Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA

Disusun untuk memenuhi tugas Early Exposure III

Keperawatan Medikal Bedah III

Dosen Pembimbing : Astri Zeini Wahida, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh :
Nadilla Choerunnisa
C1AA20062

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
KOTA SUKABUMI
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... i

1.1 Pengertian Anemia ............................................................................................ 1

1.2 Etiologi ............................................................................................................. 1

1.3 Klasifikasi Anemia ............................................................................................ 2

1.4 Jenis-Jenis Anemia ............................................................................................ 3

1.5 Patofisiologi dan Pathway ................................................................................. 4

1.6 Manifestasi Klinis ............................................................................................. 7

1.7 Pemeriksaan Diagnostik .................................................................................... 7

1.8 Penatalaksanaan ................................................................................................ 8


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... ii

i
1.1 Pengertian Anemia

Istilah anemia mendeskripsikan keadaan penurunan jumlah sel darah merah


atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai normal. Sebagai akibat dari penurunan ini,
kemampuan darah untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan
oksigen untuk jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan patologik
yang paling sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak. (Wong,2009:1115)

Menurut Ngastiyah (2012:328), anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit


serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang
didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. Hal ini terjadi bila terdapat
gangguan terhadap keseimbangan antara pembentukan darah pada masa embrio
setelah beberapa minggu dari pada masa anak atau dewasa.

1.2 Etiologi

a. Berdasarkan ukuran sel darah merah ( Varney H,2006)

1. Anemia mikrositik (penurunan ukuran sel darah merah)

 Kekurangan zat besi


 Talasemia (tidak efektifnya eritropoiesis dan meningkatnya hemolisis yang
mengakibatkan tidak ade kuatnya kandungan hemoglobin)
 Ganguan hemoglobin E (jenis hemoglobin genetik yang banyak di temukan
di Asia Tenggara)
 Keracuanan timah
 Penyakit kronis (infeksi, tumor)
2. Anemia normositik (ukuran sel darah merah normal)

 Sel darah merah yang hilang atau rusak meningkat


 Kehilangan sel darah merah akut.
 Gangguan hemolisis darah
 Penyakit sel sabit hemoglobin (sickle cell disease)
 Ganggauan C hemoglobin
 Sterocitosis banyak di temukan di eropa utara
 Kekurangan G6PD (glucose-6-phosphate dehi-drogenase)

1
 Anemia hemolitik (efek samping obat)
 Anemia hemolisis autoimun.
3. Penurunan produksi sel darah merah

 Anemia aplastik (gagal sumsum tulang belakang yamg mengancam jiwa)


 Penyakit kronis (penyakit hati, gagal ginjal, infeksi, tumor)
4. Ekpansi berlebihan volume plasma pada kehamilan dan hidrasi berlebihan

1.3 Klasifikasi Anemia

Menurut Wong (2009:1117) anemia dapat diklasifikasikan menurut:

1. Etiologi atau fisiologi yang dimanifestasikan dengan penurunan jumlah eritrosit


atau hemoglobin dan tidak dapat kembali, seperti:
1. Kehilangan darah yang berlebihan.
Kehilangan darah yang berlebihan dapat diakibatkan karena perdarahan
(internal atau eksternal) yang bersifat akut ataupun kronis. Biasanya akan
terjadi anemia normostatik (ukuran normal), normokromik (warna normal)
dengan syarat simpanan zat besi untuk sintesis hemoglobin (Hb) mencukupi.

2. Destruksi (hemolisis) eritrosit.


Sebagai akibat dari defek intrakorpuskular didalam sel darah merah
(misalnya anemia sel sabit) atau faktor ekstrakorpuskular (misalnya, agen
infeksius, zat kimia, mekanisme imun) yang menyebabkan destruksi dengan
kecepatan yang melebihi kecepatan produksi eritrosit.

3. Penurunan atau gangguan pada produksi eritrosit atau komponennya. Sebagai


akibat dari kegagalan sumsum tulang (yang disebabkan oleh faktor-faktor
seperti neoplastik, radiasi, zat-zat kimia atau penyakit) atau defisiensi nutrien
esensial (misalnya zat besi).

2. Morfologi, yaitu perubahan khas dalam ukuran, bentuk dan warna sel darah merah.
1. Ukuran sel darah merah: normosit (normal), mikrosit (lebih kecil dari ukuran
normal) atau makrosit (lebih besar dari ukuran normal)

2. Bentuk sel darah merah: tidak teratur, misalnya: poikilosit (sel darah merah
yang bentuknya tidak teratur), sferosit (sel darah merah yang bentuk nya
globular) dan depranosit (sel darah merah yang bentuk nya sabit/sel sabit).

2
3. Warna/sifatnya terhadap pewarnaan: mecerminkan konsentrasi hemoglobin;
misalnya normokromik (jumlah hemoglobin cukup atau normal), hipokromik
(jumlah hemoglobin berkurang).

1.4 Jenis-Jenis Anemia

1. Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang
mengurangi pasokan zat besi, mengganggu absorbsinya, meningkatkan kebutuhan
tubuh akan zat besi atau yang memenuhi sintesis Hb atau anemia defisiensi besi
terjai karena kandungan zat besi yang tidak memadai dalam makanan
(Wong,2009:1120).

2. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena terjadinya


penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
pendek. Penyebab hemolisis dapat karena kongenital (faktor eritrosit sendiri,
gangguan enzim, hemoglobinopati) atau didapat (Ngastiyah, 2012:331).

3. Anemia sel sabit

Anemia sel sabit merupakan salah satu kelompok penyakit yang secara
kolektif disebut hemoglobinopati, yaitu hemoglobin A (HbA) yang normal
digantikan sebagian atau seluruhnya dengan hemoglobbin sabit (HbS) yang
abnormal. Gambaran klinis anemia sel sabit terutama karena obstruksi yang
disebabkan oleh sel darah merah yang menjadi sel sabit dan peningkatan destruksi
sel darah merah. Keadaan sel-sel yang berbentuk sabit yang kaku yang saling
terjalin dan terjaring akan menimbulkan obstruksi intermiten dalam mikrosirkulasi
sehingga terjadi vaso-oklusi. Tidak adanya aliran darah pada jaringan disekitarnya
mengakibatkan hipoksia lokal yang selanjutnya diikuti dengan iskemia dan infark
jaringan (kematian sel). Sebagian besar komplikasi yang terlihat pada anemia sel
sabit dapat ditelusuri hingga proses ini dan dampaknya pada berbagai organ tubuh.
Manifestasi klinis anemia sel sabit memiliki intensitas dan frekuensi yang sangat
bervariasi, seperti adanya retardasi pertumbuhan, anemia kronis (Hb 6-9 g/dL),
kerentanan yang mencolok terhadap sepsis, nyeri, hepatomegali dan splenomegali

3
(Wong, 2009:1121).

4. Anemia aplastik

Anemia aplastik merupakan gangguan akibat kegagalan sumsum tulang


yang menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi sel- sel darah
menurun atau terhenti. Timbul pansitopenia dan hiposelularitas sumsum.
Manifestasi gejala tergantung beratnya trombositopenia (gejala perdarahan),
neutropenia (infeksi bakteri, demam), dan anemia (pucat, lelah, gagal jantung
kongesti, takikardia). (Betz Cecily & Linda Sowden, 2002:9)

Anemia aplastik terbagi menjadi primer (kongenital, atau yang telah ada
saat lahir) atau sekunder (didapat). Kelainan anemia yang paling dikenal dengan
anemia aplastik sebagai gambaran yang mencolok adalah syndrom fanconi yang
merupakan kelainan herediter yang langka dengan ditandai oleh pansitopenia,
hipoplasia sumsum tulang dan pembentukan bercak-bercak cokelat pada kulit yang
disebabkan oleh penimbunan melanin dengan disertai anomali kongenital multipel
pada sistem muskuloskeletal dan genitourinarius.

1.5 Patofisiologi dan Pathway

Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau


kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik,
invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil dari proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi
normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila
sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik)
maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).

Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein


pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan

4
berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalamurin (hemoglobinuria).

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh


penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar: 1) hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2)
derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi, dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

5
6
1.6 Manifestasi Klinis

Tanda- tanda anemia itu disebabkan karena jumlah sel darah merah rendah
akibatnya berkurangnya pengiriminan oksigen ke setiap jaringan pada tubuh.Anemia
bisa memeperburuk kondisi medis lainya yang mendasari (Poerwati, 2011).

Tanda – tanda anemia sebagai berikut :

1. Lesu, lemah, letih, lalai dan lelah


2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang- kunang
3. Terlihat pucat kelopak mata, bibir, lidah, ringan, kulit, telapak tangan
4. Nafsu makan menurun
5. Sesak nafas
6. Adanya keluhan seputar infeksi, seperti demam, nyeri badan
7. Riwayat terjadinya perdarahan (Amirudin Ali et al., 2012).

1.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hematokrit menurun.


Jumlah eritrosit : menurun, menurun berat (aplastik
2. MCV (molume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata)
menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik, peningkatan. Pansitopenia
(aplastik).
3. Jumlah retikulosit : bervariasi, misal; menurun, meningkat (respons sumsum
tulang terhadap kehilangan darah /hemolisis).
Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
4. Laju Endap Darah : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :
peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi
Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia,
misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih
pendek.
5. Tes kerapuhan eritrosit : menurun. Sel Darah Putih : jumlah sel total sama dengan
sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun
(aplastik)

7
Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat; normal atau tinggi (hemolitik)
6. Hemoglobin elektroforesis:mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (hemolitik).
7. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan
defisiensi masukan/absorpsi:
Besi serum :tak adatinggi (hemolitik)
BC serum : meningkat
Feritin serum : meningkat
Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
LDH serum : menurun
Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine
Guaiak :mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut/kronis.
8. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
hidroklorik bebas.
9. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal:
peningkatan megaloblas, lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).
10. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan
Gastro Intestinal (Doenges 2009).

1.8 Penatalaksanaan

a. Keperawatan
1. Anemia kekurangan zat besi. Bentuk anemia ini diobati dengan suplemen zat
besi, yang mungkin Anda harus minum selama beberapa bulan atau lebih. Jika
penyebab kekurangan zat besi kehilangan darah - selain dari haid - sumber
perdarahan harus diketahui dan dihentikan. Hal ini mungkin melibatkan
operasi.
2. Anemia kekurangan vitamin. Anemia pernisiosa diobati dengan suntikan -
yang seringkali suntikan seumur hidup vitamin B12. Anemia karena
kekurangan asam folat diobati dengan suplemen asam folat.
3. Anemia penyakit kronis. Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini.
Suplemen zat besi dan vitamin umumnya tidak membantu jenis anemia ini.

8
Namun, jika gejala menjadi parah, transfusi darah atau suntikan eritropoietin
sintetis, hormon yang biasanya dihasilkan oleh ginjal, dapat membantu
merangsang produksi sel darah merah dan mengurangi kelelahan.
4. Aplastic anemia. Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup transfusi darah
untuk meningkatkan kadar sel darah merah. Transplantasi sumsum tulang jika
sumsum tulang berpenyakit dan tidak dapat membuat sel-sel darah sehat. Perlu
obat penekan kekebalan tubuh untuk mengurangi sistem kekebalan tubuh dan
memberikan kesempatan sumsum tulang ditransplantasikan berespon untuk
mulai berfungsi lagi.
5. Anemia terkait dengan penyakit sumsum tulang. Pengobatan berbagai
penyakit dapat berkisar dari obat yang sederhana hingga kemoterapi untuk
transplantasi sumsum tulang.
6. Anemias hemolitik. Mengelola anemia hemolitik termasuk menghindari obat-
obatan tertentu, mengobati infeksi terkait dan menggunakan obatobatan yang
menekan sistem kekebalan, yang dapat menyerang sel-sel darah merah.
Pengobatan singkat dengan steroid, obat penekan kekebalan atau gamma
globulin dapat membantu menekan sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel
darah merah.
7. Sickle cell anemia. Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup pemberian
oksigen, obat menghilangkan rasa sakit, baik oral dan cairan infus untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah komplikasi. Dokter juga biasanya
menggunakan transfusi darah, suplemen asam folat dan antibiotik. Sebuah
obat kanker yang disebut hidroksiurea (Droxia, Hydrea) juga digunakan untuk
mengobati anemia sel sabit pada orang dewasa.

b. Medis
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang.
1. Transpalasi sel darah merah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan
oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.

9
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ndun, F. (2018). STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT ANEMIA


PADA An. A.S DI RUANG KENANGA RSUD Prof. Dr. W.Z. JOHANNES
KUPANG. Nusa Tenggara Timur : Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang
Rini, P. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN ANEMIA DI
RUANG BAITUL IZZAH 2 RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG. Jawa Tengah : Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Saputra, A. (2018). ASUHAN KEPERAWATANPADA Ny.Y DENGAN ANEMIA DI
RUANG RAWAT INAP AMBUN SURI LANTAI III RSUD Dr. ACHMAD
MOCHTAR BUKITTINGGI TAHUN 2018. Sumatera Barat : Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Perintis Padang

ii

Anda mungkin juga menyukai