Anda di halaman 1dari 20

Anemia ec Perdarahan Gastrointestinal

Claudia Narender
10.2010.209
Email : dadlani.claudia@gmail.com

Pendahuluan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi
sel darah merah dan berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro
dan makro menunjukan ukuran eritrosit sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan
Hb). Pada klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi dalam tiga klasifikasi besar:
Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit normal serta mengandung
Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah), contohnya
pada kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin,
gangguan ginjal.
Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit lebih besar dari normal dan
normokrom berarti konsentrasi Hb normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini
diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan
pada defisiensi besi dan/atau asam folat.
Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung jumlah Hb
kurang (MCV dan MCHC kurang), seperti pada anemia defisensi besi, keadaan sideroblastik,
kehilangan darah kronik, dan pada talesemia.

Anamnesis
Anamnesis ditujukan untuk mengetahui kondisi penderita baik secara umum atau seputar
penyakitnya.1
-

Identitas pasien

Keluhan utama

Keluhan tambahan

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit dahulu

Pernahkah pasien muntah darah.

Gangguan pencernaan, nyeri dada, refluks asam, atau nyeri abdomen.

Kehilangan darah per rectum atau melena. Darah tercampur atau terpisah dengan
tinja.

Pingsan atau pusing, toleransi olahraga menurun, lelah, angina, sesak nafas (anemia
kronis).

Riwayat penyakit dahulu (anemia,perdarahan, penyakit hati).

Obat-obatan (aspirin, OAINS, obat anti koagulan, Fe).

Riwayat keluarga
Anemia herediter (misalnya gangguan genetic pada hemoglobin), gangguan koagulasi (misalnya
hemophilia), dan gangguan leukosit tertentu.1
Operasi
Gastrektomi, reaksi usus yang dapat menyebabkan defisiensi besi atau vitamin B12.
Pemeriksaan fisik
-

Selaput lendir pucat, jika Hb <9 g/dL.

Takikardia, murmur sistolik.

Ikterus (anemia hemolitik atau megaloblastik); pigmen (batu empedu).

Limfadenopati (generalisata atau lokalisata).

Perubahan kulit, misalnya purpura yang disebabkan oleh trombositopenia, vitiligo


yang dihubungkan dengan anemia pernisiosa, pigmentasi melanin pada overload besi,
ulkus pergelangan kaki pada anemia hemolitik, ruam yang disebabkan oleh infiltrasi
tumor.

Perubahan kuku (misalnya koilonikia pada defisiensi besi).

Tanda-tanda infeksi (mulut, tenggorok, kulit, perineum, dada) yang dihubungkan


dengan neutropenia.

Mulut, misalnya keilosis angular pada defisiensi besi, glositis pada defisiensi B12 atau
folat.

Hepatomegali atau splenomegali.

Pemeriksaan system saraf, misalnya neuropati B12 , neuropati perifer pada myeloma,
amiloidosis, infitrasi maligna pada leukemia system saraf pusat.

Fundus optic, misalnya perdarahan anemia yang berat, hiperviskositas pada


polisitemia.1

Pemeriksaan penunjang
Penilaian laboratorium
Uji rutin
Hitung darah lengkap (full blood count, FBC)
-

Sampel darah dalam antikoagulan sequestrene diuji dengan penganalisis automatis.

Konsentrasi hemoglobin, hematokrit, jumlah sel darah merah, indeks sel darah merah.

Jumlah dan diferensial sel darah putih.

Jumlah dan ukuran trombosit.

Penganalisis semakin bisa menghasilkan jumlah retikulosit terautomatisasi dan


menghitung imatur (retikulosit trombosit).2

Apusan darah
Apusan darah digunakan untuk menilai ukuran/bentuk sel darah merah; gambaran dan diferensial
sel darah putih; sel abnormal; ukuran dan morfologi trombosit; deteksi parasit, misalnya
malaria.2
3

