OLEH :
AYU ASHARI
130206117
Dosen Pembimbing :
Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB
Puji syukur senantiasa saya ucapkan ke hadirat Allah SWT yang selalu memberikan
kesempatan dan kesehatan kepada saya sehingga pada akhirnya Modul dengan Judul
Prosedur Keterampilan Kardiovaskuler II ini dapat tersusun.
Harapan saya sebagai penulis adalah modul ini dapat membatu saya maupun rekan
sejawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan khususnya penguasaan dalam bidang
Sistem Kardiovaskuler.
Ucapan terimakasih saya tujukan kepada:
1. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan kepada saya baik berupa moril
maupun materil sehingga modul ini dapat tersusun.
2. Bapak Ns. Janno Sinaga S.Kep, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing mata kuliah
Sistem Kardiovaskuler sehingga modul ini dapat terselesaikan.
3. Teman-teman sejawat yang ikut membantu saya dalam menyelesaikan modul ini dengan
baik.
Tak lupa pula saran, masukan, dan kritik sangat saya harapkan sebagai bagian dari
penyempurnaan modul ini
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB V ELEKTROKARDIOGRAFI.............................................................................. 24
Elektrokardiografi ......................................................................................................... 24
a. Pada pasien apa ........................................................................................................ 25
b. Tujuan ...................................................................................................................... 26
c. Persiapan alat ........................................................................................................... 28
d. Prosedur .................................................................................................................... 28
ii
BAB VI PEMERIKSAAN CENTRAL VENA PRESSURE......................................... 29
Central Vena Pressure ....................................................................................................... 30
a. Tujuan ...................................................................................................................... 30
b. Lokasi ....................................................................................................................... 30
c. Indikasi ..................................................................................................................... 30
d. Hal-hal yang perlu di perhatikan .............................................................................. 30
e. Persiapan alat ........................................................................................................... 31
f. Persiapan lingkungan ............................................................................................... 31
g. Prosedur pelaksanaan ............................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 45
iii
BAB I
PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK PADA SISTEM KARDIOVASKULER
A. Anamnese
Seringkali, pasien datang dengan keluhan berupa sesak nafas, nyeri dada, palpitasi,
dan pusing atau sinkop. Yang perlu dilakukan saat anamnesis adalah menggali ciri-ciri dari
gejala utama tersebut, seperti onset, progresifitas, maupun derajatnya.
1
dengan bantal tambahan)atau saat malam hari. Juga, ditentukan apakah terjadi
mendadak atau bertahap. Apakah baru saja terjadi? Dispnea akibat edema pulmonal
(gagal jantung) dapat menyebabkan keluhan terbangun dari tidur secara tiba-tiba
(paroxymal nocturnal dispnea, PND).
Nyeri dada
Pada nyeri dada, yang ditentukan adalah Site (lokasi), Onset, Character (tajam,
diremas, ditekan), Radiation (menjalar ke leher, lengan dan rahang?), Association
(terkait dengan rasa mual, pusing, atau palpitasi), Timing (apakah bervariasi
waktunya dalam satu hari?),Exacerbating and relieving factor (faktor pencetus dan
pereda: apakah mereda atau memburuk pada dengan bernafas atau perubahan
postur?), Severity (keparahan): apakah mempengaruhi aktivitas harian atau tidur?.
Kita bisa menyingkatnya menjadi SOCRATES.
Palpitasi
Palpitasi berarti terdapat kesadaran yang meningkat mengenai denyut jantung, dengan
sensasi berlebihan.Dengan kata lain, secara subjektif pasien merasa berdebar-debar.
Kita bisa meminta pasien untuk menentukan iramanya, apakah konstan atau
intermitten. Denyut yang prematur atau ekstrasistol memberikan sensasi denyutan
yang menghilang
Rasa pusing/ nyeri kepala
Rasa pusing/nyeri kepala, hipotensi postural, aritmia paroksismal dan penyakit
serebrovaskular umum terjadi pada hipertensi dan gagal jantung.
Sinkop
Sinkop yang terjadi umumnya vasovagal yang dicetuskan terutama oleh ansietas.
Sinkop kardiovaskular biasanya disebabkan oleh perubahan tiba-tiba irama jantung,
misalnya blokade jantung, aritmia paroksismal (serangan stokes-adam).
Lain-lain
Kelelahan bisa terjadi pada gagal jantung, aritmia, dan obat-obatan (misalnya beta-
blocker). Edema dan rasa tidak nyaman di abdomen bisa terjadi karena peningkatan
CVP (tekanan vena sentral) maupun gagal jantung. Nyeri tungkai saat berjalan dapat
disebabkan oleh klaudikasio dan penyakit vaskular.
Riwayat penyakit yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kelainan jantung saat ini
di antaranya adalah infark miokard (MI), hipertensi, diabetes, dan demam rematik.
Juga, perlunya mengetahui riwayat pengobatan dan kepatuhan pasien. Tinjau kembali
tekanan darah, kadar lipid, rontgen toraks dan EKG sebelumnya. Riwayat keluarga
dengan hipertensi, diabetes, stroke serta kematian dini juga perlu diperhatikan. Untuk
merokok, perlu dipastikan lama dan jumlahnya (1pak/hari untuk 1 tahun) dan
konsumsi alkohol. Sementara itu, pekerjaan akan berkaitan dengan tingkat stress,
kurang bergerak aktif atau tidak.
B. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
Observasi tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan dijelaskan.
Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara logis sangat penting
dilakukan karena merupakan cara untuk menentukan apakah oksigen mampu
2
mencapai otak (perfusi otak). Kesadaran klien perlu dinilai secara umum yaitu
compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokomatous, atau koma.
Pemeriksaan Nadi
Palpasi
Penilaian palpasi meliputi frekuensi, irama, kualitas, konfigurasi gelombang, dan
keadaan pembuluh darah.
Frekuensi jantung normal
Frekuensi jantung
Usia
(denyut/menit)
Bayi 120-160/mnt
Todler 90-140/mnt
Prasekolah 80-110/mnt
Usia sekolah 75-100/mnt
Remaja 60-90/mnt
Dewasa 60-100/mnt
Irama
Secara normal irama merupakan interval reguler yang terjadi antara setiap denyut nadi
atau jantung. Bila irama nadi tidak teratur, maka frekuensi jantung harus dihitung
dengan melakukan auskultasi denyut apikal selama satu menit penuh sambil meraba
denyut nadi. Setiap perbadaan antara kontraksi yang terdengar dan nadi yang teraba
harus dicatat. Gangguan irama (disritmia) sering mengakibatkan defisit nadi, suatu
perbedaan antara frekuensi apeks (frekuensi jantung yang terdengar di apeks jantung)
3
dan frekuensi nadi. Defisit nadi biasanya terjadi pada fibrilasi atrium, flutter atrium,
kontraksi ventrikel premature dan berbagai derajat blok jantung.
Kekuatan nadi
Kekuatan atau amplitudo dari nadi menunjukkan volume darah yang diejeksikan ke
dinding arteri pada setiap kontraksi jantung dan kondisi sistem pembuluh darah
arterial yang mengarah pada nadi. Secara normal, kekuatan nadi tetap sama pada
setiap denyut jantung.
tidak ada, tidak dapat dipalpasi
1+ nadi hilang, sangat sulit dipalpasi, mudah hilang
2+ mudah dipalpasi, nadi normal
3+ nadi penuh, meningkat
4+ kuat, nadi memantul, tidak dapat hilang
Tangan
Pada pasien jantung, yang berikut merupakan temuan yang paling penting untuk
diperhatikan saat memeriksa ekstremitas atas :
Sianosis perifer, dimana kulit tampak kebiruan, menunjukkan penurunan kecepatan
aliran darah ke perifer, sehingga perlu waktu yang lebih lama bagi hemoglobin
mengalami desaturasi. Normal terjadi pada vasokonstriksi perifer akibat udara dingin,
atau pada penurunan aliran darah patologis, misalnya, syok jantung.
Pucat, dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
Waktu pengisian kapiler (CRT=Capillary Refill Time), merupakan dasar
memperkirakan kecepatan aliran darah perifer. Untuk menguji pengisian kapiler,
tekanlah dengan kuat ujung jari dan kemudian lepaskan dengan cepat. Secara normal,
reperfusi terjadi hampir seketika dengan kembalinya warna pada jari. Reperfusi yang
lambat menunjukkan kecepatan aliran darah perifer yang melambat, seperti terjadi
pada gagal jantung.
Temperatur dan kelembapan tangan dikontrol oleh sistem saraf otonom.
Normalnya tangan terasa hangat dan kering. Pada keadaan stress, akan terasa dingin
dan lembab. Pada syok jantung, tangan sangat dingin dan basah akibat stimulasi
sistem saraf simpatis dan mengakibatkan vasokonstriksi.
Edema meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
Penurunan turgor kulit terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
Penggadaan (clubbing) jari tangan dan jari kaki menunjukkan desaturasi
hemoglobin kronis, seperti pada penyakit jantung congenital.
Pemeriksaan Vena Jugularis
Perkiraan fungsi jantung kanan dapat dibuat dengan mengamati denyutan vena
jugularis di leher. Ini merupakan cara memperkirakan tekanan vena sentral, yang
mencerminkan tekanan akhir diastolic atrium kanan atau ventrikel kanan (tekanan
sesaat sebelum kontraksi ventrikel kanan). Vena jugularis diinspeksi untuk mengukur
tekanan vena yang dipengaruhi oleh volume darah, kapasitas atrium kanan untuk
menerima darah dan mengirimkannya ke ventrikel kanan, dan kemampuan ventrikel
kanan untuk berkontraksi dan mendorong darah ke arteri pulmoner
Teknik :
4
1. Minta klien berbaring telentang dengan kepala di tinggikan 30 sampai 45 derajat
(posisi semi-Fowler)
2. Pastikan bahwa leher dan toraks atas sudah terbuka. Gunakan bantal untuk
meluruskan kepala.
3. Hindari hiperekstensi atau fleksi leher untuk memastikan bahwa vena tidak
teregang atau keriting.
4. Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Pada saat klien kembali ke
posisi telentang dengan perlahan, tinggi pulsasi vena mulai meningkat diatas
tinggi manubrium, yaitu 1 atau 2 cm disaat klien mencapai sudut 45 derajat.
Mengukur tekanan vena dengan mengukur jarak vertical antara sudut Louis dan
tingkat tertinggi titik pulsasi vena jugularis interna yang dapat dilihat.
5. Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris biasa dengan
ujung area pulsasi si vena jugularis. Kemudian ambil penggaris sentimeter dan
buat tegak lurus dengan penggaris pertama setinggi sudut sternum. Ukur dalam
sentimeter jarak antara penggaris kedua dan sudut sternal.
6. Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan bilateral lebih dari 2,5
cm dianggap meningkat dan merupakan tanda gagal jantung kanan. Peningkatan
tekanan di satu sisi dapat disebabkan oleh obstruksi.
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “Veussure Cardiac”
terdapat penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara sternum dan
apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung .
Adanya Voussure Cardiaque, menunjukkan adanya kelainan jantung organis, kelainan
jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna,
hipertrofi atau dilatasi ventrikel. Benjolan ini dapat dipastikan dengan perabaan.
Ictus Cordis
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi
yang disebut ictus cordis pada intercostal V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi ini
letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan
punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu
sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya
pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu
diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini disebut ictus
kordis negatif. Pulsasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri
pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada
hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau
daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat
dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada
leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.
Palpasi
5
Impuls apical terkadang dapat pula dipalpasi. Normlanya terasa sebagai denyutan
ringan, dengan diameter 1 sampai 2 cm. Telapak tangan mula-mula digunakan untuk
mengetahui ukuran dan kualitasnya. Bila impuls apical lebar dan kuat, dinamakan
sembulan (heave) atau daya angkat ventrikel kiri. Dinamakan demikian karena seolah
“mengangkat” tangan dari dinding dada selama palpasi.
PMI abnormal. Bila PMI terletak dibawah ruang interkostal V atau disebelah lateral
garis medioklavikularis, penyebabnya adalah pembesaran ventrikel kiri karena gagal
jantung kiri. Secara normal, PMI hanya teraba pada satu ruang interkostal. Bila PMI
dapat teraba pada dua daerah yang terpisah dan gerakan denyutannya paradoksal
(tidak bersamaan), harus dicurigai adanya aneurisma ventrikel.
Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada telapak
tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung
(murmur) yang kuat pada waktu auskultasi sehingga dapat di palpasi. Thrill juga
dapat dipalpasi diatas pembuluh darah bila ada obstruksi aliran darah yang bermakna,
dan akan terjadi di atas arteri karotis bila ada penyempitan (stenosis) katup aorta.
Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula lokasinya.
Perkusi
6
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan bunyi jantung, bising jantung
dan gesekan pericard.
Bunyi Jantung
Untuk mendengar bunyi jantung, perhatikan lokalisasi dan asal bunyi jantung,
tentukan bunyi jantung S1 dan S2, intensitas bunyi dan kualitasnya, ada tidaknya
bunyi jantung S3 dan bunyi jantung S4, irama dan frekuensi bunyi jantung, dan bunyi
jantung lain yang menyertai bunyi jantung.
7
Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh tebalnya dinding dada dan adanya
cairan dalam rongga pericard.
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi
yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II di
daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar daripada
bunyi jantung I.
Paru
8
Temuan yang sering ditemukan pada pasien jantung meliputi :
1. Takipnea: Napas yang cepat dan dangkal dapat terlihat pada pasien yang mengalami
gagal jantung atau kesakitan, atau yang sangat cemas.
2. Respirasi chyne-stokes: Pasien yang menderita gagal ventrikel kiri berat dapat
memperlihatkan pernapasan chyne-stokes, yang ditandai dengan napas cepat berseling
dengan periode apnea.
3. Hemoptitis :Sputum yang berbusa merah muda menunjukkan adanya edema pulmo aku
4. Batuk: Batuk kering dan dalam akibat iritasi jalan napas kecil sering dijumpai pada
pasien kongesti pulmo akibat gagal jantung.
5. Krekels: Gagal jantung atau atelektasis yang berhubungan dengan tirah baring, belatan
karena nyeri iskemia, atau efek obat penghilang nyeri dan penenang sering
mengakibatkan krekels.
6. Mengi: Kompresi pada jalan napas kecil akibat edema jaringan interstitial paru dapat
mengakibatkan mengi.
Abdomen
Pada pasien jantung, ada 2 komponen pemeriksaan abdomen yang sering dilakukan
Refluks hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat penurunan aliran balik vena
yang disebabkan karena gagal ventrikel kanan. Hepar menjadi besar, keras, tidak nyeri
tekan, dan halus. Refluks hepatojuguler dapat diperiksa dengan menekan hepar secara
kuat selama 30 sampai 60 detik dan akan terlihat peninggian tekanan vena jugularis
sebesar 1 cm. Peninggian ini menunjukkan ketidakmampuan sisi kanan jantung
menanggapi kenaikan volume.
Distensi kandung kemih. Haluaran urin merupakan indikator fungsi jantung yang
penting. Maka penurunan haluaran urin merupakan temuan signifikan yang harus
diselidiki untuk menentukan apakah penurunan tersebut merupakan penurunan produksi
urin (yang terjadi bila perfusi ginjal menurun) atau karena ketidakmampuan pasien untuk
buang air kecil.
9
5. Menentukan nilai dasar sebelum intervensi teraupetik.
6. Mengkaji kadar serum obat.
7. Mengkaji efek pengobatan (mis, efek diuretika pada kadar kalium serum).
8. Skrining terhadap setiap abnormalitas. Karena terdapat berbagai metode pengukuran
yang berbeda, maka nilai normal dapat berbeda antara satu tes laboratorium dengan tes
lainnya.
Enzim Jantung
Analis enzim jantung dalam plasma merupakan bagian dari profil diagnostik, yang
meliputi riwayat, gejala dan ekokardiogram, untuk mendiagnosa infark miokard. Enzim
dilepaskan dari dari sel bila selmengalami cedera dan membrannya pecah. Kebanyakan enzim
tidak spesifik dalam hubungannya dengan organ tertentu yang rusak. Namun berbagai
isoenzim hanya dihasilkan oleh sel miokardium dan dilepaskan bila sel mengalami kerusakan
akibat hipoksia lama dan mengakibatkan infark. Isoenzim bocor kerongga interstisial
miokardium dan kemudian diangkat ke peredaran darah umum oleh sistem limfa dan
peredaran koronaria, mengakibatkan meningkatkan kadar dalam darah.
Karena enzim yang berbeda dilepaskan kedalam darah pada periode yang berbeda
setelah infark miokard, maka sangat penting mengevaluasi kadar enzim yang dihubungkan
dengan waktu awitan nyeri dada atau gejala lainnya. Kreatinin kinase (CK) dan isoenzimnya
(CK-MB) adalah enzim paling spesifik yang dianalisa untuk mendiagnosa infark jantung
akut, dan merupakan enzimpertama yang meningkat. Laktat dehidrogenase (LDH) dan
isoenzimnya juga perlu diperiksa pada pasien yang datang terlambat berobat, karena
kadarnya baru meningkat dan mencapai puncaknyapada 2 sampai 3 hari, jauh lebih lambat
dibanding CK.
Kimia Darah
Profil lemak, kolesterol total, trigliserida dan lipoprotein diukur untuk mengevaluasi
resiko aterosklerotik, khususnya bila ada riwayat keluarga yang positif, atau untuk
mendiagnosa abnormalitas lipoprotein tertentu. Kolesterol serum total yang meningkat diatas
200mg/ml merupakan prediktor peningkatan resiko penyakit jantung koroner (CAD).
Lipoprotein yang mengangkut kolesterol dalam darah, dapat dianalisa melalui elektroforesis.
Lipoprotein densitas tinggi (HDL), yang membawa kolesterol dari sel perifer dan
mengangkutnya ke hepar, bersifat protektif. Sebaliknya, lipoprotein densitas rendah (LDL)
mengangkut kolesterol ke sel perifer. Penurunan kadar lipoprotein densitas tinggi dan
peningkatan lipoprotein densitas rendah akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria
aterosklerotik. Meskipun nilai kolesterol total relatif stabil sampai 24 jam, namun pengukuran
profil lemak total harus dilakukan setelah puasa 24 jam. Stres berkepanjangan dapat
meningkatkan kolesterol total.
Elektrolit serum dapat mempengaruhi prognosis pasien dengan infark miokard akut
atau setiap kondisi jantung. Natrium serum mencerminkan keseimbangan cairan relatif.
Secara umum, hiponatremia menunjukkan kelebihan cairan dan hipernatremia menunjukkan
kekurangan cairan. Kalsium sangat penting untuk koagulasi darah dan aktivitas
neuromuskuler. Hipokalsemia dapat menyebabkan perubahan EKG dan disritmia.
10
Kalium seru di pengaruhi oleh fungsi ginjal dan dapat menurun akibat bahan diuretika
yang sering dipergunakan untuk merawat gagal jantung kongestif. Penurunan kadar kalium
mengakibatkan iritabilitas jantung dan membuat dan membuat pasien yang mendapat
preparat digitalis cenderung mengalami toksisitas digitalis dan peningkatan kadar kalium
mengakibatkan depresi miokardium dan iritabilitas ventrikel. Hipokalemia dapat
mengakibatkan fibrasi ventrikel dan henti jantung.
Nitrogen urea darah adalah produk akhir metabolisme protein dan diekskresikan oleh
ginjal. Pada pasien jantung, peningkatan BUN dapat mencerminkan penurunan perfusi ginjal
(akibat penurunan curah jantung) atau kekurangan volume cairan intravaskuler (akibat terapi
diuretika).
Glukosa. Glukosa serum harus dipantau karena kebanyakan pasien jantung juga
menderita diabetes melitus. Glukosa serum sedikit meningkat pada keadaan stres akibat
mobilisasi epinefrin endogen yang menyebabkan konversi glikogen hepar menjadi glukosa.
(2) Radiologi
Angiografi
jantung biasanya dilakukan barsama angiografi, suatu tekhnik memasukkan media
kontras kedalam sistem pembuluh darah untukmenggambarkan jantung dan pembuluh
darah.Bila hanya satu kamar jantung atau pembuluh darah tertentu yang dipelajari,maka
prosedur ini dinamakan angiografi selektif.Angiografi menggunakan sineangiogram,satu
seri film atau gambar hidup pada layar fluoroskopi yang diperkuat yang mencatat
perjalanan media kontras melalui berbagai tempat pembuluh darah.Pencatatan informasi
tersebut memberi perbandingan berbagai informasi dari waktu kewaktu.
Empat tempat yang paling sering digunakan untuk angiografi selektif ialah aorta,arteri
koroneria,dan sisi kanan serta kiri jantung.
Aortagrafi
Aortogram adalah yang menggambarkan lumen aorta dan arteri utama yang muncul
darinya.Pada aortagrafi thorak media kontras digunakan untuk mempelajari arkus oarta
dan cabang-cabang besarnya.Biasanya digunakan pendekatan translumbal atau retrogad
brakhial atau femoral.
Arteriografi koroner
Kateter radiopak dimasukan ke arteri brakhial kanan atau kiri atau arteri femoralis dan
didorong ke aorta asendens dan diarahkan ke arteri koronaria yang dituju dengan bantuan
fluoroskopi.Arteriografi koroner digunakan untuk mengevaluasi derajat aterosklerosis
dan untuk menentukan cara penagananya.Juga digunakan untuk mempelajari adanya
kecurigaan anomali kongenital arteri koronaria.
(3) Elektrokardiografi
11
Elektrokardiogram (EKG) mencerminkan aktivitas listrik jantung yang disadap dari
berbagai sudut pada permukaan kulit.
EKG dicatat sebagai garis-garis pada selembar kertas atau gambaran visual di layar
osiloskop. Untuk mempermudah interpretasi EKG, maka data mengenai umur pasien, jenis
kelamin, tekann darah tinggi, berat badan, gajala dan pengobatan (terutama digitalis dan
bahan antidirismia) harus ditulis pada surat permintaan EKG. Eektrokardiografi terutama
sangat berguna untuk mengevaluasi kondisi yang berbeda dibanding fungsi normal,seperti
gangguan kecepatan dan irama, gangguan hantaran, pembesaran kamar-kamar pada jantung,
adanya infark miokard, dan ketidakseimbangan elektrolit.
EKG dapat memberikan informasi penting mengenai aktivitas listrik miokardium, jika
dianalisa secara akurat. Gelombang EKG dicatat diatas kertas grafik. Waktu atau frekuensi
diukur pada sumbu horizontal grafik, dan amplitudo atau voltase diukur pada sumbu vertikal.
Gelombang EKG menggambarkan fungsi sistem hantaran jantung, yang normalnya memulai
dan menghantarkan aktivitas listrik.
EKG tersusun dari berbagai gelombang meliputi gelombang P, kompleks QRS,
gelombang T, segmen ST, interval PR, dan mungkin gelombang U
Gelombang P menggambarkan depolarisasi otot atrium, normalnya setinggi 2,5 atau
kurang dan durasinya 0,11 detik atau kurang.
Defeksi negatif setelah gelombang P adalah gelombang Q, yang normalnya berdurasi
kurang dari 0,03 detik dan amplitudonya kurang dari 25% gelombang R, defeksi pertama
setelah gelombang P adalah gelombang R sedangkan gelombang S adalah defeksi negatif
pertama setelah gelombang R
Kompleks QRS (dimulai oleh gelombang Q, atau gelombang R bila tak ada
gelombang Q, diakhiri oleh gelombang S) menggambarkan depolarisasi otot ventrikel.
Kompleks QRS normalnya berdurasi 0,04 sampai 0,10 detik. Jika gelombangnya secara
ventrikel kurang dari 5mm, maka ditulis dengan huruf kecil (q,r,s) bila gelombangnya secara
ventrikel lebih besar dari 5mm, ditulis dengan huruf besar (Q,R,S). Tidak semua kompleks
QRS memiliki ketiga gelombang tadi.
Gelombang T menggambarkan repolarisasi otot ventrikel. Gelombang ini mengikuti
kompleks QRSdan biasanya mempunyai defleksi yang sama dengan kompleks QRS.
Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi serat purkinje tetapi kadang-
kadang ditemukan pada pasien dengan hipokalemia (kadar kalium rendah). Gelombang U
terjadi setelah gelombang T dan kurang lebih ukurannya sama dengan gelombang P.
Gelombang ini sering disalah artikan sebagai gelombang P ekstra.
Segmen ST yang menggambarkan repolarisasi ventrikel awal, berlangsung dari akhir
gelombang S sampai permulaan gelombang T. Normalnya isoelektrik (tanpa variasi potensial
listrik), dan dianalisa untuk mencari tanda penurunan suplai oksigen ke jantung (iskemia).
Interval PR diukur mulai dari permukaan gelombang P sampai permukaan gelombang
Q atau R dan menggambarkan waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan
perlambatan impuls di nodus AV sebelum depolarisasi ventrikel. Pada orang dewasa, interval
PR normalnya berdurasi antara 0,12 sampai 0,20 detik.
Interval QT, yang menggambarkan waktu total repolarisasi dan depolarisai ventrikel,
diukur dari awal gelombang Q, atau R. Jika tidak ada gelombang Q, diakhiri dengan
gelombang T. Iterval QT bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung, biasanya kurang dari
12
interval RR (diukur dari permulaan satu gelombang R sampai awal gelombang R berikutnya),
dan biasanya durasinya 0,32 sampai 0,40 detik apabila frekuensi jantungnya 65 sampai 95
denyut per menit.
BAB II
13
PEMERIKSAAN PITTING EDEMA
A. Definisi
Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan
ringan pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling tidak
sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema (Brunner and Suddarth,
2002).
Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari
jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi
pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema mengumpul di
dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan
cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites. (Syarifuddin, 2001).
B. Tujuan
Mengetahui ada tidaknya gangguan mengenai kadar protein (albumin) dalam darah
Mengetahui fungsi pompa jantung
Mengetahui ada tidaknya sumbatan pembuluh darah, atau pembuluh limfe, penyakit
liver dan ginjal kronis
Mengetahui keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa seseorang.
14
A. Langkah-langkah
1. Ucapkan salam.
2. Inspeksi daerah edema ( simetris, apakah ada tanda tanda peradangan.
3. Lakukan palpasi pitting dengan cara menekan dengan menggunakan ibu jari dan amati
waktu kembalinya.
B. Penilaian
o Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik
o Derajat I I : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
o Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
o Derajat IV : kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7 detik
15
dengan kehilangan protein, atau sindroma nefrotik. Apabila tidak terdapat hipoalbuminemia,
harus ditentukan apakah ada bukti gagal jantung kongestif sebagai pencetus edema
generalisata. Akhirnya, harus ditentukan apakah pasien mengeluarkan urine dalam jumlah
adekuat, atau apakah terdapat oliguria yang signifikan, atau bahkan anuria.
BAB III
CAPILLERY REFILL TIME
16
A. Definisi
Capillary Refill Test adalah tes cepat yang dilakukan untuk menilai kecukupansirkula
si seorang individu dengan curah jantung yang buruk. Kulit ditekan dengankuat oleh ujung
jari sampai menjadi pucat, waktu yang dibutuhkan hingga
kulittersebutkembalinormal warnanya menunjukkan waktu pengisian kapiler.Pengisian
kapiler normal memakan waktu sekitar 2 detik
Capillary Refill adalah pengukuran pengisian darah pada kapiler yang kosong. Hal ini
dapat diukur dengan memegang tangan lebih tinggi dari jantung.
Mencegah refluks vena, menekan lembut jari atau jari kaki sampai ternyata putih dan
mencatat waktu yang dibutuhkan hingga warna kulit kembali setelah tekanan
dilepaskan. Waktu isi ulang yang normal adalah kurang dari 2 detik. Pada bayibaru lahir,
pengisian kapiler dapat diukur dengan menekan sternum selama lima
detikdenganjari atau ibu jari, dan mencatat waktu yang dibutuhkan hingga warna kulit
kembali sekali tekanan dilepaskan. Batas normal atas untuk pengisian
kapiler pada bayibarulahiradalah 3 detik. Capillary Refill Time (CRT)adalah indikasi umum
dari dehidrasi danpenurunan perfusi perifer. pada umumnya tes ini dapat sangat bervariasi
antara pasien beberapa pasien, oelh karenanya tidak
boleh diandalkansebagaiukurandiagnostikuniversal. Meskipun demikian,pemeriksaan ini
sangat berguna sebagai bukti pendukung untuk tanda positif penurunan perfusi ke ekstremitas
Tes CRT (juga kadang disebut sebagai CFTdalam Pediatrik) sering disebut sebagai
tes kuku pucat.Sumber : Perubahan sirkulasi kapiler dapat dievaluasi dengan memeriksa kulit
dan selaput lendir (panas, warna, kelembaban, petechie). Perubahan tekanan (hidrstatis,
onkotis dan osmotis) dapat mengakibatkan perubahan turgor jaringan disekitarnya dan
dengan demikian akan mengakibatkan terjadinya penurunan elastisitas kulit. Selain itu dapat
pula mengakibatkan terjadinya odema kulit dan timbunan cairan dalam rongga-rongga tubuh.
Untuk mengevaluasi waktu pengisian kembali kapiler dapat dilakukan dengan membalik
bibir atas dan menekan selaput lendirnya dengan jari.Secara fisiologis, dalam waktu kurang
dari 3 detik darah akan kembali mengisi kapiler dan Universitas Gadjah Mada 5
17
Farna selaput lendir tersebut kembali ke warna semula. Waktu pengisian kapiler ini
akan menjadi panjang akibat gangguan sirkulasi (kelelmahan sirkulasi, tekanan darah turun)
dan menjadi lebih pendek bilamana terjadi peningkatan tekanan darah.
Penilaian :
1 - 2 detik adalah normal
2 - 4 detik adalah sedang sampai miskin
Lebih dari 4 detik darurat
Kurang dari 1 detik darurat
18
Sementara pasien memegang tangan nya di atas hati, tindakan dokter waktu yang
dibutuhkan untuk darah untuk kembali ke jaringan. Kembalinya darah ditandai dengan
kuku berbalik kembali ke warna merah muda.
Pengisian kapiler,
Proses dimana pengembalian darah ke sebagian dari sistem kapiler setelah suplai darah
telah terputus sebentar. Kapiler refill diuji dengan menekan kuat pada kuku dan
memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk darah untuk kembali setelah tekanan
dilepaskan. Pada orang normal dengan curah jantung yang baik dan perfusi digital,
19
kapiler refill harus memakan waktu kurang dari 3 detik. Sebuah waktu lebih dari 3 detik
dianggap sebagai tanda sirkulasi digital lamban, dan waktu dari 5 detik dianggap
abnormal.
Tes pucat kuku, juga disebut tes pengisian kapiler kuku, dilakukan pada kuku sebagai
indikator perfusi jaringan (jumlah aliran darah ke jaringan) dan dehidrasi.
20
BAB IV
PEMERIKSAAN ALLEN TEST
(Pemeriksaan Analisa Gas Darah)
Pemeriksaan allen test adalah tes yang digunakan dalam pengobatan sebelum
pengumpulan gas darah arteri untuk menentukan potensi normal dari arteri ulnaris
Proses Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga
keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi
oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah
secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat
yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai
tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya
dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus
menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium
lainnya.
1. Tujuan
Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh
2. Indikasi
Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
Pasien deangan edema pulmo
Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
Infark miokard
Pneumonia
Klien syok
Post pembedahan coronary arteri baypass
Resusitasi cardiac arrest
Klien dengan perubahan status respiratori
Anestesi yang terlalu lama
21
3. Persiapan alat
Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak) dan nomor
20 atau 21 untuk dewasa
Heparin
Yodium-povidin
Penutup jarum (gabus atau karet)
Kasa steril
Kapas alkohol
Plester dan gunting
Pengalas
Handuk kecil
Sarung tangan sekali pakai
Obat anestesi lokal jika dibutuhkan
Wadah berisi es
Kertas label untuk nama
Thermometer
Bengkok
22
22. Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah tidak
bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena)
23. Ambil darah 1 sampai 2 ml
24. Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10 menit
25. Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet
26. Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin
27. Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah
28. Ukur suhu dan pernafasan klien
29. Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang
digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen
30. Kirim segera darah ke laboratorium
31. Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah (untuk
klien yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang
lama)
32. Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan
33. Cuci tangan
34. Kaji respon klien setelah pengambilan AGD
35. Berikan reinforcement positif pada klien
36. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
37. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
23
BAB V
ELEKTROKARDIOGRAFI
24
Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi serat purkinje tetapi kadang-
kadang ditemukan pada pasien dengan hipokalemia (kadar kalium rendah). Gelombang U
terjadi setelah gelombang T dan kurang lebih ukurannya sama dengan gelombang P.
Gelombang ini sering disalah artikan sebagai gelombang P ekstra.
Segmen ST yang menggambarkan repolarisasi ventrikel awal, berlangsung dari akhir
gelombang S sampai permulaan gelombang T. Normalnya isoelektrik (tanpa variasi potensial
listrik), dan dianalisa untuk mencari tanda penurunan suplai oksigen ke jantung (iskemia).
Interval PR diukur mulai dari permukaan gelombang P sampai permukaan gelombang
Q atau R dan menggambarkan waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan
perlambatan impuls di nodus AV sebelum depolarisasi ventrikel. Pada orang dewasa, interval
PR normalnya berdurasi antara 0,12 sampai 0,20 detik.
Interval QT, yang menggambarkan waktu total repolarisasi dan depolarisai ventrikel,
diukur dari awal gelombang Q, atau R. Jika tidak ada gelombang Q, diakhiri dengan
gelombang T. Iterval QT bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung, biasanya kurang dari
interval RR (diukur dari permulaan satu gelombang R sampai awal gelombang R berikutnya),
dan biasanya durasinya 0,32 sampai 0,40 detik apabila frekuensi jantungnya 65 sampai 95
denyut per menit.
25
B. Tujuan
Pemeriksaan EKG bertujuan untuk menilai kerja jantung, apakah normal atau tidak
normal. Beberapa hal yang dapat ditunjukkan oleh pemeriksaan EKG adalah:
Laju (kecepatan) denyut jantung
Ritme denyut jantung
Kekuatan dan “timing” sinyal listrik saat melewati masing-masing bagian jantung
26
Pemasangan EKG
Pembagian lead pada EKG terbagi menjadi 3 kelompok yang terdiri atas 12 lead:
1. Bipolar lead/standar I,II,III
Lead I : Beda potensial tangan kiri dan tangan kanan.
: Tangan kanan positif, tangan kiri negatif.
Lead II : Beda potensial kaki kiri dan tangan kanan.
: Kaki kiri positif, tangan kanan negatif.
Lead III : Beda potensial kaki kiri dan tangan kiri.
: kaki kiri positif, tangan kiri negatif.
27
C. Persiapan Alat
1. Mesin EKG yang dilengkapi:
3 set kabel (kabel listrik, ground, kabel pasien)
4 elektroda ekstremitas dan manset (plat antikarat)
6 buah elektroda prekardial dengan balon pengisap
2. Gel elektroda
3. Kasa lembap
4. Tisu
D. Prosedur Pelaksanaan
1. Cuci tangan.
2. Siapkan mesin pencatat EKG dengan meletakkannya disisi tempat tidur, kemudian mesin
hubungkan dengan sumber listrik, ground dan power di ON-kan.
3. Bagian elektroda ekstremitas dipasang diolesi gel atau kasa lembap antara elektroda dan
kulit pasien, kemudian hubungkan sadapan ekstremitas pada lempeng elektroda yang
sesuai pada setiap kabel dengan memperhatikan tanda dan warna kabel (merah= tangan
kanan, kuning =tangan kiri, hitam= kaki kanan, hijau= kaki kiri).
4. Bagian dada yang akan dipasangi elektroda diolesi gel elektroda dan tentukan llokasi
pemasangan, kemudian hubungkan sadapan pada bagian dada yang lokasinya telah
ditentukan. Pasang kabel sesuai tanda atau warnanya V1-V6 (dengan cara menekan bagian
balon dan tempelkan pada kulit pasien).
5. Mulailah pelaksanaan perekaman (mulai lead I,II,III,AVL,AVR,AVF,V1-V6).
6. Setelah perekaman selesai, lepas semua kabel.
7. Bersihkan gel dari kulit pasien dengan menggunakan tisu.
8. Bersihkan elektroda dari gel yang masih menempel
9. Cuci tangan.
28
BAB VI
PEMERIKSAAN CENTRAL VENA PRESSURE
29
kanan, melalui kateter yang dihubungkan dengan manometer. Hasil pengukuran
digunakan untuk menilai fungsi sirkulasi, volume darah, dan kebutuhan penggantian
cairan.
1. Tujuan
1. Sebagai pedoman untuk penggantian cairan pada pasien dengan kondisi penyakit
serius
2. Memperkirakan kekurangan volume darah
3. Menentukan tekanan dalam atrium kanan dan vena sentral
4. Mengevaluasi kegagalan sirkulasi.
5. Mengetahui adanya gangguan pada jantung (khususnya jantung kanan)
2. Lokasi Vena untuk Pemeriksaan Tekanan Vena Sentral
1. Vena subclavia
2. Vena jugularis eksterna/interna
3. Vena basilica media
3. Indikasi
1. Pasien dengan trauma berat sehingga terjadi perdarahan banyak, syok
2. Pasien dengan operasi besar (open heart, trepanasi)
3. Pasien dengan kelainan ginjal (gagal ginjal akut, oliguria dengan penyebab yang
tidak jelas).
4. Pasien dengan gagal jantung
5. Pasien dengan transfusi besar (transfusi masif)
6. Pasien dengan terapi cairan hipertonis
30
5. Persiapan Alat
1. Skala pengukur (manometer)
2. Selang penghubung (manometer line)
3. Waterpass
4. Set infus dan cairan yang akan dipakai (NaCl 0,9%)
5. Stopcock atau keran 3-4 cabang (three way)
6. Standar infus
7. Plester
8. Baki beralas (untuk menempatkan semua alat)
6. Persiapan Pasien dan Lingkungan
1. Informed conset (perkenalan nama, jelaskan tujuan pelaksanaan, kemungkinan yang
terjadi saat tindakan, dan waktu pelaksanaan)
2. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan
3. Berikan privasi pada pasien
7. Prosedur Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Dengan menggunakan waterpass, tentukan titik nol sesuai dengan tinggi atrium kanan
atau sejajar dengan ICS 2-3 mid-aksila.
3. Hubungkan set infus dengan manometer CVP
4. Hubungkan cairan infus dengan selang penghubung (manometer line) dan stopcock
three way.
5. Tempetkan skala pengukuran (manometer) sejajar tegak lurus dengan titik nol yang
telah ditentukan.
6. Stopcock atau keran infus yang ke arah pembuluh darah (jantung) ditutup, kemudian
cairan dialirkan ke dalam manometer dengan perlahan sampai batas 20-25 cmH2O
7. Setelah manometer terisi cairan, tetesan infus distop dan putar stopcock sehingga
cairan dari manometer mengalir ke arah pembuluh (jantung).
8. Amati fluktuasi cairan yang terdapat pada manometer dan catat angka dimana cairan
bergerak stabil (sampai cairan tidak turun lagi). Angka yang ditunjukkan pada
permukaan air adalah nilai CVP.
9. Putar stopcock ke arah semula agar cairan mengalir dari botol infus ke arah pembuluh
darah (jantung). Atur tetesan infus seperti semula.
10. Rapikan peralatan
11. Cuci tangan
31
atrium kanan dan V.cava inferior bertemu menjadi satu.
2. Penilaian CVP
Kateter, infus, manometer dihubungkan dengan stopcock -> amati infus lancar atau tidak
Penderita terlentang
Cairan infus kita naikkan ke dalam manometer sampai dengan angka tertinggi -> jaga
jangan sampai cairan keluar
Cairan infus kita tutup, dengan memutar stopcock hubungkan manometer akan masuk ke
tubuh penderita
Permukaan cairan di manometer akan turun dan terjadi undulasi sesuai irama nafas, turun
(inspirasi), naik (ekspirasi)
Undulasi berhenti -> disitu batas terahir -> nilai CVP
Nilai pada angka 7 -> nilai CVP 7 cmH2O
Infus dijalankan lagi setelah diketahui nilai CVP
NILAI CVP
Nilai rendah : < 4 cmH2O
Nilai normal : 4 – 10 cmH2O
Nilai sedang : 10 – 15 cmH2O
Nilai tinggi : > 15 cmH2O
32
3. Konstriksi pembuluh darah vena yang disebabkan oleh faktor neurologi
4. Penggunaan obat – obatan vasopresor
5. Peningkatan tekanan intraperitoneal dan tekanan intrathoracal, misal :
Post operasi illeus
Hematothoraks
Pneumothoraks
Penggunaan ventilator mekanik
Emphysema mediastinum
6. Emboli paru – paru
7. Hipertensi arteri pulmonal
8. Vena cava superior sindrom
9. Penyakit paru – paru obstruksi menahun
10. Pericarditis constrictiva
11. Artevac ; tersumbatnya kateter, ujung kateter berada di dalam v.jugularis inferior
33
BAB VII
PEMERIKSAAN JUGULARIS VENA PRESSURE
(JVP)
A. DEFINISI
Jugular venous pressure(JVP) atau tekanan vena jugularis adalah tekanan sistem vena
yang dapat diamati secara tidak langsung. Pengukuran tekanan vena jugularis merupakan
tindakan mengukur besarnya jarak pertemuan dua sudut antara pulsasi vena jugularis dan
sudut sternum tepatnya di Angle of Louis yang berguna untuk mengetahui tentang fungsi
jantung klien.
Pengukuran system sirkulasi vena sendiri dapat dilakukan denganmetode non-invasif
dengan menggunakan vena jugularis (externa dexter) sebagai pengganti sphygmomanometer
dengan titik nol (zero point) di tengah atrium kanan. Titik ini kira- kira berada pada
perpotongan antara garis tegak lurus dari angulus Ludovici ke bidang yang dibentuk kedua
linea midaxillaris. Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan posisi tegak. Ia
baru terlihatmpada posisi berbaring di sepanjang permukaan musculus
sternocleidomastoideus. VP yang meningkat adalah tanda klasik hipertensi vena (seperti
gagal jantung kanan). Peningkatan JVP dapat dilihat sebagai distensi vena jugularis, yaitu
JVP tampak hingga setinggi leher; jauh lebih tinggi daripada normal.
B. INDIKASI
Pengukuran tekanan vena jugularis dilakukan ketika terdapat tanda permasalahan atau
kegagalan jantung pada seorang klien, seperti hipertrofi ventrikel kanan, stenosis katup
trikuspid, stenosis pulmonal, hipertensi pulmonal, inkompetensi katup trikuspid,
tamponade jantung, perikarditis, dan masalah jantung lain (Gray, 2002).
Pasien yang menerima operasi jantung sehingga status sirkulasi sangat penting
diketahui.
Pasien yang mendapat obat vasoaktif, nutrisi parenteral, atau jika vena perifer
tidak adekuat
Pasien dengan distensi unilateral
34
Pasien dengan trauma mayor
Pasien yang sering diambil darah venanya untuk sampel tes laboratorium
Pasien yang diberi cairan IV secara cepat;
C. ALAT-ALAT
1. Penggaris sentimeter 2 buah
2. Bantal 1 buah
3. Senter
4. Bed pasien
D. PROSEDUR/LANGKAH KERJA
a. Minta klien berbaring telentang dengan kepala ditinggikan 30 – 45 derajat (posisi
semi Fowler).
b. Gunakan bantal untuk meluruskan kepala. Hindari hiperekstensi atau fleksi leher
untuk memastikan bahwa vena tidak teregang.
c. Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Ketika posisi klien telentang, tinggi
pulsasi mulai meningkat di atas tinggi manubrium, yaitu 1 atau 2 cm di saat klien
mencapai sudut 45 derajat. Mengukur tekanan vena dengan mengukur jarak vertical
antara sudut Angle of Louis dan tingkat tertinggi titik pulsasi vena jugularis interna
yang dapat terlihat.
d. Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris biasa dengan ujung area
pulsasi di vena jugularis. Kemudian ambil penggaris sentimeter dan buat tegak lurus
dengan penggaris pertama setinggi sudut sternum. Ukur dalam sentimeter jarak antara
penggaris kedua dan sudut sternum.
e. Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan bilateral lebih dari 2,5 cm
dianggap meningkat dan merupakan tanda gagal jantung kanan. Peningkatan tekanan
di satu sisi dapat disebabkan oleh obstruksi.
35
BAB VIII
RESUSITASI JANTUNG PARU(RJP)
A. Definisi
Resusitasi Jantung Paru merupakan tindakan opijitan jantung paru yang dilakukan pada
pasien dengan henti jantung atau tidak terabanya nadi karotis. Pijat jantung luar
menghasilkan sirkulasi artifisial dengan cara memeras jantung. Kontradiksi RJP adalah
adalah pasien dengan fraktur iga dan pneumotoraks.
Urutan Tindakan dari RJP
B. Prosedur Pelaksanaan
1. Posisikan pasien telentang diatas alas yang rata dan keras.
2. Tentukan titik pijatan (tepat di pertengahan sternum).
3. Berlutut disalah satu sisi pasien. Kedua posisi lutut rapat, menempel bahu pasien, dan
lengan tegak lurus.
4. Pijat dengan cara menjatuhkan berat badan penolong ke sternum.
5. Lakukan pijatan sedalam 4-5 cm
6. Lengkapi setiap siklus dengan perbandingan 2 kali napas berbanding 30 pijatan.
7. Hentikan RJP jika terdapat tanda pasti kematian.
36
RJP untuk orang dewasa
RJP dengan satu penolong pada orang dewasa.
Lakukan penekanan dada dengan perbandingan 2 x tiupan diikuti 30 x penekanan dada.
Buka jalan nafas, kemudian berikan 2 tiupan yang masing2 waktunya 1,5 sampai 2
detik. Pastikan kita menarik nafas yang dalam sebelum memberikan tiupan nafas.
Lanjutkan sampai 4 kali putaran dari 15 tekanan dan 2 ventilasi.
37
RJP dengan 2 penolong pada orang dewasa.
Penderita harus lurus dan terlentang, pada permukaan yang datar & padat. Jika memakai baju
buka bajunya sehingga kita dapat melihat tulang dadanya.Penolong pertama berlutut pada
ujung kepala penderita. Penolong kedua berlutut pada sisi kanan dada penderita.
Pemantauan
Pemantauan merupakan tanggungjawab penolong yang melakukan tiupan (ventilasi). Setelah
satu menit melakukan RJP, periksa nadi penderita. Periksa 3 sampai 5 detik pada arteri
karotis.
38
a. Bila nadi tdk teraba dan pernapasan tidak ada teruskan RJP
b. Bila nadi teraba,pernapasan tidak ada berikan pernapasan buatan.
c. Bila nadi teraba dan penderita bernapas adekuat, hentikan RJP, pantau pernapasan dan nadi
penderita.
3. Penyebab
1. Beberapa penyebab henti jantung dan nafas adalah :
2. Infark miokard akut, dengan komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac standstill,
aritmia lain, renjatan dan edema paru.
3. Emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru.
4. Aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravaskular.
5. Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat,
tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis obat,
kelainan susunan saraf pusat.
6. Gagal ginjal, karena hyperkalemia
7. Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti nafas. Umumnya,
walaupun kegagalan pernafasan telah terjadi, denyut jantung masih dapat
berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti jantung, dilatasi pupil
39
kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran
darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45
detik.
Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah terjadi 50 %
kerusakan otak irreversibel.Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengembalikan
fungsi pernafasan dan atau sirkulasi, dan penanganan akibat henti nafas (respiratory
arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest), yang mana fungsi tersebut gagal total
oleh sebab yang memungkinkan untuk hidup normal.
A. Definisi
Resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan kembali
kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan
paru, yang berorientasi pada otak (Tjokronegoro, 1998).
Sedangkan menurut Rilantono, dkk (1999) resusitasi mengandung arti harfiah
“menghidupkan kembali”, yaitu dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk
mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi
jantung paru terdiri atas dua komponen utama yakni: bantuan hidup dasar (BHD) dan bantuan
hidup lanjut (BHL). Selanjutnya adalah perawatan pasca resusitasi.
Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (Airway)
tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi darah. Usaha ini harus dimulai dengan
mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan
bantuan ventilasi dan sirkulasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan
pasokan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan
lanjutan (bantuan hidup lanjut).
Resusitasi dilakukan pada keadaan henti nafas, misalnya pada korban tenggelam,
stroke, obstruksi benda asing di jalan nafas, inhalasi gas, keracunan obat, tersedak, tersengat
40
listrik, koma dan lain-lain. Sedangkan henti jantung terjadi karena fibrilasi ventrikel,
takhikardi ventrikel, asistol dan disosiasi elektromekanikal.
B. Tujuan
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai
upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Tindakan resusitasi ini dimulai
dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian dilanjutkan dengan
pemberian bantuan hidup dasar (basic life support) yang bertujuan untuk oksigenasi darurat.
(AHA, 2003).
Tujuan tahap II (advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi yang
spontan, sedangkan tujuan tahap III (prolonged life support) adalah pengelolaan intensif
pasca resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung pada kecepatan
dan ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan bantuan hidup dasar.
Tujuan utama resusitasi kardiopulmoner yaitu melindungi otak secara manual dari
kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam daripada tidak
sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat sangat diperlukan dengan
segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak terhenti selama 8 – 20
detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3 – 5 menit (Tjokronegoro, 1998).
Kerusakan sel-sel otak akan menimbulkan dampak negatif berupa kecacatan atau bahkan
kematian.
41
Keberhasilan resusitasi tergantung kepada :
1) Keadaan miokardium
2) Penyebab terjadinya henti jantung
3) Kecepatan dan ketepatan tindakan
4) Mempertahankan penderita di perjalanan ke rumah sakit
5) Perawatan khusus di rumah sakit
6) Umur (tetapi tidak terlalu menentukan)
Posisi Bayi
Untuk dapat dilakukan resusitasi jantung paru, penderita harus dibuat dalam posisi terlentang
dan diusahakan satu level atau datar. Posisi untuk bayi baru lahir (neonatus) leher sedikit
ekstensi, atau dengan meletakkan handuk atau selimut di bawah bahu bayi sehingga bahu
terangkat 2-3 cm.
Posisi Penolong
Penolong sebaiknya berdiri disamping penderita dalam posisi dimana ia dapat melakukan
gerakan bantuan nafas dan bantuan sirkulasi tanpa harus merubah posisi tubuh.
Teknik Resusitasi
Airway : membuka jalan nafas
1) Tentukan derajat kesadaran dan kesulitan nafas.
2) Buka jalan nafas dengan cara tengadahkan kepala dan topang dagu (head tilt and chin lift)
bila tidak terdapat cedera kepala atau leher dengan cara satu tangan pada dahi, tekan ke
belakang. Jari tangan lain pada rahang bawah, dorong keluar dan ke atas. Gerakan ini akan
mengangkat pangkal lidah ke atas sehingga jalan nafas terbuka. Lidah yang jatuh ke belakang
sering menjadi penyebab obstruksi jalan nafas pada penderita yang tidak sadar.
3) Gerakan mendorong rahang ke bawah ke depan (jaw thrust) juga dapat membuka jalan
nafas bila diketahui terdapat cedera leher atau kepala.
4) Membersihkan benda asing dapat dilakukan dengan :
42
(1) Finger sweep: yaitu dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah penolong untuk
membebaskan sumbatan jalan nafas yang diakibatkan oleh sisa makanan.
(2) Heimlich manuver
(3) Abdominal/chest thrust
Breathing
1) Dekatkan pipi penolong pada hidung dan mulut penderita, lihat dada penderita.
2) Lihat, dengar dan rasakan pernafasan ( 5 – 10 detik).
3) Jika tidak ada nafas lakukan bantuan nafas buatan/Ventilasi Tekanan Positif (VTP) .
4) Pada Neonatus dan bayi <>
5) Pada anak > 1 tahun pasang sungkup yang menutupi mulut, sedangkan hidung dapat
dijepit dengan jari telunjuk dan ibu jari penolong.
6) Lakukan tiupan nafas dengan mulut atau balon resusitasi. Berikan nafas buatan untuk
neonatus 30-60 kali/menit, dan 20 kali untuk bayi dan anak yang kurang dari 8 tahun.
7) Evaluasi pemberian nafas buatan dengan cara mengamati gerakan turun naik dada. Bila
dada naik maka kemungkinan tekanan adekwat. Bila dada tidak naik cek kembali
posisi anak, perlekatan sungkup, tekanan yang diberikan, periksa jalan nafas apakah ada
mucus atau tidak bila ada dapat dilakukan penghisapan dengan suction.
8) Setelah dilakukan ventilasi selama satu menit, evaluasi apakah bayi atau anak dapat
bernafas secara spontan, Lakukan penilaian pulsasi tidak boleh lebih dari 10 detik. Jika
pulsasi ada dan penderita tidak bernafas, maka hanya dilakukan bantuan nafas sampai
penderita bernafas spontan.
43
Circulation
1) Jika pulsasi tidak ada atau terjadi bradikardi maka harus dilakukan kompresi dada
sehingga memberikan bantuan sirkulasi disertai bantuan nafas secara ritmik dan
terkoordinasi. Pada neonatus pemberian kompresi jantung diberikan bila didapat pulsasi bayi
<>
2) Posisi tempat kompresi :
(1) Pada neonatus: 1 jari dibawah linea interpapilaris.
(2) Pada bayi: Sternum bagian bawah.
(3) Pada anak: 2 jari diatas prosesus xipoideus.
3) Tangan yang melakukan kompresi :
(1) Neonatus : menggunakan 2 jari tangan atau 2 ibu jari.
(2) Bayi : dengan menggunakan 2 jari.
44
DAFTAR PUSTAKA
45