Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ANEMIA DENGAN

GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI DI


RSUD SAMBAS

Disusun Oleh:
IRWAN
NIM. 201133033

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK
PRODI PROFESI NERS
2021
VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis  Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan Kerjasama Baik Lokal maupun Regional.
LEMBAR PENGESAHAN

Telah mendapat persetujuan dari Pembimbing Akademik (Clinical Teacher)


dan Pembimbing Klinik (Clinical Instructure).
Telah disetujui pada :
Hari :
Tanggal :

Mahasiswa,

IRWAN
NIM. 201133033

Mengetahui,

Clinical Teacher Clinical Instructure

_________________
BAB I
KONSEP DASAR
A. Definisi
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb
sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia adalah
istilah yang menunjukkan hitungan sel darah merah dan kadar hematokrit
dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan
pencerminan keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara
fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah Hb untuk
mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia tidak merupakan suatu kesatuan
tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologi yang mendasari (Wijaya
& Putri, 2013).
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia atau
bisitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada
sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hypoplasia tanpa adanya infiltrasi,
supresi atau pendesakkan sumsum tulang (Bakta, 2017).
Anemia aplastik adalah suatu gangguan sel-sel induk di sum-sum tulang
belakang yang dapat menimbulkan kematian. Pada keadaan ini berkurangnya
sel darah tepi sebagai akibat berhentinya pembentukkan sel homopoetik dalam
sum-sum tulang (Wijaya & Putri, 2013)

B. Etiologi
Etiologi anemia aplastik menurut (Handayani & Hariwibowo, 2014).
Berikut ini adalah berbagai faktor yang menjadi etiologi anemia aplastik :
1. Factor genetic
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian
besar darinya diturunkan. Menurut hukum mendel pembagian kelompok
pada faktor ini adalah sebagai berikut :
a. Anemia fanconi
b. Anemia aplastic konsitusional tanpa kelainan
c. Diskeratosis bawaan
d. Sindrom aplastic parsial
2. Obat obatan dan bahan kimia
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan. Obat yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah
kloramfenikol. Sedangkan bahan kimia yang terkenal dapat menyebabkan
anemia apalastik adalah senyawa benzen.
3. Infeksi
Penyebab yang terkenal ialah virus hepatitis tipe non – A dan non – B. virus
ini dapat menyebabkan anemia. Umumnya anemia aplastik pasca – hepatitis
ini mempunyai prognosis yang buruk.
4. Radiasi
Hal ini trjadi pada pengobatan penyakit keganasan dengan sinar X.
peningkatan dosis penyinaran sekali waktu akan menyebabkan terjadinya
pansitopenia. Bila penyinaran dihentikan, sel–sel akan berptoliferasi
kembali. Radiasi dapat menyebabkan anemia aplastik berat atau ringan.
5. Kelainan imunologi
Zat anti terhadap sel–sel hematopoetik dan lingkungan mikro dapat
menyebabkan aplastik.
6. Idiopatik
Sebagian besara (50-70%) penyebab anemia aplastik tidak diketahuai atau
bersifat idiopatik
C. Klasifikasi
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat di
klasifikasikan menjadi tiga yaitu, tidak berat, berat, dan sangat berat.
1. Anemia Aplastik Berat
Selularitas sumsum tulang < 25%, atau selaritas < 50% dengan < 30% sel –
sel hematopoeitik, Sitipenia sedikitnya 2 dari 3 seri sel darah Granulosit <
0,5x10/uL - Trombosit < 20x10/uL - Corrected reticulocyte < 1%
2. Anemia Aplastik Sangat Berat
Sama seperti di atas kecuali hitung netrofil < 200/uL
3. Anemia Aplastik Tidak Berat
Sumsum tulang hiposeluler namun sitopenia tidak memenuhi kriteria berat