Uji laboratorium khusus


Pemeriksaan penunjang pada anemia hemolitik, gangguan hemoglobin, defisiensi hematinik,
penyakit keganasan, dan gangguan koagulasi.
Laju endap darah (LED), viskositas plasma/ whole blood, dan protein C-reaktif.
Laju endap darah (LED) mengukur kecepatan turunnya suatu kolom yang berisi sel darah merah
plasma dalam waktu 1 jam. LED sebagian besar ditentukan oleh konsentrasi protein plasma,
terutama fibrinogen dan globulin. LED meningkat pada anemia. Kisaran normal LED meningkat
seiring pertambahan usia. Peningkatan LED merupakan ndikator yang tidak spesifik terhadap
respons fase akut dan berguna dalam memonitor aktivitas penyakit misalnya arthritis rematoid.
Peningkatan LED terjadi pada gangguan inflamasi, infeksi, keganasan, mieoma, anemia, dan
kehamilan.
Viskositas plasma memberikan informasi yang dapat dibandingkan dan semakin disukai karena
dapat diautomatisasi secara mudah. Viskositas whole blood juga dipengaruhi oleh jumlah sel,
sehingga meningkat bila jumlah sel darah merah (eritrokrit), jumlah sel darah putih (leukokrit),
atau jumlah trombosit sangat meningkat. Protein C-reaktif meningkat pada respon fase akut dan
berguna dalam memonitor hal ini.2
Aspirasi sumsum tulang dan biopsy trefin.
Uji khusus
-

Sitometri aliran

Analisis kromosomal

Tekhnik molecular

Pemeriksaan penunjang khusus


Penyakit hematologis sering merupakan gangguan yang menyerang banyak system
(multisystem) dan berbagai macam pemeriksaan penunjang khusus ( sinar-X, ultrasonografi, CT
scan / MRI, endoskopi,dll) sering kali diperlukan untuk menentukan luas dan stadium penyakit.

Pelabelan sel dengan isotop yang diikuti pemindaian, misalnya pelabelan sel darah
merah autolog dengan kronium/teknetium radioaktif, kemudian direinjeksi, dan
dilakukan penentuan massa sel darah merah dan pengukuran masa hidupnya, deteksi
hilangnya sel darah merah dalam tinja dan pendeteksian destruksi dalam hati/ limpa
dilakukan dengan penghitungan permukaan. Pemindaian sel darah putih berlabel
(gallium)dapat mendeteksi infeksi atau limfoma samar.

Tomografi emisi positron (PET) mengukur aktivitas metabolic jaringan dan mampu
membedakan tumor aktif, misalnya limfoma (positif), dibandingkan dengan jaringan
parut yang inaktif (negative).

Pemindaian multiple gated acquisition (MUGA) untuk menilai fungsi ventrikel.1

Anemia perdarahan
Anemia bentuk ini presentasi klinisnya sangat beraneka ragam, bergantung pada tempat, berat
dan cepatnya perdarahan. Berlawanan dari yang ekstrim, perdarahan fulminan yang akut
menimbulkan syok hipovolemik dan kehilangan darah secara tersembunyi yang bersifat kronik
mengakibatkan anemia defisiensi besi.
Para pasien yang telah menderita perdarahan akut biasanya memperlihatkan tanda dan gejala
akibat hipoksia dan hipovolemia. Bergantung pada keparahan prosesnya, pasien akan merasa
lemah, lelah, kepala pusing, stupor, atau koma dan sering kali akan tampak pucat, diaforetik dan
lekas marah. Tanda-tanda vitalnya merupakan refleksi dari kompensasi kardiovaskuler terhadap
kehilangan darah yang akut. Pasien akan mengalami hipotensi dan takikardia.
Jika kehilangan darah terjadi akut dan baru-baru saja, darah perifer tidak memperlihatkan
penurunan nyata volume sel darah merah atau hemoglobin, karena massa sel darah merah dan
volume plasma sama-sama mengecil.
Trombositosis dapat ditemukan pada kehilangan darah yang akut dan menahun, terutama jika
pasien kekurangan zat besi.
Perdarahan internal dapat disertai oleh peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi. Kelainan ini
merupakan refleksi dari peningkatan katabolisme heme dari sel darah merah diluar pembuluh.
5

Para pasien kehilangan darah akut melalui saluran makanan akan sering mengalami peningkatan
urea nitrogen darah akibat terganggunya aliran darah renal, dan kemungkinan akibat absorpsi
protein darah yang dicerna.3
Anemia perdarahan gastrointestinal
Keadaan ini bisa timbul akut dengan muntah darah (hematemesis) atau terdapatnya darah dalam
tinja, yang mungkin berubah warna setelah melewati saluran cerna dan tampak sebagai melena
(tinja hitam lengket). Perdarahan gastrointestinal kronis menyebabkan anemia dan defisiensi Fe
tanpa kehilangan darah yang jelas.
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya anemia defisiensi
Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg. Perdarahan dapat karena
ulkus peptikum, infeksi cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS, indometasin).3
Diagnosis Kerja
Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan karakteristik perdarahan
subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari gastropati adalah efek dari NSAID (Non
steroidal anti inflammatory drugs) serta beberapa faktor lain seperti alkohol, stres, ataupun
faktor kimiawi. Gastropati NSAID dapat memberikan keluhan dan gambaran klinis

yang

bervariasi seperti dispepsia, ulkus, erosi, hingga perforasi.


Di Indonesia, Gastropati NSAID merupakan penyebab kedua gastropati setelah Helicobacter
pylori dan penyebab kedua perdarahan saluran cerna bagian atas setelah ruptur varises
oesophagus. Menurut data dari Moskow Ilmiah Lembaga Penelitian Gastroenterology,
pengobatan dengan NSAID menyebabkan gastritis akut dalam 100% kasus dalam satu minggu
setelah awal pengobatan. Lesi erosif gastrointestinal terjadi pada 20-40% pasien, yang menerima
secara teratur NSAID. Sekali atau untuk perawatan waktu yang lama dengan tukak lambung
NSAID menyatakan di 12-30%, dan ulkus duodenum - di 2-19%.
Para pasien dengan rheumatoid arthritis yang mengambil NSAID secara jangka panjang,
komplikasi yang terkait dengan risiko GI perdarahan dan kematian perkiraan 1,3-1,6% per tahun.
Hal ini membuat kemungkinan untuk menyimpulkan bahwa pada pasien dengan rheumatoid

arthritis masalah gastrointestinal adalah salah satu komplikasi yang paling sering dari perawatan
penyakit.4
Epidemiologi
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dengan prevelensi berbeda tergantung pada sosial
ekonomi,demografi dan dijumpai lebih banyak pada pria usia lanjut dan kelompok sosial
ekonomi rendah dengan puncak pada dekade keenam. Di Amerika Serikat, diperkirakan 13 juta
orang menggunakan NSAID secara teratur. Sekitar 70 juta resep ditulis setiap tahun, dan 30
miliar NSAID dijual setiap tahun. Dengan meluasnya penggunaan NSAID telah mengakibatkan
peningkatan prevalensi terjadi gastropati NSAID.4
Beberapa faktor risiko gastropathy NSAID meliputi:
-

usia lanjut >60 tahun

Riwayat pernah menderita tukak

Riwayat perdarahan saluran cerna

Digunakan bersama-sama dengan steroid

Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis NSAID

Menderita penyakit sistemik yang berat

Mungkin sebagai faktor risiko


-

Bersama-sama dengan infeksi Helicobacter pylory

Merokok

Meminum alkohol

Sistem Pertahanan Mukosa


Untuk penangkal iritasi tersedia sistem biologi canggih, dalam mempertahankan keutuhan dan
pembaikan mukosa lambung bila timbul kerusakan. Sistem pertahan mukosa gastrodeudonal
terdiri dari 3 rintangan yaitu : pre-epitel, epitel dan sub-epitel
Lapisan pre-epitel :

Sekresi mukus : lapisan tipis pada permukaan mukosa lambung. Cairan yang
mengandung asam dan pepsin keluar dari kelenjar lambung melewati lapisan permukaan
7

mukosa dan memasuki lumen lambung secara langsung tanpa kontak langsung dengan
sel-sel epitel permukaan lambung.

Sekresi bikarbonat : sel-sel epitel permukaan lambung mensekresi bikarbonat ke zona


batas adhesi mukus, membuat PH mikrolingkungan netral pada perbatasan dengan sel
epitel..

Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan hidrofobisitas membrane


sel dan meningkatkan viskositas mucus.

Lapisan epitel :

Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak dimana terjadi migrasi sel-sel yang sehat ke
daerah yang rusak untuk pembaikan

Pertahanan seluler yaitu kemampuan untuk memelihara electrical gradient dan mencegah
pengasaman sel

Kemampuan transporter asam basa untuk mengangkut bikarbonat ke dalam lapisan


mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong asam keluar jaringan.

Prostaglandin merangsang produksi mukus dan bikarbonat, yang mana akan menghambat
sekresi asam sel parietal. Disamping itu, aksi vasodilatasi dari prostaglandin E dan I akan
meningkatkan aliran darah mukosa. Obat-obat yang menghambat sintesis prostaglandin,
misalnya NSAID akan menurunkan sitoproteksi dan memicu perlukaan mukosa lambung
dan ulserasi.

Faktor pertumbuhan :Beberapa faktor pertumbuhan memegang peran seperti : EGF, FGF,
TGF dalam membantu proses pemulihan.

Lapisan sub-epitel :

Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen dan bikarbonat
ke epitel sel.

Ekstravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan. 4

Patofisiologi
Mekanisme NSAID menginduksi traktus gastrointestuinal tidak sepenuhnya dipahami. Dalam
sebuah referensi, NSAID merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu tropikal dan
sistemik. Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofili,
sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan.
8

Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi
prostaglandin menurun secara bermakna. Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi
sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan
cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan
meningkakan epitel defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan
meningkatkan kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas permukaan
mukosa, dengan demikian mencegah/mengurangi difusi balik ion hidrogen. Selain itu,
prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum (terutama di antara
antrum lambung), dengan memperpanjang daur hidup sel-sel epitel yang sehat (terutama sel-sel
di permukaan yang memproduksi mukus), tanpa meningkatkan aktivitas proliferasi.
Elemen kompleks yang melindungi mukosa gastroduodenal merupakan prostaglandin
endogenous yang di sintesis di mukosa traktus gastrointestinal bagian atas. COX
(siklooksigenase) merupakan tahap katalitikator dalam produksi prostaglandin. Sampai saat ini
dikenal ada dua bentuk COX, yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam
gastrointestinal, ginjal,endotelin,otak dan trombosit : dan berperan penting dalam pembentukan
prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam otak dan ginjal yag juga
bertanggungjawab dalam respon inflamasi. Endotel vaskular secara terus-menerus menghasilkan
vasodilator prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan
timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan menyebabkan nekrosis epitel.

Gambar 1. Mekanisme NSAID mempengaruhi mukosa lambung

Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih lanjut dikaitkan dengan perubahan produksi mediator
inflamasi. Sebagai konsekuensi dari penghambatan COX-2, terjadi sintesis leukotrien yang
disempurnakan dapat terjadi oleh shunting metabolisme asam arakidonat terhadap-lipoxygenase
jalur 5. Leukotrien yang memberikan kontribusi terhadap cedera mukosa lambung dengan
mendorong iskemia jaringan dan peradangan. Peningkatan ekspresi molekul adhesi seperti
molekul adhesi antar sel-1 oleh mediator pro-inflamasi seperti tumor necrosis factor- mengarah
ke peningkatan adheren dan aktivasi neutrofil-endotel. Wallace mendalilkan bahwa pengaruh
NSAID terhadap neutrofil adheren mungkin berkontribusi terhadap patogenesis kerusakan
mukosa lambung melalui dua mekanisme utama: (i) oklusi microvessels lambung oleh
microthrombi menyebabkan aliran darah lambung berkurang dan kerusakan sel iskemik, (ii)
meningkatkan pembebasan dari radikal bebas yang berasal-oksigen. Oksigen radikal bebas
bereaksi dengan poli asam lemak tak jenuh dari mukosa menyebabkan peroksidasi lipid dan
kerusakan jaringan. NSAID tidak hanya merusak perut, tetapi dapat mempengaruhi saluran
pencernaan seluruh dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi ekstraintestinal parah seperti
kerusakan ginjal sampai gagal ginjal akut pada pasien yang memiliki faktor risiko, retensi
natrium dan cairan, hipertensi arterial, dan, kemudian, gagal jantung.4
10

Gejala Klinis

Gastropati NSAID ditandai dengan inbalance antara gambaran endoskopi dan keluhan klinis.
Misalnya pada pasien dengan berbagai gejala, seperti ketidaknyamanan dan nyeri epigastrium,
dispepsia, kurang sering muntah memiliki lesi minimal pada studi endoskopi. Sementara pasien
dengan keluhan tidak ada ataupun ringan GI memiliki lesi erosi mukosa parah dan ulcerating.
Perkembangan penyakit berbahaya tersebut dapat menyebabkan pasien dengan komplikasi
mematikan.
30-40% dari pasien yang menggunakan NSAID secara jangka panjang (> 6 minggu), memiliki
keluhan dispepsia yang tidak dalam korelasi dengan hasil studi endoskopi. Hampir 40% dari
pasien dengan tidak ada keluhan GI telah luka parah mengungkapkan pada studi endoskopi, dan
50% dari pasien dengan keluhan GI memiliki integritas mukosa normal.
Gastropati NSAID dapat diungkapkan dengan tidak hanya dispepsia tetapi juga dengan gejala
sakit, juga mungkin memiliki onset tersembunyi dengan penyebab mematikan seperti ucler
perforasi dan perdarahan.4,5

Penegakan Diagnosis
Spektrum klinis Gastropati NSAID meliputi suatu keadaan klinis yang bervariasi sangat luas,
mulai yang paling ringan berupa keluhan gastrointestinal discontrol. Secara endoskopi akan
dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil kadang-kadang disertai perdarahan kecil-kecil. Lesi
seperti ini dapat sembuh sendiri. Kemampuan mukosa mengatasi lesi-lesi ringan akibat
rangsangan kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan
tukak multipel, perdarahan luas dan perforasi saluran cerna.
Untuk mengevaluasi gangguan mukosa dapat menggunakan Modified Lanza Skor (MLS)
kriteria. Sistem grading ini menurut MLS adalah sebagai berikut:
Grade 0

: tidak ada erosi atau perdarahan

Grade 1

: erosi dan perdarahan di satu wilayah atau jumlah lesi 2

Grade 2

erosi

dan

perdarahan

di

satu

Grade 3

erosi

dan

perdarahan

di

dua

11

daerah
daerah

atau
atau

ada
ada

3-5

lesi

6-10

lesi

Grade 4

: erosi dan perdarahan> 3 daerah atau lebih dalam lambung

Grade 5

: sudah ada tukak lambung

Secara histopatologis tidak khas. Dapat dijumpai regenerasi epitelial, hiperplasia foveolar, edema
lamina propia dan ekspansi serabut otot polos ke arah mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila
sudah mencapai kira-kira sepertiga bagian atas.Namun, tanpa informasi yang jelas tentang
konsumsi NSAID gambaran histopatologis seperti ini sering disebut sebagai gastropati reaktif.
Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah
samar.
Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis
aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison.
Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga
mengidentifikasikan adanya ulkus.
Selain itu, adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur,
meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. serta tes serologis terhadap antibody pada
antigen H. Pylori.4
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari non-mediamentosa dan
medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa istirahat, diet dan jika
memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID. Secara umum, pasien dapat dianjurkan
pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di
rumah sakit.
Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang bertujuan untuk
memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung, mencegah dan
menetralkan asam lambung yang berlebihan serta mengusahakan keadaan gizi sebaik mungkin.
Adapun syarat diet lambung yakni:
1.

Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan.

2.

Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerima

12

3.

Rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan secara
bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.

4.

Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.

5.

Cairan cukup, terutama bila ada muntah

6.

Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis,
mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima perseorangan)

7.

Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya tidak dianjurkan minum
susu terlalu banyak.

8.

Makan secara perlahan

9.

Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48jam untuk
memberikan istirahat [ada lambung.

Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati NSAID ringan dapat sembuh sendiri
walaupun NSAID tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau PPI dapat mengatasi
rasa sakit dengan baik. Pasien yang dapat menghentikan NSAID, obat-obat tukak seperti
golongan sitoproteksi, ARH2 dan PPI dapat diberikan dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien
yang tidak mungkin menghentikan NSAID dengan berbagai pertimbangan sebaiknya
menggunakan PPI. Mereka yang mempunyai faktor risiko untuk mendapat komplikasi berat,
sebaiknya dberikan terapi pencegahan mengunakan PPI atau analog prostaglandin.4
Gastroprotektif

Misoprostol
Misoprostol adalah analog prostaglandin yang digunakan untuk menggantikan secara lokal
pembentukan prostaglandin yang dihambat oleh NSAID. Menurut analisis-meta dilakukan
oleh Koch, misoprostol mencegah kerusakan GI: ulserasi lambung ditemukan dikurangi
secara signifikan dalam kedua penggunaan NSAID, kronis dan akut, sedangkan ulserasi
duodenum berkurang secara signifikan hanya dalam pengobatan kronis. Dalam studi-co
aplikasi mukosa misoprostol 200 mg empat kali sehari terbukti mengurangi tingkat
keseluruhan komplikasi NSAID sekitar 40%. Namun, penggunaan misoprostol dosis tinggi
dibatasi karena efek samping terhadap GI. Selain itu, penggunaan misoprostol tidak
berhubungan dengan pengurangan gejala dispepsia.

Sukralfat / antasida

13

Selain mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan membentuk gel pelindung
(sucralfate) atau dengan netralisasi asam lambung (antasida), kedua regimen telah
ditunjukkan untuk mendorong berbagai mekanisme gastroprotektif.
Sukralfat dapat menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin. Sukralfat masih dapat
digunakan pada pencegahan tukak akibar stress, meskipun kurang efektif. Karena diaktivasi
oleh asam, maka sukralfat digunakan pada kondisi lambung kosong. Efek samping yang
paling banyak terjadi yaitu konstipasi.
Antasida diberikan untuk menetralkan asam lambung dengan mempertahankan PH cukup
tinggi sehingga pepsin tidak diaktifkan, sehingga mukosa terlindungi dan nyeri mereda.
Preparat antasida yang paling banyak digunakan adalah campuran dari alumunium
hidroksida dengan magnesium hidroksida. Efek samping yang sering terjadi adalah
konstipasi dan diare

H2-reseptor antagonis
H 2 reseptor antagonis (H2RA) merupakan standar pengobatan ulkus sampai pengembangan
PPI. Mereka adalah obat pertama yang efektif untuk menyembuhkan esofagitis refluks serta
tukak lambung. Namun, dalam pencegahan Gastropati NSAID, H2RA pada dosis standar
tidak hanya kurang efektif tetapi juga dapat meningkatkan risiko ulkus pendarahan.
Menggandakan dosis standar (famotidin 40 mg dua kali sehari) secara signifikan
menurunkan kejadian 6 bulan ulkus lambung.

Proton-pump inhibitor
Supressi asam oleh PPI lebih efektif dibandingkan dengan H2RA dan sekarang terapi
standar untuk pengobatan baik tukak lambung dan refluks gastro-esofageal-penyakit
(GERD). Jika diberikan dalam dosis yang cukup, produksi asam harian dapat dikurangi
hingga lebih dari 95%. Sekresi asam akan kembali normal setelah molekul pompa yang baru
dimasukkan ke dalam membran lumen. Omeprazol juga secara selektif menghambat
karbonat anhidrase mukosa lambung yang kemungkinan turut berkontribusi terhadap sifat
supresi asamnya. Proton Pump Inhibitor yang lain diantaranya lanzoprazol, esomeprazol,
rabeprazol dan Pantoprazol. Kelemahan dari PPI mungkin bahwa mereka tidak mungkin
untuk melindungi terhadap cedera mukosa di bagian distal lebih dari usus (misalnya di

14

colonopathy NSAID). Namun, dalam ringkasan, PPI menyajikan comedication pilihan untuk
mencegah NSAID-induced gastropathy.4,5
Komplikasi
Pada gastropati NSAID, dapat terjadi ulkus, yang memiliki beberapa komplikasi yakni:
1. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikum adalah dua
penyebab paling umum perdarahan saluran GI.
2. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus ke dalam
rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
3. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung ke dalam
struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum hepatik.
4. Obstruksi pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan parut dan
mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan parut yang terbentuk bila ulkus
sembuh atau rusak.
Selain terjadinya gangguan di saluran gastrointestinal, penggunanaan

NSAID yang

berlebihan, dapat menyebabkan berbagai efek samping lain, baik di ginjal, pada kulit, maupun
sistem syaraf.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit dengan akibat perpanjangan waktu
perdarahan. Ketika perdarahan, trombosit yang beredar dalam sirkulasi darah mengalami adhesi
dan agregasi. Trombosit ini kemudian menyumbat dengan endotel yang rusak dengan cepat
sehingga perdarahan terhenti. Agregasi trombosit disebabkan oleh adanya tromboksan A2
(TXA2). TXA2, sama seperti prostaglandin, disintesis dari asam arachidonat dengan bantuan
enzim siklooksigenase. NSAID bekerja menghambat enzim siklooksigenase. Aspirin
mengasetilasi Cox I (serin 529) dan Cox II (serin 512) sehingga sintesis prostaglandin dan TXA2
terhambat. Dengan terhambatnya TXA2, maka proses trombogenesis terganggu, dan akibatnya
agregasi trombosit tidak terjadi. Jadi, efek antikoagulan trombosit yang memanjang pada
penggunaan aspirin atau NSAID lainnya disebabkan oleh adanya asetilasi siklooksigenase
trombosit yang irreversibel (oleh aspirin) maupun reversibel (oleh NSAID lainnya). Proses ini
menetap selama trombosit masih terpapar NSAID dalam konsentrasi yang cukup tinggi. 4

15

Diagnosis Banding
Penyakit tukak peptic didefinisikan sebagai defek pada mukosa gastrointestinal yang meluas
sampai ke mukosa otot yang terjadi di esophagus, lambung atau duodenum. Umumnya terdapat
dua macam:
-

Tukak peptic yang berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori.

Tukak peptic yang berhubungan dengan asupan obat antiinflamasi nonsteroid


(NSAID)

NSAID dan alcohol dapat memperberat tkak yang berasal dari H. pylori. Bentuk tukak lain yang
jarang terjadi munul bersama dengan sindrom hipersekresi asam (gastrinoa, mastositosis), virus
herpes simpleks tipe I, Sitomegalovirus, obstruksi duodenum, insufisiensi vascular, dan tukak
yang berhubungan dengan radiasi dan kemoterapi.6
Epidemiologi
-

Prevalensi seumur hidup adalah 5% sampai 10%, risiko semakin meningkat seiring
dengan pertambahan usia.

Tukak duodenum lebih sering dari tukak lambung dan terjadi pada pasien yang lebih
muda, lebih sering mengenai pria daripada wanita.

H. pylori teridentifikasi pada 95%.

Risiko tukak lambung dan tukak duodenum berkisar 11% sampai 30% untuk pasien
yang mendapat NSAID harian; jauh lebih tinggi bila pasien juga mendapat
kortikosteroid; juga meningkatkan resiko perdarahan gastrointestinal atas sebanyak 4
kali lipat, terutama pada lansia.7

Patofisiologi
-

Tukak terbentuk bila terjadi kerusakan dalam pertahanan mukosa dan mekanisme
perbaikan yang normalnya melindungi lambung dan duodenum dari lingkungan asam
dan peptic pada saluran GI atas.

Mekanisme pertahanan :

lapisan mucus dan bikarbonat pada permukaan mukosa merupakan sebuah buffer
dan mencegah difusi pepsin ke lapisan mukosa,
16

Barier mukosa pada tight cellular junction, faktor pertumbuhan, dan system
transport membrane menghilangkan kelebihan ion, mencegah difusi balik ion
hydrogen ke dalam mukosa,

Pasokan darah yang sangat banyak ke mukosa menghilangkan kelebihan ion


hydrogen dan mempertahankan aliran nutrisi untuk fungsi dan perbaikan sel
secara normal.8

H.pylori dan NSAID menyebabkan cedera jaringan sehingga mengakibatkan defek pada
satu atau lebih mekanisme pertahanan ini sehingga pada akhirnya memajankan mukosa
pada asam dan pepsin.

H.pylori menyebabkan cedera jaringan melalui :

Produksi lipopolisakarida (LPS,endotoksin), protein toksik lainnya.

Stimulasi pelepasan mediator inflamasi (IL-1, IL-8, TNF).

Induksi gastritis aktif kronis dan gastritis atropikans.

Meningkatkan sekresi gastrin, pepsin, dan asam.

NSAID menyebabkan penghambatan cyclooxygenase-1 (COX-1) yang mengakibatkan


penurunan sintesis prostaglandin yang bertanggung jawab terhadap perlindungan mukosa
(inhibitor cyclooxygenase-2 (COX-2) selektif menyebabkan toksisitas GI lebih rendah).
Risiko meningkat karena NSAID :

Menghambat sekresi bikarbonat dari mukosa lambung dan duodenum.

Menurunkan sekresi sel mucus.

Menghambat proliferasi dan penyembuhan mukosa.

Menyebabkan iskemia mikrovaskuler.

Menghambat regulasi fisiologis sekresi asam.

Merangsang adhesi neutrofil ke endotel splanknik.

NSAID dan metabolitnya juga menyebabkan cedera mukosa local dengan memerangkap
ion hydrogen di dalam sel dan dengan mendorong penetrasi gastrin dan pepsin sampai ke
lapisan mucus lambung.6

Tukak lambung dapat terjadi walaupun tidak ada hiperasiditas, sementara tukak
duodenum hanya terjadi bila ada hiperasiditas dan berhubungan dengan peningkatan
sekresi asam basan dan setelah makan.

17

Hipermotilitas lambung dan hipomotilitas duodenum berimplikasi pada duodenal ulcer,


sementara hipomotilitas lambung dan refluks pylorus berhubungan dengan gastric ulcer.

Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di
duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin
berkurang.

Gejala Klinis
-

Rasa terbakar epigastrik atau rasa lapar yang terjadi 2-3 jam setelah makan dan pada
malam hari, hilang sementara dengan antasida, sendawa, kembung, mual, muntah, cepat
kenyang, berat badan naik atau turun.

Dengan komplikasi : nyeri berat tak tertahankan, nyeri menjalar ke punggung, muntah
proyektil, hematemesis melena, demam, hipotensi.

Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala
lainnya.

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain,
seperti : Atrofi papil lidah, glositis.9

Penatalaksanaan
Non-medikamentosa:
-

Konsultasi terutama dengan spesialis gastroenterology bagi memastikan perdarahan GI.

Terapi surgery untuk memberhentikan perdarahan, jika etiologinya akibat perdarahan.

Transfusi packed red blood cell jika pasien dalam bahaya akibat hipoksia atau insufisiensi
koroner.

Intervensi diet. Pastikan pasien menerima pasokan besi yang cukup dari diet terutama
bagi pasien dari kelompok ekonomi rendah.

Medikamentosa
Bagi pengobatan secara medikamentosa, dapat diberi obat seperti berikut:

18

Terapi besi oral . Lebih mudah diabsorpsi dan morbiditas rendah. Tidak sesuai untuk
pasien akibat perdarahan usus kerana mampu memperparah penyakit. Ferrous sulfate: 50100 mg PO TID 60 mg PO qd

Terapi besi parenteral. Untuk pasien yang tidak dapat menerima preparat besi oral.
Terutama pada pasien akibat inflamasi/perdarahan usus. Ferrous sorbitol: 1.5 mg /per kg
bb IM qd

Hindari NSAID non-selektif bila mungkin; bila tidak tambahkan inhibitor pompa proton
(PPI) (mis, omeprazole) yang terbukti lebih efektif dari misoprostol dalam mengurangi
tukak yang diinduksi NSAID.

Inhibitor COX-2 selektif terbukti secara bermakna lebih aman dari NSAID terdahulu dan
harus dipertimbangkan sebagai alternative.

Penyekat reseptor histamine-2 (H2) (simetidin, ranitidine, nizatidin) mengurangi pH


lambung dan efektif untuk penyembuhan tukak akut .

Tukak H.pylori
-

Terapi yang paling efektif meliputi PPI ditambah 2 antibiotika (mis, klaritomisisn,
tetrasiklin, atau metronidazol).9

Penutup
Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan karakteristik perdarahan
subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari gastropati adalah efek dari NSAID (Non
steroidal anti inflammatory drugs) serta beberapa faktor lain seperti alkohol, stres, ataupun
faktor kimiawi. Gastropati NSAID dapat memberikan keluhan dan gambaran klinis

yang

bervariasi seperti dispepsia, ulkus, erosi, hingga perforasi.

Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta; Surabaya 2007. Hal 29
2. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat
kesehatan.edisi 8. Jakarta:EGC;2009. Hal. 166-290.
19

3. Mehta A, Hoffbrand V. At a glance hematologi. Erlangga; Jakarta. 2006. Hal 18-19


4. Lindseth GN. Gangguan lambung dan duodenum. In: Price SA, Wilson LM (editors).
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit Ed.6 Vol.1. Jakarta: Penerbit ECG.
2002. p.417-35.
5. Isselbacher. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. EGC; Jakarta 1999. Hal 361
6. Brashers, Valentina L. Aplikasi klinis patofisiologi. EGC; Jakarta 2008. Hal 213-216
7. Harmening DM. Clinical hematology and fundamentals of hemostasis. Edisi
Philadelphia:FA Davis Company;2009. Hal. 265-6
8. Goldman L, Schafer AI. Goldmans cecil medicine. Edisi 24. USA:Elsevier;2012 Hal.
274.
9. Fauci AS, et al. Harrisons principles of internal medicine.Edisi 18. USA:
McGraw-Hill Companies; 2011. Hal. 872-86.

20

Anda mungkin juga menyukai