Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

“Asuhan Keperawatan Anemia”

Disusun :
Nia Amelia
433131440119023

STIKES HORIZON KARAWANG


Jl. Pangkal Perjuangan KM 1 By Pass
2022
BAB I.
PEMBAHASAN

A. Judul
Anemia
B. Definisi
Istilah anemia mendeskripsikan keadaan penurunan jumlah sel darah merah atau konsentrasi
hemoglobin dibawah nilai normal. Sebagai akibat dari penurunan ini, kemampuan darah
untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan oksigen untuk jaringan
mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan patologik yang paling sering dijumpai
pada masa bayi dan kanak-kanak. (Wong,2009:1115)
Menurut Ngastiyah (2012:328), anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah
hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red
cells volume) dalam 100 ml darah. Hal ini terjadi bila terdapat gangguan terhadap
keseimbangan antara pembentukan darah pada masa embrio setelah beberapa minggu dari
pada masa anak atau dewasa.
C. Klasifikasi anemia
Menurut Wong (2009:1117) anemia dapat diklasifikasikan menurut:
1. Etiologi atau fisiologi yang dimanifestasikan dengan penurunan jumlah
eritrosit atau hemoglobin dan tidak dapat kembali, seperti:
a. Kehilangan darah yang berlebihan.
Kehilangan darah yang berlebihan dapat diakibatkan karena perdarahan (internal
atau eksternal) yang bersifat akut ataupun kronis. Biasanya akan terjadi anemia
normostatik (ukuran normal), normokromik (warna normal) dengan syarat
simpanan zat besi untuk sintesis hemoglobin (Hb) mencukupi.
b. Destruksi (hemolysis) eritrosit
Sebagai akibat dari defek intrakorpuskular didalam sel darah merah (misalnya
anemia sel sabit) atau faktor ekstrakorpuskular (misalnya, agen infeksius, zat
kimia, mekanisme imun) yang menyebabkan destruksi dengan kecepatan yang
melebihi kecepatan produksi eritrosit.
c. Penurunan atau gangguan pada produksi eritrosit atau komponennya. Sebagai
akibat dari kegagalan sumsum tulang (yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti
neoplastik, radiasi, zat-zat kimia atau penyakit) atau defisiensi nutrien esensial
(misalnya zat besi).
2. Morfologi, yaitu perubahan khas dalam ukuran, bentuk dan warna sel darah merah.
a. Ukuran sel darah merah: normosit (normal), mikrosit (lebih kecil dari ukuran
normal) atau makrosit (lebih besar dari ukuran normal)
b. Bentuk sel darah merah: tidak teratur, misalnya: poikilosit (sel darah merah yang
bentuknya tidak teratur), sferosit (sel darah merah yang bentuk nya globular) dan
depranosit (sel darah merah yang bentuk nya sabit/sel sabit).
c. Warna/sifatnya terhadap pewarnaan: mecerminkan konsentrasi hemoglobin;
misalnya normokromik (jumlah hemoglobin cukup atau normal), hipokromik
(jumlah hemoglobin berkurang).
D. Jenis-jenis anemia
1. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang mengurangi
pasokan zat besi, mengganggu absorbsinya, meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat
besi atau yang memenuhi sintesis Hb atau anemia defisiensi besi terjai karena
kandungan zat besi yang tidak memadai dalam makanan (Wong,2009:1120)
2. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena terjadinya
penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek.
Penyebab hemolisis dapat karena kongenital (faktor eritrosit sendiri, gangguan enzim,
hemoglobinopati) atau didapat (Ngastiyah, 2012:331)
3. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit merupakan salah satu kelompok penyakit yang secara kolektif disebut
hemoglobinopati, yaitu hemoglobin A (HbA) yang normal digantikan sebagian atau
seluruhnya dengan hemoglobin sabit (HbS) yang abnormal. Gambaran klinis anemia
sel sabit terutama karena obstruksi yang disebabkan oleh sel darah merah yang
menjadi sel sabit dan peningkatan destruksi sel darah merah. Keadaan sel-sel yang
berbentuk sabit yang kaku yang saling terjalin dan terjaring akan menimbulkan
obstruksi intermiten dalam mikrosirkulasi sehingga terjadi vaso-oklusi. Tidak adanya
aliran darah pada jaringan disekitarnya mengakibatkan hipoksia lokal yang selanjutnya
diikuti dengan iskemia dan infark jaringan (kematian sel). Sebagian besar komplikasi
yang terlihat pada anemia sel sabit dapat ditelusuri hingga proses ini dan dampaknya
pada berbagai organ tubuh. Manifestasi klinis anemia sel sabit memiliki intensitas dan
frekuensi yang sangat bervariasi, seperti adanya retardasi pertumbuhan, anemia kronis
(Hb 6-9 g/dL), kerentanan yang mencolok terhadap sepsis, nyeri, hepatomegali dan
splenomegaly (Wong, 2009:1121)
4. Anemia aplastic
Anemia aplastik merupakan gangguan akibat kegagalan sumsum tulang yang
menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi selsel darah menurun atau
terhenti. Timbul pansitopenia dan hiposelularitas sumsum. Manifestasi gejala
tergantung beratnya trombositopenia (gejala perdarahan), neutropenia (infeksi bakteri,
demam), dan anemia (pucat, lelah, gagal jantung kongesti, takikardia). (Betz Cecily &
Linda Sowden, 2002:9)
Anemia aplastik terbagi menjadi primer (kongenital, atau yang telah ada saat lahir)
atau sekunder (didapat). Kelainan anemia yang paling dikenal dengan anemia aplastik
sebagai gambaran yang mencolok adalah syndrom fanconi yang merupakan kelainan
herediter yang langka dengan ditandai oleh pansitopenia, hipoplasia sumsum tulang
dan pembentukan bercak-bercak cokelat pada kulit yang disebabkan oleh penimbunan
melanin dengan disertai anomali kongenital multipel pada sistem muskuloskeletal dan
genitourinarius.
E. Patofisiologi dan phatway
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya berkurangnya
eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan
atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil dari proses ini adalah bilirubin yang
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar
diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma (hemoglobinemia).
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat
untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalamurin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel
darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh
dengan dasar: 1) hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2) derajat proliferasi sel darah
merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam
biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
F. Manifestasi klinis
Menurut Muscari (2005:284) kemungkinan anemia aplastic merupakan akibat dari faktor
kongenital atau didapat sehingga temuan pengkajian dikaitkan dengan kegagalan sumsum
tulang adalah kekurangan sel darah merah dikarakteristikkan dengan pucat, letargi takikardi
dan ekspresi napas pendek. Pada anak-anak, tanda anemia hanya terjadi ketika kadar
hemoglobin turun dibawah 5 sampai 6 g/100 mL. Kekurangan sel darah putih
dikarakteristikkan dengan infeksi berulang termasuk infeksi oportunistik. Berkurangnya
trombosit dikarakteristikkan dengan perdarahan abnormal, petekie dan memar.
G. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Muscari (2005:284) pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
1. Jumlah pemeriksaan darah lengkap dibawah normal (Hemoglobin <12 g/dL,
Hematokrit < 33%, dan sel darah merah)
2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi
3. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa
4. Tes comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimuN
5. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal pada penyakit
sel sabit
6. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12
BAB II.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan
untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot,
dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur
lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat
endocarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST
dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur
sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa
(konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam,
pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik,
AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB).
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi
kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB).
Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
c. Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya
penolakan transfusi darah. Tanda : depresi.
d. Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan
haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan
produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada
faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat,
tanah liat, dan sebagainya (DB)
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin
B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak
kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir :
selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ;
klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak
mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik,
AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi,
ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada
radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker.
Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan
penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum.
Petikie dan ekimosis (aplastik).
j. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB).
Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidak efektifan Perfusi jaringan perifer b/d penurunan konsentrasi Hb dan
darah, suplai oksigen berkurang
Objektif : Bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah,
membran mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan,
diare.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang,
anoreksia
3. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
4. Resiko infeksi
5. Resiko gangguan integritas kulit b/d keterbatasan mobilitas
C. Discharge Planning
1. Berikan instruksi pada orang tua tentang cara cara melindungi anak dari infeksi
a. Batasi kontak dengan agens terinfeksi
b. Identifikasi tanda dan gejala infeksi
2. Berikan instruksi pada orang tua untukmemantau tanda tanda komplikasi
3. Berikan instruksi pada orang tua tentang pemberian obat
a. Pantau respon terapeutik anak
b. Pantau adanya respon yang tidak menguntungkan
4. Berikan informasi tentang system penunjang masyarakat kepada anak dan keluarga
untuk adaptasi jangka panjang
a. Masuk kembali ke sekolah
b. Kelompok orang tua
c. Kelompok anak dansaudara kandungnya
d. Nasehat keuangan

No. Diagnosa keperawatan Tujuan & kriteria hasil Intervensi Keperawatan


1. Risiko ketidakefektifan NOC : NIC :
Perfusi jaringan perifer perfusi jaringan: perifer Peripheral Sensation Management
b/d : adekuat : (Manajemen sensasi perifer)
- Hipovolemia 1. Capilary refil dbn (5) 1. Monitor adanya daerah
- Aliran arteri 2. Denyut nadi perifer tertentu yang hanya peka
terputus distal adekuat (5) terhadap
- Exchange problems 3. Denyut nadi perifer panas/dingin/tajam/tumpul
- Aliran vena proksimal adekuat (5) 2. Monitor adanya paretese
terputus 4. sensasi normal (5) 3. Instruksikan keluarga untuk
- Hipoventilasi 5. Warna kulit normal (5) mengobservasi kulit jika
- Reduksi mekanik 6. Temperatur ekstremitas ada lsi atau laserasi
pada vena dan atau hangat (5) 4. Gunakan sarun tangan untuk
aliran darah arteri 7. Tidak terdapat edema proteksi
- Kerusakan perifer (5) 5. Batasi gerakan pada kepala,
transport oksigen 8. Tidak terdapat nyeri leher dan punggung
melalui alveolar pada ekstremitas (5) 6. Monitor adanya
dan atau membran tromboplebitis
kapiler 7. Diskusikan menganai
- Tidak sebanding penyebab perubahan sensasi
Antara ventilasi
dengan aliran darah
- Keracunan enzim
- Perubahan
afinitas/ikatan O2
dengan Hb
- Penurunan
konsentrasi Hb
dalam darah
2. Ketidakseimbangan NOC Pengelolaan nutrisi (Nutrion
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan Management ) :
kebutuhan tubuh keperawatan 1. Monitor catatan masukan
Faktor-faktor yang Nutritional Status kandungan nutrisi dan
berhubungan : adekuat dengan kriteria kalori.
Ketidakmampuan hasil : 2. Anjurkan masukan kalori
pemasukan atau 1. Intake nutrisi baik (5) yang tepat sesui dengan tipe
mencerna makanan 2. Intake makanan baik (5) tubuh dan gaya hidup.
atau mengabsorpsi zat- 3. Asupan cairan cukup 3. Berikan makanan pilihan.
zat gizi berhubungan (5) 4. Anjurkan penyiapan dan
dengan faktor biologis, 4. Peristaltic usus normal penyajian makanan dengan
psikologis, atau (5) teknik yang aman.
ekonomi 5. Berat badan meningkat 5. Berikan informasi yang
(5) tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana cara
memperolehnya
6. Kaji adanya alergi makanan
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
8. Yakinkan diet yang
dimakan mengandungtinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
9. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian
10. Monitor adanya penurunan
BB dan gula darah
11. Monitor lingkungan selama
makan
12. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidakselama jam
makan
13. Monitor turgor kulit
14. Monitor kekeringan, rambut
kusam, totalprotein, Hb dan
kadar Ht
15. Monitor mual dan muntah
16. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
17. Monitor intake nuntrisi
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya penurunan
berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar
Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
16. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
3. Defisit perawatan diri NOC : NIC :
Faktor yang Setelah dilakukan tindakan Self Care assistane : ADLs
berhubungan : keperawaratan : 1. Monitor kemempuan klien
kelemahan, kerusakan Self care : Activity of untuk perawatan diri yang
kognitif atau Daily Living (ADLs) mandiri.
perceptual, kerusakan terpenuhi dengan kriteria 2. Monitor kebutuhan klien
neuromuskular/ otot- hasil sebagai berikut : untuk alat-alat bantu untuk
otot saraf 1. Klien terbebas dari bau kebersihan diri, berpakaian,
badan (5) berhias, toileting dan
2. Menyatakan makan.
kenyamanan terhadap 3. Sediakan bantuan sampai
kemampuan untuk klien mampu secara utuh
melakukan ADLs (5) untuk melakukan self-care.
3. Dapat melakukan 4. Dorong klien untuk
ADLS dengan bantuan melakukan aktivitas sehari-
(5) hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien
jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
4. Resiko Infeksi NOC NIC :
Dengan faktor-faktor Setelah dilakukan tindakan Infection Control (Kontrol
resiko : keperawatn infeksi)
1. Prosedur Infasif risiko infeksi terkontrol 1. Bersihkan lingkungan
2. Ketidakcukupan dengan kriteria hasil : setelah dipakai pasien lain
pengetahuan untuk 1. Klien bebas dari tanda 2. Pertahankan teknik isolasi
menghindari dan gejala infeksi (5) 3. Batasi pengunjung bila
paparan pathogen 2. Menunjukkan perlu
3. Trauma kemampuan untuk 4. Instruksikan pada
4. Kerusakan jaringan mencegah timbulnya pengunjung untuk mencuci
dan peningkatan infeksi (5) tangan saat berkunjung dan
paparan lingkungan 3. Jumlah leukosit dalam setelah berkunjung
5. Ruptur membrane batas normal (5) meninggalkan pasien
amnion 4. Menunjukkan perilaku 5. Gunakan sabun
6. Agen farmasi hidup sehat (5) antimikrobia untuk cuci
(imunosupresan) tangan
7. Malnutrisi 6. Cuci tangan setiap sebelum
8. Peningkatan dan sesudah tindakan
paparan lingkungan keperawtan
pathogen 7. Gunakan baju, sarung
9. Imonusupresi tangan sebagai alat
10. Ketidakadekuatan pelindung
imum buatan 8. Pertahankan lingkungan
11. Tidak adekuat aseptik selama pemasangan
pertahanan alat
sekunder 9. Ganti letak IV perifer dan
(penurunan Hb, line central dan dressing
Leukopenia, sesuai dengan petunjuk
penekanan respon umum
inflamasi) 10. Gunakan kateter intermiten
12. Tidak adekuat untuk menurunkan infeksi
pertahanan tubuh kandung kencing
primer (kulit tidak 11. Tingktkan intake nutrisi
utuh, trauma 12. Berikan terapi antibiotik
jaringan, penurunan bila perlu
kerja silia, cairan
tubuh statis, Infection Protection (proteksi
perubahan sekresi terhadap infeksi)
pH, perubahan 1. Monitor tanda dan gejala
peristaltik) infeksi sistemik dan local
13. Penyakit kronik 2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi
k/p
8. Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
11. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
5. Resiko gangguan NOC : NIC :
integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Pressure Management
Dengan Faktor risiko keperawatan 1. Anjurkan pasien untuk
Eksternal : Tissue Integrity : Skin and menggunakan pakaian yang
1. Hipertermia atau Mucous Membranes longgar
hipotermia adekuat dengan kriteria 2. Hindari kerutan pada tempat
2. Substansi kimia hasil : tidur
3. Kelembaban udara 1. Integritas kulit yang 3. Jaga kebersihan kulit agar
4. Faktor mekanik baik bisa dipertahankan tetap bersih dan kering
(misalnya: alat yang (5) 4. Mobilisasi pasien (ubah
dapat menimbulkan 2. Melaporkan adanya posisi pasien) setiap dua jam
luka, tekanan, gangguan sensasi atau sekali
restraint) nyeri pada daerah kulit 5. Monitor kulit akan adanya
5. Immobilitas fisik yang mengalami kemerahan
6. Radiasi gangguan (5) 6. Oleskan lotion atau
7. Usia yang ekstrim 3. Menunjukkan minyak/baby oil pada derah
8. Kelembaban kulit pemahaman dalam yang tertekan
9. Obat-obatan proses perbaikan kulit 7. Monitor aktivitas dan
dan mencegah mobilisasi pasien
Internal : terjadinya sedera 8. Monitor status nutrisi pasien
1. Perubahan status berulang (5) 9. Memandikan pasien dengan
metabolic 4. Mampumelindungi kulit sabun dan air hangat
2. Tulang menonjol dan mempertahankan
3. Defisit imunologi kelembaban kulit dan
4. Faktor yang perawatan alami (5)
berhubungan
dengan
perkembangan
5. Perubahan sensasi
6. Perubahan status
nutrisi (obesitas,
kekurusan)
7. Perubahan status
cairan
8. Perubahan
pigmentasi
9. Perubahan sirkulasi
10. Perubahan turgor
(elastisitas kulit)
D. Implementasi Keperawatan
1. Anemia pasca perdarahan
Penatalaksanaan awal dengan memberikan transfusi darah. Pilihan kedua adalah
dengan memberikan plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam
keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.
2. Anemia defisiensi zat besi
Penatalaksanaan terapeutik difokuskan pada peningkatan jumlah suplemen zat besi
yang diterima anak. Biasanya usaha ini dilakukan melalui konsultasi diet dan
pemberian suplemen zat besi per oral.
Jika sumber zat besi dalam makanan tidak dapat menggantikan simpanan yang ada di
dalam tubuh, pemberian suplemen zat besi per oral perlu di programkan selama kurang
lebih 3 bulan. Apabila kadar Hb sangat rendah atau jika kadar tersebut tidak berhasil
naik setelah terapi oral selama 1 bulan, penting untuk mengkaji apakah pemberian zat
besi sudah dilakukan secara benar. Transfusi juga hanya diindikasikan pada keadaan
anemia yang paling berat dan pada kasus infeksi yang serius. (Wong, 2009:1120)
Pada anak dengan defisiensi zat besi diberikan sulfas ferosus 3x10mg/kg BB/ hari
(waspada terhadap terjadinya enteritis). Dapat diberikan preparat zat besi parenteral
secara intramuskular atau intra vena bila pemberian per oral tidak dapat diberikan.
Transfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 5g/dL disertai keadaan
umum buruk, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya. Obat cacing
hanya diberikan jika ternyata anak menderita cacingan, antibiotik bila perlu (terdapat
infeksi).
3. Anemia sel sabit
Terapi bertujuan untuk; 1) mencegah keadaan yang meningkatkan pembentukan sel
sabit yang bertanggungjawab atas terjadinya sekuele patologik; dan 2) mengatasi
kondisi darurat medis pada krisis sel sabit. Pencegahan terdiri atas upaya
mempertahankan hemodilusi. Keberhasilan mengimplementasi tujuan ini lebih sering
bergantung pada intervensi keperawatan dibandingkan terapi medis.
Biasanya penatalaksanaan medis terhadap krisis sel sabit merupakan tindakan suportif
dan simtomatik. Biasanya penatalaksanaan medis terhadap krisis sel sabit merupakan
tindakan suportif dan simtomatik yang bertujuan untuk memberi kesempatan tirah
baring agar meminimalkan pengeluaran energi dan pemakaian oksigen, hidrasi melalui
terapoi oral dan IV, penggantian elektrolit, analgesik untuk mengatasi rasa nyeri yanng
hebat akibat vaso-oklusi, transfusi darah untuk mengatasi anemia dan mengurangi
viskositas darah yang mengalami pembentukan sel sabit, antibiotik untuk mengobati
setiap infeksi yang terjadi (Wong, 2009:1121).
4. Anemia hemolitik
a. Terapi gawat darurat yang dilakukan untuk mengatasi syok dan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit serta memperbaiki fungsi ginjal. Jika anemia
berat maka perlu dilakukan transfusi dengan pengawasan ketat. Transfusi yang
diberikan berupa washed red cells untuk mengurangi beban antibodi. Selain
itu juga diberikan steroid parenteral dosis tinggi atau bisa juga hiperimun globulin
untuk menekan aktivitas makrofag.
b. Terapi suportif-simptomatik bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama
di limpa dengan jalan splenektomi. Selain itu juga diberikan terapi asam folat
untuk mencegah krisis megaloblastik.
c. Terapi kausal bertujuan untuk mengobati penyebab dari hemolysis namun
biasanya penyakit ini idiopatik dan herediter sehingga sulit untuk ditangani.
5. Anemia aplastic
Tujuan terapi anemia aplastik didasarkan pada pengenalan proses penyakit yang
mendasarinya yaitu kegagalan sumsum tulang untuk melaksanakan fungsi
hematopoietik. Oleh karena itu, terapi diarahkan untuk pemulihan fungsi sumsum
tulang yang meliputi dua cara penanganan utama yaitu:
a. Terapi imunsupresif untuk menghilangkan fungsi imunologi yang diperkirakan
memperpanjang keadaan apalasia dengan menggunakan globulin antitimosit
(ATG) atau gobulin antilimfosit (ALG) yaitu terapi primer bagi anak yang bukan
calon untuk transplantasi sumsum tulang. Anak itu akan berespon dalam tiga
bulan atau tidak sama sekali terhadap terapi ini. Terapi penunjang mencakup
pemakaian antibiotik dan pemberian produk darah.
b. Penggantian sumsum tulang melalui transplantasi. Transplantasi sumsum tulang
merupakan terapi bagi anemia aplastik berat jika donor yang sesuai. Pilihan utama
pengobatan anemia aplastic adalah transplantasi sumsum tulang dengan donor
saudara kandung, yang antigen limfosit manusianya (HLA) sesuai. Jika
ingin melakukan pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan HLA keluarga harus
segera dilakukan dan produk darah harus sesedikit mungkin digunakan untuk
menghindari terjadinya sensitisasi. Untuk menghindari terjadinya sensitisasi,
darah hendaknya juga jangan didonasi oleh keluarga anak. Prosuk darah harus
selalu diradiasi dan disaring untuk menghilangkan sel-sel darah putih yang ada,
sebelum diberikan pada anak yang menjadi calon penerima transplantasi sumsum
tulang (Betz & Sowden, 2002:11).
E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Capernito, 1999:28) Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di tetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah infeksi tidak terjadi, kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi, pasien dapat mempertahankan atau meningkatkan aktivitas, peningkatan perfusi
jaringan perifer, dapat mempertahankan integritas kulit, pasien mengerti dan memahami
tentang penyakit, prosedur diagnostik dan rencana pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007 [dokumen di internet. Diakses pada tanggal 29 Juni 2018]; Diunduh dari
http://www.docstoc.com/docs/19707850/Laporan-Hasil-Riset-KesehatanDasar-(RISKESDAS)-
Nasional-2007
Betz Cecily & Linda Sowden.2002.Keperawatan Pediatri Edisi 3.Jakarta:EGC
Betz Cecily & Sowden Linda.2009.Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5.Jakarta:EGC
Brunner & Suddarth.2000. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 1. Jakarta:EGC
Bulechek,dkk.2013. Nursing Intervention Classification Edisi 6.Singapore:Elsevier
Capernito.1999.Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi
2.Jakarta:EGC
http://scribd.com/document/248448707/Pathway-Anemia (diakses pada tanggal 31 Juni 2018)
Kusumawati.2005.Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta:EGC
Moorhead Sue, dkk.2013.Nursing Outcome Classification Edisi 5.Singapore:Elsevier
Muscari Mary.2005.Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta:EGC
NANDA Internasional.2015.Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015- 2017 Edisi 10.
Jakarta:EGC
Ngastiyah.2012.Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta:EGC
Wijaya.2013. Keperawatan Medikal Bedah II.Yogyakarta:Nuha Medika
Wong Donna L, dkk.2009.Buku Ajar Keperawtan Pediatrik Edisi 6 Volume 2.Jakarta:EGC
Wong Donna L.2012.Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta:EGC
Jurnal Kesehatan Reproduksi. World Health Organization.2013. [dokumen di internet. Diakses
pada tanggal 29Juni 2018]. Diunduh dari http://www.google.com/search/543810022/Jurnal-
Kesehatan-Reproduksi

Anda mungkin juga menyukai