D. Tanda dan gejala


Pada aplastik terdapat pasitopenia sehingga keluhan dan gejala yang
timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hypoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia dimana timbul gejala – gejala anemia antara lain lemah,
dispnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain – lain. Pengurangan
elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan
penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mangakibatkan keluhan dan
gejala infeksi baik bersifat local sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala
infeksi baik bersifat local maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu
dapat mengakibatkan perdarahan di kulit, selaput lender atau perdarahan di
organ – organ lain.
Manifestasi klinis pada klien anemia aplastik menurut (Rukman Kiswari,
2014) dapat berupa :
1. Sindrom anemia
a. Sistem kardiovaskuler : rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas
intolransi terhadap aktivitas fisik, angina pectoris hingga gejala payah
jantung.
b. Susunan saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang – kunang terutama pada waktu perubahan posisi dari posisis
jongkok ke posisi berdiri, iritabel, lesu dan perasaan dingin pada
ekstremitas.
c. Sistem percernaan : anoreksia, mual dan muntah, flaturensi, perut
kembung, enek di ulu hati, diare atau konstipasi.
d. Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun.
e. Epitel dan kulit : kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang cerah,
rambut tipis dan kekuning-kuningan.
2. Gejala perdarahan
Ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi,
hematemesis/melena atau menorrhagia pada wanita. Perdarahan organ
dalam lebih jarang dijumpai, namun jika terjadi perdarahan otak sering
bersifat fatal.
3. Tanda tanda infeksi
ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher, febris, sepsis atau syok
septik
E. Komplikasi
1. Gagal jantung kongesi
2. Parestesia
3. Konfusi kanker
4. Penyakit ginjal
5. Gondok
6. Gangguan pembentukan heme
7. Penyakit infeksi kuman
8. Thalasemia
9. Kelainan jantung
10. Rematoid
11. Meningitis
12. Gangguan sistem imun.
F. Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi diagnostik yang dirasakan menurut (Handayani & Hariwibowo, 2014)
adalah sebagai berikut :
1. Sel darah
a. Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak terlalu ditemukan.
b. Jenis anemia adalah anemia normokromik normoister disertai
retikulositopenia.
c. Leukopenia dengan relative linfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam
darah tepi.
d. Trombositopenia yang bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat.
2. Laju endapan darah
Laju endap darah selalu menungkat, sebanyak 62 dari 70 kasus mempunyai
laju endap darah lebih dari 100 mm dalam satu jam pertama.
3. Faal hemostatic
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan menjadi buruk yang
disebabkan oleh trombositopenia.
4. Sumsum tulang
Hypoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar secara merata pada
seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang yang normal dalam satu
kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan diagnosis anemia aplastik.
Pemeriksaan ini harus diulang pada tempat – tempat yang lain
5. Lain lain
Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, dan HbF meningkat.

G. Penatalaksanaan
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik menurut (Rukman Kiswari,
2014) terdiri atas:
1. Terapi kausa
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab, tetapi
sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau
penyebabnya yang tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi supportif
Terapi ini adalah untuk mengatasi akibat pensitopenia.
a. Untuk mengatasi infeksi antara lain
1) Hygiene mulut
2) Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan
adekuat
3) Sebelum ada hasil tes sensitivitas, antibiotik yang biasa diberikan
adalah ampisilin, gentamisin, atau sefalosporin generasi ketiga.
4) Transfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat kuman
gram negative, dengan neutropenia berat yang tidak memberikan
respon pada antibiotika adekuat.
b. Untuk mengatasi anemia
Transfusi PRC (packed red cell) jika Hb < 7 gdL atau ada tanda payah
jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9 – 10
gdL, tidak perlu sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoiesis
internal.
c. Untuk mengatasi perdarahan
Transfusi konsentrat trombosit jika terdapt perdarahan mayor atau
trombosit < 20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang dapat
menurunkan efektivitas trombosit karena timbulnya antibodi
antitrombosit. Kostikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit
3. Terapi memperbaiki sumsum tulang
Beberapa tindakan dibawah ini diharapkan dapat merangsang
pertumbuhan sumsum tulang:
a. Anabolik steroid: oksimetolon atau atanozol. Efek terapi diharapkan
muncul dalam 6 -12 minggu.
b. Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah: prednisone 40 – 100
mg/hari, jika dalam 4 minggu tidak ada perbaikan maka pemakaian
barus dihentikan karena efek sampingnya cukup serius.
c. GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah
netrofil.
4. Terapi definitve
Terapi definitive adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka
panjang, terapi tersebut terdiri dari dua macam pilihan :
a. Terapi imunosupresif
1) Pemberian anti lymphocyte globuline : anti lymphocyte globuline
(ALG) atau anti thymocyte globuline (ATG). Pemberian ALG
merupakan pilihan utama untuk klien yang berusia diatas 40 tahun.
2) Pemeberian methylperednisoloe dosis tinggi
b. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitive yang
memberikan harapan kesembuhan, tetapi biaya yang sangat mahal,
memerlukan peraltana yang sangat canggih, serta adanya kesulitan
tersendiri dalam mencari donor yang kompatibel. Transplantasi
sumsum tulang yaitu :
1) Merupakan pilihan untuk klien usia < 40 tahun.
2) Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus
hostdisease).
3) Memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60 – 70 % kasus.
BAB II
WOC

