avocado, apel dan anggur
diperbolehkan), sayur mentah, makanan yang banyak mengandung
gas, makanan dan minuman yang mengandung kafein.
b) Gunakan untuk beristirahat.
c) Minum 3 l perhari kecuali merupakan kontraindikasi.
d) Makan sedikit tapi sering.
e) Hindari makanan yang terlalu panas atau dingin.
f) Hindari susu atau produk susu

7. ALOPECIA
Penanganan untuk meminimalkan alopecia adalah :
a) Gunakan sampho bubuk atau yang lembut, sampho dengan bahan
dasar protein, diikuti dengan penggunaan minyak rambut atau
kondisioner setiap 3-5 hari.
b) Minimalkan penggunaan hair dryer, jika memang diperlukan
gunakan dengan panas rendah.
c) Hentikan penggunaan mesin dengan listrik seperti alat pelurus
rambut. Selain itu hentikan pula penggunaan roll rambut, bandana
yang menekan rambut, hair spray, semir rambut karena akan
menyebabkan kerapuhan rambut.
d) Hindari menggosok rambut dan menyisir rambut terlalu keras.
e) Hindari manipulasi rambut yang berlebihan seperti mengikatnya
ekor kuda.
f) Gunakan bantal yang lembut

Diagnosa yang mungkin muncul


Diagnosa NOC NIC
Nyeri akut bd agen Level nyeri Manajemen nyeri
injuri biologi, Setelah dilakukan Asuhan 1. Lakukan pegkajian nyeri
chemical keperawatan 15 menit secara komprehensif
tingkat kenyamanan klien termasuk lokasi,
meningkat dg indikator : karakteristik, durasi,
1. Ekspresi wajah frekuensi, kualitas dan
tenang faktor presipitasi.
2. klien dapat 2. Observasi reaksi
istirahat dan tidur nonverbal dari ketidak
3. v/s dbn nyamanan.
3. Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan
yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis)..
7. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..

Resiko infeksi bd Kontrol resiko Konrol infeksi :


prosedur invasif Setelah dilakukan askep 1 1. Bersihkan lingkungan
jam tidak terdapat faktor setelah dipakai pasien lain.
risiko infeksi dg KH: 2. Gunakan sabun anti
1.bebas dari gejala microba untuk mencuci
infeksi, tangan.
2.angka lekosit normal (4- 3. Lakukan cuci tangan
11.000) sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
4. Gunakan baju dan sarung
tangan sebagai alat
pelindung.
5. Pertahankan lingkungan
yang aseptik selama
pemasangan alat.

Proteksi terhadap infeksi


1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal.
2. Monitor hitung granulosit
dan WBC.
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
4. Pertahankan teknik aseptik
untuk setiap tindakan.
5. Inspeksi kulit dan mebran
mukosa terhadap
kemerahan, panas,
drainase.
6. Dorong istirahat yang
cukup.
7. Ajarkan keluarga/klien
tentang tanda dan gejala
infeksi.
8. Laporkan kecurigaan
infeksi.

Risk for vascular Integritas Jaringan: Terapi intravena


trauma bd efek Kulit dan membran 1. Pertahankan teknik
cairan infuse mukosa aseptic dan universal
Setelah 1 jam perawatan precaution
pasien tidak muncul 2. Periksa cairan kemoterapi
gejala : yang akan diberikan,
Nekrosis, kemerahan terkait 5 benar dan efek
pada kulit dan jaringan sampingnya
sekitar daerah insersi 3. Periksa kepatenan iv line
terkait kemoterapi sebelum pemberian
kemoterapi.
4. Guyur sebelum dan
sesudah pemberian
kemoterapi sesuai dengan
protokol
5. Monitor tetesan infuse
sesuai protocol
6. Kaji tanda-tanda phlebitis
pada daerah insersi
7. Monitor adanya
perubahan warna kulit
disekitar insersi

DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2011). Cancer Facts and Figures 2011. American
Cancer Society, Inc
Baradero dan Koleganya.(2007). Seri asuhan Keperawatan Klien Kanker. Jakarta:
EGC
Brannon & Feist.(2007). Health Psycology. USA: Thomson Wadsworth Brunner
& Suddarth. (2001).

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. Penebit Buku


Kedokteran EGC.

Joyce., 1993, Nursing Management of Symptoms Associated with Chemotherapy,


3rd edition, Profesional Service by Farmitalio Carlo Erba.

Kuswibawati, L. 2000. Buku Apa Itu Kanker. Yogyakarta: Penerbit Universitas


Sanata Dharma.

Min, Y.,& Finn, O.J., 2007. DNA vaccines for cancer too. Cancer Imunology and
Imunotherapy 55, 119.130

National Cancer Control Programme. England: WHO Copyright Jong, Wim De.
(2004).
North American Nursing Diagnosis Association. 2009. Nursing Diagnoses :
Definition & Classification 2007-2082. Philadelphia.

Otto, Sherly E. 2007.Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Potter & Perry.(2007). Fundamental Keperawatan (terjemahan, edisi 4, vol 1-2


Price & Wilson.(2005).Patofisiology (Edisi 6, Vol 2). Jakarta: EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka d/a Departemen Obstetri dan
Ginekologi Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.,
Brunner and Suddarth. (8th edition): editor, Suzame. C. Smeltzer, Brenda
G. Bare; Ahli Bahasa, Agung Waluyo, dkk, editor bahasa Indonesia,
Monica Ester, Ellen Pangabean: EGC

World Health Organization 2009 NMH Fact sheet January 2010

LAPORAN PENDAHULUAN
AZOTEMIA

A. Pengertian Azotemia
Azotemia adalah kelainan biokimia yaitu peningkatan kadar
kreatinin dan nitrogen urea darah dan berkaitan dengan penurunan laju
filtrasi glomerular. Azotemia dapat disebabkan oleh banyak penyakit.
Berdasarkan lokasi penyebab, azotemia dapat dibagi menjadi azotemia
prarenal dan azotemia pascarenal. Apabila Azotemia berkaitan dengan
gejala dan tanda klinis maka disebut uremia. Peningkatan tajam kadar urea
dan kreatinis plasma biasanya merupakan tanda timbulnya gagal ginjal
terminal dan disertai gejala uremik. [2] nilai normal nitrogen urea darah
adalah 8-20 mg/dL, dan nilai normal kadar kretinin serum adalah 0.7-1.4
mg/dL (Robbins, et al, 2007).

B. Etiologi Azotemia
a. Faktor Prarenal
Semua faktor yang menyebabkan peredaran darah ke ginjal
berkurang yang menyebabkan terdapatnya hipovolemia, misalnya:
a. Perdarahan karena trauma operasi
b. Dehidrasi atau berkurangnya volume cairan ekstraselluler
(dehidrasi pada diare)
c. Berkumpulnya cairan insterstitial di suatu daerah luka
Bila faktor prarenal dapat diatasi, faal ginjal akan menjadi
normal kembali, tetapi jika hipovolemia berlangsung lama, maka akan
terjadi kerusakan pada parenkim ginjal. (Ngastiyah, 2005).
b. Faktor Renal
Faktor ini merupakan penyebab terjadinya gagal ginjal akut
terbanyak. Kerusakan yang timbul di glomerulus atau tubulus
menyebabkan faal ginjal langsung terganggu. Prosesnya dapat
berlangsung secara cepat atau mendadak, atau dapat juga berlangsung
perlahan-lahan dan akhirnya mencapai stadium uremia. Kelainan di
ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfusi prarenal dan
iskemia yang kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal
(Ngastiyah, 2007)
c. Faktor Pascarenal
Semua faktor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada
saluran kemih seperti kelainan bawaan, tumor, nefrolitiasis, dan
keracunan jengkol harus bersifat bilateral (Ngastiyah, 2007).

C. Patofisiologi Azotemia
a. Azotemia Prerenal
Aktivasi syaraf simpatik akan meningkatkan reabsorbsi air, garam dan
juga urea di tubulus proksimal, sebaliknya kreatinin disekresikan di
tubulus proksimal. Sehingga rasio BUN: Kreatinin > 20 dan ekskresi
fraksi Na < 1 % dan peningkatan osmolalitas urin.
b. Azotemia Renal
Penyakit ginjal menyebabkan Glomelurus Filter Ratio (GFR) sangat
rendah sehingga hanya sedikit filtasi bahkan tidak ada yang dapat
menyebabkan penumpukan metabolit di dalam darah. BUN :
Kreatinin < 15.
c. Azotemia Pascarenal
Peningkatan tekanan tubulus di nefron menyebabkan peningkatan
reabsorbsi urea, peningkatannya lebih tinggi dari kreatinin (Robbins,
et al., 2007).

D. Tanda dan Gejala Azotemia


a. Oliguria (<400 cc/24 jam)
b. Anuria (<100 cc/24 jam)
c. Badan lemas dan cepat lelah
d. Gangguan konsentrasi
e. Takikardia
f. Mual, muntah dank kram perut
g. Xerostomia
h. Rasa haus (Robbins, et al., 2007).

E. Pemeriksaan Azotemia
Dalam hal ini yang perlu diketahui dan ditanyakan kepada pasien
adalah tanda vital (pengukuran tekanan darah), BB, data mengenai intake
dan output pasien, pemeriksaan lab masa lampau dan sekarang,
keseimbangan cairan, dan obat - obatan (NSAID, diuretik, agen
radiokontras, serta antibiotik) (Akcay et al.,2010).
Pada penelitian Akcay et.al., (2010) dikatakan bahwa evaluasi
selanjutnya, dapat dilakukan pada prerenal, postrenal, dan intrarenal
azotemia, karena ini merupakan pendekatan yang paling penting dalam
mendiagnosis penyebab terjadinya gagal ginjal akut.
a. Prerenal Azotemia
Terdapat 4 kriteria untuk mendiagnosis azotemia; Pertama,
peningkatan secara akut BUN dan SCr. Kedua, penyebab
hipoperfusi ginjal. Ketiga, sedimen urin (tidak ada cell cast) atau
fractional excretion of sodium (FENa) kurang dari 1%. Keempat,
setelah koreksi hipoperfusi, fungsi ginjal kembali normal dalam
waktu 24 – 48 jam.
b. Postrenal Azotemia
Obstruksi pada kedua ureter, bladder/urethra, atau obstruksi pada
salah satu ginjal dapat menyebabkan postrenal azotemia.
c. Intrarenal Azotemia
Intrarenal Azotemia dapat ditegakkan setelah kriteria ekslusi
pada prerenal dan postrenal azotemia dilakukan (Robbins, et al.,
2007).

DAFTAR PUSTAKA
Akcay, A., Turkmen, K., Lee, K., and Edelstein, C.L., 2010. Update on The
Diagnosis and Management of Acute Kidney Injury. International Journal of
Nephrology and Renovascular Disease, 129 – 40.
Ngastiyah. 2007. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Robbins, et al, 2007. Buku Ajar Patologi Vol. 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai