PENDAHULUAN
3. Syok Kardiogenik
2.6 Tatalaksana
2.6.1 Tatalaksana Umum
Syok biasanya disertai dengan adanya kerusakan organ maka penanggulangan
syok harus dilakukan dengan cepat. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
menangani syok adalah yang pertama mengenali tanda-tanda syok, penanganan
cepat tanda gawat darurat melalui tampilan keadaan umum, frekuensi napas,
pengisian darah perifer, dalam waktu 20-50 detik kemudian pemberian oksigen,
stabilisasi jalan nafas (patent airway), pemasangan IV line maupun intraosseous
dalam waktu 0-5 menit (Monsieurs et al., 2015).
Pasien syok harus segera mendapatkan oksigen 100% karena hipoksia yang
terjadi akan memicu koagulasi intravaskular disseminata (KID). Ketika target
perfusi jaringan sudah tercapai, oksigen harus dititrasi untuk menghindari terjadi
hiperoksia dan penumpukan radikal bebas. Tindakan intubasi perlu
dipertimbangkan pada pasien syok terutama yang tidak bisa mempertahankan
jalan napas atau gagal napas. Namun tindakan intubasi pada pasien syok yang
secara hemodinamik tidak stabil dapat terjadi vagal refleks maka dibutuhkan
pemberian ketamin sebelum dilakukan intubasi. (Monsieurs et al., 2015).
B. Circulation
Pemberian akses IV pada pasien syok setidaknya harus memiliki 2 jalur vena
perifer. Apabila akses vena perifer tidak dapat dilakukan maka perlu
dipertimbangkan pemasangan kateter umbilikal pada neonatus atau akses
intraosseous pada anak dan balita. Pemasangan Central Venous Pressure (CVP)
perlu dipertimbangkan apabila terjadi syok refrakter cairan dan yang
membutuhkan vasopressor dan inotoropik. Hal ini juga dianggap lebih
menguntungkan karena dapat bertahan lebih lama (Monsieurs et al., 2015).
Terapi cairan yang digunakan adalah kristaloid isotonis (ringer laktat, Nacl
0,9%) sebanyak 20 cc/ kgBB dalam waktu 5-20 menit. Apabila syok belum
teratasi pemberian ini dapat diulang sekali lagi. Pemberian cairan dibatasi apabila
penyebab syok diduga karena kegagalan fungsi jantung. Pemberian bolus cepat
pada syok dianggap tidak hanya mengembalikan volume intravaskular tapi juga
dapat menghentika ekspresi gen inflamasi dan koagulasi yang dapat meningkatkan
survival rate pada pasien syok. Pada syok kardiogenik pemberian cairan yang
dianjurkan adalah 5-10 cc/ kgBB/ jam sambil dilakukan pemantauan
hemodinamik untuk mencegah terjadinya gagal jantung. Pemberian cairan koloid
atau transfusi darah hanya dilakukan apabila terjadi kasus perdarahan akut atau
anemia dengan transfusi yang tidak adekuat walaupun telah diberikan loading
cairan sebanyak 2 kali (Monsieurs et al., 2015; Fisher, 2010).
Pemberian inotropik pada syok yang belum teratasi dengan pemberian cairan
yang adekuat maka inotropik dan obat vasoaktif dapat menjadi pilihan. Anak yang
mengalami penurunan Cardiac Output (CO) dan peningkatan resistensi vaskular
sistemik akan mengalami manifestasi klinis berupa akral dingin, produksi urin
yang menurun dan tekanan darah yang normal setelah resusitasi cairan, dobutamin
dapat menjadi pilihan. Vasodilator dapat diberikan apabila setelah diberi
doboutamin tekanan darah normal namun CO tetap rendah dan resistensi vaskular
sistemik tetap tinggi. Bila terjadi hipotensi setelah pemberian dobutamin dan
vasodilator maka dapat dipertimbangkan pemberian epinefrin dengan dosis
10mcg/ kgBB dengan maksimum single dose 1 mg. Setelah mendapat terapi
cairan yang adekuat, namun anak tetap mengalami resistensi vaskular sistemik
yang rendah akan terjadi manifestasi klinis akral hangat, tidak sianosis dengan
CRT yang pendek maka dapat diberikan norepinefrin. (Fisher, 2010; Kawasaki,
2017)
Kurang bulan 20 5
Bayi<30 hari 30 8
Dapus diagnosis
1. Wheeler, Derek S. “Pediatric Shock: An Overview”. The Open Pediatric
Medicine Journal. 7.1(2013): 2-9.
2. Arkin AA, Citak A. Pediatric shock. Signa Vitae. 2008; 3(1): 13-23.
3. Kliegman, Robert M et al. Nelson Textbook Of Pediatrics. Philadelphia.
Elsevier, 2016.
Smith L, Hernan L. Shock States. In: Boulevard J, ed. by. Pediatric Critical Care.
3rd ed. United State: Elsevier; 2006. p. 400-3Expert.
Dapus etiologi
Wheeler, Derek S. "Pediatric Shock: An Overview." The Open Pediatric Medicine Journal
7.1 (2013): 3
Dapus epidemiologi
1.Sinniah D. Shock in children. IeJSME. 2012;6:129-136.
2. GBD 2013 Mortality and Causes of Death Collaborators. Global, regional, and
national age-sex specific all-cause and cause-spesific mortality for 240 causes of
death, 1990-2013: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study
2013. Lancet. 2015;385(9963):117-71.
3. Mbevi G, Ayieko P, Irimu G, Akech S, English M. Prevalence, aetiology,
treatment and outcomes of shock in children admitted to Kenyan hospitals. BMC
Medicine. 2016;14(1)