Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM Juli, 2020

RSUD UNDATA PALU-FAKULTAS KEDOKTERAN

DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO

REFARAT

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA ANEMIA APLASTIK

OLEH:

AISYAH DJAMAL
N 111 19 041

PEMBIMBING
dr. WINARTI, Sp.PD

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD UNDATA-FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Aisyah Djamal

NIM : N 111 19 041

Judul Refarat : Diagnosis dan tatalaksana Anemia Aplastik

Telah menyelesaikan tugas dalam kepaniteraan klinik pada bagian ilmu penyakit
dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako

Palu, Juli 2020

Pembimbing

dr. Winarti, Sp.PD


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1
LEMBAR PENGESAHAN 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Definisi 6
2.2 Etiologi 6
2.3 Patofisiologi 7
2.4 Klasifikasi 8
2.5 Penegakan diagnosis 8
2.6 Penatalaksanaan 16
2.7 Komplikasi 18
BAB III TINJAUAN KASUS 19

BAB IV PEMBAHASAN 25

BAB V KESIMPULAN 30

DAFTAR PUSTAKA 31
BAB 1

PENDAHULUAN

Anemia merupakan suatu keadaan dimana ada penurunan hemoglobin


(pemberi warna merah dan pengakut oksigen darah) per unit volume darah di bawah
kadar normal yang sudah di tentukan untuk usia dan jenis kelamin tertentu. Ketentuan
WHO mengenai anemia ialah di bahwa 12 gm Hb/dl darah bagi perempuan dan di
bawah 14 gm Hb/dl darah untuk laki-laki dan hematocrit di bawah 34%.1

Anemia merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat yang sering


dijumpai di seluruh dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Kelainan tersebut merupakan penyebab disabilitas kronik yang berdampak besar
terhadap kondisi kesehatan, ekonomi, dan kesejahteraan sosial. Anemia merupakan
penyebab kecacatan kedua tertinggi didunia. Hal tersebut menjadikan anemia sebagai
masalah kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia. Anemia bisa menyerang
siapapun, tak terkecuali remaja yang masih berusia dini. Anemia lebih sering terjadi
pada remaja perempuan dibandingkan dengan remaja laki-laki. Hal ini dikarenakan
remaja putri kehilangan zat besi (Fe) saat menstruasi sehingga membutuhkan lebih
banyak asupan zat besi (Fe). 2

Kemenkes RI (2013) menunjukkan angka prevalensi anemia secara nasional


pada semua kelompok umur adalah 21,70%. Prevalensi anemia pada perempuan
relatif lebih tinggi (23,90%) dibanding laki-laki (18,40%). Prevalensi anemia
berdasarkan lokasi tempat tinggal menunjukkan tinggal di pedesaan memiliki
persentase lebih tinggi (22,80%) dibandingkan tinggal di perkotaan (20,60%),
sementara prevalensi anemia pada perempuan usia 15 tahun atau lebih adalah sebesar
22,70%.3

Anemia aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang relatif jarang


ditemukan namun berpotensi mengancam jiwa. Penyakit ini ditandai oleh
pansitopenia dan aplasia sumsum tulang dan dilaporkan pertama kali tahun 1888 oleh
Ehrlich pada seseorang perempuan muda yang meninggal tidak lama setelah
menderita penyakit dengan gejala anemia berat, perdarahan, dan hiperpireksia.4 (IPD)

Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia yang


merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan
trombositopenia pada darah tepi. Hal ini disebabkan karena adanya kelainan primer
pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi,
supresi atau pendesakan sumsum tulang.5

Insidensi anemia aplastik didapat bervariasi di seluruh dunia dan berkisar


antara 2 sampai 6 kasus per 1 juta penduduk pertahun dengan variasi geografis.
Penelitian The Internasional Aplastic Anemia and Agranualolytosis study diawal
tahun 1980-an menemukan frekuensi di Eropa dan Israel sebanyak 2 kasus per 1 juta
penduduk. Penelitian di Perancis menemukan angka kejadian sebesar 1,5 kasus per 1
juta penduduk per tahun dan di Bangkok 3,7 kasus per 1 juta penduduk.4 (IPD)

Insidensi anemia aplastik menunjukan adanya variabilitas geografis. Insiden


anemia aplastikderajatsedang hingga beratdilaporkan pada 33,33% dan 57,14% kasus
masing-masing dari utara distrik Bengal Barat. Salah satu pusat di India juga
melaporkan bahwa anemia aplastik menyumbang 20-30% kasus dengan pansitopenia.
Frekuensi dari anemia aplastik yang terlihat di rumah sakit di negara Asia jauh lebih
tinggi daripada yang dilaporkan dari Barat.6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Anemia aplastik merupakan terjadinya pansitopenia karena hiposeluler
sumsum tulang. Anemia aplastik dapat berupa bawan atau didapat. Anemia
aplastik merupakan kegagalan hemopoiesis yang relatif jarang ditemukan namun
berpotensi mengacam jiwa. ( buku hematologi).7

2.2 Etiologi
Etiologi yang paling umum, idiopatik, menyumbang 65%. Anemia Fanconi
adalah penyebab herediter yang paling umum. Penyakit ini muncul pada akhir
dekade pertama dengan pansitopenia.8(buku Ncbi) Penyebab pensitopenia anemia
aplastik kongenital, inflitrasi sumsum tulang, metastasis kasrsinoma, anemia
megaloblastik (vitamin B12 atau kekurangan folat), aleukimia leukima, limfoma
non hodgkin, myeloma multiple, mielofibrosis, osteoporosis penyakit tulang
metabolik, granuloma infeksi mikrobakteri atau jamur, hipersplenisme dan infeksi
berat.7 (buku hematologi)

2.3 Epidemiologi
Informasi akurat mengenai epidemiologi mengenai kejadian anemia aplastik
umumnya tidak tersedia. Studi menunjukkan insiden adalah 0,6 hingga 6,1 kasus
per juta populasi; angka ini sebagian besar didasarkan pada data dari tinjauan
retrospektif dari daftar kematian. Rasio pria-wanita sekitar 1: 1. Meskipun anemia
aplastik terjadi pada semua kelompok umur, puncak kecil kejadian ini diamati
pada masa kanak-kanak. Puncak kedua ditemukan pada kelompok usia 20 hingga
25 tahun.8
2.4 Patofisiologi
RBC diproduksi di sumsum tulang dan dilepaskan ke dalam sirkulasi. Sekitar
1% sel darah merah dikeluarkan dari peredaran per hari. Ketidakseimbangan
dalam produksi untuk menghilangkan atau menghancurkan sel darah merah
menyebabkan anemia.9
Mekanisme utama yang terlibat dalam anemia tercantum di bawah ini8:
1. Peningkatan kehancuran sel darah merah
1) Kehilangan darah

a. Perdarahan akut, pembedahan, trauma, menoragia

b. Pendarahan menstruasi kronis-berat, kehilangan darah


gastrointestinal kronis (dalam pengaturan infestasi cacing
tambang, bisul,dll), Kehilangan urin (BPH, karsinoma ginjal,
schistosomiasis)

2) Anemia hemolitik

a. Diperoleh oleh imunisasi, infeksi, mikroangiopati, terkait


transfusi darah, dan sekunder akibat hipersplenisme

b. Hereditary-enzymopathies, gangguan hemoglobin (sel sabit),


cacat dalam metabolisme sel darah merah (defisiensi G6PD,
defisiensi piruvat kinase), defek dalam produksi membran sel
darah merah (spherocytosis herediter dan elliptocytosis)

2. Erythropoiesis yang kurang/rusak


1) Mikrositik
2) Normositik, normokromik
3) Makrositik

Sumber : buku ncbi ( jake tumer )


2.5 Klasifikasi10
Tabel 2.1 Klasifikasi Anemia Aplastik

Sumber : Dr. dr. Citrakesumasari, M.Kes

2.6 Penegakkan Diagnosis


Anamnesis
Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau
perlahan-lahan (berminggu-minggu atau berbulan-bulan). Anemia menyebabkan
fatique, dyspnea dan jantung berdebar-debar. Trombositopenia menyebabkan
mudah memar dan perdarahan mukosa. Neutropenia meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi. Pasien juga mungkin mengeluh sakit kepala dan demam.
Manifestasi klinis pada pasien dengan anemia aplastik dapat berupa11:
1) Sindrom anemia
a. Sistem kardiovaskular: rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas
intoleransi terhadap aktivitas fisik, angina pectoris hingga gejala
payah jantung
b. Susunan saraf: sakit kepala, pusing, telinga berdenging, mata
berkunang-kunang terutama pada waktu perubahan posisi dari
posisi jongkok ke posisi berdiri, iritabel, lesu, dan perasaan dingin
pada ekstremitas
c. Sistem pencernaan: anoreksia, mual dan muntah, perut kembung,
diare, atau obstipasi
d. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun
e. Epitel dan kulit: kelihatan pucat, kulit tidak elastis, rambut tipis
dan kekuning-kuningan
2) Gejala Perdarahan: ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan
subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis/melena atau
menorrhagia pada wanita.
3) Tanda-Tanda Infeksi: ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher,
febris, sepsis.

Sumber:I Made Bakta. Hematologi klinik ringkas. EGC: Jakarta. 2003.

Onset keluhan dapat terjadi perlahan-lahan berupa lemah, dyspnea, rasa lelah,
pusing, adanya perdarahan (Ptekie , epistaksis, perdarahan dari vagina atau lokasi
lain) dapat disertai demam dan menggigil akibat infeksi. Riwayat paparan
terhadap zat toksik (obat, lingkungan kerja, hobi), menderita infeksi virus 6 bulan
terakhir (hepatitis, parvovirus), pernah mendapat transfusi darah.12
Pemeriksaan Fisik
Pasien tampak pucat pada konjungtiva atau kutaneus, resting tachycardia,
perdarahan (ekimosis, petekie perdarahan gusi, purpura). Jika ditemukan
limfadenopati dan splenomegaly dicurigai adanyan leukemia atau limfoma.13

Pemeriksaan Penunjang
1. Normositik normokrom, makrositik
2. Darah tepi lengkap ditemukan pansitopenia, tidak terdapat sel abnormal pada
hitung jenis leukosit
3. Hitung retikulosit: rendah (<1%)
4. Serologi virus ( hepatitis)
5. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang terdapat spicules yang kosong, terisi
lemak dan sel hematopoietic yang sedikit. Limfosit, sel plasma, makrofag, dan
sel mast mungkin promien
6. MRI (Magnetic resonance imaging) membedakan lemak pada sumsum tulang
dengan sel hematopoietic, mengestimasi densitas sel hematopoetik pada
sumsums tulang dan membedakan anemia aplastik dengan leukemia
mielogenik hypoplasia ( Idrus alwi )
7. Sumsum tulang karena adanya saran-sarang hemopoiesis hiperaktif yang
mungkin teraspirasi, maka sering diperlukan aspirasi beberapa kali.
Diharuskan melakukam biopsy sumsum tulang pada setiap kasus tersangka
anemia aplastik. Hasil pemeriksaan sumsum tulang sesuai kriteria diagnosis
8. Virus evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus hepatitis,
HIV, Parvovirus dan sitomegalovirus
9. Kromosom pada anemia aplastik didapat, tidak ditemukan kelainan
kromosom, pemeriksaan sitogenetik dengan fluorescence in situ hybridization
(FISH) dan imunofenotipik dengan flow cytometry diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding, seperti myleodisplasia hipo-seluler
10. Defisiensi imun adanya difisensi imun diketahui melalui penetuan titer
immunoglobulin dan pemeriksaan imunitas sel T
11. Pemeriksaan radiologis
Nuclear Magnetic Resanance Imaging
Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya
perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum
tulang berlemak dan sumsum tulang berselular
Radionuclide Bone Marrow Imaging ( Bone Marrow Scanning)
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning
tubuh setela disuntik dengan koloid radioaktif technetium sulfur yang akan
terikat pada makrofag sumsum tulang atau iodium chloride yang akan terikat
pada transferrin.

2.7 Diagnosis Banding


Myelodisplasia Hiposelular
Membedakan anemia aplastik dari sindrom mielodisplastik hipoplastik dapat
menjadi tantangan, khususnya pada pasien yang lebih tua, karena sindrom ini
lebih banyak terjadi. Proporsi sel-sel CD34+ disumsum tulang mungkin
membantu pada beberapa kasus. CD34 diekspresikan pada sel-sel asal/ induk
hemopoietik dan bersifat fundamental untuk patofisiologi kedua kelainan lain.
Pada sindrom mielodisplatik, ekspansi klonal muncul dari sel asal CD34+ pada
anemia aplastik didapat, sel-sel asal CD34+ merupakan target sarangan autoimun.
Dengan demikian proporsi sel-sel CD34+ adalah 0,3% atau kurang pada pasien
anemia aplastik, sedangkan proporsinya normal (0,5-1,0%) atau lebih tinggi pada
sindrom myelodisplatik hipoplastik.
Pemeriksaan sitogenik sel-sel sumsum tulang sekarang sudah rutin dilakukan,
tetapi interpretasi hasil dapat kontroversial. Kromosom umunya normal pada
anemia aplastik, tetapi aneupoldi atau abnormalitas structural relatif sering pada
sindrom mielodisplastik.
Leukimia limfositik Granula Besar
Penyakit ini juga dapat menjadi diagnosis untuk sumsum tulang yang kosong
atau displastik. Limfosit granular besar dapat dikenal dari fenotipenya yang
berbeda pada pemeriksaan mikroskopik darah, yaitu pola pulasan sel-sel khusus
pada flow cytometry dan ketidak teraturan reseptor sel T yang membuktikan
adanya ekspansi monoclonal populasi sel T.

Anemia Aplastik dan Hemoglobinuria Nokturnal Paroksimal


Terdapat hubungan klinis yang sangat kuat antara anemia aplastik dan PNH.
Pada PNH, sel asal hematopoietik abnormal menurunkan populasi sel darah
merah, granulosit dan trombosit yang semuanya tidak mempunyai sekelompok
protein permukaan sel. Dasar genetik PNH adalah mutasi didapat pada gen PIG-A
kromosom x yang menghentikan sintesis struktur jangkar glikosilfostatidi-
linositol. Defisiensi protein ini menyebabkan hemolysis intravaskular, yang
mengakibatkan ketidakmampuan eritrosit untuk menginaktivasi komplemen
permukaan. Tidak adanya protein tersebut mudah dideteksi dengan flow
citometry eritrosit dan leukosit. Pada tes Ham dan sukrosa sekarang sudah
ketinggalan jaman. akan mengalami kegagalan sumsum tulang dan sebaliknya,
PNH dapat ditemukan sebagai peristiwa klonal lanjut, bertahun-tahun setelah
diagnosis anemia aplastik. Pemeriksaan flow cytometry memperlihatkan bahwa
sejumlah besar pasien dengan kegagalan sumsum tulang mengalami ekspansi klon
PNH hematopoietic pada saat dating (buku ipd).

Leukimia Akut
Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu
dengan adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau adanya
sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang. Leukimia akut juga biasanya
disertai limfadenopati, hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.13
2.8 Penatalaksanaan
Berdasarkan patofisiologi penyakit ini, pendekatan terapi anemia aplastik
terdiri dari tata laksana suportif yang ditujukan untuk mengatasi keadaan
pansitopenia yang ditimbulkannya, penggantian stem cell dengan transplantasi
sumsum tulang atau penekanan proses imunologis yang terjadi dengan
menggunakan obat-obat imunosupresan.
Tata laksana suportif ditujukan pada gejala-gejala akibat keadaan pansitopenia
yang ditimbulkan. Untuk mengatasi keadaan anemia dapat diberikan transfusi
leukocyte-poor red cells yang bertujuan mengurangi sensitisasi terhadap HLA
(human leukocyte antigen), menurunkan kemungkinan transmisi infeksi hepatitis,
virus sitomegalo dan toksoplasmosis. Pada beberapa kasus mencegah graft-
versus host disease (GVHD).
Transfusi ini dapat berlangsung berulang-ulang sehingga perlu diperhatikan
efek samping dan bahaya transfusi seperti reaksi transfusi, hemolitik dan non-
hemolitik, transmisi penyakit infeksi, dan penimbunan zat besi. Perdarahan yang
terjadi sering menyebabkan kematian. Untuk mencegah perdarahan terutama pada
organ vital dapat dilakukan dengan mempertahankan jumlah trombosit di atas
20.000/uL. Hal ini dapat dilakukan dengan transfusi suspensi trombosit. Perlu
diingat bahwa pemberian suspensi trombosit dapat menyebabkan keadaan
isoimunisasi apabila dilakukan lebih dari 10 kali, dan keadaan ini dapat
mempengaruhi keberhasilan terapi.
Isoimunisasi dapat dicegah dengan pemberian trombosit dengan HLA yang
kompatibel dengan pasien. Bila perdarahan tetap terjadi dapat ditambahkan anti-
fibrinolisis. Untuk mengatasi infeksi yang timbul karena keadaan leukopenia,
dapat diberikan pemberian antibiotik profilaksis dan perawatan isolasi.
Kebersihan kulit dan perawatan gigi yang baik sangat penting, karena infeksi
yang terjadi biasanya berat dan sering menjadi penyebab kematian.
Pada pasien anemia aplastik yang demam perlu dilakukan pemeriksaan kultur
darah, sputum, urin, feses, dan kalau perlu cairan serebrospinalis. Bila dicurigai
terdapat sepsis dapat diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis tinggi
secara intravena dan kalau penyebab demam dipastikan bakteni terapi dilanjutkan
sampai 10-14 hari atau sampai hasil kultur negatif. Bila demam menetap hingga
48 jam setelah diberikan antibiotik secara empiris dapat diberikan anti jamur.
Pada tata laksana anemia aplastik, yang tidak kalah penting adalah
penghindaran dari bahan-bahan fisika maupun kimiawi, termasuk obat-obatan
yang mungkin menjadi penyebab. Bila zat-zat kimia atau fisika yang bersifat
toksik itu ditemukan dan masih terdapat dalam tubuh, harus diusahakan untuk
mengeluarkannya walaupun hal ini kadang tidak dapat dilakukan

2.9 Prognosis14
Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang
berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun
dan sekitar 50% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak
40% pasien yang bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan
menderita gangguan akibat GVHD kronik dan resiko menyebabkan kanker sekitar
11% pada pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum
transplantasi stem sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum
mendapatkan terapi imunosupresif sebelum transplantasi, belum mendapatkan
dan belum tersensitisasi dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan iradiasi
untuk transplantasi.
Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi
kombinasi imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien
setelah terapi memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian
mendapatkan anemia sedang atau trombositopenia. Penyakit ini juga akan
berkembang dalam 10 tahun menjadi PNH, sindrom myelodisplastik pada 40%
pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif. Pada 168
pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69% yang
bertahan selama 15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi
imunosupresif, hanya 38% yang bertahan dalam 15 tahun.
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama : Tn. S

Umur : 45 tahun/ 31-12-1975

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Pasangkayu

Agama : Islam

Tanggal Pemeriksaan : 03-02-2020

Ruangan : Walet Bawah

II. Anamnesis

Keluhan Utama : Lemas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien laki-laki usia 46 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan lemas.
Lemas dirasakan sejak 1 bulan yang lalu dengan intensitas hilang timbul dan
memberat 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas yang di rasakan jika
berjalan, bangun dari tempat tidur dan tidak mampu beraktivitas seperti
biasanya. Lemas yang di rasakan tak dapat membaik dengan istirahat. Keluhan
pasien disertai dengan sakit kepala dan pusing selama 5 hari sebelum masuk
rumah sakit yang di rasakan hilang timbul dan tidak dapat hilang dengan
istirahat. Riwayat demam disangkal oleh pasien.
Pasien juga mengeluhkan Flu dan batuk berlendir berwarna kuning
dikarenakan flu dan batuk sehingga pasien kurang nafsu makan, pasien juga
mengalami penurun berat badan secara perlahan-lahan sebulan terakhir ini.

Tidak terdapat memar dibagian tangan, paha dan kaki dan mimisan disangkal.
Bak lancar sehari 4-5x dalam sehari tidak ada kemerahan warna urin berwarna
kuning, BAB lancar, tidak ada warna kehitamaan ataupun kemerahan. Pasien
pernah dirawat dengan penyakit yang sama 12 hari yang lalu di RSAP dengan
HB 3

Riwayat Penyakit Terdahulu : Pasien juga memiliki riwayat penyakit DM

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami
keluhan serupa dengan pasien.

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum
Kondisi : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 155 cm
IMT : Malnutrisi

Vital Sign
Tekanan Darah : 110/80 mmhg
Pernapasan : 22 x/menit
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,7C
Kepala
Wajah : simetris, warna kulit kesan normal
Deformitas : tidak ada
Bentuk : normocephal

Mata
Konjungtiva : anemis (+/+)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : reflek pupil +/+ isokor

Mulut
Bibir : sianosis (-/-), kering (+), pecah-pecah (-)
Lidah : kotor (-/-) hiperemi (-)
Mucosa buccal : stomatitis (-)
Faring : hiperemia (-)

Leher
Kelenjar GB : tidak ada pembesaran
Tonsil : T1/T1
JVP : 5 + 2 cm H20
Massa lain : tidak ada

Paru-paru
Inspeksi : simetris bilateral, massa (-), retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus simetris kanan=kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler -/-, whezzing -/-. Ronkhi -/-
Jantung
Inspeksi : ictus kondis tidak terlihat
Palpasi :ictus kondis teraba di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi :
Batas atas : ICS 2
Batas kanan : Linea parasternal kanan
Batas kiri : ICS 5 linea midcavicula kiri
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, suara tambahan (-), murmur (-)

Perut
Inspeksi : Warna coklat pucat, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang perut , Shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Nyeri Ketok (-), Asites (+), Hepatomegali (+)
3 jari, Limpa Schutfner 3

Ekstremitas
Atas : Edema (-), kekuatan otot 5/5 , hangat (+)
Bawah : Edema (-), kekuatan otot 5/5, hangat (+)

IV. Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium (17 Januari 2020)
Darah Rutin :
WBC : 6,0 x 10^3/UL
RBC : 1,42 x 10^6/ UL
HGB : 3,7 g/dl
HCT : 11,3 %
PLT : 13 x 10^3/UL
Laboratorium (03/02/2020)
Darah rutin:
WBC ; 3,9 x 10^3/ UL
RBC ; 1,58 x 10^6/UL
HGB : 4,5 g/dl
HCT : 13,1 %
PLT : 16 x 10^3/UL

Tanggal 18/01/2020

Pemeriksaan Morfologi sel darah merah

Eritrosit : Anisopoikilositosis, normositik normokrom, ovalosit


ditemukan , (+1) benda inklusi tidak ditemukan, normoblast
tidak ditemukan

Leukosit : Jumlah cukup, limfosit > PMN, granulasi toksik ditemukan


(+1) sel mudah tidak ditemukan

Trombosit : Jumlah menurun, morfologi normal

Kesan : bisitopenia suspek anemia aplastik DD/ infeksi

Saran : aspirasi sumsum tulang

Tanggal 18/01/2020

Urea : 41 mg/dl

Kreatinin : 0,86 mg/dl


V. Resume

Seorang pasien laki-laki usia 46 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
lemas. Lemas dirasakan sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Tetapi 5 hari ini pasien merasakan lemas secara terus menurus. Lemas yang di
rasakan jika berjalan, bangun dari tempat tidur dan tidak mampu beraktivitas
seperti biasanya. Lemas yang di rasakan tak dapat membaik dengan istirahat.
Pasien juga mengalami sakit kepala dan pusing sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit, pusing dan sakit kepala yang di rasakan hilang timbul dan tidak
dapat hilang dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan Flu dan batuk berlendir
berwarna kuning dikarenakan flu dan batuk sehingga pasien kurang nafsu makan,
pasien juga mengalami penurun berat badan secara perlahan-lahan sebulan
terakhir ini.

Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tanda-tanda vital tekanan darah : 110/80


mmhg, pernapasan : 22 x/menit, nadi : 84 x/menit, suhu : 36,7 C, konjungtiva
anemis, bibir tampak kering. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan, palpasi :
Asites (+), Hepatomegali (+) 3 jari, Limpa Schutfner 3

VI. Diagnosa dan Diagnosa Banding

Diagnosis : Anemia Aplastik

Diagnosis Banding : Leukimia

VII. Penatalaksanaan :

-IVFD Nacl 0.9% 2o tpm

-Transfusi PRC sampai Hemoglobin 10gr/dl


-Transfusi Trombosit

-Monitor:

- Tanda-tanda vital

- Tanda-tanda perdarahan

- Reaksi transfuse
- Cek darah lengkap post transfusi

VIII. Prognosis :
Ad Vitam : Dubai ad Malam
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan serangkaian anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien


pada kasus di diagnosis dengan anemia aplastik. Dari anamnesis, pasien datang
dengan keluhan lemas yang dirasakan 1 bulan dan memberat 5 hari sebelum masuk
RS, pusing, dan penurunan berat badan. penurunan hemoglobin akan menyebabkan
penurunan jumlah oksigen yang dikirimkan ke jaringan, yang ditandai dengan
kelemahan, kelelahan, dispnea, takikardia, dan pucat. Anemia ini berlangsung kronis
sehingga pada tubuh telah terjadi proses adaptasi dan kompensasi agar pasien dapat
bertahan hidup dalam kondisi anemia berat.8

Tekanan darah pasien saat diperiksa ialah 110/80 mmHg dapat dikatakan
bahwa ada reflex rennin-angiotensin-aldosteron yang dapat meningkatkan tekanan
darah.

Nadi pasien pada saat diukur 84 x/menit hal ini menunjukkan bahwa denyut
jantung pasien masih dalam keadaan normal. Hal ini menunjukkan jantung belum
bekerja lebih keras dari biasanya. Jantung yang berdenyut lebih keras dari normal,
umumnya terjadi karena adanya kebutuhan oksigen jantung yang kurang dari
biasanya, atau karena adanya sumbatan di salah satu pembuluh darah atau katub.

Saat pemeriksaan palpasi didapatkan asites yang merupakan tanda-tanda


overload pada pasien sebab proses sudah terjadi secara kronis dan tubuh pasien sudah
melakukan serangkaian mekanisme kompensasi, hepatomegaly dan splenomegali
(shcuffner 3) terjadi akibat penghancuran sel-sel darah yang dini (sebelum waktunya)
dan akan memacu kerja organ tersebut sebagai salah satu organ hematopoetik.

Penatalaksanaan anemia aplastik terdiri dari tata laksana suportif yang


ditujukan untuk mengatasi keadaan pansitopenia yang ditimbulkannya, penggantian
stem cell dengan transplantasi sumsum-tulang atau penekanan proses imunologis
yang terjadi dengan menggunakan obat-obat imunosupresan.

Sedangkan pada kasus, penatalaksanaan yang diberikan adalah: IVFD Nacl


0.9%, Transfusi PRC sampai Hemoglobin 10gr/dl, dan Transfusi Trombosit.

1. IVFD NaCL
2. Transfusi PRC
Untuk mengatasi keadaan anemia dapat diberikan transfusi leukocyte-
poor red cells yang bertujuan mengurangi sensitisasi terhadap HLA
(human leukocyte antigen), menurunkan kemungkinan transmisi infeksi
hepatitis, virus sitomegalo dan toksoplasmosis. Transfusi ini dapat
berlangsung berulang-ulang sehingga perlu diperhatikan efek samping
dan bahaya transfusi seperti reaksi transfusi, hemolitik dan nonhemolitik,
transmisi penyakit infeksi, dan penimbunan zat besi
3. Transfusi Trombosit
Perdarahan yang terjadi sering menyebabkan kematian. Untuk
mencegah perdarahan terutama pada organ vital dapat dilakukan dengan
mempertahankan jumlah trombosit di atas 20.000/uL. Hal ini dapat
dilakukan dengan transfusi suspensi trombosit.
BAB V

PENUTUP

Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia yang


merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan
trombositopenia pada darah tepi. Hal ini disebabkan karena adanya kelainan primer
pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi,
supresi atau pendesakan sumsum tulang.

Etiologi yang paling umum, idiopatik, menyumbang 65%. Anemia Fanconi


adalah penyebab herediter yang paling umum. Penyakit ini muncul pada akhir dekade
pertama dengan pansitopenia.8(buku Ncbi) Penyebab pensitopenia anemia aplastik
kongenital, inflitrasi sumsum tulang, metastasis kasrsinoma, anemia megaloblastik
(vitamin B12 atau kekurangan folat), aleukimia leukima, limfoma non hodgkin,
myeloma multiple, mielofibrosis, osteoporosis penyakit tulang metabolik, granuloma
infeksi mikrobakteri atau jamur, hipersplenisme dan infeksi berat.7

Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) atau


perlahan-lahan (berminggu-minggu atau berbulan-bulan). Anemia menyebabkan
fatique, dyspnea dan jantung berdebar-debar. Trombositopenia menyebabkan mudah
memar dan perdarahan mukosa. Neutropenia meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi. Pasien juga mungkin mengeluh sakit kepala dan demam.

Berdasarkan patofisiologi penyakit ini, pendekatan terapi anemia aplastik


terdiri dari tata laksana suportif yang ditujukan untuk mengatasi keadaan pansitopenia
yang ditimbulkannya, penggantian stem cell dengan transplantasi sumsum-tulang atau
penekanan proses imunologis yang terjadi dengan menggunakan obat-obat
imunosupresan. Sedangkan pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi
morbiditas, mencegah komplikasi, dan eradikasi keganasan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, IM. Hematologi Klinik ringkas. Penerbit Buku Kedokteran. EGC:


Jakarta. 2003. P: 98-109.
2. Supandiman I. Hematologi Klinik. Edisi kedua. Jakarta: PT Alumni. 1997: 95-
101
3. McPhee SJ, Papadakis MA, et al. Current Medical Diagnosis and Treatment.
New York: Lange McGraw Hill. 2007: 510-11
4. Lichtman MA, Beutler E, et al. William Hematology 7th ed. New York: Lange
McGraw Hill. 2007 (14).
5. Pramono LA, Karim B, Iskandar M, Yanto A. Diagnosis dan Tatalaksana
Paroksisimal Nokturnal Hemoglobinuria. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia.
2015:2(2). 107-115.
6. Isyanto, Abdulsalam M. Masalah pada Tatalaksana Anemia Aplastik Didapat.
Sari Pediatri. 2005: 7(1). 26-33.
7.

Anda mungkin juga menyukai