(Brunner and Suddarth, 2010).


BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
b. Identitas Penanggung Jawab
2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
b. Keluhan Saat Dikaji
c. Riwayat Penyakit Dahulu
d. Riwayat Penyakit Keluarga
3. Genogram
4. Data Biologis
a. Pola Nutrisi
b. Pola Minum
c. Pola Eliminasi
d. Pola Istirahat/Tidur
e. Pola Hygiene
5. Aktivitas
6. Data Sosial
a. Hubungan dengan Keluarga
b. Hubungan dengan Tetangga
c. Hubungan dengan Pasien Sekitar
d. Hubungan dengan Keluarga Pasien Lain
7. Data Psikologis
a. Status Emosi
b. Peran Diri
c. Gaya Komunikasi
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Kepala Mata
c. Hidung
d. Telinga
e. Mulut
f. Leher
g. Thoraks (Paru-paru)
h. Thoraks (Jantung)
i. Abdomen
j. Genetalia
k. Ekstremitas
9. Data Penunjang
10. Pengobatan
(Poltekkes Kemenkes Pontianak)

B. Diagnose keperawatan
1. Intoleransi aktivitas D.0056 berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan
2. Resiko infeksi D.0142 berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat (penurunan hemoglobin, leukopenia, penurunan granulasit, respon
inflamasi tertekan), pertahan utama tidak adekuat misalnya kerusakan
kulit, statis cairan tubuh , prosedur invasive, penyakit kronis, malnutrisi
3. Defisit pengetahuan D.0111 (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumbersumber informasi.
C. Intervensi keperawatan
SDKI SLKI SIKI
D.0056 L.05047 I.05178
Intolenransi aktivitas berhubungan Tolenransi aktivitas Manajemen energy
dengan kelemahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Observasi
diharapkan toleransi aktivitas meningkat  Identifikasi gangguan fungsi tubuh
dapat teratasi dengan kriteria hasil: yang mengakibatkan kelelahan
 frekuensi nadi meningkat  Monitor kelelahan fisik dan
 keluhan lelah menurun emosional
 dyspnea saat beraktivitas menurun  Monitor pola dan jam tidur
 dyspnea setelah beraktivitas menurun  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas
Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (misalnya cahaya,
suara, kunjungan)\
 Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/ atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk disisi tempat tidur
jika tidak bisa berpindah
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
D.0142 L.141137 I. 14539
Risiko infeksi berhubungan dengan Tingakat infeksi, Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
ketidakkuatan pertahanan sekunder tindakan keperawatan, diharapkan Observasi
masalah keamanan dan proteksi: risiko
infeksi dapat teratasi dengan kriteria  Observasi tanda-tanda vital
hasil:  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
 Kebersihan tangan meningkat dan sistemik
 Kebersihan badan meningkat Terapeutik
 Demam menurun  Batasi jumlah pengunjung
 Kemerahan menurun  Cuci tangan sebelum dan sesudah
 Nyeri menurun kontak dengan pasien dan lingkungan
 Bengkak menurun pasien

 Vesikel menurun  Pertahankan teknik aspetik pada

 Cairan berbau busuk menurun pasien berisiko tinggi


Edukasi
 Sputum berwarna hijau menurun
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Drainase purulent menurun
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan
 Pyuria menurun
benar
 Periode malaise menurun
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
 Periode menggigil menurun
atau luka operasi
 Letargi menurun
 Anjurkan meningkatkan asupan
 Gangguan kognitif menurun
nutrisi
 Kadar sel putih membaik
 Kultur darah membaik  Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Kultur urin membaik Kolaborasi
 Kultur sputum membaik  Kolaborasi pemberian imuniasi, jika
 Kultur area luka membaik perlu

 Kultur feses membaik


 Nafsu makan membaik
D.0111 L.12111 I.12283
Defisit pengetahuan berhubungan Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan
dengan kurang informasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam, diharapkan perilaku  Mengidentifikasi kemampuan
pasien sesuai dengan pengetahuan menerima informasi dan kaji
dengan kriteria hasil : pengetahuan pasien
a. Perilaku sesuai anjuran meningkat. Terapeutik
b. Pertanyaan tentang masalah yang  Berikan kesempatan untuk bertanya
dihadapi menurun Edukasi
c. Persepsi yang keliru terhadap  Jelaskan manfaat selama perawatan
masalah menurun. dan faktor risiko yang dapat
d. Menjalani pemeriksaan yang tidak memengaruhi kesehatan.
tepat menurun
Observasi
 Mengidentifikasi pengetahuan tentang
informasi yang telah diberikan.
D. Aplikasi pemikiran kritis
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia atau
bisitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada
sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hypoplasia tanpa adanya infiltrasi,
supresi atau pendesakkan sumsum tulang (Bakta, 2017).
Kerang dara (Anadara Granosa) mengandung 19,48% protein, 2,50%
lemak, 74,37% air, 2,24% abu, serta kandungan vitamin lain salah satunya
vitamin C. Kandungan ini sangat penting dalam meningkatkan kadar HB
karena protein dan vitamin C memiliki peran penting dalam penyerapan dan
peningkatan absorpsi zat besi zat besi didalam tubuh.
kerang dara banyak kandungan gizi diantaranya memiliki kandungan Fe
yang tinggi sekitar 644,7132 mg/100 gram dan kadar protein sekitar 2,99
%100 gram. Bahkan studi lain menunjukkan bahwa kerang dara memiliki
kandungan protein sekitar 62,71 ± 1,21%, Ferum Fe sekitar 875,55 +396,55
mg/kg, lemak 2,50%, air 74,37, abu 2,24% dan gizi proksimat sekitar 65,69.
Zat besi atau Fe sangat dibutuhkan pada tubuh manusia karena kekurangan zat
besi berkaitan dengan peningkatan hemopoesis dan cadangan zat besi yang
rendah.
Kandungan Fe yang tinggi pada kerang dara dapat berperan dalam
peningkatan kadar HB, asupan Fe yang tersedia secara hayati dari air tanah
berkontribusi terhadap tingkat ferritin yang lebih tinggi. Ferritin adalah sejenis
protein dalam tubuh, yang berfungsi mengikat zat besi. Sebagian besar zat
besi yang tersimpan dalam tubuh terikat dengan protein ini. Jumlah protein ini
dalam darah dapat menunjukkan berapa banyak zat besi yang tersimpan dalam
tubuh. Zat besi bergabung dengan molekul protein membentuk feririn yang
merupakan protein kompleks dari zat besi. Sedangkan kandungan protein
dalam kerang dara dapat berfungsi sebagai alat transportasi zat besi. (Abdullah
& Haumahu, 2020)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, V. I., & Haumahu, C. . (2020). Pengaruh Konsumsi Cookies Kerang
Dara (Anadara Granosa) terhadap Perubahan Kadar Haemoglobin Wanita
Usia Subur. Journal of Holistic Nursing Science, 7(2), 169–179.
https://doi.org/10.31603/nursing.v7i2.3126

bakta, I.M.(2017). Hematologi Klimik Ringkas. Jakarta : EGC

Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa H. Y. Kuncara, Monica
Ester, Yasmin Asih, Jakarta : EGC.

Handayani., W dan Andi Sulistyo Haribowo. 2014. Hematologi. Jakarta : Salemba


Medika.

Kiswari Rukman. (2014) Hematologi & Transfusi.Jakarta : Erlangga.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1 Cetakan 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai