Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS ANEMIA

DI RUANGAN PERAWATAN BEDAH UPT RSUD BANGGAI LAUT


KABUPATEN BANGGAI LAUT
PROVINSI SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : SANTY RACHMAN, S.Kep


NIM : 2021032091

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Ariyati Umrah, S.Kep Ns. Yuhana Damantalm, M.Erg


NIK. 20110901019

PROGRAM STUDI NERS PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ANEMIA

A.DEFENISI

Istilah anemia mendeskripsikan keadaan penurunan jumlah sel


darah merah atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai normal. Sebagai
akibat dari penurunan ini, kemampuan darah untuk membawa oksigen
menjadi berkurang sehingga ketersediaan oksigen untuk jaringan
mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan patologik yang paling
sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak. (Wong,2009:1115)
Menurut Ngastiyah (2012:328), anemia adalah berkurangnya
jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau
berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume)
dalam 100 ml darah. Hal ini terjadi bila terdapat gangguan terhadap
keseimbangan antara pembentukan darah pada masa embrio setelah
beberapa minggu dari pada masa anak atau dewasa.

B. ANATOMI FISIOLOGI
Klasifikasi Anemia
Menurut Wong (2009:1117) anemia dapat diklasifikasikan menurut:

1. Etiologi atau fisiologi yang dimanifestasikan dengan penurunan jumlah


eritrosit atau hemoglobin dan tidak dapat kembali, seperti:
- Kehilangan darah yang berlebihan, dapat diakibatkan karena perdarahan
(internal atau eksternal) yang bersifat akut ataupun kronis. Biasanya akan
terjadi anemia normostatik (ukuran normal), normokromik (warna normal)
dengan syarat simpanan zat besi untuk sintesis hemoglobin (Hb) mencukupi.
- Destruksi (hemolisis) eritrosit,Sebagai akibat dari defek intrakorpuskular
didalam sel darah merah (misalnya anemia sel sabit) atau faktor
ekstrakorpuskular (misalnya, agen infeksius, zat kimia, mekanisme imun) yang
menyebabkan destruksi dengan kecepatan yang melebihi kecepatan produksi
eritrosit.
- Penurunan atau gangguan pada produksi eritrosit atau komponennya. Sebagai
akibat dari kegagalan sumsum tulang (yang disebabkan oleh faktor-faktor
seperti neoplastik, radiasi, zat-zat kimia atau penyakit) atau defisiensi nutrien
esensial (misalnya zat besi).
2. Morfologi, yaitu perubahan khas dalam ukuran, bentuk dan warna sel darah
merah.
- Ukuran sel darah merah: normosit (normal), mikrosit (lebih kecil dari ukuran
normal) atau makrosit (lebih besar dari ukuran normal)

- Bentuk sel darah merah: tidak teratur, misalnya: poikilosit (sel darah merah
yang bentuknya tidak teratur), sferosit (sel darah merah yang bentuk nya
globular) dan depranosit (sel darah merah yang bentuk nya sabit/sel sabit).

- Warna/sifatnya terhadap pewarnaan: mecerminkan konsentrasi hemoglobin;


misalnya normokromik (jumlah hemoglobin cukup atau normal), hipokromik
(jumlah hemoglobin berkurang).

C. ETIOLOGI

Kondisi anemia merupakan kondisi yang banyak ditemui pada penderita


kanker. Penyebab kondisi anemia pada penderita kanker adalah
multifaktorial seperti akibat kondisi defisiensi besi, defisiensiasam folat, defisiensi
vitamin B12, gangguan ginjal, keterlibatan sumsum tulang, perdarahan, efek dari
terapi kanker baik kemoterapi maupun radioterapi, kondisi inflamasi atau
aktivasi dari sistem imun dan akibat terjadinya hemolisis. Jenis anemia ini pada
waktu yang lalu selalu dihubungkan dengan anemia karena penyakit kronik.
Namun sekarang disebut sebagai anemia yang berhubungan dengan kanker
atau cancer related anemia (CRA) (Janis ,2012; Rodgers, 2012).
Penyebab anemia pada pasien kanker yang multifaktorial ini akan menambah
kompleksitas dalam evaluasi kondisi anemia. Meskipun pasien kanker memiliki
beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, etiologi anemia
dapat dibagi menjadi tiga yaitu gangguan produksi sel darah merah,
peningkatan destruksi sel darah merah dan akibat perdarahan (Jeffrey, 2014).
Anemia pada pasien kanker terjadi karena adanya aktivasi sistem imun dan
inflamasi oleh keganasan tersebut. Beberapa sitokin yang dihasilkan oleh sistem
imun dan inflamasi seperti interferon (INF), tumor necrosing factor (TNF) dan
interleukin-1 (IL-1) merupakan bahan-bahan yang merangsang untuk
terjadinya anemia. Di samping itu, kanker tersebut juga dapat mempunyai
efek langsung untuk terjadinya anemia (Leep, 2005; Janis, 2012; Jeffrey, 2014).

Jenis-Jenis Anemia berdasarkan penyebabnya, menurut Proverawati, A


(2011), yaitu
1.Anemia defisiensi besi,

Kebutuhan besi pada sumsum tulang untuk membuat sel-sel darah


merah. Iron memainkan peranan penting dalam struktur yang tepat dari
molekul hemoglobin. Jika asupan besi terbatas atau tidak memadai
karena asupan diet yang buruk, anemia dapat terjadi sebagai hasilnya.
Hal ini disebut anemia kekurangan zat besi.

Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh sejumlah factor yang
mengurangi pasokan zat besi, mengganggu absorbsinya, meningkatkan kebutuhan
tubuh akan zat besi atau yang memenuhi sintesis Hb atau anemia defisiensi besi
terjai karena kandungan zat besi yang tidak memadai dalam
makanan(Wong,2009:1120).

2. Anemia Hemolitik,

Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena terjadinya


penghancuran sel darah merah dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
pendek. Penyebab hemolisis dapat karena kongenital (faktor eritrosit sendiri,
gangguan enzim, hemoglobinopati) atau didapat (Ngastiyah, 2012:331)
Beberapa bentuk anemia ini bisa turun temurun dengan kehancuran konstan atau
obat-obat tertentu yang mengganggu struktur sel darah merah.

3. Anemia sel sabit, Anemia sel sabit merupakan salah satu kelompok penyakit
yang secara kolektif disebut hemoglobinopati, yaitu hemoglobin A (HbA) yang
normal digantikan sebagian atau seluruhnya dengan hemoglobin sabit (HbS) yang
abnormal. Gambaran klinis anemia sel sabit terutama karena obstruksi yang
disebabkan oleh sel darah merah yang menjadi sel sabit dan peningkatan destruksi
sel darah merah. Keadaan sel-sel yang berbentuk sabit yang kaku yang saling
terjalin dan terjaring akan menimbulkan obstruksi intermiten dalam mikrosirkulasi
sehingga terjadi vaso-oklusi. Tidak adanya aliran darah pada jaringan disekitarnya
mengakibatkan hipoksia lokal yang selanjutnya diikuti dengan iskemia dan infark
jaringan (kematian sel). Sebagian besar komplikasi yang terlihat pada anemia sel
sabit dapat ditelusuri hingga proses ini dan dampaknya pada berbagai organ tubuh.
Manifestasi klinis anemia sel sabit memiliki intensitas dan frekuensi yang sangat
bervariasi, seperti adanya retardasi pertumbuhan, anemia kronis (Hb 6-9 g/dL),
kerentanan yang mencolok terhadap sepsis, nyeri, hepatomegali dan splenomegali
(Wong,2009:1121).

4. Anemia aplastic, Anemia aplastik merupakan gangguan akibat kegagalan


sumsum tulang yang menyebabkan penipisan semua unsur sumsum. Produksi
selsel darah menurun atau terhenti. Timbul pansitopenia dan hiposelularitas
sumsum. Manifestasi gejala tergantung beratnya trombositopenia (gejala
perdarahan), neutropenia (infeksi bakteri, demam), dan anemia (pucat, lelah, gagal
jantung kongesti, takikardia). (Betz Cecily & Linda Sowden, 2002:9)

Anemia aplastik terbagi menjadi primer (kongenital, atau yang telah ada saat lahir)
atau sekunder (didapat). Kelainan anemia yang paling dikenal dengan anemia
aplastik sebagai gambaran yang mencolok adalah syndrom fanconi yang
merupakan kelainan herediter yang langka, dengan ditandai oleh pansitopenia,
hipoplasia sumsum tulang dan pembentukan bercak-bercak cokelat pada kulit yang
disebabkan oleh penimbunan melanin dengan disertai anomali kongenital multipel
pada sistem muskuloskeletal dan genitourinarius.

5. Anemia dari pendarahan aktif, Kehilangan darah melalui perdarahan menstruasi


berat atau luka dapat menyebabkan anemia. Ulkus gastrointestinal atau kanker
seperti kanker usus besar mungkin secara perlahan dapat menyebabkan anemia.
Kehilangan darah akut dari perdarahan internal (dampak dari ulkus
peptikum) atau perdarahan eksternal (seperti trauma) dapat
menyebabkan anemia dalam kurun waktu yang sangat singkat. Jenis
anemia ini bisa mengakibatkan gejala parah dan konsekuensi berat jika
tidak segera ditangani.
6. Anemia penyakit kronis, Setiap kondisi medis jangka panjang dapat
menyebabkan anemia. Mekanisme yang tepat dari proses ini tidak diketahui, tetapi
berlangsung lama dan kondisi medis yang berkelanjutan seperti infeksi
kronis atau kanker dapat menyebabkan anemia.

7. Anemia yang berhubungan dengan penyakit ginjal, Ginjal mengeluarkan


hormon yang disebut eritropoietin yang membantu tulang untuk membuat sel darah
merah. Pada orang dengan penyakit ginjal kronis (jangka panjang), produksi
hormon ini berkurang, hal ini dapat menyebabkan anemia.

8. Anemia yang berhubungan dengan kehamilan, Peningkatan kadar cairan plasma


selama kehamilan mengencerkan darah (hemodilusi), yang dapat tercermin
sebagai anemia.

9. Anemia yang berkaitan dengan gizi buruk, Banyak vitamin dan mineral
diperlukan untuk membuat sel-sel darah merah. Selain zat besi, vitamin B12 dan
folat diperlukan untuk produksi hemoglobin yang tepat. Kekurangan dalam salah
satu dapat menyebabkan anemia karena kurangnya produksi sel darah merah.

10. Anemia pernisiosa, Masalah dalam perut atau usus dapat menyebabkan
gangguan penyerapan vitamin B12. Hal ini dapar menyebabkan anemia karena
kekurangan vitamin B12.

11. Thalassemia, Ini adalah kelompok lain penyebab hemoglobin yang


berhubungan dengan anemia. Thalassemia merupakan penyakit yang diwariskan,
tetapi mereka menyebabkan kelainan hemoglobin kuantitatif, yang
berarti jumlah cukup dari tipe molekul hemoglobin yang benar dibuat.

12. Alkoholisme
Alkohol sendiri dapat menjadi racun bagi sumsum tulang dan dapat
memperlambat produksi sel darah merah.

13. Anemia terkait sumsum tulang, Anemia mungkin berhubungan dengan


penyakit yang melibatkan sumsum tulang. Beberapa kanker darah seperti leukimia
dapat mengubah produksi sel darah merah dan menyebabkan anemia.
D. PATOFISIOLOGI

Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan


sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.
Kegagalan sumsum (misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain
yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan
atau hemolisis (destruksi). Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam
sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.
Hasil dari proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan
dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar
diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah
merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia).
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin
plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat
semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan
kedalam urin (hemoglobinuria).

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien


disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah
merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:

1) hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;


2) derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Kehilangan darah pada pasien kanker biasa terjadi akibat perdarahan yang
berasal dari tumor yang sering terjadi pada kanker gastrointestinal atau
kanker ginekologi. Perdarahan juga dapat terjadi akibat perdarahan saat
prosedur pembedahan atau akibat proses plebotomi untuk keperluan
pemeriksaan laboratorium(Jeffrey A dkk., 2014).
Anemia terjadi melalui tiga mekanisme (patofisiologi) utama, yaitu : 1)
adanya masalah produksi dan maturasi sel darah merah atau eritropoiesis yang
tidak efektif sehingga sel darah merah yang dihasilkan sedikit atau tidak
berkualitas, kondisi ini disebut hipoploriferatif, 2) adanya peningkatan
penghancuran atau lisis sel darah merah, ini disebut kondisi hemolisis, dan 3)
kehilangan darah melalui perdarahan akut (segera) atau kronis (menahun)
(Peterson & Cornacchia, 2018).
Penyebab langsung dari anemia pada pasien kanker disebabkan oleh
substansi atau protein yang dihasilkan oleh kanker sendiri. Deposit dari
amiloid pada mieloma dan amiloidosis dapat secara ekstensif menggantikan
sumsum tulang. Terbentuknya antibodi pada leukemia limfositik kronik,
limfoma dan kadang-kadang kanker padat yang akan menyebabkan timbulnya
anemia hemolitik imun. Terjadinya anemia hemolitik mikroangioati yang dapat
dilihat pada sebagian kanker padat, dapat menghasilkan prokoagulans pada kanker
(Suega 2015).
Efek mielosupresif kemoterapi merupaka faktor yang secara signifikan
berkontribusi terhadap anemia pada pasien yang menjalani pengobatan
sitotoksik.Kemoterapi dengan regimen berbasis platinum seperti yang biasa
digunakan dalam kasus kanker paru-paru, ovarium, serviks dan kanker di daerah
kepala dan leher akan dapat menyebabkan gangguan pada ginjal dan penekanan
sumsum tulang sehingga akan meningkatkan terjadinya anemia.
Efek mielosupresi dari kemoterapi akan terakumulasi, yang berarti
tingkat resiko terjadinya anemia akan meningkat seiring dengan makin banyaknya
pasien menerima pengobatan kemoterapi. Hal ini dapat terlihat dari studi ECAS
dimana prevalensi anemia terlihat meningkat dari 19,5% pada siklus pertama
kemoterapi menjadi 46,7% pada siklus kemoterapi yang kelima ( Janis, 2012).
E. PATHWAY

Keganasan(Ca) Absorbsi Fe, B12 dan Asam Folat kurang

Depresi sum-sum tulang kehilangan komponen pembentuk eritrosit

Gangguan pembentukan eritrosit Eritrosit tidak sempurna

Produksi Eritrosit menurun Eritrosit mudah pecah

Hemolisis

ANEMIA

Transport O2 menurun

Kebutuhan O2 tidak terpenuhi SSP Gangguan perfusi

Hipoksia sel atau jaringan jaringan

Merangsang system syaraf simpatis kompensasi paru

Aliran darah menurun Frekuensi nafas meningkat

Peristaltic menurun Dyspnea/Hipoksia

regurgitasi Kompensasi jantung pola nafas tidak efekrif

peningkatan asam lambung peningkatan curah jantung

mual, muntah takikardi

anoreksia perfusi perifer tidak efektif

intake menurun lemah, letih, lesu mati rasa

BB menurun intoleransi aktifitas

Deficit Nutrisi
F. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Muscari (2005:284) kemungkinan anemia aplastik


merupakan akibat dari faktor kongenital atau didapat sehingga temuan
pengkajian dikaitkan dengan kegagalan sumsum tulang adalah
kekurangan sel darah merah dikarakteristikkan dengan pucat, letargi
takikardi dan ekspresi napas pendek. Pada anak-anak, tanda anemia hanya
terjadi ketika kadar hemoglobin turun dibawah 5 sampai 6 g/100 mL.
Kekurangan sel darah putih dikarakteristikkan dengan infeksi berulang
termasuk infeksi oportunistik. Berkurangnya trombosit dikarakteristikkan
dengan perdarahan abnormal, petekie dan memar.

Menurut Horison (2010), presentase klinis dari pasien yang anemia


tergantung pada penyakit yang mendasari, demikian juga dengan keparahan serta
kronisitisnya anemia. Manisfestasi anemia dapat dijelaskan melalui prinsip-prinsip
patofisologik, sebagian besar tanda dan gejala anemia mewakili penyusuaian
kardiovaskular dan ventilasi yang mengompensasi penurunan massa sel darah
merah, derajat saat gejala-gejala timbul pada pasien anemia tergantung pada
beberapa faktor pendukung. Jika anemia timbul dengan cepat, mungkin tidak
cukup waktu untuk berlangsungnya penyesuaian kompensasi. Dan pasien akan
mengalami gejala yang lebih jelas daripada jika anemia dengan derajat kesakitan
yang sama, yang timbul secara tersamar. Lebih lanjut, keluhan pasien tergantung
pada adanya penyakit vaskuler setempat. Misalnya, angina pektoris, klaudikasio
intermiten, atau leukemia serebal sepintas yang tersamar oleh perjalanan anemia.
Anemia dapat menimbulkan manisfestasi klinis yang luas tergantung pada
kecepatan timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingkat aktivitasnya,
keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. (Bararah, 2013).

a. Tanda dan gejala anemia

1) Secara umum gejala anemia menurut (Wijaya, 2013) adalah :


a) Hb menurun (<10 g/dl), trombositosis/ trombositopenia, pansitopenia
b) Penurunan BB, kelemahan
c) Takikardia, tekanan darah menurun, pengisian kapiler lambat,
extermitas dingan, palpitasi, kulit pucat
d) Mudah lelah : sering istirahat, nafas pendek
e) Sakit kepala, pusing kunang-kunang, peka rangsang
2) Berdasarkan jenis anemia menurut (Wijaya, 2013) :
a) Anemia karena pendarahan
Pendarahan akut akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflex
kardiovaskuler yang fisiologis berupa kontraksi arteriola, pengurangan
aliran darah atau komponenya ke organ tubuh yang kurang vital
(anggota gerak, ginjal). Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan
banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat
mengadakan kompensasi. Kehilangan darah sebanyak 12-15% akan
memperlihatkan gejala pucat, transpirasi, takikardia, TD rendah dan
normal. Kehilangan darah sebanyak 15-20% akan mengakibatkan TD
menurun  dan dapat terjadi shock yang masih reversible.
b) Anemia defisiensi besi (DB)
pucat tanda yang paling sering, pagofagia( keinginan untuk makan
bahan yang tidak biasa seperti es batu), bila Hb menurub sampai 5 g/Dl
iritabilitas dan anorexia. Takikardia dan bising sistolik. Perubahan kulit
dan mukosa yang progresif seperti lodah yang halus, keilosis, terdapat
tanda-tanda mal nutrisi.
c) Anemia hemolitik
Terdapat keluhan fatigue dapat terlihat bersama gagal jantung kongestif
dan angina. Biasanya ditemukan ikterus dan spleno megali. Apabila
pasien mempunyai penyakit dasar seperti LES atau leukemia limfositik
kronik gambar klinis penyakit tersebut dapat terlihat. Pada kasus
hemolisis berat, penekanan pada sumsum tulang dapat mengakibatkan
SDM yang terpecah-pecah
d) Anemia aplastik
Awitan anemia aplastik biasanya khas dan bertahap ditandai oleh
kelemahan, pucat, sesak napas pada saat latihan. Temuan laboratorium
biasanya ditemukan pansitopenia sel darah merah normositik artinya
ukuran dan warna normal pendarahan abnormal akibat trombositopenia

G. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi kesulitan melakukan aktifitas akibat kelelahan,
masalah pada jantung seperti gangguan irama jantung (Aritmia) dan gagal jantung.
Gangguan pada paru-paru, misalnya Hipertensi pulmonal. Komplikasi Anemia
pada kehamilan, antara lain melahirkan premature atau bayi lahir dengan Berat
Badan Rendah (BBLR), dan perdarahan persalinan.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Muscari (2005:284) pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
1. Jumlah pemeriksaan darah lengkap dibawah normal (Hemoglobin <12 g/dL,
Hematokrit < 33%, dan sel darah merah)
2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi
3. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa
4. Tes comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimuN
5. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal pada
penyakit sel sabit
6. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12

Penentuan status anemia dapat dilakukan dengan cara biokimia atau


laboratorium dan secara klinis. Secara klinis dapat dilakukan dengan cara
pemeriksaan (inspeksi) terhadap target organ seperti mata, kuku, bibir dan
lidah. Menurut Supariasa, dkk (2002) penentuan status anemia dengan cara
biokimia adalah melakukan pemeriksaan darah. Beberapa jenis metode
biokimia, diantaranya

1) Metode Sahli,
Metode pemeriksaan hemoglobin yang pertama kali ditemukan yang
menggunakan teknik kimia adalah metode sahli dengan
membandingkan senyawa akhir secara visual terhadap standar gelas
warna. Hasil hemoglobin dalam darah dengan metode sahli memiliki
subjektifitas yang tinggi karena hasil pemeriksaan sangat tergantung
kepada subjektifitas pemeriksa, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu, faktor penglihatan tenaga pemeriksa, penyinaran, gelas yang
digunakan sebagai standar warna dan kelanjutan.
Kekurangan dan kelebihan metode sahli menurut Suparyanto (2014),
diantaranya :
a.Kekurangan metode sahli
a) Pembacaan secara visual kurang teliti
b) Alat (Hemoglobinometer) tidak dapat distandarkan
c) Tidak semua bentuk hemoglobin dapat diubah menjadi hematin
asam

b. Kelebihan metode sahli


a) Alat (Hemoglobinometer) praktis dan tidak membutuhkan listrik
b) Harga alat (Hemoglobinometer) murah metode sahli
(Adhisuwignjo,2010)
2) Metode Cyanmethemoglobin
Metode cyanmethemoglobin adalah cara yang lebih canggih dalam
menentukan kadar hemoglobin. Pemeriksaan kadar hemoglobin
dilakukan dengan cara hemoglobin dioksidasi oleh kalium ferrosianida
menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sidanida
(CN2-) membentuk sianmethemoglobin yang berwarna merah.
Pembacaan itensitas warna dilakukan dengan menggunakan fotometer
dan dibandingkan dengan standar. Karena yang dibandingkan adalah
alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif, tetapi fotometer ini
harganya cukup mahal sehingga belum semua laboratorium
memilikinya.

Kekurangan dan Kelebihan metode cyanmethemoglobin menurut


Suparyanto (2014) adalah :
a. Kekurangan metode cyanmethemoglobin
a) Alat untuk mengukur absorbansi mahal
b) Larutan drabkin yang berisi sianida bersifat racun
b. Kelebihan metode cyanmethemoglobin
a) Pemeriksaan akurat
b) Reagent dan alat untuk mengukur kadar hemoglobin dapat dikontrol dengan
larutan standart yang stabil (Adhisuwignjo, 2010) Selain menggunakan metode
sahli dan cyanmethemoglobin, penetapan kadar hemoglobin bisa menggunakan
alat test kadar hemoglobin dalam darah yang bekerja secara digital dengan hasil
prediksi lebih cepat, akurat, tidak sakit, kapan saja dan dimana saja, atau dikenal
dengan Hb digital (Easy Touch). Alat Hb digital ini sudah cukup akurat terbukti
karena sudah
lulus uji dan proses mengetahui hasilnya cukup cepat serta sangat mudah
dalam penggunaannya (Ridha, 2010 dalam Arbianti, 2016).

I. PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN ANEMIA


Menurut Depkes (2009), cara mencegah dan mengobati anemia adalah
a. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi.
a) Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi.
b) Bahan makanan hewani : daging, ikan, ayam, hati dan telur
c) Bahan makanan nabati : sayuran berwarna hijau tua, kacangkacangan, dan
tempe. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung
vitamin C sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam
usus. Bahan makanan tersebut, antara lain daun katuk, daun singkong, bayam,
jambu, tomat, jeruk dan nanas.

b. Menambah asupan zat besi ke dalam tubuh dengan minum tablet tambah darah
(TTD).
c. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia, seperti
kecacingan, malaria, TB paru.

J. ASUHAN KEPERAWATAN
Dari hasil pengkajian di atas dapat disimpulkan
diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan inadekuat intake makanan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar dengan
informasi.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh sekunder
menurun (penurunan Hb), prosedur invasif.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin


2. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan energy
3. Deficit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metebolisme

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Riset


Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 [dokumen di internet. Diakses pada
tanggal 29 Juni 2018]; Diunduh dari
http://www.docstoc.com/docs/19707850/Laporan-Hasil-Riset-KesehatanDasar-
(RISKESDAS)-Nasional-2007

NANDA Internasional.2015.Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-


2017 Edisi 10. Jakarta:EGC

PPNI, 2016 . Edisi 1, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


PPNI, 2018. Edisi 1, standar Internasional Keperawatan Indonesia

PPNI, 2018. Edisi 1, Standar Luaran Keperawatan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai