Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIL PADA NY’’R’’

DENGAN GANGGUAN INTOLERANSI AKTIVITAS PADA KASUS ANEMIA DI

LINGKUNGAN PINTU AIR KELURAHAN AMPENAN TENGAH

DI SUSUN OLEH

MULISAH
060STYJ20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
MATARAM
2020-2021
A. KONSEP LANSIA

1. Pengertian Lansia

Lansia menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah

seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan

kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari

fase kehidupannya (WHO, 2016). WHO juga memberi batasan yaitu usia

pertengahan (middle age) antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (elderly) antara

60 - 74 tahun, dan usia lanjut tua (old) antara 75 – 90 tahun, serta usia

sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Sementara Kementerian Kesehatan

RI (2016), lansia atau lanjut usia adalah kelompok yang memasuki usia 60

tahun keatas.

Lansia atau lanjut usia adalah suatu periode penutup dalam rentang

hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak

jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari

waktu yang penuh manfaat (Sarwono, 2015). Lansia yaitu bagian proses

tumbuh kembang dimana manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi

berkembang mulai dari bayi, anak, remaja, dan menjadi tua (Pujianti,

2016). Lansia adalah tahap dari siklus hidup manusia paling akhir, yaitu

bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan di

alami oleh setiap orang. Pada tahap tua ini individu mengalami banyak

perubahan baik secara fisik maupun psikis, khususnya kemunduran dalam

berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya (Soejono, 2014).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan

bahwa usia lanjut atau lansia adalah suatu periode penutup dalam rentang
hidup seseorang yang tidak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh

setiap individu.

2. Batasan-batasan Lansia WHO memberi batasan yaitu usia pertengahan

(middle age) antara 45 sampai dengan 59 tahun, usia lanjut (elderly) dari

60 sampai dengan 74 tahun, dan usia lanjut tua (old) dari 75 sampai

dengan 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) lebih dari 90 tahun

(Nugroho, 2016). Menurut Departemen Kesehatan RI (dalam Darmojo,

2014), batasan lansia terbagi dalam beberapa kelompok yaitu:

a. Pralansia (Prasenilis) yaitu masa persiapan usia lanjut yang

mulai memasuki antara 45 – 59 tahun.

b. Lansia (Lanjut Usia) yaitu kelompok yang memasuki usia 60

tahun keatas.

c. Lansia resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70

tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil,

tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat.

3. Proses Penuaan

Penuaan terjadi baik secara fisiologis dan patologis. Bila seseorang

telah mengalami penuaan fisiologis, mereka tua dalam keadaan sehat

(healthy aging). Penuaan sesuai dengan kronologis seperti usia,

dipengaruhi oleh faktor endogen, perubahan dimulai dari sel-jaringan-

organ-sistem pada tubuh (Pudjiastuti dan Utomo, 2016). Penuaan banyak

dipengaruhi oleh fakor seperti faktor eksogen, yaitu berupa lingkungan,

sosial budaya, gaya hidup disebut penuaan sekunder. Penuaan itu tidak

sesuai, dengan kronologis usia dan patologis. Faktor eksogen juga dapat
memengaruhi faktor endogen, sehingga dikenal dengan faktor risiko.

Faktor risiko tersebut yang menyebabkan terjadinya penuaan patologis

(Pudjiastuti dan Utomo, 2016).

B. KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian Anemia

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti

kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi

yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang

mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges,

1999). Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel

darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal

(Smeltzer, 2002 : 935). Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah

nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red

bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256). Dengan

demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit,

melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan

fungsi tubuh dan perubahan patotifiologis yang mendasar yang diuraikan

melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi

laboratorium.

Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel

darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal.

Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan

pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi


tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan

jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.

2. Etiologi

1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)

2. Perdarahan

3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)

4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi

besi, folic acid,

5. piridoksin, vitamin C dan copper

3. Klarifikasi Anemia

Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:

1) Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel

darah merah disebabkan oleh defek produksi sel darah merah,

meliputi:

a. Anemia aplastik

Penyebab:

 agen neoplastik/sitoplastik

 terapi radiasi

 antibiotic tertentu

 obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason

 benzene

 infeksi virus (khususnya hepatitis)


Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum

tulang, Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi,

deferensiasi).

Hambatan humoral/seluler

Gangguan sel induk di sumsum tulang

Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai

Pansitopenia

Anemia aplastic

Gejala-gejala:

 Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)

 Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis,

perdarahan saluran

 cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf

pusat.

 Morfologis: anemia normositik normokromik

b. Anemia pada penyakit ginjal

Gejala-gejala:

 Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl

 Hematokrit turun 20-30%

 Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi

 Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel

darah merah

 maupun defisiensi eritopoitin

c. Anemia pada penyakit kronis http


Berbagai penyakit inflamasi kronis yang

berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik

(sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal).

Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses paru,

osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan.

d. Anemia defisiensi besi

Penyebab:

 Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat

selama hamil,

 menstruasi

 Gangguan absorbsi (post gastrektomi)

 Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip,

gastritis, varises

 oesophagus, hemoroid, dll.)

Gangguan Eritropoesis

Absorbsi besi dari usus kurang

sel darah merah sedikit (jumlah kurang)


sel darah merah miskin hemoglobin

Anemia defisiensi besi

Gejala-gejalanya:

 Atropi papilla lidah

 Lidah pucat, merah, meradang

 Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut

 Morfologi: anemia mikrositik hipokromik


e. Anemia megaloblastik

Penyebab:

 Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat

 Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor

( gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan,

agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar

yang terinfeksi, pecandu alkohol.

Sintesis DNA terganggu

Gangguan maturasi inti sel darah merah

Megaloblas (eritroblas yang besar)

Eritrosit immatur dan hipofungsi

2) Anemia hemolitika

Anemia hemolitika yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah

merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah:

a. Pengaruh obat-obatan tertentu

b. Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple,

leukemia limfositik kronik

c. Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase

d. Proses autoimun

e. Reaksi transfusi

f. Malaria
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolysis

4. Manifestasi

Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah

pucat, takikardi, sakit dada, dyspnea, nafas pendek, cepat lelah, pusing,

kelemahan, tinitus, penderita defisiensi yang berat mempunyai rambut

rapuh dan halus, kuku tipis rata mudah patah, atropi papila lidah

mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging

meradang dan sakit (Guyton, 1997). Manifestasi klinis anemia besi adalah

pusing, cepat lelah, takikardi, sakit kepala, edema mata kaki dan dispnea

waktu bekerja. (Gasche C., 1997:126).

5. Komplikasi

Menurut kriteria Badan Kesehatan Dunia (WHO), seseorang sudah

mengalami anemia dapat mengelami komplikasi antara lain :

1. Gagal jantimg

2. Kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa

terbakar, Kesemutan)

3. Kurangnya konsentrasi

4. Daya tahan tubuh yang berkurang.


6. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum

atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya.

Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan

toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak

diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau

hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah

yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang

menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel

fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan

limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki

aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)

segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi

normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada

sclera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam

sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul

dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya

melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk

hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan

berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada klien

disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah

merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:


1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;

2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum

tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi;

dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung

7. PATWAY
8. Pemeriksaan Penunjang

 Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian


sel darah putih, kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar
folat, vitamin B12, hitung trombosit,
 waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu
tromboplastin parsial.
 Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-
binding capacity serum
 Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit
akut dan kronis serta
 sumber kehilangan darah kronis.

9. Penatalaksanaan Medis

Tindakan umum :

Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan

mengganti darah yang hilang :

1. Transpalasi sel darah merah.

2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.

3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah

merah.

4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang

membutuhkan oksigen.

5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.

6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.

Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari

penyebabnya) :
1. Anemia defisiensi besi: Mengatur makanan yang

mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan

seperti ikan, daging, telur dan sayur.

2. Pemberian preparat fe

a. Ferrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan

b. Feroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.

3. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12.

4. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral

5. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan

syok dengan pemberian cairan dan transfusi darah.

C. KONSEP KEPERAWATAN

Menurut Doengoes (2000. Hal 569) asuhan keperawatan pada klien

dengan anemia meliputi pengkajian, diagnosa dan perencanan adalah

sebagai berikut :

1.   Pengkajian Anemia

a.   Aktivitas/istirahat

Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan

produtivitas, penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi

terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih

banyak.

Tanda : takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat.

Letargi, menarik diri, apatis

b.   Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI

kronis, menstruasi berat (DB); angina, CHF (akibat kerja jantung

berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia

kompensasi).

Tanda : TD ; peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan

nadi melebar; hipotensi postural. Distrimia; Abnormalis EKG, mis;

depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang

TPengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan

vasokontriksi kompensasi). Kuku; mudah patah, berbentuk seperti

sendok (koikologikia) (DB). Rambut; kering, udah putus, menipis;

tumbuh uban secara premature (AP).

c.   Integritas ego

Tanda : keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,

mis; penolakan transfuse darah.

Gejala : depresi.

d.    Eleminasi

Gejala : riwayat piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom

malabsorpsi (DB). Hematemasis, feses dengan darah segar, melena.

Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine

Tanda ; distensi abdomen.

e.   Makanan/cairan

Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani

rendah/masukkan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah,


kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia,

anoreksia. Adanya penurunan berat badan.

f.   Neurosensori

Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak

mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan

bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ;

parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.

Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis.

Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik :

hemoragis retina (aplastik, AP).

g.      Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri abdomen: sakit kepala (DB)

h.      Pernapasan

Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan

aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.

i.       Seksualitas

Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau

amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda :

serviks dan dinding vagina pucat.

2.     Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Pada Penderita Anemia

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respons manusia (status kesehatan atau resiko  perubahan pola) dari

individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga


status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (a

Carpenito, 2000).

Gordon (1976) mendefinisikan bahwa diagnosa keperawatan

adalah “masalah kesehatan actual dan potensial dimana perawat

berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, dia mampu dan

mempunyai kewenangan untuk memberikan tindakan keperawatan”.

Kewanangan tersebut didasarkan pada standar praktek keperawatan dan

etik keperawatan yang berlaku di Indonesia

NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah

”keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat

tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi

intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan

sesuai dengan kewenangan perawat”.

Semua diagnosa keperawatan harus didukung oleh data, dimana

menurut Diagnosa keperawatan menjadi dasar untuk pemilihan tindakan

keperawatan untuk mencapai hasil bagi anda, sebagai perawat, yang dapat

diandalakan(NANDA Internasional, 2007)

Tujuan Pencatatan Diagnosa Keperawatan

a.     Menyediakan definisi yang tepat yang dapat memberikan bahasa yang

sama dalam memahami kebutuhan klien bagi semua anggota tim

pelayanan kesehatan.

b.    Memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan apa yang mereka

lakukan sendiri, dengan profesi pelayanan kesehatan yang lain, dan

masyarakat.
c.    Membedakan peran perawat dari dokter atau penyelenggara pelayanan

kesehatan lain.

3.      Perencanaan keperawatan secara teoritis

Menurut Kozier et al. (1995) perencanaan adalah sesuatu yang telah

dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses

keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan

masalah. Dalam perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya

berdasarkan hasil pengumpulan data dan rumusan diagnosa keperawatan

yang merupakan petunjuk dalam membuat tujuan dan asuhan

keperawatan untuk mencegah, menurunkan, atau mengeliminasi masalah

kesehatan klien.

Langkah-langkah dalam membuat perencanaan keperawatan

meliputi: penetapan prioritas, penetapan tujuan dan kriteria hasil yang

diharapkan, menentukan intervensi keperawatan yang tepat dan

pengembangan rencana asuhan keperawatan. Setelah diagnosa

keperawatan dirumuskan secara spesifik, perawat menggunakan

kemampuan berfikir kritis untuk segera menetapkan prioritas diagnosa

keperawatan dan intervensi yang penting sesuai dengan kebutuhan klien

(Potter & Perry, 1997).

Tujuan penulisan rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil

yang diharapkan adalah: 1) Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan

merupakan petunjuk untuk intervensi keperawatan pada individu.

2)Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan menentukan efektivitas dari

intervensi keperawatan didalamnya terdapat beberapa kolom. Kolom-

kolom tersebut terdiri dari kolom diagnosa keperawatan, kolom tujuan


dan kriteria hasil, dan kolom rencana intervensi keperawatan beserta

rasionalnya.Perencanaan dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah

ditentukan, adapun perencanaan menurut Doengoes (2000. Hal

573) adalah sebagai berikut :

a.  Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen

seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke

sel kemungkinan dibuktikan oleh palpitasi, angina. Kulit pucat, membrane

mukosa kering, kuku dan ramput rapuh. Ektremitas dingin, penurunan

haluaran urine, mual/muntah dan distensi abdomen.

Tujuan :           Peningkatan perfusi jaringan

Kriteria hasil : Menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.

Intervensi:         Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna

kulit/membrane mukosa, dasar kuku. 

Rasional:          Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan

perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.

Intervensi:        Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. 

Rasional:   Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan

oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan: kontraindikasi bila ada

hipotensi.

Intervensi:           Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas

perhatikan bunyi adventisius. 

Rasional:            Dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung

karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi

Intervensi:        Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.


b.  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan kemungkinan dibuktikan oleh

kelemahan dan kelelahan, mengeluh penurunan toleransi aktivitas, lebih

banyak memerlukan istirahat/tidur, palpitasi takikardia, peningkatan

TD/respon pernapasan dengan kerja ringan.

Tujuan :              Dapat mempertahankan/meningkatkan

ambulasi/aktivitas.

Kriteria hasil:     Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk

aktivitas sehari-hari) - menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis,

misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang

normal.

Intervensi:           Kaji kemampuan ADL pasien.

Rasional:             Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.

Intervensi:           Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya

jalan dan kelemahan otot.

Rasional :           Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi

vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.

Intervensi:           Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah

aktivitas. 

Rasional:             Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru

untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.

Intervensi:           Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan

kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan. 


c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan

/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah

merah kemungkinan dibuktikan oleh penurunan berat badan/berat badan

dibawah normal untuk usia tinggi dan bangun badan, penurunan lipatan

trisep, perubahan pada gusi dan membran mukosa mulut.

Tujuan :              Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil:  Menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan

dengan nilai laboratorium normal. - tidak mengalami tanda mal nutrisi. -

Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan

atau mempertahankan berat badan yang sesuai. 

Intervensi:           Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai. 

Rasional:             Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.

Intervensi:           Observasi dan catat masukkan makanan pasien. 

Rasional:             Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan

konsumsi makanan.

Intervensi:           Timbang berat badan setiap hari. 

Rasional:             Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas

intervensi nutrisi.

Intervensi:           Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau

makan diantara waktu makan. 

Rasional :            Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan

dan mencegah distensi gaster.


d.   Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan

perubahan sirkulasi dan neurologist.

Tujuan:               Dapat mempertahankan integritas kulit.

Kriteria hasil: Mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk

mencegah cedera dermal.

Intervensi:           Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor,

gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi. 

Rasional:             Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan

imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan

rusak.

Intervensi:           Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang

apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur. 

Rasional:             Meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi

iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.

Intervensi:           Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi

penggunaan

Rasional:             Area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang

sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat

mengeringkan kulit secara berlebihan.

e.  Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet;

perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat kemungkinan

dibuktikan oleh perubahan pada frekuensi karaktristik dan jumlah feses,

mual/ muntah  dan penurunan napsu makan, gangguan bunyi usus.

Tujuan:               Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.


Kriteria hasil:     Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang

diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat.

Intervensi:           Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan

jumlah. 

Rasional:             Membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat

dan intervensi yang tepat.

Intervensi:  Auskultasi bunyi usus. 

Rasional: Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan

menurun pada konstipasi.

Intervensi: Awasi intake dan output (makanan dan cairan). 

Rasional: Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau

alat dalam pengidentifikasi defisiensi diet.

f.  Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan

granulosit (respons inflamasi tertekan).

Tujuan : Infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan

risiko infeksi. - meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen

atau eritema, dan demam.

Intervensi: Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan  

Rasional: Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial.Catatan :

pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal

kulit.
Intervensi:          Pertahankan teknik aseptic ketat pada

prosedur/perawatan luka.

Rasional:             Menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.

Intervensi:           Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan

cermat. 

Rasional :            Menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.

3.    Implementasi keperawatan pada anemia

Menurut Carpenito (2009. Hal 57). komponen implementasi dalam

proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan

untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan

pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada:

Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien. Melakukan

pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau

memantau status masalah yang telah ada Memberi pendidikan kesehatan

untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang baru tentang

kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan. Membantu klien membuat

keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri. Berkonsultasi dan

membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan

pengarahan yang tepat. Memberi tindakan yang spesifik untuk

menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan.

Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri, membantu klien

mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia.


4.    Evaluasi pada kasus anemia

Menurut Asmadi  (2008. Hal 178) Evaluasi adalah tahap akhir dari

proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan

terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil

yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara

bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan

lainnya.  Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan criteria

hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebalinya,

kajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditunjukkan untuk :

Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Menetukan

apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. Mengkaji penyebab

jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai

Anda mungkin juga menyukai